Meet someone, something
like fate ?
***
Kevin
menikmati perjalanannya ke Australy. kapal terbang, pelayanan International,
pemandangan elok di sudut kota, Sidney yang berkilau, pijaran lampu yang teduh
di atas laut dan tibalah Ia di Penginapan.
Ia
menetap sementara di sebuah hotel, setidaknya sampai Ia diterima. maka, Ia akan
menetap di asrama kampus.
itu
lebih baik daripada mengontrak.
Esoknya,
Ia disambut dengan esay dan PG Test untuk ujian penerimaan mahasiswa baru.
Ia
berpapasan dengan rombongan gadis – gadis yang berseragam rok ambang. mereka
tersenyum ke arahnya, membagi keramahan atau apapunlah namanya.
Kevin
tertawa menonton adegan anonym di
pinggir jalan, Ia berhenti dan membagi koin, mereka meliriknya keheranan.
“Are
you a stranger ? it’s Different” seseorang dari salah satu pemain mencoba
menanyainya.
Kevin
tersenyum lirih, Ia baru sadar jika alat tukar mereka berbeda. Jadi, Ia
mengeluarkan dollar untuk penebus.
gantian
mereka yang tertawa, saat menerima dollar dari Kevin. Ia berlalu, mendapati
pria berbaju coklat, dengan janggutnya yang panjang.
tengah
sibuk membagi kacang ke merpati yang terbang di atas bendungan.
“Dove ?” tegurnya, pria tua itu menoleh.
“Mau
mencoba memberi makan mereka ?” tawarnya.
Kevin
mengangguk.
pria
itu membagi kacang di tangan Kevin, spontan merpati merpati hinggap di
badannya.
Kevin
tertawa, Ia merasa sebetapa geli_nya.
Ia
menghambur kacang di atas bendungan,
beberapa
merpati mengejar arah tangannya.
“Kau
suka ?” tatap pria tua itu, Kevin mengangguk.
“Aku
tahu Kau suka, merpati selalu tampak cantik” lanjutnya, Kevin tersenyum.
~~~
Seminggu setelah ujian, akhirnya
Kevin mendapati namanya lulus test di Internet, di jejaring sosial Universitas.
Ia berteriak kegirangan di dalam warnet.
membuat
perhatian tertuju padanya, Ia tersenyum.
“Maaf,
maaf” Kevin menundukkan kepalanya pada setiap orang yang memandangnya heran.
hasil
dari susah payahnya selama ini, hasil dari mimisannya sepanjang hari dan
akhirnya Ia diterima masuk.
itu
adalah pencapaian terbaiknya.
Ia
berpindah tetap dari hotel ke asrama, beberapa packing barang telah siap dihantar.
Kevin
membawanya ke bagasi taxi, Ia mencarternya seharian untuk preparation.
Kevin
memilih jas terbaiknya untuk acara penyambutan resmi mahasiswa di tahun ajaran
baru.
Ia
duduk di barisan cowok – cowok, para gadis di baris kanan, mereka terpisah.
beberapa anak cowok yang nakal mulai bersiul untuk menggoda.
sampai
akhirnya acara dimulai dan semua nya mendadak tenang, sehening kuburan.
“Selamat
datang di Universitas dalam tahun ajaran baru” ujar seorang yang menaiki
mimbar, Ia Nampak begitu berwibawa. sepertinya Ia rector di Universitas.
“seperti
yang kalian ketahui, Test penerimaan adalah syarat yang sangat mempengaruhi
kelulusan dari hasil penerimaan. dan jika kalian telah disini, artinya kalian
telah resmi..”
dan
bla bla bla, Kevin tak mendengarkan dengan seksama. sampai akhirnya semua orang
memberi applause dan Kevin ikut menepuk tangan.
waktu
untuk menikmati istirahat, disajikan dalam cookies kotak, Ia menghirup air
mineral dan seorang gadis dari kelompok barisan para gadis lain. berdiri dan
menaiki mimbar di depan sana.
Ia
duduk tenang di depan piano,
beberapa
jemarinya menekan tuts – tuts bersamaan.
Kevin
melirik sepintas, Ia pernah menjadi guru les piano untuk anak taman kanak
kanak.
jadi,
mendengarkan piano dari tangan seseorang akan membuat telinganya tertarik bak
maghnet.
Ia
menikmati desiran nada – nada yang rendah lalu menekan laju dan tinggi dengan
cepat. lalu kembali ke tempo yang lambat sampai ke melodi sedang.
balok
balok nada hitam putih terdengar memacu dengan lembut. Kevin menoleh.
