(Sambungan Magnanimous Kaktus Part 1...)
Meika diam memegangi handphone-nya di pinggir jendela, merengkuh dingin pantulan cahaya air di kaca. Atau jika ada hal yang lebih baik dilakukan selain diam dan merenung, Ia akan tetap memilih untuk diam di tempat yang sama.
Desiran air danau mengalun tanpa suara, meramaikan keheningan dalam perasaan yang terasa sesak.
Justru saat setiap orang
menela’ah rindu, yang teringat dengan jelas hanyalah semua perkelahian Kita,
Meika mendongak akan helaian daun kering yang menggugurinya.
“Kenapa
semuanya jadi kayak gini, sih”
keluhnya.
“Kayak
gini, apanya ? inikan bentuk
kejelasan, Meika. Aku juga jadi penasaran, Yuki itu punya tujuan nggak sama Kamu”
“Ya, punya Lah !” tadah Meika.
“Well, contohnya Apa ? Dia aja nggak pernah
jemput Kamu di kelas, sejak Anak Mapala
berantem sama himpunan Ekonomi”
Meika makin menyembunyikan
wajahnya dengan lengan, Ia menatap Greel sekilas lalu merunduk lagi.
“Tapi,
Kita pernah punya impian. untuk bisa hidup sebagai keluarga harmonis di masa
depan” tangguhnya.
“Masa
depan yang mana ? Masa depan itu ada kalo dipersiapkan sejak sekarang. Nah, memangnya sekarang apa yang udah
disiapkannya untuk masa depan ?”
“Dia
udah mempersiapkan dirinya, Dia udah berubah. Dia kelihatan lebih ramah,
semakin jarang make analgesic. Orang
lain berhenti make paling cepat 6
bulan. Tapi, Yuki ? Demi Aku, Dia malah berhenti nggak sampe 4 bulan. itu pengorbanan Greel, semuanya demi apa. Kalo
bukan demi masa depan ?” tatap Meika
Greel mengangguk.
“Sekarang,
udah dapat keyakinan kan ? artinya
Kamu udah nggak ragu, buat kenalin Yuki ke Bokap Kamu..”
Meika
diam
“..Meika, Cinta itu lebih dari sekedar
rasa. Cinta itu butuh keyakinan. Cinta bukan hanya berbicara tentang
pengorbanan. Tapi, juga tentang Pembuktian. Semua orang butuh pengakuan, Cinta
juga kayak gitu lagi. Percaya deh,, Yuki pasti mau” lanjut Greel
Gadis itu mengangkat wajahnya
setengah dari kursi.
“Tunggu
Yuki balik dari sosialisasi, Baru Aku
mau bilang ini ke Dia. Aku nggak mau merusak konsentrasinya”
“Yah, Kamu yang paling tau Dia. Aku
sebagai teman hanya tim hore saja,
baiknya kan Kamu yang paling ngerti”
Meika
tersenyum.
~~~
Angin mendesir lirih, membuat
kertas kertas di tangan Joko berhamburan. Meika datang membantunya, Joko
berpaling.
“Makasih,
ya. Malaikat” pujinya
“Namaku
Meika, Joko” tatap Meika geram, Joko
tertawa renyah. Sejak pertama kali mengenal Meika, Joko sudah menyebutnya
sebagai Angel.
Di secret, hanya Joko satu satunya cowok yang religious. Kebanding yang lain, Joko adalah orang yang paling
ceria, Walau anak-anak sering menjadikannya kacung.
“Kapan
kalian balik dari luar kota ?”
“Tadi
subuh, capek pokoknya. Yuki ada di atas, tuh”
tunjuk Joko ke rumah pohon.
Meika
mengangguk
“Iya, Aku tau. Tapi, biarkan saja Dia
tidur, Dia orang yang paling nggak suka diganggu kalo lagi tidur” ujar Meika.
“Jadi,
semakin hafal apa yang disukai Yuki, yah
? Bikin iri”
Meika
tertawa
“Kalian
bikin kegiatan apa disana ?”
“Sosialisasi gerakan mengurangi
penggunaan kantong plastik, hari bersepeda dan gerakan satu miliar pohon. Antusiasnya
lebih banyak kebanding disini” terang Joko.
“Gitu,
ya ?”
“Ko, kemarin nggak ikut ?”
“Aku
ada middle test, Dosen merombak hari
ujian, sebenarnya Mau ikut, sih.
Tapi, keadaan nggak memungkinkan” ujar Meika.
Joko mengangguk, Ia kembali
memungut kertas-kertas di latar.
“Apa
isi kertas-kertas, ini ?” tatap Meika
“Oh, Aku lagi penasaran soal Novus Ordo Seclorum, biasalah informasi internet. Soal legalitasnya, itu masih tanda kutip”
“Kamu
mirip sama Greel, Dia juga lagi hitz-hitz
nya nyari info-
tentang
Illuminati
– Freemasonry. Inti dari
keduanya sama aja, kan ?” ujar Meika.
“Yah,
entah itu konspirasi atau apalah jenisnya.
Yang namanya informasi, diciptakan
untuk di nikmati. itu aja, sih”
“Bener, daripada berargumen. takutnya salah”
“Tapi, argument
juga penting ko. nggak selamanya
kan, Diam itu bisa dimengerti”
“Maksudku, baiknya Diam. Daripada bicara.
Tapi, nggak tau apa yang sebenarnya lagi dibicarakan” jelas Meika
“Tapi, lebih baik bersuara, itu menandakan
Kita peduli. Karna Diam, hanya akan membuat semua orang mengambil kesimpulannya
masing-masing, cause silent is crime”
“Nyeremin, ahk”
kilah Meika
Joko
tertawa. Sesaat Yuki muncul di jendela dari atas rumah pohon.
“Mencoba mengambil perhatian Gadisku, Joko ?”
tegur Yuki.
Meika mendongak
“Rencananya begitu. Tapi, baru bicara, Aku
udah gemetar. Manggil namanya aja Aku
salah” terang Joko, Yuki tertawa.
“Aku pergi dulu, ya ? lagi pengen bertapa, nunggu wangsit buat bayar uang kuliah” ujar Joko, Meika mengangguk.
Cowok
jakung berambut kribo itu berlalu.
“Sejak kapan Kamu disini ?”
“Barusan”
“Kenapa nggak langsung ke atas, aja ?”
“Kamunya lagi tidur, ntar Kita berantem lagi.
Kamu kan paling nggak suka kalo tidur Aku bangunin” rajuk Meika.
“Itu kan kalo dibawah pengaruh morfin. Tapi, kalo lagi normal begini ya, Nggak Lah”
Meika
menaiki tangga papan, menemui Yuki yang memeluk kopi panas.
“Bagaimana ? masih cape, ya ?” Meika mengurut
pundaknya
“Iya,
dari sana. Keretanya malam, ada perbaikan rel. Jadi-
sampe sini pas orang lagi sholat subuh”
“Tapi, semuanya lancar kan ?” tatap Meika
Yuki menggeleng “Nggak”
“Kenapa ? ada apa ? Ada masalah, ya ?”
“iya,
masalahnya adalah disana nggak ada Kamu” ujar Yuki.
Meika menepak bahunya
“Kamu
ini, Aku pikir kenapa”
Yuki menoleh, Ia merekatkan dekapannya.
“Aku kangen, bisa kan begini dulu ?”
Meika diam.
Ia memilih untuk mendekap Yuki erat.
“Tumben” bisik Meika
“Meika, Aku nggak tau. Tapi, ada yang
membuatku merasa kurang nyaman”
“Tentang apa ?”
“Nggak tau, rasanya bikin sesak di dalam sini.
Padahal Kita lagi baik-baik aja, Kita
juga nggak lagi berantem”
“Efek
karna nggak make, mungkin ?”
“Bukan, Aku taulah bagaimana kalo lagi kayak gitu”
“Ka’ Yuki, sebenarnya ada yang mau Aku bilang”
bisik Meika
Yuki menatapnya dalam, Meika melepaskan
pelukannya.
“Tentang Apa ?”
Gadis
itu melirik sepintas.
“Tentang Kita”
“Memangnya Kita kenapa ?”
Meika merunduk, Ia duduk di rajutan bamboo.
“Sebenarnya ada banyak hal terjadi akhir-akhir
ini, Aku baru denger dan bingung mau jelasin ini ke Kamu. Aku dijodohin sama
Julian”
“Mantan Kamu, itu. ya ?”
“Iya,
Aku nggak tau asalnya gimana sampe akhirnya keluarga memutuskan dengan
kesimpulan kayak gitu. Tapi, semua ada keringanannya, ko. Kalo Kamu..”
Yuki
memalingkan wajahnya.
“Jadi, ini ternyata yang bikin perasaan Aku
nggak enak selama Sosialisasi”
kecamnya.
“..Denger
dulu”
“Apanya ? Tentang kita yang berakhir karna hal
seperti ini ? Kenapa, sih ? saat Kamu
dan Aku jadi Kita, harus ada Dia dan Mereka ? ini semua maksudnya apa, coba ?
setelah Dunia mengangkat Aku tinggi-tinggi, Tiba-tiba di jatuhin gitu aja ?!”
Yuki
meletakkan kasar gelas kopinya, sampai tumpahannya berbecak hitam di dinding.
“Aku belum selesai ngomong, Yuki. Bisa nggak,
Kita jangan berantem dulu..” suara
Meika melemas.
“..Semuanya akan baik-baik, aja. Percaya sama Aku”
Meika meraih lengannya. Yuki menoleh.
“Apa ? apa yang bisa Aku lakukan agar Kamu
tetap sama Aku” tatapnya, Meika tersenyum.
“..Kalo Kamu mau kenalan sama Papa Aku, Aku akan
bilang kalo Kita pacaran dan meminta perjodohan itu dibatalkan. Bisa ?”
Yuki diam, Membuat Meika menyimpulkan banyak
hal.
“Apa itu keringanannya ? Papa Kamu sendiri
yang bilang ?”
“Ka’ Key yang bilang. Tapi, apapun itu pasti
Papa ngerti, ko. Kalo Kamu
menunjukkan keseriusan” ujar Meika
“Akan Aku coba”
“Serius ?” tatap Meika
Yuki
mengangguk, Ia menepak pundak Meika dengan tegap. Membagi senyuman di
hadapannya
“Apapun yang terjadi, Aku akan bertahan. Aku
cukup tau, ko. Kamu juga khawatir-kan
?”
Meika menggeleng
“Nggak, apa yang harus Aku khawatir-kan ? Kamu
sayang sama Aku, Aku juga. itu kan tujuan Kita, Biar mereka tau. Aku bahagia
sama Kamu”
“Sejak kapan Kamu jadi seyakin ini ? Aku itu Yuki, Anggara Yuki. Peri bawah tanah, Punggawa kerajaan. Sementara Kamu ?
Meika, Meika Canaya. Bidadari
terindah, Tuan Putri di Istana. Cuma orang bego yang bilang Kita serasi, Dan
parahnya Kita nggak pernah ketemu sama orang Bego yang bisa bilang kayak gitu”
tatap Yuki kelu.
Meika
meremas jemari Yuki seeratnya.
“Aku yang nggak yakin sama Kamu, atau malah
Kamu yang nggak yakin sama Aku ?”
Yuki diam, Ia merunduk lagi.
“Segala kemungkinan bisa terjadi” jawab Yuki.
“Sampai zaman Adam-hawa balik sekalipun, Aku
nggak pernah bisa sama Julian. Aku nggak mau menginjak kerikil yang sama, Aku
bukan parasit yang nggak bisa move-on”
Yuki menoleh
“Kita hanya perlu mencoba, kan ?”
Meika mengangguk.
“Kamu hanya harus percaya atas apa yang selama
ini Kita percaya” ujar Meika.
“Kalo tanpa mereka, Kamu yakin masih bisa
bahagia ?”
“Asal Kamu masih Yuki yang sama, Aku bahagia. ko”
“Yuki yang tukang mabok ? pe-Make narkoba ?
Tukang ngelawan ? anarkis ? apa yang
itu ?”
“Yuki yang Aku kenal bukan Yuki yang Kamu
tuturkan, Dia jauh lebih baik. Dia tau menghargai orang, Dia tau menghargai
pasangannya, Dia paling tau segala hal yang wajar, Tapi. berharga”
Yuki
diam memeluk lututnya.
“Kita bisa, Yuki. Percaya sama apa yang selama
ini Kita percaya. hemmm ?”
“Percaya jika Aku adalah orang yang selama ini
Mereka percaya ?” tatapnya, Meika mengangguk.
“Yaah, Aku tau” tutupnya.
a thousand
years
***
Jika
Kamu bisa percaya dengan apa yang Kamu rasakan, terkadang Apa yang kamu
pikirkan menjadi hal yang nggak bisa sejalan.
“Kamu
masih ingat ketika Aku bilang, Aku takut menggenggam jemari kamu ?” Yuki
melirik sepintas
“Karna
Kamu takut suatu hari nanti, jemarinya akan lepas dari genggaman Kamu ?”
“Iya, Atau mungkin jika Suatu hari nanti
adalah hari ini”
“Percaya,
Aku nggak akan membiarkan Kamu melepaskan genggamanku” kecam Meika.
Yuki
menatap sekeliling pagar Rumah yang menjulang tinggi, serta bagasi mobil yang
lebih luas daripada tempat tinggalnya.
“Kalo
Kita keluar dari sana nanti ?” Ia melirik Meika
“Aku
akan tetap menggandeng jemari Kamu” jawab Meika.
Yuki
mengangguk, menghalau semua keluh kesah dan rasa
khawatirnya
yang mendesak, beberapa ribu kali lebih mengganggu ketimbang nahan sakaw.
Meika masuk didalam rumahnya,
Yuki mengimbangi langkah. Menemui wajah pertama yang disodorkan oleh Papa,
terlihat tak bersahabat.
“Papa,
kenalin ini Yuki” ujar Meika.
Yuki meraih tangan Papa lalu
kembali ke posisinya.
“Saya
Yuki, Om”
“Oh,
iya. silahkan duduk” Ujar Papa tenang.
“Jadi,
kalian ini Pacaran ?” tatap Papa.
Meika duduk disamping Yuki.
“Sejak
kapan kenalnya ?” interview Papa
berlanjut
“Saya
kenal Meika udah lama, Om. sejak Semester pertama dimulai”
“Kalian
sekelas ?”
“Nggak,
Pa. Yuki ini senior Meika”
“Gitu,
ya ?”
“Iya,
Yuki yang Ospek Meika pas penerimaan. Pa”
“Oh,
Jadi fakultas apa ? Semester berapa ?”
“Kehutanan,
Om. Semester 7” jawab Yuki gagu
“Oh,
sama kayak Key, anak Om yang pertama juga semester 7. Jadi, kemarin Nak Yuki
KKN dimana?”
“Nggak
KKN, Om”
“Loh,.. kenapa ?”
“Belum
cukup nilai SKS” Jawaban Yuki membuat Papa tarik nafas cukup dalam.
Meika menatap Yuki, Cowok itu
tersenyum berdebar.
“Maksudnya
belum cukup itu, nggak memprogram. ya ?”
“Cuman
masalah waktu, Kita lagi ada kegiatan organisasi Pecinta Alam dan Timming-nya
tabrakan sama jam kelas” terang Yuki.
Papa menahan senyumnya.
“Kamu
tinggal dimana ?”
“Di
secret Mapala, Om. di lingkungan
kampus”
“Nggak
sama orang Tua ?”
Yuki
menggeleng “Belajar mandiri, Om”
“Kamu
udah kerja ? Bagus itu belajar mandiri, kerja apa ?” tatap Papa penuh harap.
“Untuk
saat ini, belum ada. Tapi, masih tahap pencarian”
Harapan
Papa pupus mendengar jawaban Yuki.
“Jadi,
Kamu makannya ? ongkos hidup ? bagaimana Kamu bisa ?”
“Papah..” usik Meika.
Papa
menelan ludah atas pertanyaan yang Ia kecam.
“Yah, makan nggak makan, Gitu deh” jawab Yuki miris.
“Tapi,
Kamu bisa hidup kayak gitu ?” tatap Papa dramatis
“Buktinya,
Saya belum mati. Om”
Papa
menahan nafas beberapa detik, Lalu menatap Meika tak percaya.
“Jadi,
begini nak Yuki. Meika itu mau dijodohin sama Julian” terang Papa. Yuki melirik
Meika lalu tersenyum.
“Maaf,
Om. Saya sayang sama Meika, Saya dan Meika udah serius sama hubungan ini dan
Saya harap Om bisa percaya sama Saya”
“Ini
bukan masalah percaya, Nak Yuki. Kamu tau kan Meika itu siapa ? dan Kamu itu
siapa ?” Papa mulai membuat sebuah kalimat menyakitkan.
Yuki
merundukkan pandangannya.
“Iya, Om. Saya cukup tau, Ko”
“Nah. Jadi, Om sebenarnya nggak bisa yah mau kasih kalimat apa tentang
hubungan anneh, ini” Papa menggeleng.
“Anneh apanya, sih. Pa ?” tatap Meika
“Meika,
Diam”
“Coba
Papa lihat, Aku sama Yuki itu terikat. Aku bahagia ko sama Dia, walaupun Kata
Papa ini anneh”
“Meika,
Papa belum selesai ngomong” Papa melirik sadis.
“Kalian
itu terlihat jauh berbeda” lanjut Papa
“Maksud
Papa apa ? Agama Kita nggak beda, Kita tinggal dibumi yang sama, Kita hidup
kayak orang normal”
“Tapi,
cara hidup kalian nggak sama. Kamu pikir hidup Cuma bisa pake cinta sama
percaya saja ?” kecam Papa.
“Maaf,
Om. Tapi, Saya benar-benar mencintai Anak Om, dan Saya akan berusaha yang
terbaik untuk Dia” ujar Yuki
Papa menghela nafas panjang lalu
bersandar lemas ke kursinya.
“Kamu
saja belum tau apa yang terbaik untuk hidup Kamu, Mau kasih janji ke Anak saya
? Kita hidup itu pake bukti, bukan obral janji. Kalo saya Percaya sama semua
janji, Pasti Presiden yang mencalonkan diri semuanya saya pilih”
Yuki menggigit bibir bawahnya.
“Lagian,
Kalo pun saya restui. Saya nggak yakin hubungan kalian itu akan berakhir dengan
baik, Hubungan kayak begini Cuma kiasan batin. Emosi cinta sesaat, jadi nggak
akan bisa bertahan lama” lanjut Papa.
“Saya
nggak kasih kalimat setuju ke kalian, mungkin di otak saya lagi penuh dengan
penolakan hari ini. Jadi, Semua yang saya simpulkan berakhir di kalimat Tidak”
kecam Papa, Ia kemudian berdiri meninggalkan Yuki dan Meika di sofa ruang tamu.
Yuki meremas jemarinya geram,
Meika menahan air matanya. Ka’ Key lewat di anak tangga, menatap sepintas
kemudian berlalu tanpa kalimat.
Semuanya
sangat mengerikan, ketika apa yang dipertahankan memang membutuhkan sekian
pengorbanan untuk dapat di terima.
Meika mengantar Yuki sampai di
pintu gerbang rumahnya, Cowok itu lunglai tanpa gairah.
“Aku
nggak berhasil” keluhnya. “Kata siapa ? Aku belum pernah melihat Kamu sebaik
hari ini” puji Meika.
“Cukup
menghibur” kilah Yuki.
“Kamu
baik-baik aja, kan ?”
Yuki
mengangguk “Aku balik dulu” Ia melepaskan jemari Meika, Gadis itu terdiam dungu
di depan pos security.
Meika bergegas masuk, Ia masih
mendapati Papa di ruang tengah sebelum ke kamarnya.
“Papa
tega banget hari ini, Meika sayang sama Yuki. Pa”
Papa
tegap membuka lembaran Koran dipangkuannya.
“Hidup
nggak makan sayang dan Cinta. Suatu hari nanti, Kamu pasti berterima kasih ke
Papa karna udah ngelarang Kamu berhubungan sama Yuki”
“Kalo
menyesal malah IYA !!” Kecam Meika gahar
“Apa
yang bisa andalkan dari si Yuki itu ?
Dia itu Pengangguran, tampangnya saja bisa dinilai kalo Dia itu orang nggak
becus”
“Sejak
kapan Papa bisa menilai orang ? Papa pikir Julian sempurna ?”
“Jelas,
Julian seribu kali lebih baik di banding Yuki !!” Papa meremas korannya.
“Julian
itu berengsek ! Dia udah meracuni pikiran Papa ! Yuki itu baik, Pa. Dia itu
punya kharisma, diantara teman-temannya Dia yang paling bisa di andalkan”
“Papa
bisa pastikan Teman-temannya jauh lebih nggak becus lagi, kan ? Lihat saja Yuki, Semester 7 nggak bisa KKN Cuma karna nilai
SKS nya nggak cukup ? Mahasiswa apa itu ?
Dia masuk Kehutanan ? apa bagusnya ? mau jadi pengobservasi ? memangnya Dia pikir Dia super Hero ? MAPALA ? Organisasi Mahasiswa Paling Lama ?
sebenarnya, Papa heran kenapa Kamu bisa berteman dengan makhluk seperti Dia ?!” Papa menaikan nada suaranya.
“Papa
nggak tau yang Meika rasain !”
“Sejak
kapan Kamu mulai begini, Meika ? Yuki sudah meracuni pikiran Kamu !”
“Papa
yang keracunan ambisi ! Kenapa Papa nggak bisa buka hati ? tolak ukur Papa Cuma
Julian ! Julian ! dan Julian lagi ! kenapa ? apa karna Dia anak konglomerat ?!”
“Tentu
! Dia mempunyai kehidupan yang sejajar dengan Kamu ! Dia berkelas ! Yuki itu
Cuma bayangan yang lewat diantara malam, Bayangan yang bahkan nggak menaruh
perhatian Papa untuk menjadi penasaran ! Dia berbeda dengan Kita. Jadi,
tinggalin Dia !” Papa melirik Meika dengan wibawanya yang sangar.
Seumur hidup, ini pertama
kalinya Meika beradu emosi dengan Papa.
“Kalian
berdua, Mama mohon sudah hentikan ! Meika, dengarkan apa yang Papa kamu bilang,
sayang” isak Mama
“Nggak
! Meika masih nggak ngerti dengan perbedaan yang Papa maksudkan ! Perbedaan
yang Papa ciptakan ! Bukannya Cinta itu menyatukan perbedaan ? Lalu kenapa Papa
memberikan perbedaan sebagai batasan Aku mencintai Yuki, Papa bisa nggak
jelasin ke Meika, kenapa ?” tatap Meika
Ia menampung air matanya di
kelopak semampunya.
“Aku
nggak bisa pake logika, Pa. mau dibilang ini pasangan anneh, Aku terima. Tapi,
satu hal yang harus Papa tau, Aku bahagia sama Yuki, Pa. kebahagiaan yang nggak
pernah Aku rasakan sebelumnya, Seumur hidup Aku nggak pernah nolak apapun yang
Papa minta. Melarang Meika ke Perth ? iya, Meika sanggup. Meika nggak pernah
mengeluh ! menjadi duta perusahaan sebagai model dan memilih kelas keuangan,
itu semua yang Papa inginkan. Memangnya di keluarga ini pernah ada yang nanya
ke Meika ? Meika pengen jadi apa ? Nggak ada ! Meika bisa jamin itu..” isak Gadis itu di anak tangga.
“.. Hanya demi satu hal ini, Pa. Meika
mohon untuk pertama kalinya dalam hidup, Meika nggak mau dijodohin sama Julian.
Itu sudah membuat Meika sadar kalo Papa sama Mama itu..
..Peduli dengan apa yang Meika rasakan”
lanjutnya.
Papa
menatap Mama, semuanya perlahan menjadi hening. Beberapa kalimat tertahan untuk
di perbincangkan.
Ketika segenap ruang memberi
peluang untuk melanjutkan debat tak berujung ini, Meika memilih menghindar dari
sana. Melarikan diri ke kamar tanpa kalimat dari keduanya.
Uraian
tangis itu menjadi satu lesatan yang tak bisa di tampung mata untuk terus menahannya
di kelopak.
“Memangnya
ada litelature yang memberi definisi
kalo harta adalah tolak ukur kebahagiaan ?
iya, Ka?” isaknya.
Key diam di sudut kamar.
“Menjadi
kaya raya itu tidak menjamin kebahagiaan, Meika. apalagi Miskin ? Papa Cuma
nggak mau Kamu kejebak dengan apa yang kamu rasakan saat ini, untuk Kamu dimasa
depan Nanti. itu aja” kilah Key
“Kalian
nggak tau apa yang Aku rasakan, apa yang Aku lalui dengan Yuki. Aku mulai
memperhatikan hal-hal kecil yang berharga, Hal yang selama ini nggak ada dalam
bayangan Aku..” ketusnya.
“.. Bisa nggak Ka’Key jelasin ke Aku,
Kenapa perbedaan itu membatasi seseorang untuk mencintai?..” lanjut Meika.
Key diam kehilangan susunan
kalimat.
“..Kenapa diam ? ka’Key selama ini
selalu rasional-kan ? Jadi, untuk
jawab pertanyaan Aku saja, Kakak nggak mampu. itu Cuma satu dari sekian ratus
pertanyaan Aku tentang kalian, tentang hal yang Aku anggap benar dan ternyata
salah ! ketika Aku nanya kenapa salah, Kalian menyodorkan Aku dengan
perbedaaan, begitu Aku tanya apa itu perbedaan ? Kalian Cuma bisa diam. Padahal
yang seharusnya kalian tau, perbedaan itulah yang bikin Aku bahagia dan memilih
Yuki..”
Meika menangis tak tertahan, Key
menutup bibirnya.
“.. Aku bego ? iya ! Tapi, Aku bahagia, kenapa kalian nggak percaya kalo Aku
bahagia sama Yuki ? Kalo pun akhirnya kalian nggak ngizinin Yuki masuk dalam
Dunia kalian. Aku nggak masalah. Kita punya Dunia kita sendiri, Kita punya cara
kita sendiri untuk bahagia, untuk merasakan arti cinta yang menyatukan
perbedaan. Bukan untuk sekejap waktu seperti yang Papa bilang. Tapi, untuk selamanya..”
Key menghela nafas sesak.
“Selamanya
itu lama, Meika ! Kamu akan capek dengan segalanya. Kamu tau kan kenapa ? Kamu
nggak bisa terus bergantung sama Yuki, cowok kayak Dia itu butuh cewek yang
juga bisa Mandiri. Sementara Kamu ? Kamu itu nggak bisa hidup kayak Dia, makan
senin-kamis atau bahkan nggak makan sama sekali. Kamu pikir bisa, hidup kayak
gitu ?” ujar Key kelu
“Kita
nggak pernah tau, kehidupan seseorang dimasa depan. Nggak selamanya Dia akan
kayak gitu, Dia punya hal yang –
cerah.
Cuma Kita nggak tau kapan rencana Tuhan itu terlaksana, karna yang pasti semua
orang punya rencana, Ka”
Meika menghapus air matanya yang
meluap.
“Dan
Kamu yakin, selama menunggu Dia akan tetap sayang sama Kamu ? Cowok itu adalah
makhluk yang bisa berubah sesuai dengan apa yang Ia dapatkan” kecam Key.
“Aku
kenal Dia jauh lebih baik daripada Kakak”
“Fine
! Aku nggak akan menang bicara sama Kamu, Kamu tau kenapa ? karna Kamu selalu
bertindak seolah Kamu tau bagaimana Kalian nanti”
Meika diam, memperhatikan Key
berlalu meninggalkannya.
“Semua
yang Aku katakan, semata-mata Karna Aku khawatir sama Kamu. Kamu Adik Aku satu-satunya,
Jadi ka’ Key harap Kamu paham kenapa Aku dan semua penghuni rumah ini melakukan
hal ini ke kamu” ujarnya dingin.
~~~
“Kamu
baik-baik aja, kan ?” suara Yuki
diseberang sana
Meika
merekat erat handphone-nya di ayunan
rotan dalam balkon kamar.
“A.. Ku, baik-baik aja, Ko”
“Kamu
nangis, ya ?”
“Nggak”
“Aku
bisa tau kalo Kamu lagi nangis” Yuki mendekap pot kaktus di gegantungan rumah
pohon.
Beberapa hari berlalu dan Mereka
hanya bisa berkomunikasi dengan telpon.
“Aku
kangen sama Kamu, Bodoh” isak Meika.
Yuki
meremas t-shirt_nya sampai kusut
karna mendengar suara Meika terisak.
“Aku
juga, Meika”
Gadis
itu memukul dadanya sendiri, ada sakit yang mendidih
di
dalam hati tentang seseorang itu.
“Kamu
jangan telat makan, ya ?” urai Meika
lirih.
Yuki
menjatuhkan air matanya tertahan.
“Meika,
jangan nangis”
“Nggak,
Aku kuat ! Aku bisa, ko. Kamu percaya
sama Aku ?”
“Iya, Aku nggak pernah tau kalo Kita.
Akan jadi sangat menyiksa seperti ini”
“Jangan
marah sama Papa, Aku. yah ? Dia Cuma
percaya dengan apa yang Dia percaya. Dan Kita juga harus percaya dengan apa
yang selama ini Kita percaya, Kamu ngerti kan
?”
Yuki
mengangguk di seberang sana.
“Iya, Aku ngerti. ko”
“Kamu,
jangan make yah ?” pinta Meika kelu.
“Iya, Aku nggak make. ko”
“Jangan
mabok lagi sama yang laen”
“Aku
bisa janji semua itu. Aku Bego banget, yah
? Merasa diri mampu dihadapan keluarga Kamu” isak Yuki.
“Kamu
nggak perlu mampu atau merasa Bego. Kita Cuma sama-sama terjebak dalam mesin
waktu. bertemu disaat Kita belum menjadi seseorang. Tapi, merasa kalo Kita
lebih daripada itu”
“Suatu
hari nanti, Aku akan kasih liat ke Dunia. Kalo cinta yang Aku punya itu lebih
bermakna daripada harta yang Julian janjikan ke Papa kamu, Kamu percaya kan
sama Aku ?”
Meika
menahan air matanya lalu mengangguk tegap.
“Aku
percaya, dengan semua suatu hari nanti yang
pernah kamu janjikan” ujar Meika kelu.
“Aku
sayang sama Kamu, Meika”
“Aku
tau”
rock and roll
girlfriend
***
“Kenapa
kalian ngikutin Aku ?” tatap Meika geram,
Para
pembokat itu berhenti mendadak seperti robot, menghindari tatapan dari berbagai
celah untuk bersembunyi. Tapi, akhirnya pun ketahuan.
Meika berjalan lagi, BodyGuard berhitam putih ikut berjalan
mengimbangi langkahnya.
“Berhenti
ikutin Aku !” teriaknya.
“Maaf.
Tapi, kami hanya menjalankan perintah Ayah Anda”
“Aku
bukan anak kecil yang harus dijagain ! Aku mau ke kampus ! berhenti ikutin Aku
!”
“Kami
hanya menerima perintah Ayah Anda, untuk menjaga Anda dari Yuki” explainnya. Meika tercekat nafas.
“Papah
udah kelewatan” gumamnya. Ia melirik sadis keempat pembokat itu, Mereka berdiri
tegap layaknya terminators.
Sesampainya dikampus, Mereka
memilih bertahan di koridor taman. Sementara Meika masuk ke dalam kelas
“Ada
apa ?” tatap Greel
“Ceritanya
panjang, sekarang bantuin Aku. gimana caranya untuk bertemu Yuki”
“Yah,
tinggal ke secret aja, sih”
“Nggak
liat itu, apa ?” tunjuk Meika.