“Permainannya
bagus, gadis itu…” Ia memperhatikan gadis di atas sana dengan seksama, Kevin
terhenyak.
“Gadis
itu,..” ulangnya dalam hati.
“Nania
?!” tegas Kevin, Ia berdiri dari kursinya.
“Ia
sangat cantik, hey ! apa yang kau lakukan ? duduklah, Kau menghalangi arah penglihatanku” kecam anak cowok
di belakangnya, Batin Kevin yang histeris serasa ingin meledak. Ia terpaksa
duduk lagi, saat cowok itu menadah karna merasa terganggu.
“Itu
Nania, itu benar Kau..” gumam Kevin dalam hati, Ia tahu jika permintaannya pada
dewa semanggi empat daun akan terjadi. Ia terdiam dengan senyuman mengembang
dan perasaan bergejolak.
rasanya
seperti mata hati menuntun mata sesungguhnya, sehingga takdir memberinya izin
untuk bertemu.
bertemu
dengan Nania sekali lagi dalam hidup.
Kevin
tak bisa menahan kembang senyuman di ujung lipsnya yang mendalam, sampai lesung
pipitnya terlihat.
“Nania,
Aku menemukanmu. tidak ! Tapi, ku pikir Takdir menemukan Kita, yah.. ini
berkat_Nya” Kevin memuji dalam hati. menatap Nania yang tenang dengan bakat
musiknya yang mengalun indah.
Nania
menghentikan jemarinya, Ia berdiri dan memberi hormat. seluruh penghuni aula
memberinya apresiasi dengan applaus yang meriah.
Ia
kembali ke tempat duduknya, Kevin mencari mata dari jauh, memperhatikan Nania yang tak sadar
sedang diperhatikan.
~~~
Nania berjalan dengan cepat
setelah acara selesai, semuanya bubar teratur, Kevin mencari celah untuk
memberontak dengan keluar tergesa gesa.
Ia
membuka jas nya lalu menitipkannya pada teman sekamarnya di asrama.
“Kau
mau kemana ?”
“Tolong
bawakan ke kamar saja, Aku ada urusan penting” pesan Kevin, temannya hanya
melongo di tinggal dalam ruangan, Nania berjalan dengan cepat didepan sana.
Kevin
meraih lengannya dari belakang.
Nania
tertegun. Ia menoleh dan cowok itu membawanya berlari ke taman universitas.
tanpa,
sempat Nania tahu siapa yang sedang menggeret jemarinya. Nania tergesa gesa
dengan nafasnya.
Cowok
itu terus berlarian tanpa melepaskan tangan Nania seinci_pun. Nania dengannya
menggesitkan diri diantara orang orang yang berlalu lalang dari aula.
Apa
yang kau lakukan ? Kau siapa ?” teriak Nania,
Ia
Nampak tertegun dan bingung di bawa ke taman oleh -orang asing.
orang
asing. Kevin menoleh. “Nania ?” tatapnya haru.
Nania
terkesijap, Ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Kevin
.. itu Kau ?” Nania mengeryit heran, antara senang dan entahlah perasaan apa
yang dideranya.
Kevin
mengangguk.
“Kau
disini ?” Kevin dan Nania mengucapkannya bersamaan, lalu keduanya tertawa
ringan.
“Kau
deluan” Keduanya mengatakan bersamaan lagi. Kevin tersenyum bingung, Nania menutup
bibirnya dengan tangan.
“Kenapa
kita bisa selalu sama ?” Nania mengeryit haru.
Kevin
tertawa mendesah.
“Aku
menemukanMu” ujarnya, Nania menatap penasaran.
“Aku
harap bisa bertemu denganMu, sekarang Aku telah menemukanmu” lanjut Kevin.
Nania
tersenyum. ini pertama kalinya Nania tersenyum lagi dihadapan Kevin.
“Lihat,
Aku benar – benar bisa melihatmu tersenyum, kupikir Dewa semanggi empat daun,
mengabulkan permintaanku” ujar Kevin.
“Dewa
semanggi empat daun ?” tatap Nania
“Bukan
apa – apa” Kevin bingung, rasanya Ia ingin mendekap gadis itu saat pertama kali
melihatnya. Tapi, begitu bisa berhadapan langsung dengan Nania. Ia Nampak tak
sanggup, bahkan untuk menayakan beberapa hal Ia tak bisa.
“Kau
memilih Universitas yang bagus”
“Kau
juga disini kan ?”
Nania
mengangguk.
“Aku
mendengar permainan piano_mu, sangat luar biasa”
“Jangan
berlebihan. Tapi, terima kasih Kevin”
“Jangan
berterima kasih, teman tak seharusnya mengatakan terima kasih” Kevin meralat.