Greel
tertegun
“Bodyguard ? kalian ini kayak di serial
laga, ketika Para Terminators menjaga
Tuan Putri dari Monster” komentar
Greel, Meika merunduk bingung.
“Kita
lewat di antara anak-anak yang mau masuk, Kamu pake jaket Aku” tawar Greel
sembari memberi almamater ke Meika.
Keduanya mengendap-endap keluar
kelas, berjalan –
se-singkat
mungkin dari tapakan sepatu.
Terlebih
ketika salah satu darinya nyaris mengenali Meika, Gadis itu langsung
menggunakan tudung di antara almamater
Greel.
~~~
Ewwin menatap sinis seorang
cowok yang berdiri di depan Secret Mapala.
“Siapa
kamu ?”
“Aku
mau ketemu sama Yuki, panggil Dia kemari” ujar Julian
Ewwin berlalu ke rumah pohon,
sembari menggumam geram.
“gayanya
kayak Rektor saja, Dia pikir Dia
siapa !” maki Ewwin sepanjang menapaki tangga.
“Kenapa
kamu ?” Yuki menoleh
“Ada
makhluk dari langit di bawah ! mau ketemu sama Kamu, sejak kapan, sih. Kamu punya teman seberangsek itu ?
gayanya kayak Raja, Bikin mual” gerutu Ewwin.
Yuki mengangkat keningnya, Ia
membuka tirai bamboo yang menghalangi
jendela.
“Kamu
yang namanya, Yuki ?” tatap Julian saat Yuki menghampirinya.
“Iya, kenapa ?!”
Julian tersenyum lalu menonjok
wajah Yuki, menyisakan memar dipelipis. Yuki terhuyung-huyung dan jatuh di
tanah, Para penghuni keheningan menghampiri dengan gahar ke arah Julian.
“Setan
darimana kamu berani bikin keonaran disini !” teriak Ewwin, Ia hendak memukul
Julian.
“Jangan
ikut campur ! ini urusan Aku sama Yuki ! Jadi, jangan ikut campur !” kilah
Julian.
“Kamu
udah bikin onar disarang Kita, tentu saja itu jadi masalah Kita !” teriak yang
lain.
Yuki
bangun dari tanah, menghapus serpihan darah di ujung bibirnya.
“Udah,
biarin aja” suara Yuki serak.
Teman-temannya
tertegun.
“Biarin
aja, kamu bilang ? Yuki ! Dia udah bikin onar di secret, itu tentu jadi urusan Kami,
berani-beraninya Dia !” maki Joko.
Yuki menghadang teman-temannya.
“Jangan,
tolong biarkan” kecam Yuki, Ia menoleh memandang Julian. Teman-temannya menahan
geram.
“Aku
Julian, Tunangan-nya Meika !” ujar Julian sebelum Yuki sempat bertanya.
Yuki
mengangguk, Ia berusaha tenang.
“Kenapa
kau memukulku ? Apa Aku mengganggumu ?”
“Hahg ! Apa kau tidak sadar ? Jauhi Meika
! paham ?” gertak Julian, Yuki menggeleng.
“Nggak
mau” jawab Yuki santai.
Julian
tertegun, Ia memasang tampang gahar.
“Kenapa
Nggak mau !” tadah Julian
“Kenapa
Aku harus mau ikutin keinginanmu ? Hahg
?!” tatap Yuki geram, Julian maju selangkah.
“Dia
itu calon tunangan Ku !”
“Tapi,
Dia milikku !”
“Dunia
kalian itu beda ! Nyadar donk ! Cuma
Aku satu-satunya Cowok yang pantas untuk Meika “ teriak Julian emosi
“Sayangnya,
Meika nggak butuh Cowok ! Dia butuh seorang Pria. Dan Kamu bukan orang yang pantas
disebut Pria !”
“Lantas
Kamu yang pantas ? Dasar Kumuh ! seharusnya Aku kemari membawa cermin yang
besar, agar Kau sadar siapa Kau dibanding Meika !” ujar Julian.
Yuki tersenyum dangkal.
“Nggak
peduli ! mau dunia yang ngelarang pun, Aku tetap cinta Dia !” jawab Yuki ketus.
Julian maju selangkah dengan bogem_nya,
Ia
memukul Yuki, cowok itu terhuyung-huyung dan jatuh ke tanah lagi. Satu hal yang
membuat teman-temannya geram, adalah Yuki tak berniat membalas sekalipun.
Julian terus memukul Yuki,
membuat berbagai memar di wajahnya. Lalu berhenti disaat Yuki bahkan tak dapat
berdiri lagi.
“Aku
sudah peringatkan ! jangan dekati Meika ! atau Kau akan tamat” gertak Julian.
Kemudian
Ia pergi dengan gerombolannya dari secret Yuki,
“Kamu
gila ? rela dipukul demi cewek !” keluh Ewwin
“Bukan
demi cewek. Tapi, Demi Aku sendiri !
Demi yang Aku rasakan sama Cewek itu” jawab Yuki.
Ewwin membantunya berdiri.
“Kenapa
nggak ngelawan ? seharusnya Kita yang bantu bikin babak-belur itu Anjing” ujar Joko
“Jangan
! itu hanya alat Dia, buat menjatuhkan namaku lagi didepan Orang Tua Meika”
Ewwin dan Joko diam, kebisingan
buyar berlalu. Yuki memasang plester di ujung dahinya yang sobek, berharap untuk
tidak terlihat lebih parah.
~~~
Meika datang, Ia langsung naik
ke rumah pohon. mendapati Yuki yang duduk lemas di depan pohon kaktus.
“Yuki
!” teriak Meika, Ia mendekapnya erat.
“Kamu
disini ?” tatap Yuki khawatir.
“Iya, Aku nggak ikut kelas. Kamu tau ?
Papa membuat Pembokat yang terus mengikutiKu, untungnya ada Greel yang membantu
Aku melarikan diri” Meika berhenti, Ia menjamah wajah yang Yuki sembunyikan.
“Kamu
kenapa ?” tatapnya heran.
“Aku
nggak apa-apa”
“Kamu
berantem, ya ? ini kerjaan siapa ?”
Meika histeris.
“Nggak,
ini lebam karna Aku habis jatuh pas manjat” tunjuk Yuki keluar, Meika diam.
“Beneran
?”
Yuki
mengangguk “Iya, Bodoh. Aku nggak
apa-apa, Ko”
Meika Nampak khawatir, Ia
mendekap erat Yuki.
“Hari
ini, sudah sangat melelahkan. Aku nggak tau apa yang akan terjadi lagi besok”
keluhnya.
“Kamu
kuat, kan ?” tatap Yuki
Meika
tersenyum lalu mengangguk.
“Kamu
cantik, Meika. Aku beruntung miliki Kamu” Pujinya.
Air mata Meika meluap, Yuki
tersenyum. Senyum yang sekiranya mampu menahan segala keluh kesah keduanya.
¯ Separuh nafasku, Ku hembuskan untuk Cintaku
Biar
rinduku, Sampai kepada Bidadariku ..
Kamu sgalanya, .. ¯
Tak terpisah oleh waktu
Biarkan bumi
menolak, Ku tetap Cinta Kamu
Biar Mama mu tak
suka, Papa mu juga melarang
Walau Dunia menolak,
¯ Ku tetap Ku..
Tetap Ku katakan
“Ku Cinta
Dirimu”
-J
U D I K A-
(MaPaLa)
Mama Papa Larang
~~~
Tangan-tangan hangat mendekap
uraian rambutnya yang memanjang. Seandainya berharap adalah hal yang lumrah,
sekiranya dekapan itu bisa benar-benar sampai pada
kata
selamanya yang dipercaya, tanpa menggunakan pemberontakan akan berbagai
kekangan yang di lakukan oleh Mereka.
Yuki menghapus air matanya utuh
“Kita
hanya perlu melewati ini, Jika kita berhasil melaluinya. Kita akan menjadi
pemenang”
Meika
menahan isaknya lalu mengangguk seperti anak kecil, seperti seseorang yang
mempercayai segala hal diluar kemungkinan.
“Pulanglah,
Kita akan bertemu lagi besok”
“Nggak
mau” Meika menggeleng
“Hemp ??”
“Bisakah,
Kita kabur saja ? Kita pergi ke tempat yang tidak ada mereka” ujar Meika
Yuki diam, Ia merangkul
kelingking kanan Meika
“Janji
sama Aku ? janji untuk tetap percaya. Tanpa kabur pun, Kita akan tetap bersama.
Kita ingin jadi pemenang, bukan pecundang. Kita perlu bertahan, bukan melawan.
Yakinilah Aku, Meika. kuatlah jika Kau mencintaiku” bisik Yuki kelu.
Meika menjatuhkan air matanya,
Ia tak sanggup lagi menahan rintikkan tangis dikelopaknya. Membuatnya serta-
merta
mencurahkan semuanya, tak peduli jika itu membuatnya tak lagi bisa melihat.
Atau apapun yang kedengarannya lebih parah, Ia tak memiliki keinginan untuk
menghentikkan tangisnya.
Seakan jika Ia menangis maka
semuanya akan jauh lebih baik. Meski tak ada satupun yang terjadi, terjadi
untuk membuat hal yang mereka harapkan membaik.
“Aku
janji” Meika mengangguk lemas.
Greel datang, menuntunnya keluar
dari secret Mapala tempat Yuki
berada. Meika memandang kecut kisahnya, kisahnya yang begitu indah. Keindahan
yang terasa menyakiti, menyiksa batin. Menorehkan harap yang tak ada wujudnya.
~~~
Gadis itu terduduk lemas di
balkon kamarnya, Key membuka pintu setengah untuk melihat Meika lalu menutupnya
lagi.
“Kasian
Dia, Pa”
“Kamu
itu ngerti apa selain kasian, Key ?” tadah Papa kesal
Ka’ Key duduk di depan meja
kerja Papa. Sementara Empu-nya sibuk dengan statistic
work sheet.
“Seumur
hidup, Key nggak pernah liat Meika seperti ini. Papa tolonglah untuk memahami”
“Papa
lebih bisa memahami dibanding Kamu”
Key
menghela nafas panjang
“Jangan
berlagak peduli disaat Papa sama sekali nggak peduli” kecamnya.
Papa
menghentikkan kursor lalu melirik Key
dengan gahar.
“Kamu
bicara apa ?”
“Key
bilang, jangan sok peduli Pa !”
tadahnya
“Kamu
sadar Key ?” gertak Papa. Ia heran kenapa Key tiba-tiba ikutan jadi
pemberontak.
“Sangat,
Pa ! Key Cuma merasa ada yang salah di antara keluarga ini, Meika tanya kenapa
perbedaan jadi tolak ukur dalam mencintai. Key nggak bisa jawab, Pa ! Papa tau
kenapa? Karna Key nggak pernah merasa dicintai, sama Keluarga ini yang begitu
ambisius. Papa tau ? kapan coba dalam setahun Papa bisa bersama Key dan Meika ?
pernah ? Key berani jamin nggak pernah !”
Papa
menahan nafas emosi, saat Key terus berbicara.
“Itulah
kenapa Meika nggak pake logika ketika menemukan kasih sayang di luar sana.
itulah hal yang membuat Meika begitu sakit, saat Ia jatuh cinta dan Kita semua
berpikir Dia salah” lanjut Key.
Papa membanting buku tebalnya
lalu berdiri dengan kasar. Key tertegun. Namun, Ia tetap melanjutkan
kalimatnya.
“Peduli
itu, adalah tau apa yang dirasakan Anaknya ! Papa Cuma pikir apa yang akan
terjadi nanti. Tanpa pernah Papa sadari apa yang selama ini telah terjadi !
rumah mewah nyaris istana ini, penghuninya Cuma Key dan Meika. Pa ! Papa dan
Mama kemana ? sibuk dengan ambisi dan perusahaan. Bahkan ketika Weekend bisa bersama. Tapi, kalian
mengalihkannya ke acara keluar dengan klien
! bilang sama Key kalo yang Key bilang ini salah, Pa”
“Anak
kurang ajar !” teriak Papa geram
PpLAaKk
!! Key memegang wajahnya yang ditampar Papa. Ia tersenyum singkat lalu
menoleh gahar.
“Makasih”
ujar Key, Ia kemudian berlalu meninggalkan Papa di ruang kerja. Menahan perih
akan tamparan di wajahnya, Sementara Papa didalam sana masih tertegun atas
segala hal yang Ia dengar dari Anak cowoknya.
~~~
Malam menjadi sangat suntuk,
ketika semunya men-jadi
lebih terbebani.
Meika
melirik Greel yang tertidur pulas di
springbed-nya.
“Kapan
Aku terakhir selelap itu ?” tanya Meika pada dirinya sendiri, Air matanya
menetes perlahan.
“Apa
seharusnya sejak awal Aku ke Perth ? dengan begitu, Aku bisa menghindari
Julian. Tapi, andai saat itu Aku ke Perth, Aku tak akan bisa bertemu Yuki. Aku
tak bisa merasakan kebahagiaan yang membuatku berarti juga kepedihan yang
begitu menyiksa” isaknya.
Angin di balkon kamar menerbangkan
uraian rambutnya yang terurai.
“Atau
? jika Aku bunuh diri seperti di film, mungkin saat itu Aku bisa terus bersama
Yuki tanpa harus takut ketahuan Papah” pikirnya kelu.
Meika diam mendekap erat
lututnya.
“Sayangnya,
disaat Aku hidup rasanya seperti sudah mati. Jadi, andai Aku mati apalagi yang
akan tersisa dariku ?”
Desiran angin menjatuhkan
helaian daun akasia di hadapannya.
“Aku
seperti daun akasia ini, kan ? rontok.. ditiup angin dan berharap jatuh
ditempat yang sekiranya baik. Tapi, tetap terayun oleh waktu dan tak pernah
sampai. Andai Aku bisa mengendalikan waktu, Aku ingin benar-benar menempatkan
pertemuan Kita disaat Kita sudah menjadi seseorang. Karna mungkin, saat itu
terjadi, Kita akan lebih bahagia. Tanpa harus melewati cobaan yang menyiksa
seperti ini…”
Meika menutup matanya, menikmati
desiran angin yang menghambur segala keluhannya. Menghirup sebanyak-banyak
udara yang menghampiri, seakan takut jika esok Ia tak akan bisa menemukan angin
lagi sebagai alasan untuk terus hidup.
“..
Ku pegang janjimu, Yuki. karna jika Kau mengingkarinya, Aku mungkin benar-benar
akan mati”
Sementara ditempat yang berbeda,
Yuki masih memaksa matanya untuk terbuka. Entah malam akan tiba-tiba mengganti
Pagi, Ia tak akan begitu peduli dengan waktu. Selama Ia masih bisa menikmati
detik-detik diantaranya.
“Hari
ini, Papamu membuat Bodyguard untuk
menjauhkan Ku darimu. Hari ini juga, Julian datang ke secret untuk menghajarku agar Aku menjauh darimu. Meika, Apa yang
membuat semua orang berpikir Kita tidak pantas untuk bersama, Aku juga sudah
memikirkan hal itu lebih dari seratus kali setiap harinya..”
Pot pot kaktus bergoyang di tiup
angin malam.
“..
Dan satu jawaban yang Aku temukan hanyalah jawaban atas apa yang mereka
harapkan. Segala janji tentang suatu hari nanti, hanyalah pengalihan atas
ketakutanku saat ini. Karna Aku sadar Aku tidak mampu, Aku tidak akan mampu
membuatmu terus bertahan. Selain akhirnya menjauhimu dan membuyarkan semua
janji palsu yang si Bodoh ini sodorkan” isak Yuki kelu, Ia memukul kepalanya di
kayu.