Mereka
duduk di atas rumput hijau yang halus, di taman depan Universitas.
Nania
meliriknya sepintas. Kevin menoleh, segera Nania melarikan aliran matanya.
“Maaf
Kevin” ujarnya ragu
“Untuk
?”
“Untuk
tak memberimu kabar tentang perpindahanku”
“Teman
tak seharusnya minta maaf” ralat Kevin lagi.
Nania
menoleh, Ia tersenyum.
“Tapi,
tetap saja.. Aku tahu seberapa keterlaluannya Aku, hanya dengan cara itu
menurutku, untuk bisa pergi tanpa berat hati” terang Nania. Kevin mengangguk.
“Aku
tahu, Aku cukup mengerti” tutupnya.
“Kau
bisa tinggal dirumahku untuk kuliah” tawar Nania.
“Terima
kasih. Tapi, Aku sudah mendaftarkan diri untuk menempati asrama kampus”
Ia
meluruskan kakinya sampai bergemeretak.
“Begitukah
?” ulang Nania.
Kevin
mengangguk.
“Apa
Kau merasa jauh lebih baik ?” Kevin balik menanyai.
“Aku
rasa, iya” Nania singkat.
“Aku
tahu Kau bisa, Nania” Kevin tersenyum
“Aku
mencoba untuk menerima banyak cinta dan Aku sangat bahagia bisa meluruskan
hidupku dengan baik. maaf Kevin, untuk semua hal yang terjadi di Rover” ujar
Nania menela’ah.
Kevin
terdiam.
“Aku
dengar, beberapa hari jelang penerimaan mahasiswa baru, akan ada camp musim
panas, Kau berniat ikut ?” Kevin segera mengalihkan pembicaraan.
“Iya,
Aku ikut” Nania menutup alur.
keduanya
disana, menikmati angin yang semerbak datang, semerbak menghantar helaian daun
keguguran dan semerbak membawa riakan rambut hilir mudik menghinggapi bagian
setengah wajah.
~~~
Kevin
berjalan pulang ke asramanya, Ia merebahkan badannya dengan lunglai ke spring
bed.
“Kau
baik baik saja ?” tanya teman sekamarnya, teman yang membawa jasnya.
Kevin
baru dari minimarket, mencari persediaan yang lumayan habis, Mereka sudah dua
minggu menerima materi penuh sepanjang hari.
Kevin
meluangkan waktu untuk mampir ke rumah Nania, Ia disambut dengan begitu
hangatnya, Mom menyediakan Cookies
yang Nampak cantik di temani teh hijau.
Kevin
tertawa, Ia kalah setelah bertanding dengan Rahel di Plays station 3.
“Senior,
Kau mulai menyerah untukku ya ?” goda Rahel.
Rahel tumbuh lebih cepat dari yang
dibayangkan, Ia tinggi dengan baik, menyamakan kedudukan dengan Nania.
“Rahel,
Kau telah menjadi seorang gadis ?” Kevin menelusik rambutnya, Rahel tertawa.
“Yeah,
Aku juga akan segera mendapatkan kisah cinta yang rumit saat sweet seventeen” kecamnya gahar.
Nania
mendorong kepalanya.
“Dasar
Little Lady !” gerutu Nania.
“Aw
! Mom ! Dad ! Young Lady memukul
kepalaku lagi” tereknya. Nania mengeryit, Ia sembunyi dibalik badan Kevin.
“Nania
!” teriak Mom sok membela, Nania tertawa. Kevin menjamah lengannya, Nania
sembunyi di pundak Kevin.
Rahel
melemparnya dengan bantal.
Kevin
meraihnya dengan tepat.
“Nggak
kena !” Nania menjulurkan lidahnya, Rahel menahan rasa geram. Namun, Ia
bahagia.. bahagia melihat kakaknya kembali seperti Nania yang dulu dikenalnya.
“Benar Nania, tersenyumlah seperti itu. itu
menjadikanmu terlihat sangat cantik” puji Dciky disampingnya. Nania
menoleh. bayangan semu itu tersenyum.
“Hey
sista, Apa yang Kau lihat ?” tadah
Rahel.
Nania
menoleh
“Apa
?”
Rahel
mengeryit heran.
“Mom
memanggil untuk ‘ve Dinner, Kau tak
mendengarkanku ? Apa yang kau lakukan di situ ?” ulang Rahel, Kevin ikut
menatap aneh Nania. Ia menggeleng.