Seakan rasa sakit yang didalam
hati tidak cukup untuk mengatakan pada Meika, Jika pada akhirnya keadaan
membuatnya berpikir untuk menyerah dan menyiksa fisik akan terasa lebih
meringankan dari segalanya, segala hal yang belum disampaikan.
wanna be where
you are
***
“Pernah
liat, Aku ?” tanya Key
Yuki
mengangguk, Ia meneguk softdrink di
atas meja caffe.
“Tempo
hari ketika kerumah Meika, Kakak-nya ?”
Key
mengangguk.
“Itu
kedua kalinya Kamu ngeliat Aku, ingat ketika subuh Kamu nyaris mati di rel
kereta ? Kamu sakaw waktu itu dan nggak punya Duit buat beli barang. Aku yang
bayarin dan bawa kamu ke parkiran kampus” terang Key.
Yuki tertegun, Ia memandang
wajah Key dengan penuh, Key tersenyum simpul.
“Aku
nggak yangka, kalo pertemuan Kita yang kedua kalinya. Kamu malah mengaku
sebagai Pacar Adek Aku” Key tertawa garing, Yuki diam.
“Dunia
kecil, yah ?” tatap Key
“Maafin,
Aku”
“Untuk
apa ? untuk nolongin kamu waktu sakaw atau waktu Kamu ngaku sebagai Pacar Meika
?”
“Keduanya.
Aku cukup hina atas segala perkenalan Kita”
“Bagusnya,
Kamu cukup sadar kalo Kamu hina” ujar Key.
Yuki merunduk, caffe pantai yang Mereka singgahi
menyisakan sedikit cahaya untuk membuat Yuki tau apa yang Key ekspresikan.
“Terus
terang, Aku nggak suka sama Kamu. Tapi, Aku jauh lebih tidak suka ke Julian.
Aku nggak suka Meika di jodohkan dengan Julian, karna Meika nggak Cinta. Tapi,
Aku harus syok saat tau orang seperti apa yang Meika cintai”
Yuki mengangguk.
“Semua
orang mengatakan hal yang sama”
“Dan
membutmu bertahan ?” tatap Key
Yuki
diam. Key menahan tawa renyahnya.
“Jangan
jelasin ke Aku kalo itu demi Cinta ! Meika udah terlalu sering menjelaskan itu
ke Aku. Cobalah hal yang lebih kreatif untuk menjelaskan kenapa Kau bertahan”
pinta Key.
Yuki menoleh, Key meneguk softdrink-nya.
“Karna
terbiasa. terbiasa dengannya dan untuk terbiasa tidak dengannya itu sulit”
jawab Yuki.
“Bukankah
semuanya baik-baik saja sebelum Kalian bertemu. Jadi, kenapa itu akhirnya
menjadi sulit ?”
“Meika,
Dia mengubah segala hal dariku. Aku menjadi seperti manusia normal saat
dengannya, Ia membuatku berusaha berhenti make
dan mabok”
“Aku
bisa lihat, rambutmu sudah terkikis habis. Apa itu juga kerjaan Meika ?” tatap
Key.
Yuki tertawa ringan lalu
mengangguk.
“Dia
berbakat bekerja di panti rehabilitasi” ujar Key lagi.
Yuki
tersenyum.
“Ada
yang mau Kau katakan padaku ?” tanya Yuki.
Key
menggeleng
“Nggak,
Aku Cuma penasaran. Seperti apa Cowok yang membuat Meika begitu jatuh cinta.
Seumur hidup, Meika nggak pernah maksa atau membantah. Dia Putri manja yang selalu
nurut, Dia boneka milik Orang tuanya. Tapi, kemudian pemiliknya jadi spontan
ketakutan ketika Boneka itu tiba-tiba ingin memberontak. Hanya demi satu hal,
dengan menggunakan permintaan untuk pertama kalinya”
Music class terdengar menepak kebisingan ombak yang mendesir di
depan caffe.
“Aku
tau Meika manja, mungkin kesalahan karna mengenalku. Membuatnya berubah”
“Jangan
terlalu ke G-R an” kecam Key
“Bisa
jadi, Dia memang sudah tidak tahan dengan segala hal dirumah, sama sepertiKu”
lanjut Key lagi.
Yuki menoleh lalu tersenyum
dangkal.
“Bukannya
keluarga kalian itu baik-baik saja, kan ?”
“Iya, karna terlalu baik-baik saja
makanya terasa anneh” ujar Key, Yuki menyalakan korek di tangannya berulang
kali.
“Apa
yang membuatMu yakin Meika dapat bertahan ?”
“Aku
pikir, karna Cinta bukanlah sesuatu yang lain”
“Haruskan
Aku mengakui satu hal ? Kau sangatlah romantis, Yuki” puji Key, memancing tawa Yuki berdecak.
“Masih
memikirkan beberapa hal ?”
“Bagaimana
dengan Julian ?” tatap Key dramatis.
Bahkan ketika alunan acoustic di Caffe jadi melambat dan semakin lambat, sampai suara angin dapat
terdengar.
Yuki
masih belum memalingkan wajahnya ke tatapan Key.
“Jika
harus jujur, Aku benci dengan Julian. Karna Dia lebih segalanya di bandingkan
Aku, Sementara Aku tau kalau Aku nggak akan pernah bisa seperti Julian..”
Key
mengangguk
“..Cinta hanya masalah waktu, Takutnya
jika seiring waktu. Meika menjadi lelah denganku dan akhirnya memilih bersama
Julian. Karna Aku tak menjanjikan hal indah padanya, Aku hanya membuatnya mendengar
banyak omong kosong tentang Suatu hari
nanti. Dan parahnya Aku sendiri nggak tau, Aku bisa apa tidak membuktikan
semua itu” lanjut Yuki, Ia merunduk memegangi softdrink-nya.
Memutar-mutar kaleng rapuh
sampai ketitik paling jenuh yang bisa di deskripsikannya.
“Kenapa
kamu khawatir ? Aku orang kedua selain Meika. yang percaya, jika suatu hari
nanti Kamu bisa lebih daripada Julian” kecam Key.
Yuki spontan meliriknya, Ia
tersenyum lalu membuang nafas putus asa.
“Kenapa
memandangku seperti itu ? Kau meragukanku ?” tadah Key lagi, Yuki menggeleng.
“Bagaimana
bisa, kenapa Kau menjadi begitu percaya jika –
Aku
adalah orang yang pantas untuk di percaya ? Kalian berdua, adalah Kakak beradik
yang komplit” ujar Yuki sangsi.
Key memukul pundak Yuki dengan tegapnya.
“Kau
sudah sejauh ini, Aku pastikan Kau akan bisa mempertahankan apa yang sudah Kau
jalani”
Yuki
tersenyum.
“Mau-ku
beri saran dan bahan pertimbangan untukMu ?”
“Apa
?” Yuki antusias
“Tinggalkan
Meika..” bisik Key
Yuki tertegun, Ia menatap Key dengan
gahar.
“..Aku bisa menjanjikan satu hal padamu.
Julian tak akan di jodohkan dengan Meika, Aku akan berusaha agar pertunangan
Mereka batal. Tapi, sebagai konsekwensi-nya,
Kau harus meninggalkan Meika..”
“Mencoba
memisahkan, Kami ?” tadah Yuki
“..Aku hanya memberi bahan pertimbangan.
Kau lihatlah semuanya, Kau belum dalam keadaan sejajar untuk bersaing dengan
Julian. Jika Kau meninggalkan Meika sekarang, Aku berjanji akan mencegah
pertunangan Mereka. Kau hanya harus pergi dan menjadi seseorang, lalu kembali
saat Kau siap untuk bersaing dengan Julian..”
ujar Key.
Yuki diam, Ia meneguk sisa
terakhir dari Softdrink-nya lalu
meremas dengan putus asa sampai kalengnya bergemeretak.
“..Ku beri waktu dua hari untuk
berpikir, sebelum pertunangan Mereka benar-benar di lanjutkan. Hubungi Aku jika
Kau sudah membuat keputusan” Key meninggalkan Yuki di bangku caffe, meninggalkannya dengan berbagai
kesimpulan.
Ia merundukan kepalanya di meja,
menekan batin dan menyisakan banyak pikiran untuk keputusan akhir.
Cinta
itu benar-benar seperti kembang api, kilau cahayanya Indah. Tapi, gak pernah
bertahan lama.
~~~
Julian memandangi Gadis tanpa ekspresi itu dengan seksama, Sementara
Meika harus memilih diam di kursi yang sama.
“Masih
mencoba mempertahankan hubungan kalian ?” tanyanya, Meika melirik sinis.
“Apa
maksudmu ?”
Julian tertawa renyah.
“Berhentilah,
Kau akan kelelahan dengan keinginan seperti itu. Cinta yang awalnya berkobar
dengan semangat pada saatnya nanti akan berakhir dengan dingin dan beku” tadah
Julian. Meika membuang wajahnya, Ia bahkan berhenti mengotak-atik ‘ve dinner di atas meja.
“Orang
sepertimu tidak mengerti dengan Cinta !” kecam Meika gahar
“Kalau
Aku tidak mengerti dengan cinta, lalu kenapa Aku masih disini ?” Julian
bertanya balik.
“Tidak
penting bagiku alasanmu tetap disini, karna Aku hanya menginginkan Kau pergi”
“Seharusnya
bajingan itu yang pergi !”
“Siapa
yang Kau sebut bajingan ? Dia punya nama, seharusnya Kau sadar jika sebutan
seperti itu hanya pantas untukMu, Bukan Dia !” tadah Meika
“Jika
Aku bajingan, Aku masih punya kelas yang lebih baik dibanding Dia ! Dia hanya
pekerja rendahan yang bisa ku suruh dengan satu perintah”
“Aku
sangat menyesal bisa ‘Ve Dinner
denganMu ! jika bukan demi Papah-ku, Aku tak akan menemanimu !” gertak Meika.
Julian tertawa renyah.
“Berhentilah
menjadi keras kepala, Meika. Jangan buat Aku menghajar Yuki untuk yang kedua
kalinya, Pertunangan Kita tinggal dua hari lagi” ancam Julian.
Meika
tertegun, Ia berdiri dari kursinya lalu menumpahkan wine di gelas ke wajah Julian. Cowok itu basah kuyup, Ia memandang
Meika tak percaya.
“Hanya
benar-benar Lucifer yang bisa melakukan hal sekeji itu pada orang lain. Aku
benar-benar membencimu !” maki Meika, Ia kemudian berlalu meninggalkan Julian.
Sementara cowok itu disana,
menyadari dirinya telah beku dengan siraman wine
di badannya.
Meika menekan tuts-tuts di handphone_nya, mendeteksi phone
number milik Yuki.
Magnanimous Kaktus
calling . . .
Tiap detiknya Meika menunggu
Yuki untuk segera menjawab telp-nya.
“Ya, Meika ?”
“Kau
baik-baik saja ?” tadah Meika segera, saat mendengar suara Yuki dari seberang
sana.
“Sure” jawab Yuki singkat, Ia segera
keluar dari caffe. Mencari tempat
dimana Ia bisa mendengar suara Meika, jauh lebih jernih.
“Aku
sangat khawatir tentangMu ! bagaimana mungkin Kau tidak mengatakan hal seperti
itu padaku !” teriak Meika geram, Yuki tertegun sambil memandangi handphone-nya.
“Mengatakan
apa ?”
“Tentang
Julian yang mengahajarMu ! ini yang ku lihat dengan semua lebam di wajahmu
kemarin, kan ? dan Kau bilang ini jatuh karna memanjat boulder ! Kau sangat tega, Yuki !”
Yuki diam meremas rambutnya,
“Untuk
apa Ku katakan ? Kau sangat ketakutan dengan anak buah Orang Tua Mu, yang terus
mengikutimu kemanapun layaknya Bodyguard..”
kecam Yuki.
“Setidaknya
Kau tidak perlu berbohong !”
“..Meika, Aku melakukannya untuk tidak
menambah rasa khawatirMu ! Aku melakukan banyak hal dengan alasan, bukan dengan
maksud yang lain” lanjut Yuki, nada suaranya merendah.
“Aku
juga perlu tau, Yuki. Apa sulitnya mengatakan hal seperti itu padaku ?”
“Untuk
apa ? Aku tak mau Kau cemas, Apa itu juga salah ? Kenapa Kau mulai memberiku
banyak tuntutan yang begitu menyiksa seperti ini”
“Rasa
khawatirku Kau sebut menyiksa ?!” tadah Meika tak percaya, Yuki diam. Kini Ia
semakin bingung dengan Gadis Moody-nya.
“Aku
tak percaya ini ! Aku menumpahkan wine ke
wajah Julian, karna begitu jengkel dengan kelakuannya kepadamu. Tapi, Kau
mengatakan Aku memberimu banyak tuntutan ?” kecam Meika lagi, Yuki membuang
nafas kesal.
“Apa
yang Kau lakukan pada Julian, Dia akan melaporkanMu pada Papah. Dan
kesimpulannya namaku yang akan Dia jual lagi, Aku sudah semakin tak ada
harganya dihadapan Papa Kamu, Meika !”
“Ku
lakukan karna Emosi”
“Kau
tau ? Aku tak membalas pukulannya dengan meredam emosiku !” teriak Yuki di
seberang sana.
“Tapi,
Aku nggak bisa bertahan dengan cara seperti itu ! di pandang remeh oleh orang
yang bahkan tidak lebih baik”
“Itulah
yang membuat Kenapa Aku begitu marah ! Kau memikirkan hal yang hanya selesai di
apa yang sedang Kau rasakan, tanpa memikirkan hal lainnya” kecam Yuki lagi.
“Kau
memarahiku, Yuki ?”
“Tidak,
Aku hanya memikirkan satu hal. Mungkin saja Kau sesemangat ini karna hal yang
Kau rasakan. Jadi, disaat Kau tidak merasakan apapun lagi, Kau akan
meninggalkanKu”
Meika tertegun meremas handphone_nya, Ia menahan nafas dengan
kelu atas kalimat yang Yuki sodorkan.
“Apa
yang sebenarnya ingin Kau katakan ?”
“Setidaknya
Kau memiliki otak untuk memikirkannya sendiri” kecam Yuki lagi.
“Aku
benar-benar bodoh ! dalam mempertahankan apa yang Aku rasakan pun, Aku disebut
salah olehmu” isak Meika
“Tidak
ada yang mengatakan seperti itu”
“Dan,
memang inti dari kalimatmu seperti itu, kan ?” tadah Meika, Ia membiarkan air
matanya mengalir deras.
“Dengar,
Aku terbiasa melalui banyak hal yang lebih memalukan kebanding dipukuli oleh
Julian. Kau hanya harus tenang dan Aku tak ingin Kau mengkhawatirkan banyak
hal” kilah Yuki, Meika meremas erat Handphone
di genggamannya.
“Tapi,
setidaknya dengan diberitahu, Aku bisa mengerti dengan apa yang Kau alami.
Tentang bagaimana yang terjadi dalam pengorbananmu untuk Kita, untuk hal yang
Kita pertahankan”
“Hentikan
! Aku lelah untuk terus berdebat denganMu” tutup Yuki, Meika menghapus bulir
air matanya.
“Kenapa
Kau berpikir Aku memulai debat ?”
“Karna,
Kau duplikatku” ujar Yuki.
Meika tersenyum, Ia meneguhkan
hatinya jika setiap mereka bertengkar efeknya
tak akan memperparah apa yang sudah dikomitmenkan.
“Kapan
Aku bisa bertemu denganmu ?”
“Selama
Aku masih bisa mengecoh para Pembokat itu” kenang Meika, Yuki mengangguk gagu.
“Bisakah
besok Kau mengecoh jejak lagi ? Aku ingin bertemu”
“Akan
sangat sulit, satu-satunya alasanku keluar adalah bertemu Greel”
“Aku
tidak masalah jika pun harus ada Greel”
“Akan
ku usahakan” ujar Meika.
Beberapa kalimat khawatir
tertekan tak mau keluar, hingga menyisakan bising yang tak terdengar.
“Kenapa
Kau ingin bertemu denganku besok ? Padahal Kau tau itu sulit” lanjut Meika.
Yuki diam, menghela banyak udara
di pantai. Lalu membuang nafasnya dengan kelu
“Ada
yang ingin ku katakan”
“Tentang
apa ?”
Yuki diam lagi, Meika menjadi
sangat penasaran.
“Bisakah
katakan sekarang ?” tadah Meika lagi
“Jika
Ku katakan sekarang, Aku tak akan mengajak untuk bertemu denganmu besok”
“Aku
rasa Kau berusaha menyembunyikan sesuatu”
“Mungkin
Aku sedang berusaha menyampaikan sesuatu, Kau mengikuti caraku. kan ?” kecam
Yuki
Meika menahan nafasnya, setiap
suara yang terdengar membuatnya bisa mengambil banyak kesimpulan.
“Selama
ini memang Kita selalu mengikuti caramu”
“Jangan
memulai kalimat yang tak ingin Ku dengar” ujar Yuki
“Baiklah,
Selama Aku terus berpikir Kita akan baik-baik saja. Aku tak akan memulai perang
apapun”
“Apa
ada yang salah tentang Kita, selama ini dipikiranmu ?” Yuki menahan banyak
pertanyaan.
“Nggak”
jawab Meika singkat
“Kita
hanya sedang memikirkan segala yang terjadi dengan pola pikir Kita
masing-masing, Aku khawatir Kita tidak bertemu disatu titik pikiran yang sama”
lanjutnya.
Yuki diam, Ia tak mau mengatakan
banyak hal lagi. Karna Ia akan menganggapnya beban dengan segera.
“Aku
tutup telponnya”Meika diam memegangi handphone-nya di pinggir jendela, merengkuh dingin pantulan cahaya air di kaca. Atau jika ada hal yang lebih baik dilakukan selain diam dan merenung, Ia akan tetap memilih untuk diam di tempat yang sama.
unbelievable
***
Kerikil depan pintu rumah,
menyisakan bunyi yang mendesah akan embun saat masih terlalu pagi. Meika
berjalan dengan segenap ketelitiannya agar tak dicurigai oleh satu orang pun di
rumah, Key mengintip dari balik anak tangga. Ia tau Meika sedang berusaha
keluar dengan mengendap-endap.
“Key,
ngapain Kamu disitu ?” tatap Mama,
Key
tertegun, Ia melirik Meika lalu menghampiri Mama-nya.
“Mama
? Kita ke ruang tengah, yuk ? Key mau
kasih liat Mama nilai hasil KKN” kilah Key, Ia berusaha mengalihkan perhatian
Mama. Agar setidaknya orang tua itu tak melihat Meika yang tengah berusaha
melarikan diri.
Sementara Meika nggak tau kalo
Key sempat menolongnya, Ia bisa dengan cepat menemukan satu taxi yang lewat.
“Yuki
?” tatap Meika nggak percaya, Cowok itu menunggunya di depan gerbang kampus.
Duduk dengan beberapa security
disana, Lalu menghampiri Meika dengan sangat ceria.
“Kita
mau kemana ?” teriak Meika saat Yuki serta merta menggapai tangannya dan
membawanya berlari.
Yuki melirik sepintas lalu tertawa
renyah, seolah Mereka tak sedang mendapatkan cobaan apapun. Tentu saja Meika
keheranan. Tapi, Ia bahagia seakan Yuki dan cerita tentang Mereka telah kembali
lagi.
“Ke
surga” jawabnya singkat.
Meika tertawa, Sesaat genggaman
jemari itu berjalan melambat. Membuat keduanya tergesa-gesa menghampiri kursi
taman, lalu saling menertawakan kebodohan masing-masing.
“Setelah
sekian lama, akhirnya Aku berlari lagi” liriknya.
“Sama”
aku Meika.
“Cape
?”
Meika
mengangguk, “Banget”
“Kamu
saja yang Bodoh mau-maunya berlari sama Aku” Yuki tertawa sepuasnya, Meika
masih berusaha menetralizir nafasnya.
“Abis
Kamunya langsung narik gitu, mana sempat Aku nolak ? lagian, walaupun cape Aku
bahagia. ko”
“Apa
menurutmu kebahagiaan itu ?” tanya Yuki
“Berlari
seperti ini, kebebasan untuk memilih. Mau tetap berlari atau berhenti di bangku
taman atau juga malah berdiri dan berlari lagi”
Yuki meliriknya, lalu tertawa.
Ia mengobrak-abrik rambut Meika yang terurai.
“Haruskah
Kita berlari lagi ?” tatap Yuki, Meika merenggutkan wajahnya.
“Boleh.
Tapi, besok besok aja. yah ? Sumpah cape banget”
“Baru
juga berapa meter dari kampus, udah nyerah. Gimana Kalo Kita kawin lari, coba ?
pasti lebih cape dari ini” ujar Yuki
Meika tersenyum, lalu
menggenggam erat jemarinya.
“Selama
itu bareng Kamu, Aku sih siap-siap
aja”
“Kamu,
tuh.. ntar kalo Kamu cape, Aku yang
repot. Kamu mau minta digendong” kecam Yuki.
Meika tertawa
“Oh, iya ? Kamu kemarin bilang di telpon
kalo hari ini ada yang perlu di omongin. Jadi, apa ?” tatap Meika penasaran.
Yuki merunduk, lalu memandang
penuh wajah gadisnya. Ia tersenyum dangkal, senyum yang menyimpan banyak
pertanyaan.
“Nggak
ada” jawab Yuki
Meika
tertegun “what ? nggak ada ? Kamu tau
nggak sih, Aku kemari itu kayak orang
mau melarikan diri, kerja keras buat bisa ketemu Kamu. Tapi, sampai disini,
Kamu malah bilang kayak gi..”
Yuki mengecup bibirnya, Meika
tertegun sampai tidak bisa melanjutkan ucapannya.
~~~
“Hallo ? iya Tante, ini Greel. oh, Meika
?? Dia lagi sama Greel,. Iya, jangan khawatir Tante. ok, bye” Greel menutup telponnya.
“Parah
nih anak, kabur lagi dari rumah”
keluh Greel.
“Greel,
ada yang cari nih” teriak Bibinya di
depan sana, Greel bergegas untuk menemui seseorang di teras.
“Siapa
?”
“Kakaknya
Meika”
“Ohg, hay ? ka’ Key.. Tumben kemari ?”
tegur Greel, Key menoleh lalu tersenyum.
“Bisa
bicara sebentar, nggak ?”
“Bisa-bisa,
ada apa. yah ?” tatap Greel antusias, dalam hati Ia dug-dag jangan sampe Key malah mencari Meika sampai ke rumahnya.
“Tentang
Meika, sih” urai Key kelu.
“Ohg, Meika ? tadi dia kesini. Tapi, udah
pulang, barusan”
“Nggak
usah bohong, deh. Aku tau ko Meika nggak kemari” kecam Key, Greel
tertegun menggigit bibirnya.
“Ma’afin
Greel, ka”
“It’s okay. Ka’ Key kemari, mau minta
tolong. Tolong tenangin Meika, yah ?
kalo sesuatu terjadi nanti. Kakak nggak tau bagaimana nantinya Meika sama Yuki,
itu..”
Greel merunduk bingung
“Maksudnya
apa ?”
“Begini,
Ka’Key lagi bikin perjanjian sama Yuki. Kalo Dia mau ninggalin Meika, Ka’ Key
akan membatalkan pertunangan Meika sama Julian. Jadi, kemungkinan besar Yuki
akan meninggalkan Meika..”
“Bagaimana
dengan Meika, ka ?” tadah Greel khawatir
“.. itulah maksud Ka’ Key, Kamu tenangin
Dia andai itu terjadi. Kalo Yuki memang cinta sama Meika, suatu hari nanti Dia
akan kembali sama Meika. Disaat Dia udah bener-bener siap dan setidaknya
memiliki alasan untuk dipertahankan”
Greel diam, mendengar kalimat
ka’ Key yang malah membuatnya bisa mendeteksi berbagai spekulasi.
~~~
Setapak sempit ditapaki
keduanya, menikmati desahan angin yang membuai ranting pinus pinus tua.
Sebenarnya nggak bisa dibilang sebagai jalan setapak, lebih tepatnya itu adalah
bekas rel kereta jaman nggak enak.
“Kita
duduk disini, aja”
“Memangnya
nggak ada kereta yang lewat disini ?” tatap Meika membuka jaketnya, Yuki
meringis.
“ini
tempat Aku sejak lama, kalopun ada kereta yang lewat disini. Aku pasti udah
lama kelindes dan mati, nggak ada cerita bisa ketemu Kamu”
Meika
tertawa “Iya juga, sih” Yuki
menghamburkan rambutnya, Meika merebahkan kepalanya dipundak Yuki.
Seakan
rerumutan tak teratur telah menjadi good
scenary di sejauh mata memandang.
“Kamu
pernah membayangkan bisa ketemu orang kayak Aku, nggak ?” tanya Yuki , suaranya
terdengar serak dimonopoli biasan angin.
“Nggak”
Meika singkat.
“Kalau
jatuh cinta ?”
“Jangankan
jatuh cinta, untuk ngerti Cinta itu sebenarnya kayak apa aja. Aku nggak pernah terbayang”
Meika tersenyum kelu, Yuki menerawang uap angin disekitarnya.
“Dan
ternyata ?”
“..Ternyata cinta itu hanyalah ilusi,
ilusi akan rasa, rasa yang menilai, pantas atau nggak pantas disebut cinta. Dan
ketika Kita bertemu, Aku bisa merasakan ilusi yang pantas yang bisa
dipertahankan” ujar Meika lirih.
“Apa
Kau bahagia dengan ilusi seperti itu ?”
“Karna
ilusinya nggak menyakiti, ataupun karna menyakiti dan tetap terasa indah. Aku
pikir Aku bahagia”
Yuki diam, Menghela banyak
kalimat yang urung dikatakannya.
“Jika
suatu saat ilusinya telah pergi ?”
“Dia
akan terus menggenggam tanganku, Dia memiliki janji di suatu hari bukan di
suatu saat untuk pergi”
“Jika
ilusinya memiliki alasan lain ?” tanya Yuki lagi
“Aku
makhluk yang bisa mengerti, Jika Dia menguraikan alasannya dengan jelas”
“Andai
alasannya pun tak begitu jelas ?”
“Mungkin
harus ditanyakan, apakah ilusi yang ku miliki juga sama seperti yang Ia miliki
?” tatap Meika
“Sama.
Tapi, dengan pola pikir berbeda”
“Apa
yang ingin Kau katakan padaku ?”
“Aku
mencintaiMu” tutup Yuki, walau mungkin bukan hal itu yang ingin Ia katakan.
~~~
“Merasa
lebih baik ?”
Meika
menoleh, saat Pintu kamanya dibuka Key setengah.
“Ada
apa ?” tanya Meika balik.
“Abis
ketemu Yuki, kan ?”
Meika tertegun, Ia segera
menarik Key masuk ke dalam kamarnya lalu menutup pintu. Berharap Papa dan Mama
nggak mendengar mereka.
“Ngikutin
Aku, ya ?” tatap Meika geram
“Mau
sampai kapan kamu bertahan dengan sikap keras kepala Kamu ?”
“Ka’
Key itu Kakak Aku, kan ? bisa nggak ngerti dengan apa yang Meika rasain disini”
tunjuk Meika di dada Key.
Cowok itu terdiam, Meika berlalu
dan duduk di jendela kamarnya lagi.
“Yuki
itu terlalu abu-abu buat Kamu, Dia harus menentukan warna atas dirinya sendiri
agar bisa mewarnai hidup Kamu, Meika” kecam Key.
“Ka’
Key itu sama kayak Papah ! egois !” teriak Meika gahar.
“Ka’
Key itu kenal siapa Yuki, Meika !”
Meika
tertegun, Ia spontan menoleh. Mendekati Key selangkah demi langkah lalu
menggeleng.
“Nggak
mungkin, Unbelievable” kecam Meika
“Percaya
! sejak kapan Ka’ Key bohong sama Meika ?”
“Sejak
kapan Meika tau kapan Ka’Key bohong dan nggak bohong ?” lirik Meika sinis.
Key duduk di ujung bed cover, lalu menatap prihatin adiknya
yang meliar.
“Sejak
Kamu kenal sama Yuki, Kamu itu berubah..”
ujar Key
Meika diam di depan jendela
kamarnya, menjamah uluran uluran tirai yang tergerak ulah angin.
“..Kamu jadi bukan Meika yang ka’ Key
kenal. Cinta itu memang indah. Tapi, Cinta nggak bikin seseorang kehilangan
jati dirinya seperti ini, jadi tukang ngelawan & membantah” lanjutnya.
“Aku
hanya mempertahankan, lagian mungkin ini jati diri Meika. Bahkan dulu Meika
sendiri nggak tau, Meika punya jati diri atau nggak ? punya prinsip atau nggak”
ujar Meika, air matanya jatuh di ujung pelupuk.
“Coba
bilang semua hal yang ada pikiran Kamu”
“Mau
ka’Key itu apa, sih ?”
“Ka’Key
Cuma pingin tau apa yang ada dipikiran Gadis Manja yang selalu bergantung sama
Ka’ Key dulu, kenapa Dia menjadi liar seperti sekarang ? apa yang Dia mau ?”
tanya Key dramatis.
Meika terduduk lemas di lantai,
Ia menghapus air matanya lalu berdiri. Meraih aquarium kecil lalu membantingnya di lantai, membuat anak ikan di
dalamnya mengepak-ngepak nyaris mati.
“Lebih
tepatnya nggak ada yang ngerti !” teriak Meika kelu.
“Apanya
?” tatap Key.
Gadis itu tersandar di bawah
jendela lalu terduduk
lemas
dengan isakan air matanya.
“Atau
lebih tepatnya, seperti ikan itu..”
tunjuk Meika ke lantai, anak ikan itu mengepak-ngepak sekarat tanpa air.
Aquariumnya pecah berserakan dan tak ada
air yang bisa membuatnya berenang bebas.
“..Pernah
nggak ? ada yang nanya apa yang Meika tau ? apa yang Meika mau ? yang Meika
rasa ? yang terdera ? Atau.. ada yang tau kenapa Meika pengen ke Perth ? Meika
pengen sekolah disana, bukan jadi ambassador..
Atau ada yang tau Meika nggak mau pilih sekolah Keuangan ? itu semua bukan
kehidupan yang Meika mau ! itu keinginan kalian. Tapi, Meika lakuin, ka..”
teriak Meika kelu.
Key menatapnya tanpa berkedip,
tanpa niat untuk mengalihkan tatapannya.
“..Dan
ketika Meika memilih untuk diam menjalaninya, Meika jatuh cinta. Tapi,
lagi-lagi itu salah ! sekali seumur hidup, Ka. Bisa nggak yang ini di kabulin ?
nggak di tentang habis-habisan kayak gini..!” isaknya.
Key
mendekat, mendekap Adiknya yang berteriak.
“Maaf”
urai Key, sementara Meika kesulitan meredam air mata dan teriak isak akan
tangisnya.
~~~
Beberapa pecahan aquarium yang dibanting Meika tak lagi
terlihat, Greel datang dan menemaninya.
“Mungkin
saat Aku depresi, mata Mereka baru
ngerti kalo Cinta itu penting” isaknya.
Greel
datang mendekap Gadis itu, sehangat mungkin. Untuk melumerkan gunung Es
dihatinya.
“Jangan
gitu, Meika. Sabarlah, semua cerita
punya ending yang indah. Kamu harus
percaya itu”
Meika
diam, Ia mengangguk. Greel membiarkannya tenang, sampai Meika kembali mengutas tabloid-tabloid berserakan.
“Jadi,
gimana sama Yuki ?” tatap Greel.