“Ba..
baiklah..” ujarnya gagu, Nania kembali ke arah dimana Ia melihat bayangan
Dicky. Namun, Ia tak menemukan apapun. batinnya lirih, Ia sadar jika tangisan
bukanlah hal yang diinginkan Dicky darinya.
Nania
berjalan gontai ke arah meja makan, Kevin bahkan tak diperbolehkan pulang ke
asrama sebelum makan malam selesai.
“Kau
akan keracunan jika terus menikmati Mie instant, itu sama sekali tak baik
untukmu” keluh Mom padanya.
Kevin
tersenyum, Ia mendapatkan sosok Ibu yang dirindukannya pada Moms Nania.
Ia
merasa sangat terharu, Ia merasa hidupnya sangat berarti.
“Terima
kasih” celetuk Kevin, Ia tak bisa menyembunyikan rasa dihatinya, Ia bahkan tak
tahu apa artinya makan malam, selama hidupnya Ia hanya makan disaat lapar,
disaat kulkas hanya menyediakan makanan dingin dan persediaan mie instant. Dengan begitu, besok Ia masih bisa hidup lagi.
semua
orang menatapnya heran.
mata
Kevin terlihat berkaca – kaca.
“Maksudku,
Terima kasih untuk makan malamnya, ini sangat enak” kilah Kevin, Mom dan Dad
tersenyum.
“Kau
bisa tinggal bersama kami, jika kau ingin” tawar Dad.
“Dad,
percayalah, Aku telah menawarkan hal itu padanya. Tapi, Ia telah memesan asrama
kampus sepanjang tahun ajaran” terang Nania menengahi.
Dad
mengangguk “Benarkah ?” tatapnya.
“Iya”
Kevin tersenyum.
“Nikmati
Soupnya, sebelum Musim panas hadir dan kalian tak akan pernah suka soup hangat”
ajak Mom.
“Mom,
bisakah Aku memanggilmu begitu juga ?” tatap Kevin.
“Tentu
saja, panggilah sesukamu” Mom antusias.
“Kau
juga bisa memanggilku Dad” tawar Dad.
Nania
tertawa.
“Wah,
Kini aku punya kakak cowok yang tampan, Senior.. Aku akan memanggilmu ka’
Kevin, bolehkan ?” tawar Rahel.
Ia
tersenyum bangga.
“Sekali
panggil senior, tetap saja harus memanggilku senior” kecam Kevin, semua
penghuni meja makan tertawa kecuali Rahel.
“Oh,
ayolah.. beri aku keleluasaan” pintanya.
“Nggak,
Rahel”
“Oh,
ayolah,.. biarkan Aku memanggilmu ka’ Kevin” Rahel memohon, memancing tawa
Nania, Ia tak pernah sadar jika Rahel selucu itu.
Nania
menghirup lemon tea di gelasnya, akhir akhir ini ada sesuatu yang nggak beres
di tenggorokan, perubahan cuaca semakin tak menentu.
Kevin
datang dikursi taman yang Nania hinggapi, kursi yang dibuatnya dengan Dad
beberapa hari yang lalu sebelum penerimaan mahasiswa baru.
ada
bunga terselip dijemarinya.
“Apa
itu untukku ?” tawar Nania,
“Jika,
Kau suka ambil_lah” ujar Kevin dengan sikap acuh sok misteriusnya itu, Nania tertegun. Ia meraihnya.
Kevin
tak melirik ke arahnya se_kali pun. Nania keheranan.
Makan
malam bersama jadi terasa hidup sejak Kevin hadir di Australy. Nania membawa
perubahan atas dirinya, Kevin di anggap sebagian dari keluarga mereka.
dan
Ia melupakan tangisnya dari keterpurukan hidup selama ini, membiarkan tangisan
itu akhirnya tertebus dengan derai tawa bahagia.
***
Musim
panas dengan ciri khasnya, adalah segala hal berjalan dengan sangat lambat.
entah itu kebenarannya atau bukan, yang jelas rasanya sangat menyesakkan.
ketika
melirik jam 11 di arah jarum jam, menghabiskan setidaknya sebotol ice mineral water. Namun, toh masih jam
11 juga ketika menemui jam kedua kalinya.
Tak
semua orang membenci perasaan special Musim panas.
contohnya
para pengrajin tanah liat, Teriknya matahari dapat memancing warna di kendi
yang mereka jemur.
Universitas
mengadakan camp musim panas selama dua minggu. Nania harus melapangkan banyak hati
ketika Tahu jika, tempat Ia melakukan camp
kali ini adalah tempat yang sama dengan camp
saat Ia SHS di Alexander High School.
Nania
memutari taman belakang, Ia mencari Akasia yang pernah di tanamnya dengan Dicky
setahun yang lalu.
“Apa
yang Kau lakukan ?” tegur Kevin.
Nania
terkejut.
“Ahk,
Kau membuatku kaget” keluhnya.
Kevin
tertawa ringan.
Nania
kembali melanjutkan langkahnya di temani Kevin dari belakang. seorang penjaga
Camp menemuinya.
“Permisi,
Apa Kau tahu dimana reboisasi setahun yang lalu ?” tanya Nania, Pria tua
berbadan jangkung itu meliriknya sadis. Ia berjalan ke depan sana, Nania
melirik Kevin.
Kevin
mengangkat bahunya tanda Ia juga tak mengerti.
Nania
mengikuti pak Tua itu sampai ke area reboisasi.
“Sebelumnya
ada banyak pohon yang ditanam setahun yang lalu, hanya saja. badai datang
merobohkan semua pohon yang tumbuh” suara seraknya terdengar seram dengan kesan
ramah. Nania berkecil hati, Ia merasa akasianya telah lenyap.
Pak
Tua itu menarik narik langkahnya, Ia terlihat telah benar – benar renta.
“Hanya
satu yang tersisa, Akasia muda” tunjuknya ke sebuah pohon, Nania tertegun, Ia
sadar betul jika itulah pohon yang di tanamnya setahun yang lalu.
“Dia
sangat kuat, Aku berniat menebangnya, Ia telah ambruk karna badai. Tapi,
berusaha bangkit dan hidup kembali. Aku tak berniat menebangnya lagi dan
membiarkannya hidup.. yang menanamnya pasti seseorang yang sangat kuat pula, Ia
sangat beruntung jika tahu akasianya masih hidup bahkan setelah di terjang
badai” lanjut pak Tua itu, Ia terbatuk batuk dengan geros, lalu pergi
meninggalkan Nania dan Kevin di situ.
Nania
menatap tak percaya pada akasia yang ditanamnya setahun lalu.
“Ia
masih hidup, untuk membuktikan padaku bagaimana caranya bertahan setelah badai”
puji Nania, Kevin menggaruk garuk rambutnya, Ia mendekat.
“Apa
yang kau bicarakan ?” tatapnya heran.
“Aku
yang menanamnya, pohon akasia ini bersama Dicky dan harapanku setahun yang
lalu” terang Nania.
“Wah,
my Super Women” puji Dicky, Ia lewat di sampingnya.
Nania
menoleh.
“iiissstt”
keluhnya, membuat Dicky segera mampir.
seharusnya
Dicky segera menyelesaikan pembuatan tenda perkemahan, bukannya mampir untuk
ikut mereboisasi dengan Nania.
“Berikan
padaku cangkulnya, Biar Aku saja” pintanya.
“Nggak
! Aku yang ingin menanamnya” Nania merengut.
“KITA yang akan menanamnya” pinta Dicky
lagi.
Nania
tersenyum, saat nada suara Dicky menekan kalimat KITA di antaranya.
Ia
menyerahkan cangkulnya.
“Baiklah,
KITA yang akan menanamnya bersama”
Nania mengulang intonasi KITA seperti yang di ucapkan Dicky, membuatnya
meringis tawa.
Dicky
menggapai cangkulnya dan mematoknya ke tanah, secara berulang – ulang sampai
dalam.
Nania
menaruh Akasia kecil didalamnya.
“Ku
Harap Akasia kecil ini, bisa hidup dan menjadi Pohon Akasia sesungguhnya”
ucap Nania.
“Kau
tahu Akasia ? Dia tetap akan tumbuh apapun yang terjadi, Dia kuat, jika badai
pun merobohkannya, asalkan masih menyentuh tanah, Ia akan kembali berdiri.
apa kau bisa seperti itu ?” Dicky menyendu di kalimat terakhirnya, bagian
yang mungkin sulit terjawab oleh bibir mungil di sampingnya.
Nania
mendorong tanah di sekitarnya untuk mengubur akar Akasia kecil yang
ditanamnya.
“Aku
bisa, Aku tidak selemah yang Kau pikirkan” Nania tertawa ringan, namun Dicky
terlihat sebaliknya, Ia sangat serius.
“Benar
Nania, tersenyumlah seperti itu, itu menjadikanmu terlihat sangat cantik”
Dicky terus menatap, matanya tak sedang bercanda. entah apa yang ada dalam
pikirannya.