“Baik-baik,
aja” jawabnya datar.
Greel kembali membuka lembaran
di majalah, Sampai akhirnya Meika menyeringai lagi.
“Aku
heran, deh. Greel”
“Kenapa
?”
“Iya, Yuki. Dia romantis banget hari
ini, Seakan Kita itu lagi nggak ada cobaan apapun. Seakan semuanya benar-benar
indah, menyenangkan. Kita jalan seharian, Kita berlari sampai di rel kereta,
Kita tertawa dan Ciuman..” kenang
Meika.
“..Tapi, rasanya anneh” lanjutnya.
kening
Greel mengkerut.
“Anneh,
gimana ? bagus donk”
“Ya,
kayak nggak wajar aja. Kayak apa, ya ?”
“Kenapa
? itu bagus, artinya Dia nggak terpengaruh sama semua cobaan dan tentangan ini.
Dia mencoba memperlihatkan kalo Kalian benar-benar bahagia” terang Greel, Meika
tersenyum simpul.
“Iya,
juga. sih”
Gadis
itu kembali mendekap panda purple-nya.
“Kamu
merasa lebih baik ?”
“Karna
ada Kamu disini, Aku jadi lebih terkendali. Akhir-akhir ini Aku merasa jadi
agak liar, Makasih ya. Greel ? masih mau jadi sahabat Aku, walau keadaan Aku
udah kayak gini”
Greel tertawa.
“That’s friends are for, Meika..”
“Aku
nggak ngerti, deh. Kalo nggak di tenangin sama seorang sahabat, Aku pasti udah
bunuh diri kayak di film mohabbatein”
kenang Meika. membuat Greel lagi-lagi tertawa.
“Nggak
bunuh diri , aja. pasti juga akan
mati”
“Iya,
sih” Meika tersenyum lirih.
“Gitu, donk. senyum cantik, Dunia ikut murung
kalo Kamu
nangis
terus” ancamnya, Meika mengangguk pelan.
Hidup itu kayak menyusun susunan
puzzle, butuh konsentrasi dan
pilihan. Memilih untuk di tempatkan dimana dan konsentrasi untuk jadi gambar
apa, karna mengatur Nggak secepat menghamburnya.
Potongan potongan puzzle ibaratnya kejadian-kejadian
penting dalam hidup. Jika semua potongan menyatu dan membuat pola yang benar.
Maka, disitulah kepribadian akan seseorang tersebut dapat terbentuk dengan
baik.
Gambar yang jelas, arti yang jelas
dan akhir yang jelas. Semua itu tergantung dari bagaimana proses mengatur
potongan-potongan Puzzle tadi. Jadi,
kesimpulannya hidup itu penuh dengan kejadian-kejadian penting yang digunakan
sebagai landasan untuk menghadapi bagaimana kejadian-kejadian yang akan datang.
Sehingga mampu menjadikannya sebuah hasil atau susunan karya puzzle terbaik.
Nggak ada orang jahat didunia,
Yang ada itu : Karna semua orang pingin menjadi yang terbaik. Maka, secara
nggak langsung membuat beberapa yang nggak baik disebut sebagai orang jahat.
Dan .. yeah, itulah Hidup.
walking after
you
***
“Papa
ngomong apa ?” tatap Meika tak percaya.
breakfast mendadak tak terlihat menarik
di depan Meika
“Karna
Kamu nggak mendengarkan, Papa. Jadi, Papa melakukan ini, Bodyguard yang mengikuti Kamu. Mereka liat Kamu masih bertemu Yuki.
Jadi, Papa menyuruh Mereka memberi pelajaran sama Yuki. Dia belum mati. Jadi,
jangan bikin Papa punya keinginan untuk menyuruh Mereka membunuhnya” ancam
Papa.
Ia bahkan tak seincipun menatap ekspresi Meika, Gadis itu menatap gahar. Ia berdiri membanting
piringnya
“Papa
udah kelewatan !” teriaknya
“Tenang,
sayang. Papa Cuma mau yang terbaik untuk Kamu, itu aja” usap Mama di pundak
Meika.
“Nggak,
Ma ! asal Papa tau, sebelum Papa bisa menyuruh orang untuk membunuh Yuki, Meika
akan bunuh diri deluan” ujar Meika kesal, Ia berlari keluar.
“Meika…” teriak Mama
“Pa..
bagaimana ini ?” kecam Mama.
Papah memegangi dadanya, Sampai
sesak. Jantung Papa kambuh dan Ia pingsan di atas meja makan.
Key
histeris “Papah !!! Bangun !!” usik Mama terkejut.
“Papah ? Bangun Pah, Key ! bawa Papah ke mobil, cepat ! Kita kerumah sakit, sekarang !!” teriak Mama bingung.
~~~
Taxi yang ditumpangi Meika berhenti di depan Kampus, Setelahnya Ia
berlari secepat yang Ia mampu ke dalam pelataran Universitas.
“Joko
! Yuki, mana ?” teriaknya.
Joko
spontan menoleh, Ia berdiri di samping rajutan bamboo
“Malaikat
? Ko kesini ?”
“Namaku,
Meika” ujar Meika terengah-engah, Joko menatapnya khawatir.
“Iya.
Tapi, ko kesini pagi-pagi, ada apa ?”
“Yuki
mana ?” tadah Meika
Joko diam, Meika segera naik ke
rumah pohon. membuka pintunya, yang terlihat hanyalah pot-pot kaktus yang
mendesir lirih. Ia tertegun, dibukanya lemari plastik dan perlengkapan Yuki
nggak ada satu pun disana.
Meika bergegas turun menadah
Joko lagi.
“Aku
tanya YUKI manaaa ?” teriaknya geram.
Joko
merunduk bingung, lalu memberanikan diri menatap Meika lagi. Seakan Dia akan di
terkam, jika menjawab Meika dengan segera.
“Dia
pergi”
“Pergi
? pergi kemana ? sosialisasi ? naik
gunung ? atau Ke mana ?” tatap Meika risau, Joko menggeleng.
“Dia
Pergi, Meika”
“Apa
maksudnya dengan pergi ?” tatap Meika, air di matanya mulai tak terbendung
lagi.
“Kemarin,
Anak buah Papamu mengeroyoknya. Dia nyaris mati, Kita juga ikut lawan. Tapi,
Kita juga babak belur akhirnya. Dan Kamu tau ? Nyokapnya itu kerja di kantor
cabang, perusahaan Utama milik PapaMu ! Dia terancam dipecat. Tolong Yuki,
Meika” urai Joko.
Meika tak dapat menahan geram
dihatinya.
“Aku
nggak tau” Gadis itu menggeleng berulang kali.
“..Dia berakhir untuk Kamu, cinta kalian
itu berbahaya. Yuki itu cerdas, Dia ikut ujian beasiswa ke Perth sampe akhirnya Dia nggak bisa KKN. Dan Kamu tau
? Tuhan itu adil, Yuki lulus tes beasiswanya. Aku baru saja dari Bandara
ngantar Dia, Kalo Kamu mau ketemu Dia, mungkin ? nggak mungkin Bisa ketemu” lanjut Joko.
“Perth
?” tatap Meika nggak percaya.
Joko
mengangguk
“Antarin
Aku ketemu Dia, tolong..” isak Meika,
Joko segera mengambil motor butut-nya, Ia menstarter berulang kali. Tapi, kodok
Mapala itu tidak mau jalan.
Terpaksa Ia dan Meika berlari ke
depan gerbang, menyusuri rontokkan daun-daun yang menyepi di jalanan dalam universitas untuk bisa menemukan satu taxi.
“Taxi !” teriak Meika
Lalu
keduanya segera menumpangi,
“Yang
cepat, Pak. Tolong..” pinta Meika,
Membuat lesatan sopir semakin memburu.
“Cepat,
Pak. emergensi” ujar Joko, Meika
tertegun. Ia melirik Joko lalu kembali beriak tegang.
“Pliss, jangan tinggalin Aku dengan cara
kayak gini” isak Meika lirih, Sopir taxi-nya
kejebak macet dengan area yang begitu
panjang.
~~~
“Meika,
mana ?” tanya Papa saat tempat tidur dorong itu nyaris memasuki Unit gawat Darurat.
“Meika
?” tatap Mama, Papa mengangguk. Dia menahan nafasnya dengan selang oksigen.
“Keluarga
harap menunggu diluar” kecam seorang suster.
“Bisakah
Saya menemani, Sus ?” pinta Mama
“Nyonya
harap menunggu diluar, agar tidak mengganggu konsentrasi Dokter”
“Saya
Cuma nemanin Dia” isak Mama kalut.
“Mama,
Key mohon biarkan” Key menahan lengan Mama-nya, Ibu itu menangis sejadinya.
“Dalam
keadaan seperti ini pun, yang Ia tanya hanyalah Meika, Key ! hubungi Meika,
Mama mohon” Mama merintih dengan lembaran tisu yang dihabiskannya.
Key
menjambak rambutnya sendiri, Ia meainkan tuts
handphone. Berharap Meika mengangkatnya dengan segera.
Ka’ Key
calling …
“Handphone-mu bunyi” tunjuk Joko.
Meika
melirik handphone-nya disaku,
memperhatikan LCD akan nama Key muncul berkerlap-kerlip.
“Hallo
? kenapa, ka ?” ujar Meika
Joko
antusias menatap mimik Meika yang seketika berubah lebih tegang.
“Apa
? Papa masuk Rumah sakit ?” teriak Meika, Joko tertegun seketika.
“Pak
sopir, pindah haluan. Kita kerumah sakit” pinta Meika
“Neng,
nggak liat apa ? Kita itu masih
kejebak macet” komentar si empunya mobil.
“Ya,
udah. Aku turun sini aja deh” Meika
membayar argo yang sempat Ia lihat,
kemudian membuka pintu taxi. Menatap
sekelilingnya, uap panas yang masih mengepul dan rentetan mobil dan motor yang
beradu tahan.
“Kita
nggak jadi ke bandara ?” teriak Joko ketika Meika hampir berlari. Gadis itu
diam, membayangkan kedua pilihan yang terbiasa dengannya.
“Nggak,
Aku harus ke rumah sakit. Joko” Meika memutuskan satu pilihan dihatinya,
kemudian Ia meninggalkan Joko di antara kemacetan.
Meika berlari dengan sisa tenaga
yang masih Ia miliki, menghapus bulir bulir air matanya. Sampai harus jatuh di
trotoar dan kembali bangkit lagi.
“Bagaimana
Papa ? Dia dimana ?” tegurnya di loby,
Mama dan Key menoleh bersamaan. Gadis itu Nampak compang-camping ibarat humus
terlusuh, Keduanya tertegun.
Gadis paling feminism yang pernah ada itu Nampak
seperti anak jalanan yang tak terurus. Key berdiri dari duduknya, mendekap
Meika dengan erat.
“Kau
kembali” bisiknya lirih, Meika menahan tangisnya.
“Maafin,
Meika. ka” isaknya.
~~~
Terdengar dengan jelas jika
Pesawat akan segera membawa Yuki ke tujuannya, Dia berbalik menatap sekitarnya
berharap menemukan wajah seseorang di antara sekian wajah disana.
“Aku
pergi, Meika..” Yuki menyadari akan
kisahnya yang membawa banyak tawa dan tangis melebur jadi satu bagian terindah
dalam hidup.
“..Pergi, bukan untuk Aku. Tapi, untuk
Kita di suatu hari nanti yang pernah Aku janjikan, Maafkan Aku Meika. Aku akan
kembali, Aku pasti kembali untuk membuktikan semuanya Padamu. Untuk
memperlihatkan pada Dunia jika kita cocok, jika Kita memang serasi dan untuk menawarkan
diri dihadapan Semua orang jika Aku berdiri di satu Dunia yang sama denganMu..” isak Yuki lirih.
Sekian banyak wajah itu,
melepasnya sendiri. Terbang dalam angan yang mungkin tak mungkin mengetasnya
menjadi lebih baik.
“Aku Pergi, Meika” Ia merunduk tangis,
menumpangi pesawat tanpa suara, suara yang tak terdengar dan isak yang jauh tak
keluar.
~~~
Gadis itu membuka pintu rawat
inap dengan gemetar, memperhatikan uap air yang menyala dan keheningan yang
menenangkan. Lalu duduk dengan penuh penyesalan di hadapan Orang Tua yang
terpejam.
“Ini
Meika, Pa” Meika meraih jemari Papa dengan hangat, Lalu menciuminya dengan
gemetar.
“Ma’afin,
Meika. Pa” isaknya, sampai semua air mata itu menjadi begitu deras keluar.
“Meika
memang nggak tau di untung, Pa. Ma’afin Meika, Pa” keluhnya, risauan angin membuat ambang rambutnya. Namun, tak
menjernihkan pikiran apapun selain penyesalan.
“Meika
Ca.. naya ?” Papa terbangun
Meika
mengangguk kelu, Papa membuka tabung oksigennya lalu tersenyum.
“Kau
kembali ?” tatap Papa haru.
Meika
mengangguk lagi
“Ma’afin,
Meika. Pa” isaknya, Papa menghapus air matanya yang mendesir lirih.
“Meika
salah, seharusnya Meika tau. Kalo semua yang dilakukan Papa adalah untuk
kebaikan Meika. Tapi, lihat akibat kebandelan Meika ? semua orang menderita
karna Meika, Kata maaf aja nggak akan cukup. Liat Papa kayak gini, Meika
menyesal, Pa. Meika janji akan tinggalin Yuki, Meika janji” isaknya kalut, Papa
mendaratkan telunjuknya di bibir Meika.
“Jangan
menangis, Malaikat kecilku” sanggahnya
“Papa,
mau ma’afin. Meika ?”
Papa
mengangguk
“Nggak
ada orang tua yang membenci anaknya, Nggak ada orang tua yang mau anaknya
menderita. Cuma orang Tua bodoh yang membuat anaknya merasa tersiksa dirumah
sendiri, Papa juga minta maaf sama Meika. Papa egois, Papa nggak mengerti
dengan perasaan Kamu, Papa salah” isak orang Tua itu, ruangan rawat inap
seketika menelusik perih perasaan. Meika menggeleng
“Meika
nggak marah, ko” ujarnya lirih,
Papa
terbenam sepi, Air mata beningnya jatuh berurai.
~~~
“Papa
Kamu, baik-baik aja kan ?” tatap Greel, Meika mengangguk. Key menepuk
pundaknya, Meika menoleh.
“Hemm ?”
“Kenapa
? kenapa akhirnya memilih ?” ujar Key sangsi.
Meika
berlalu ke kursi taman rumah sakit, lalu duduk disana sendirian. Key mengikuti
jalannya dari belakang
“Jangan
membanjiriku dengan pertanyaan” kecamnya pilu.
Key berlalu, Greel datang
mendekapnya.
“Karna
cinta ini, semuanya sulit. Sejak awal Kau menentangKu. Tapi, Aku terus maju.
sampai akhirnya Semua orang menentangku. Tapi, Aku juga terus maju..” isak Meika
Greel
membelai rambut panjangnya.
“..Lalu, sampai di satu titik,
Keluargaku menentangku. Tapi, Aku berusaha maju. Dan akhirnya ? Aku dikawal
ketat Bodyguard, Julian menghajar
Yuki, Dia babak belur nggak melawan..”
Gadis itu merunduk tangis.
“..Aku terus maju. Lalu Ibunya Yuki
nyaris kehilangan pekerjaannya, Yuki nyaris mati dikeroyok Bodyguard-Ku, Papa juga nyaris mati karna serangan jantung. Jika
Aku maju lagi ? Apa yang akan terjadi Greel ? Kenapa ?” tatap Meika
“.. kenapa.. Cinta itu menyiksa ? Apa
yang telah ku perbuat tentangnya penuh dengan kesalahan, Apa salahku ? Tolong
kasih tau Aku dimana salahku, Greel” tangis Meika menjadi makin mengiris, Greel
menjatuhkan air matanya.