“Kau
harus bisa sekuat Akasia seseungguhnya atau bahkan lebih dari itu, karna
badai yang datang nanti mungkin juga akan segera berlalu, dan jika badai itu
pada akhirnya meninggalkan bekas, jangan terlalu lama untuk roboh, bangunlah
dan lihat bagaimana hidup membawa_mu, Kau paham itu, Nania ?” lanjut Dicky.
Nania
tak mengerti alur. Tapi, Ia memilih untuk mengangguk dan tersenyum seolah
paham.
“Aku
tahu kau tidak mengerti, jadi jangan bersikap seakan kau paham, karna apa
yang aku ucapkan akan kau pahami suatu hari Nanti” ucap Dicky membalas senyumnya, lalu Ia meninggalkan Nania
disitu, di depan Akasia kecil yang mereka tanam bersama.
“Apa
Aku harus bertanya apa maksudnya ? atau Aku hanya harus menunggu seperti apa Nanti yang Ia maksudkan ?” keluh Nania
sendiri, Ia menyentuh lengan kecil Akasia.
“Tumbuhlah
Akasia dan perlihatkan padaku bagaimana Kau menghadapi badai” ucap Nania.
|
“Ku
rasa Dicky telah menjelaskan padamu bagaimana caranya bertahan, setelah Ia
pergi” terang Kevin,
Nania
menceritakan semuanya pada Kevin, mengenai Akasia yang kini di tatapnya.
“Kehilangan
Dicky, rasanya memang seperti terhantam badai” aku Nania. Kevin mengangguk, Ia
menyentuh lengan ranting akasia yang gugur.
Lalu
menggambarnya ke tanah.
“Dan
kau harus hidup kembali, setelah badai itu berlalu, Nania” ajar Kevin.
Nania
ikut menjongkok di bawah pohon yang ditanamnya setahun yang lalu.
“Aku
kini mengerti dengan Nanti, yang
Dicky tuturkan”
“Dia,
selalu menyimpan banyak kesimpulan, Dia layak mendapatkan tempat terindah
disana” puji Kevin.
Nania
tersenyum haru.
“Tersisa
Aku dan Kau” tunjuk Kevin.
Nania
terdiam, Ia melirik acungan telunjuk Kevin yang mengarah ke padanya.
“Apa
?” tatap Nania menadah, Kevin menggeleng.
“Nothing”
secepat mungkin Ia menutup alur.
“Apa
kau tak ingin mengatakan sesuatu ?” Nania mendongak, Kevin berdiri, Ia beranjak
pergi, meninggalkan Nania yang masih jongkok di bawah pohon akasia_nya.
“Memangnya
Apa yang harus aku katakan ?” Kevin balik bertanya, untuk menutupi keki
hatinya.
betapapun
kalimat tersembunyi, itu tetap akan terbaca.
Kevin
menyukai Nania, sejak setahun yang lalu di Rover. Namun, Ia tak pernah
mengatakannya.
“Kau
mau kemana ?” teriak Nania.
Kevin
berhenti beranjak.
“ke
Camp” jawabnya singkat.
“Kau
tidak ikut ?” Kevin menoleh.
Nania
menggeleng.
secepat
kilat Nania meraih handphone gengam di sakunya.
“Berikan
nomor telpon mu, Aku akan menghubungimu jika Aku tersesat” teriak Nania lagi.
Kevin
terus berjalan meninggalkan_nya.
“memangnya,
Kau mau kemana ?”
“Mencari
referansi dengan camera Rahel” teriak Nania di ujung sana. Kevin menyerah.
“Baiklah,
Nomorku _ +0221
71 21” Teriak Kevin tak kalah kuatnya, Nania tertawa.
Ia
menekan tombol nomor di handphone _nya lalu menelpon nomor pemberian Kevin,
untuk memastikan jika nomornya aktif atau tidak.
betapa
terkejutnya Nania menatap layar Handphone_nya, Nomor Kevin telah terdaftar di
handphone_nya dengan kontak
a stranger
phone
+0221 71 21
Nania
terdiam beku melirik LCD Handphonenya, Ia kaget.
“Inikan
nomor orang nyasar itu” ujar Nania dalam hati, Ia menela’ah kenangan di memori
otaknya.
Setahun
yang lalu saat Ia pulang dari camp__
“Hallo
…?” ujar Nania.
tak
ada suara dari seberang sana,
memaksa
Nania mengulang kalimatnya “Hallo ?” tegas Nania, terdengar seseorang terisak
dari seberang sana, seseorang yang menelpon Nania namun tak bersuara.
“Jika,
tidak menyahut, Aku akan menutup telpon_mu” tadah Nania geram, beberapa detik
setelahnya ada suara cowok yang menyahut perlahan, Ia terdengar
menyembunyikan tangisnya dari nada suara.
“Aku
..” ujar suara seseorang dari telpon, suaranya agak parau.
Nania
antusias pada handphone_nya.
“Kamu
sia_” Nania tak berhasil
melanjutkan kalimatnya
“Aku
! meskipun Kau tak menganggapku, Aku masih berdiri dijalan yang sama, dimana
Kau meninggalkanku..” isak cowok itu lirih, nada suaranya sangat sedih. Nania
terdiam, Ia jadi ikut sedih.
cowok
itu menangis.
“Aku
tak pernah menuntut kalian, kenapa kalian meninggalkan aku sendirian ? apa
Aku pernah minta untuk dilahirkan dari kalian ? Aku tak pernah memintanya,…”
Ia termenung memegang handphone_nya.
Nania
sadar benar jika cowok itu salah menelpon, salah nomor dan nyasar padanya.
beberapa
menit terlewat dan cowok itu diam, yang terdengar hanyalah uraian tangisnya
yang sangat sedih.
Nania
ikut menangis, air matanya keluar begitu saja.
“Dengar,
aku tahu kau salah nomor. Tapi, Aku tak akan memarahimu, Aku tak biasa bicara
pada orang asing. Tapi, kedengarannya kau sangat sedih. Jadi, teruslah bicara
padaku, Aku akan mendengarkanmu, mengeluarkan beban dengan keluhan, kadang
bisa membuat mu lebih baik” bisik Nania, Ia menghapus air matanya.
cowok
itu menghela nafas panjang lalu, menghembuskannya dengan sangat sedih, seakan
bebannya sangatlah berat.
“jangan
salahkan aku jika, akhirnya aku tak akan menganggap kalian lagi, Kalian yang
mengajarkan kebencian padaku, maafkan aku, karna aku harus membenci kalian…”
isak cowok itu lagi, Ia mengulang kata Kalian, dengan intonasi yang
sangat menyakitkan.
Nania
termenung, menghapus air matanya dan beberapa menit kemudian telponnya mati
diseberang sana.
|
Nania tercekat nafasnya, Ia
teringat segala yang dibicarakan dengan cowok itu setahun yang lalu. Tapi, Ia
tak pernah berpikir jika cowok itu adalah Kevin.
Dengan
sesak Nania menelpon Kevin yang berjalan di depan sana, Kevin melirik Handphone_nya.
“Siapa
ini ?” tegas Kevin.
“Ini Aku, Nania” ujar Nania gemetar.
Kevin
membalikan badanya lalu melambaikan tangannya pada Nania dari jauh. Nania
menangis, Ia tak sadar jika orang yang selama ini menenangkannya adalah
seseorang yang sangat kesepian dan perlu ditenangkan juga.
“Kenapa
Menelpon ? Apa kau sudah tersesat ? Tapi, kenapa Aku masih bisa melihatmu dari
sini” Kevin tertawa renyah di ujung
kalimatnya.
Nania
terdiam tanpa suara.
“Nania
?” tegur Kevin lagi.
“Tetaplah
disitu, Kevin. Aku akan menemuimu” ujar Nania, lalu Ia menutup telponnya.
Kevin
terkejut Nania menutup telpon secara sepihak, Ia berniat komplen. Tapi, yang
membuatnya makin terkejut adalah ketika melihat Nania berlari ke arahnya.
Kevin
tak berhenti menatap.
Gadis
itu berusaha menetralizir nafasnya yang tersengal – sengal. Ia memasang wajah
sangat serius.
“Dasar
bodoh !” teriak Nania,
Kevin
terhenyak tanpa suara.
“Kau
pikir, Aku satu – satunya orang didunia ini yang memerlukan bantuan untuk
merasa lebih baik ?” ujar Nania.
Kevin
tak menyahut sepatah katapun.
“Kenapa
Kau memperlakukan aku seperti orang yang perlu dibantu, sementara kau tidak ?”
Nania menadah, Ia menghapus air matanya seketika.
“Apa
Kau sangat mencintaiku ?” lanjut Nania lagi.
Kevin
tercekat kalimat, Ia tak mengerti kenapa Nania mendadak bersikap seolah telah
mengenalnya luar dalam.
“Apa
yang terjadi ?” tatap Kevin khawatir.
Nania
tertawa ringan, sembari menghapus air mata di belahan pipinya.
“Aku
pikir Aku telah mengenalmu sebelum Kita berkenalan” terang Nania, Kevin
mengeryit bingung.