“Nggak
ada yang salah, Meika. Hidup memang nggak harus sejalan dengan apa yang Kita
impikan”
“Aku
lelah, Greel. Aku benar-benar kelelahan” isaknya kelu, Greel menggeleng.
“Jangan
menangis, Meika” bisik Greel lirih. Namun, malah semakin memancing tangis gadis
itu.
“Hidupku
indah, bukan ?” tatapnya kecut, Greel diam.
“Sangat
indah sampai rasanya begitu sesak. Atau karna begitu menyakitkan, sampai
akhirnya terasa indah ?” tanya Meika, pertanyaan yang tak membutuhkan jawaban
apapun sebagai penenangnya.
Gadis itu berusaha menghentikkan
tangisnya yang terus meluap, berharap keajaiban yang sering omong kosong tuturkan bisa menjadi
kenyataan sekali ini saja.Desiran air danau mengalun tanpa suara, meramaikan keheningan dalam perasaan yang terasa sesak.
“Haruskah
Aku berharap untukmu, untuk Kau baik-baik saja?” tegur Joko, Meika meoleh.
Cowok
jangkung itu datang di temani Ewwin, keduanya duduk di belakang punggung Meika.
“Aku
pikir, segala harapan itu busyit”
kecamnya.
“Hidup
itu berawal dari harapan. Jadi, nggak ada yang namanya
harapan busyit, Meika” urai Ewwin,
keduanya mencoba menenangkan Gadis itu sebagai sehabat. Tapi, Meika lagi nggak
bersahabat akhir-akhir ini, setelah Yuki pergi meninggalkannya ke Perth tanpa
pamit.
“Aku
selalu berharap dengan bodoh. Tapi, semua harapan itu lenyap entah kemana. Atau
untuk berharap pun, Aku nggak layak ?” lirik Meika ke Ewwin.
“Semua
orang berhak untuk hidupnya, nggak ada istilah layak atau nggak layak. Meika”
kecam Joko.
Seseorang datang di antara
keduanya, membuat keduanya spontan menoleh.
“Meika
?” tegur Julian ketus.
Meika
menoleh, Sementara Ewwin dan Joko menatap geram. Mereka tau betul bagaimana
Julian mendalangi semuanya, memukul Yuki dan melaporkan banyak hal busuk yang
tak seharusnya kepada Papa Meika.
Anggap saja dalam persahabatan,
siapa musuh Kamu maka itulah Musuh Kita.
“Julian
?”
Julian
maju selangkah menarik kasar lengan Gadis itu, Meika menjerit kesakitan. Ewwin
dan Joko spontan menghalangi
“Aku
ada perlu sama Dia, bukan sama Kalian !” gertak Julian emosi, Ewwin dan Joko
menyeringai.
“Nggak
seharusnya Kamu kasar sama Cewek !” tadah Ewwin
“Iya, Dan asal Kamu tau. Kita juga punya
perlu sama Kamu !” tatap Joko geram.
Julian menunjuk Meika dengan
sengit, seakan Ia tak mendengar apapun yang Kedua cowok itu katakan.
“Kenapa
Kamu membuat Pertunangan Kita batal ? kenapa Papa Kamu mendadak nggak mau
menerima Aku sebagai calon pendamping Kamu ? Apa yang Kamu lakukan atas Mereka,
Hahg ?!!” teriak Julian geram.
Meika diam, menggigit bibirnya.
air matanya jatuh –
untuk
sekedar sadar jika orang tuanya telah membatalkan pertunangan itu, Bahkan Meika
sempat mengira jika Papa tak akan pernah menyerah untuk menjodohkan Julian
dengannya.
“Kamu
perempuan bangsat ! Aku cinta sama Kamu. Tapi, Kamu ! liat aja Meika ! Liat apa
yang akan Aku lakuin sama kehidupan Kamu !!” teriak Julian geram.
Joko maju selangkah lalu memukul
Julian sampe Cowok itu tersungkur di tanah, Ia tertegun dapat serangan
mendadak.
“Kenapa
Kamu mukul Aku ?” gertaknya geram, Joko tersenyum lalu menonjok wajah Julian
lagi.
“Pertama
! ini untuk sakit hati Yuki !” jawab Ewwin, Ia maju mengangkat Julian di kerah
lalu memukulnya sampai terhuyung-huyung.
“Kedua
! untuk sakit hatinya Meika !” jawab Joko. Julian babak belur dengan segala
kesakitan yang Ia dera.
Lalu
Joko membagi bogem mentahnya lagi, sampai
hidung dan wajah Julian memuncratkan darah.
“Ketiga
! untuk sakit hati sahabat-sahabatnya yang Cuma bisa nonton, saat Kamu menghajarnya
di kandang Kita sendiri. Dasar Anjing !
Tai !!!” teriak Ewwin geram.
Julian benar-benar habs di
tangan kedua Cowok itu, Meika berlalu pulang meninggalkan Julian yang dihajar
keduanya. Menyisakan secercah harapan akan hidup karna pertunangan Mereka
batal.
heartbreak
station
***
Papa
duduk dikursi rodanya, Meika mendorong sepanjang taman kompleks rumah sakit.
Setelah beberapa minggu, keadaan Papa menjadi lebih baik.
“Dulu,
Meika pernah masuk rumah sakit. Kena malaria, Papa mendorong Meika di kursi
roda, mutar-mutar taman rumah sakit. waktu itu, Kehidupan Kita nggak begitu
mapan. Kakek pernah menentang Papa yang hanya sarjana Universitas rendahan,
untuk menikahi Mama Kamu. Tapi, malah sekarang Meika yang mendorong Papa
dikursi roda” kenang Papa, Meika jongkok di hadapan Papa.
“Pa,
makasih ya ? udah mau membatalkan
pertunangan Meika sama Julian” urai Meika.
Papa
mengangguk,
“Papa
ngerti kalo cinta nggak bisa dipaksain. Tapi, Kamu benar, Papa udah kemakan
segala kalimat-kalimat ajaib Julian yang begitu manis. Kalian pernah pacaran
dengan bahagia, padahal Kamu udah nggak cinta sama Dia. Terima kasih sama ka’
Key, gih..”
“Ka’
Key ?” Meika tertegun
Papa
mengangguk lagi, kini Ia membagi senyumnya.
“Ka’
Key yang menjelaskan semuanya sama Papa, kalo ka’ Key nggak ngomong apapun,
pasti Papa masih berpikir untuk melanjutkan pertunangan kalian” jelasnya.
Meika mengangguk, meski Ia pun
tak begitu paham. Mereka menghabiskannya dalam diam, seolah jikalau Papa
berbicara. Maka, bisa dipastikan Meika tak mendengarkan apapun.
~~~
“Mau
bicara, apa ?” tatap Key dramatis.
Meika
spontan memeluknya erat, di sudut dapur dalam rumah. Dimana Ia bisa menemukan
Key sedang membuka lemari pendingin.
“Ko,
pake acara peluk-pelukkan segala, sih ?”
tatap Key lagi
“Makasih,
ya ? untuk bilang sama Papa, kalo
Meika nggak mau dijodohin” isak Meika kelu.
Key tersenyum, Ia kembali
mendekap adeknya itu.
“Semua
kakak, ngerti ko apa yang di rasain
Adeknya. Jadi, kalo seorang Kakak hanya Diam saja tanpa mau ikut menyelesaikan
kesedihan Adiknya, ka’ Key bisa pastikan itu adalah Kakak terbodoh yang nggak
sengaja Tuhan ciptain”
Meika
merengkuh tangis di pelukkan Key, seakan Ia terbiasa menangis berdua tentang
segala hal. Dari kesepian dan kericuhan yang membising
~~~
Meika duduk termenung di tempat favoritnya
dalam kamar : jendela bertirai panjang. Seakan tidak ada tempat lain dalam
rumah yang paling Ia gemari selain itu. Segala kenangan antara Ia dan Yuki
terbuka berurai, menyeka air mata ringkih untuk kesekian kali.
“Ucapkan peraturan Ospek ! Aku ini Senior !!”
Ketika Mereka pertama kali
bertemu di ospek, Meika merengkuh lututnya. Menekan nafas dari sisa sisa suara,
yang tak lagi ada.
“Kau tidak tahu, Mapala itu apa ?”
Tatapan khawatirnya, lingkar
matanya yang menahan tawa, kilau ekspresi
dari kharismanya yang memukau entah kini sedang beriak lagi kemana.
“Jangan berisik, Aku hanya sedang menikmati rasanya
menjadi mahasiswa Manajemen keuangan. Mahasiswa sebanyak ini, Dosen mana yang
bisa menghafalnya”
Hingar bingar akan surprice teraneh yang bisa membuatnya
menemukan wajah yang sama di tempat yang tak seharusnya Ia berada.
“Tauge berguna untuk menyuburkan kandungan. Kau
sebaiknya mulai mengkonsumsi. sehingga nanti ketika menikah, Kau cepat
mengandung. Kenapa ketawa ? Kalau begitu, Jadi pacarku saja, bagaimana ?”
Meika menekan sendok yang nyaris
masuk ke dalam mulutnya, Ia menahan nafas beriak mendung di kelopak mata. Mendekap
rasa yang membuatnya ingin segera mati dengan segala ending nihil.
“Kau tahu ? ketika Aku menggenggam tangan ini, Aku
sangat ketakutan. Karna Aku takut saat lepas, Aku tak bisa meraihnya lagi”
Dan jemari yang hangat itu kini
terasa beku, Meika meremas jemarinya kelu. Ada bimbang akan rasa yang entah
kemana hilangnya, membuat segenap hatinya ikut membatu.
“Memangnya, cinta itu hanya untuk mereka yang masih
virgin, ya ?”
Air mata itu kini benar-benar
berurai, Meika memeluk lututnya menahan perih. Batinnya lirih menjerit, andai
saja ada dari sekian mereka itu mendengarnya.
“Karna cinta tidak bisa sesuatu yang lain ..saat
orang jatuh cinta, rasanya seperti tarikan maghnet yang membuat unsure lainnya
mendekat”
Atau ketika desiran angin
rupanya tak mampu meluluh lantahkan resah dihatinya akan seseorang itu, disuatu
waktu yang datangnya kembali pun tak tentu.
“Aku tanya, Kamu kemana ? Aku paling nggak suka
mengulang pertanyaan yang sama, Meika”
"Aku tahu Kamu pasti keluar, Orang bodoh ini
mencintaimu”
Saat malam hujan dan Yuki tetap
bertahan di depan gerbang, seakan malam itu semua hal menjadi satu bagian
terpenting tiap detiknya.
“.. Bisa tidak ? jelaskan kepadaku kenapa Tuhan,
menciptakan seseorang bertemu untuk kemudian berpisah ? bisa tidak ? tanyakan
pada Tuhan, kenapa Ia selalu mengambil orang orang yang Aku sayangi ?”
Itu pertama kalinya, Meika bisa
melihat Yuki menyimpan segala keperihan hatinya dengan isakkan tangis.
“..Tapi, nggak salah kan kalo Aku mencoba untuk
menciptakan keluarga yang Aku impikan kelak bersama denganmu ?”
Meika diam, semua yang berada
disekelilingnya Nampak lebih memuakkan. Tanpa seseorang disini, seseorang yang
tenggelam di telan waktu.
“Maksudku, ketika Guntur dan kilat membuatmu takut.
Tapi, Kau tetap menyukainya. Apa itu juga berlaku buatku ?”
Desahan ranting yang menyimpan
air, dimalam dingin saat Ia mengaku tentang narkoba. Tentang segala hal yang
membuat Meika meringkih gagu.
“Magnanimous Kaktus.. Aku merasa seperti kaktus, atau
kurang lebih ingin seperti Dia”
Meika merilik gantungan pot
kecil di balkonnya, Kaktus yang pernah di banting Yuki atas semua perkelahian
Mereka.
“Karena, mereka tau Aku siapa.. Aku ini jauh lebih
rusak dari pada Mereka, Aku dikenal dengan imej yang seperti itu !”
Ketika perbedaan mulai terasa
dan menyeimbangkan keduanya menjadi begitu sulit. Namun, rasanya lebih sulit
saat ini, karna menyeimbangkan semua hal tanpanya terasa begitu berbeda.
“Aku
ingin berhenti, Berani sumpah. Demi K A M U !!!”
Terecap
akan beberapa kalimat tertahan, memaksa air mata yang mewakili semua
pernyataan.
“Sumpah sakit banget, Meika ! Aku nggak kuat”
Teriakkannya yang membayangi,
keinginan menjadi manusia normal yang malah menyakiti dirinya sendiri lagi.
Atau ketika keinginan itu terlalu kuat, yang akhirnya membuat keduanya saling
menyakiti.
“Jadi, Kita baikkan ?”
Ulang tahun Meika di panti
asuhan, dan ciuman pertama Mereka ketika Yuki menawarkan keluarganya pada
Meika.
“Mencoba menyukai
hal yang Aku minati ?”
Meika meremas selimutnya erat,
membanting diri lunglai di atas bedcover.
Melakukan banyak hal. Namun, hati yang mengendalikan pikiran, sehingga segala
sesuatunya membuat Ia cepat tak berdaya.
“Aku nggak bisa kasih Dunia buat Kamu. Tapi, Aku akan
berusaha mengamankan Alam. Agar Kamu bisa tetap sehat hidup di Dunia..”
Lembab
mengutas bulir bulir air mata yang mendera, ketika dalam diam dan bayangan Yuki
muncul lagi. Adakah yang mengerti ini ? atau haruskah Meika terus berlari saja
? sehingga ketika Ia lelah. Maka, tak ada lagi yang terngiang di ingatannya.
“Kenapa,
sih ? saat Kamu dan Aku jadi Kita,
harus ada Dia dan Mereka ? ini semua maksudnya apa, coba ? setelah Dunia
mengangkat Aku tinggi-tinggi, Tiba-tiba di jatuhin gitu aja ?!”
Ketika akhirnya cinta itu meminta “ternyata..” dan ketika semua akhirnya
tak menemukan jawabannya. Sehingga yang menjadi kesimpulan adalah Kita
sama-sama sedang bertanya.
“Sejak kapan Kamu jadi seyakin ini ?
Aku itu Yuki, Anggara Yuki. Peri bawah tanah”
Dan
lagi-lagi yang paling banyak teringat oleh Meika adalah segala pertengkaran dan
perdebatan Mereka. Seakan itu yang paling memonopoli segala uraian kenangan,
Meika merintih di atas tebing pantai.
Seakan
tak ada seorang pun yang akan menemukan Ia tengah menangis
disana,
“Maaf, Om. Tapi, Saya benar-benar mencintai Anak Om,
dan Saya akan berusaha yang terbaik untuk Dia”
Meika
berteriak semampunya dari atas tebing, andai angin mampu menerbangkan suara
kesah itu ke telinga Yuki yang entah berada dimana.
“Suatu hari nanti, Aku akan kasih liat ke Dunia. Kalo
cinta yang Aku punya itu lebih bermakna daripada harta yang Julian janjikan ke
Papa kamu, Kamu percaya kan sama Aku ?”
Ada
kesunyian yang meramai, memecah sudut terbalik
berurai. keji akan hina hina di luar terbuai, dalam
kelam yang ku kecam, adakah dentingan yang kau dengar ? di usai bimbang sayapnya kan terbang, memukau kilau menanar bingar... atau kita merengkuh tawa dari caci yang mereka cecar ?
“Aku sayang sama Kamu, Meika”
denting
dentingan gitar, kelabuiku akan sesal. Tapi, detak dari detik yang memecah keheningan, tersadarkan Aku, ada khayal di renungan, yang sekejap kau bagikan. dan aku tak bisa berhenti
memikirkan...