“Nomormu
? Kau pernah menelpon ku sebelumnya setahun yang lalu, disaat Aku bahkan belum
mengenalmu” lanjutnya.
“Aku
menelponmu ?” ulang Kevin, Ia terdiam.
Ia
memproses waktu dimana itu terjadi dan Ia tak ingat.
Kevin
menggaruk – garuk rambut acaknya, Ia terdiam. Ia teringat waktu dimana Ia
sangat mabuk dan mencoba menelpon nomor rumah ibu kandungnya.
dan
ketika Ia sadar di pagi harinya, Ia menemukan nomor panggilan keluar yang
salah.
Kevin
terunduk lalu menatap Nania antusias.
“itu
Kau ? Kau orang yang ku telpon saat mabuk ?”
Kevin
melongo tak percaya. Nania mengangguk.
meski
sekarang Kevin tahu, jika Ibu kandungnya tak pernah membuang Kevin kecil. Tapi,
Grandmha lah yang melakukan semuanya.
Ibu
Kevin mengira anaknya meninggal sejak lahir. tapi, ternyata Grandmha membuangnya di panti asuhan.
Karena takut menanggung malu telah memiliki cucu tanpa ayah.
padahal,
Ayah Kevin toh akhirnya datang bertanggung jawab. Namun, Grandmha tetap tak merestui dan mengusir Ibu kandung Kevin dari
rumahnya.
Nania
terdiam beku di depan Kevin, nafasnya masih tergesa – gesa akibat berlarian.
“Nania
..” ujar Kevin, Ia berniat menemuinya.
“Jangan
mendekat !” teriak Nania.
Kevin
tercekat selangkah.
“Mulai
sekarang, Aku yang akan mendekat ke arahmu. Jadi, berhentilah mencoba untuk
mengejarku demi menenangkan_Ku. Karna Aku akan berlari ke arahmu..” kecam
Nania.
Kevin
tersenyum, senyuman tulusnya yang lama bersembunyi, sembunyi di balik tatapan
misterius.
Nania
berjalan ke arahnya sedikit berlari. Kevin tak bergeser se_inci pun seperti yang Nania maksudkan.
“Kevin
..” isaknya pilu, Nania menghapus air matanya, Lalu berlari ke arah Kevin
berada, Nania memeluknya erat.
Kevin
tak bisa mendeteksi aliran apa yang di anutnya.
ini
pertama kali Nania memeluknya.
Kevin
tersenyum bahagia, sampai air matanya jatuh di ujung pelupuk.
“Aku
akan menemanimu mulai sekarang, Kevin” Nania merekatkan jemarinya di pundak
badan.
Kevin
mengangguk, Ia terisak bahagia.
tangis
kadang tak selamanya menyisakan kepedihan.
karna
tangis juga bisa menjadi satu ekspresi dimana bibir tak mampu mengatakan
kebahagiaan.
“Nania,
Kau tahu Aku seperti itu karna..” Kevin menghentikan kalimatnya, Nania menatap
wajahnya.
“..
Karna ingin melihatmu bahagia, dengan caraku” lanjut Kevin. Nania menggeleng.
“Tidak,
yang Aku tahu, Kau seperti itu, karna..” Nania merekatkan bibirnya ke telinga
Kevin.
“..
Karna Kau mencintaiku” bisik Nania.
Ia
kembali menepiskan wajahnya, Kevin tersenyum.
Nania
tertawa ringan.
“Dasar
bodoh !” celetuknya. Kevin tertawa.
“Aku
tahu, Aku bodoh” aku_Nya.
Ia
merekatkan jemarinya di tegap badan itu, angin mendesir lirih menerbangkan
kegelisahan yang tak harus diresahkan.
Misteri
hidup, hanya akan diketahui oleh mereka yang sabar untuk menerjemahkan
segalanya satu per satu.
Cerita
rahasia, yang akhirnya akan di mengerti makna_nya karna kehidupan tak pernah
membuat seseorang menjadi antagonis.
atau
jika akhirnya rasi bintang tak
menerjemahkan arti kepribadian seseorang dan setiap dari pribadi dapat
menerjemahkan Secret Story_nya masing
– masing dengan layak…
(The End)
Menurutku sudah bagus hanya sedikit usul, buat novel tentang remaja berprestasi sehingga memberikan spirit remaja lain yang membaca untuk berprestasi.
BalasHapusSalam,
http://cpulsatronik.blogspot.com/
bisa cek ke laman di samping kanan, di atas profil saya.
Hapus"Magnanimous Kaktus"
semoga itu bisa menjawab komentar Anda.
^_^ trims dah mampir