“Kita hanya perlu melewati ini, Jika kita berhasil
melaluinya. Kita akan menjadi pemenang.. Janji sama Aku ? janji untuk tetap
percaya. Tanpa kabur pun, Kita akan tetap bersama. Kita ingin jadi pemenang,
bukan pecundang. Kita perlu bertahan, bukan melawan. Yakinilah Aku, Meika.
kuatlah jika Kau mencintaiku”
“Mana ? Yuki ? pada akhirnya
siapa yang kabur ? menang atas apa ? janji bertahan ? jika bertahan Maka Aku
akan tau sekarang Kau dimana !!” Teriak Meika memecah keheningan.
~~~
Greel membuat Meika setidaknya
mampu merebahkan kepala di pundaknya, riuh udara yang menerbangkan helaian
rambut panjangnya tak berpengaruh atas apa yang Ia rasakan.
“Kenapa
Dia tinggalin Aku, Greel ?”
Meika
membiarkan air matanya terus menetes dan mengering seperti titik bias di
wajahnya.
“..Setidaknya Dia memberiku berbagai
alasan, Aku bisa benar-benar mati jika di tinggalkan seperti ini..”
Gadis
itu memejamkan matanya sejenak, memancing atas resah yang terus mendesah.
“..Dia membuatku bahagia sehari sebelum
Dia pergi, mengatakan banyak isyarat yang tak dimengerti. Tapi, apa maksudnya
adalah keadaan menghilang seperti ini ? Aku memikirkannya seratus atau bahkan
seribu kali dalam sehari..” isak
Meika kelu.
Greel membelai kepalanya, seakan
Ia bisa membuat
perasaan
berbagi, sehingga secara tak langsung apa yang terdera juga Ia tengah rasakan.
“..Rasanya semuanya hilang, saat Aku
ingin berhafas lega. Tapi, yang bisa ku lakukan hanya memejamkan mata. Aku
kayak ada disatu persimpangan jalan, yang begitu sulit untuk di pilih. Aku
ingin menulis semua perasaan setiap malam akhirnya datang, Kata orang rindu itu
indah ? Tapi, bagiku ini menyiksa.. Sejenak Aku sempat berpikir untuk
membencinya. Namun, untuk membencinya itu sulit..”
keluh Meika.
Andai saja sebelum Yuki pergi,
mereka sempat bertemu di bandara. Meika masih mempunyai kekuatan karna sebuah
alasan yang Ia ketahui, Tidak seperti sekarang, berdiri dan akhirnya jatuh
tanpa tolak ukur. Tanpa hal yang membuatnya bernafas lega.
“.. Aku pikir, Jika Aku sesedih ini
karna kehilangannya. Maka, itulah bagaimana Aku mencintainya. Greel”
“Kalau
ternyata Dia melakukan semua ini demi Kamu, bagaimana ?”
Meika
menoleh sepintas
“Nevermind..” kilahnya
“Andai,
Hidup terlalu mudah untuk di mengerti. Maka, nggak pernah ada yang namanya surprice Dunia”
“Atau
memang nggak pernah ada kebahagiaan”
“Meika,
Kenapa Kau tidak mempercayai satu hal dalam hidupmu. Setidaknya itu akan
membantumu bernafas lega”
“Aku
bisa apa ? Apa lagi yang harusku percaya ?”
Ia terlihat begitu ringkih
mendekap lututnya di antara kibaran daun kering, bukit adalah satu-satunya
tempat yang memiliki banyak hembusan angin selain Pantai.
“Jika
Jodoh, Dia pasti kembali..” urai Greel
Meika
melirik dramatis, membuang kesah dihatinya. Untuk sempat mempercayai apa yang
Greel tuturkan. Air matanya jatuh untuk sekedar sadar Jika Bidadari tanpa Peri
Tanah, --
rupa-rupanya
begitu menyiksa.
“Jika
Jodoh, Kalian pasti bertemu kembali. Jika jodoh, Maka semua cobaan ini
terlewati. Tuhan itu nggak pernah tidur, Kalo menurutmu, cobaan yang
dilimpahkan Tuhan padamu lebih berat daripada ke orang lain. Itu tandanya Kau
yang lebih Kuat dibanding Mereka” ujar Greel lagi.
Meika
memandang dengan putus asa, entah apa yang dikatakan Greel akhirnya mampu
menenangkan hatinya atau malah membuat hatinya makin meradang.
Meika
diam, tanpa ekspresi.
Greel
meraih jemarinya erat, sampai akhirnya Gadis itu membuang nafas panjang dan
mengetasnya dalam tangis mengiris perih, Perih didalam sini. Di suatu rasa yang
di hapus asa tak terilis.
nothing else
matters
***
5
Tahun kemudian . . .
“Kita
hanya melakukan ekspansi, jika para
pemegang saham menyetujui langkah yang Saya tuturkan. Akhir akhir ini implikasi Pasar modal sangat mengetas
perkembangan ekonomi, Kita harus mempertimbangkan potensi pasar terlebih
dahulu. Apakah proyek ini layak atau tidak untuk di realisasikan..” Terang
Meika di ruangan rapat.
“Saya
setuju. Jika kita melakukan pengumpulan suara, Saya rasa Investor pada akhirnya
bisa menilai dengan sendirinya” tambah Penasehat Perusahaan.
Meika
tersenyum, lalu kemudian Mereka membanjirinya dengan tepuk tangan sebagai
penutup rapat hari ini.
Papa membuat Meika mengelola
posisi Manajer research and development
dalam Perusahaan Mereka, sehingga 5 tahun berjalan semuanya menjadi lebih
berkembang dengan pesat.
Ia menentukan rapat juga
pembahasan yang akan di presentase-kan,
Tentunya jika Ia berhasil di tahun ke 2 Ia bekerja. Maka, Ia akan mendapatkan apresiasi yang diharapkannya.
“Anda
masih muda dan berbakat, Ayah Anda benar-benar Orang Tua yang handal dalam
membimbing Anaknya. Senang bisa bekerja sama dengan Anda” seorang Investor menemuinya selesai rapat, Meika
menghentikan langkahnya di koridor kaca lantai 3.
Ia tersenyum lalu mengangguk
“Anak
muda jarang ada yang Profesional.
Tapi, Anda memperlihatkan jika darah muda benar-benar dapat di pertimbangkan.
Saya terkesan” ujarnya lagi.
“Hanya
berusaha agar setidaknya Saya tidak di anggap remeh” jawab Meika, Ia tersenyum
ramah.
“Bisa
dipastikan jika wibawa Anda ini tidak akan membuat Anda diremehkan, kemampuan
Anda benar-benar bisa di acungi jempol. Saya sebenarnya setuju dengan proyek
ini, Kita bisa menggali hasil bumi lagi berdasarkan pengamatan. Tapi, Sepertinya
kali ini tidak gampang urusannya..”
“Apa
yang Anda coba katakan ?” tatap Meika penasaran.
“..Jadi,
begini Nona Muda. Departemen Kehutanan berpikir jika, Kita merusak alam dengan
segala tambang yang di realisasikan.
Mereka meng-klaim atas limbah dan
penebangan liar tanpa surat izin terkait, Mereka akan menjadi sandungan besar
dalam proyek kali ini. Bagaimana Anda bisa menangani hal ini ? Saya rasa, Para
pemegang saham juga mengkhawatirkan hal yang sama atas proyek yang Anda
sodorkan..” explain-nya serius.
Meika diam, berbagai spekulasi berhamburan di otak tentang
segala kalimat yang dituturkan kolega-nya.
“Saya
akan memikirkannya, Saya harap Anda tidak khawatir dan menjadikannya beban.
Bantu Saya untuk meyakinkan klien proyek,
Tentang Departemen Kehutanan biar Saya yang menanganinya” ujar Meika, Ia
menutupnya dengan senyum kemudian berlalu. Meninggalkan Orang itu dikoridor kaca
~~~
Key menjinjing ransel berisi Laptop, Ia selesai dengan sarjana
pendidikan biologinya. Tapi, Ia tidak mengajar, Key menggenggam tekhnisi
lingkungan di Perusahaan Mereka.
“Bagaimana
hari ini ?” tegur Meika
Key
tersenyum “Baik semuanya. Kamu sendiri ? Perusahaan berjalan lancar-kan ? Kau
menebus prestasi yang belum sempat Papah raih” puji Key.
Meika
tertawa renyah,
“Jika
hanya melanjutkan tentu mudah daripada merintisnya”
kilah
Meika yakin, Key ikut tertawa.
“Tentu.
Tapi, ku dengar Kau mengajukan proyek baru lagi ?”
Meika
mengangguk.
“Iya.
Harapanku semuanya akan sebaik proyek sebelumnya. Tapi, sepertinya kali ini Aku
tersandung batu besar, Kini ada hubungannya dengan Departemen Kehutanan..”
keluh Meika, Ia membuka highheals-nya
lalu membanting diri di sofa ruang TV.
“Ada
apa ?”
“Mereka
meng-klaim Kami tak memiliki surat
izin pembongkaran hutan dan yeah,.. Para
kolega juga mengkhawatirkan hal yang sama. Aku pikir ada yang salah dengan
Mereka, Aku telah mempunyai legalitas
atas lahan tambang. Tapi, kenapa Mereka masih menuntut hal seperti ini, lagi ?
Aku harus menyelesaikannya sekarang juga..” Meika Nampak tegang, urat-urat
syaraf dikepalanya Nampak berkutat. Ia berdiri hendak pergi lagi
“Hey
! calm down..” Key meraih lengannya.
Meika
menghentikan langkahnya lalu kembali duduk di samping Key dengan lemas.
“..Kamu
itu bukan robot yang harus terus bekerja sepanjang 2 tahun ini, Tanpa
istirahat” kecam Key lagi.
“Aku
nggak tahan, Ka. Pikiran Aku nggak akan tenang kalo masalahnya belum
diselesaikan” ujar Meika, Ia melemaskan suaranya.
Key
tersenyum lalu mengelus rambut Adiknya dengan lembut
“Setidaknya
temani Aku makan malam, sekali saja” pinta Key.
Meika
menahan nafas, memaksa Key mencemberutkan wajahnya.
“Baiklah,
kenapa Kakak Ku ini menjadi sangat manja tiap harinya ? apa karna memacari ABG labil ? jadi ketularan, deh” Meika menyerah, Key tersenyum lugu.
“Aku
hanya bertukar peran denganmu, dulu Kau yang manja”
Meika meliriknya sadis lalu
mengangguk gagu, Memaksa Key tertawa melihat ekspresi yang Meika edarkan.
Sudah
lama rasanya, hujan tidak pernah membasahi jendela kamar Meika. Ia memulai
banyak kesimpulan atas hidupnya akhir-akhir ini, Seseorang mengiriminya
undangan Promnight di sebuah
perumahan elit.
Tapi,
Ia tak menggubrisnya sama sekali. Ia masih sibuk di depan computer untuk menyusun laporan, dengan sesekali melirik arah
jendelanya yang menghambur angin.
~~~
Meika menyimpan senyuman
ramahnya ketika sampai di sebuah received
lobby di Kantor Departemen Kehutanan, Ia meminta receptionist untuk segera menyambungkannya dengan pemegang jabatan
yang mempengaruhi kinerja perusahaannya.
“Aku
sudah ada janji, dengan Beliau” kecam Meika
“Iya.
Tapi, Beliau sedang sibuk. Bisakah Anda menunggu sebentar ?”
“Aku
sudah ada janji, Mbak ! Jadi, harus sekarang” tatapnya
gahar,
Receptionist itu kembali meminta
Meika untuk bersabar di ruang tunggu. Memaksanya kembali duduk di received lobby.
“Silahkan
ke ruangannya, Beliau telah menunggu Anda” setelah beberapa menit, akhirnya
Meika boleh masuk ke dalam. Ia dengan anggun melangkah, sampai di depan pintu.
“Aku
sudah mempersiapkan susunan amarahku pada Orang ini, awas saja sampai legalitas-ku masih di cekal juga” kecam
Meika dalam hati, Ia membuka pintu kaca itu lalu mengetuk meja perlahan. Seorang
Pria berdiri menghadap jendela membelakanginya dengan tegap, Ia seperti Pejabat
pada umumnya yang spand jas-nya terorginir rapi beserta kancing dasi
agak silver.
“Permisi,
Saya pemilik perusahaan Intan Canaya yang sudah memiliki janji untuk bertemu
dengan Anda” tegur Meika
“Iya,
Saya sudah menerima Memo tentang itu”
“Tentang
legalitas tambang Saya, kenapa Kami
di klaim membuka hutan dengan illegal ? Kami sedang membuat proyek baru dan terus terang di pending. Kalau Kami boleh tau, dibagian
mana yang jadi penilaian Anda sehingga Kami disurati hal seperti itu ?”
Pria
itu menarik nafas panjang lalu menoleh ke arah Meika
“Perusahaan
Intan Canaya, reputasi yang baik selama bertahun tahun. Tapi, membuat Saya
mendapatkan satu temuan. Pertama, penebangan liar. Proyeksi Anda melampaui hutan lindung di daerah itu. Kedua, limbah
yang dihasilkan dari galian, berupa penggunaan barang-barang praktis pekerja
yang akhirnya mengotori hutan dan sungai. Dan yang Ketiga, Anda terus
melanjutkan hal tersebut selama 2 tahun berjalan. Padahal Saya sudah mengirimi
fax edaran untuk menyadarkan Anda” ujarnya.
Meika tertegun menahan nafasnya
“Yuki
??” gadis itu gemetar menatap wajah Pria yang sedang
berhadapan
dengannya, Yuki tersenyum dengan sopan.
“Sepertinya
Anda meminta janji untuk bertemu dengan Saya. Tanpa mengetahui siapa nama Saya
?” Ucap Yuki, Ia maju selangkah di hadapan Meika lalu menjulurkan tangannya.
“Anda
Meika Canaya ? Perkenalkan_ nama Saya Anggara Yuki dari Departemen Kehutanan.
Senang bisa bertemu dengan Anda” ujar Yuki lagi, Meika terdiam tak percaya.
Ia mematung dengan segala keluh
kesah yang tertahan di bibirnya, Yuki kembali tersenyum. Senyuman yang indah
yang selalu membuat gadisnya pernah betah.
~~~
“Bagaimana
Kau bisa ?”
“Aku
hanya dituntun waktu atas segala hal yang terjadi” ujarnya, Ia meneguk kaleng softdrink lalu tersenyum melirik Meika.
Membuat Gadisnya spontan merunduk
“Jadi,
Kau sudah lama bekerja di Departemen Kehutanan ?”
“Baru
dua Tahun terakhir, Aku mempunyai waktu untuk meneliti berbagai hal dan
menemukan kecacatan Perusahaanmu”
“Terus
terang Aku terkejut, Aku sama sekali tidak menyangka bisa bertemu denganmu..”
“Dalam
keadaan ku yang sudah seperti ini ?” potong Yuki.
Meika
menahan kalimatnya
“Meika,
Aku menjadikanmu motivasiku dalam hidup. 5 tahun berlalu dan Aku benar-benar
menjadi manusia normal seperti yang pernah Kau minta. Aku udah nggak make lagi, Aku benar-benar berhenti. Aku
udah nggak mabok lagi, Aku udah hidup
lurus dan Tuhan membuka mataku untuk hidup lebih berguna” jelas Yuki
“Untuk
apa Kau jelaskan itu, padaku ? Nggak ada artinya lagi kini” kecamnya, Yuki
merunduk menghela banyak nafas.
“Justru
karna masa lalu, Aku masih bisa bertahan di masa ini-
menyimpanmu
dalam imajinasi-ku sendiri. Dan
akhirnya mencari celah agar bisa kembali bersama lagi”
“Kau
pernah pergi tanpa alasan, Aku tak akan membiarkanmu kembali dengan berbagai
alasan” kilah Meika, Ia menatap Yuki sepintas lalu mengalihkan matanya.
“Aku
menunggumu di bandara sebelum ke Perth”
“Kau
bahkan tak bilang akan ke Perth. Jadi, kenapa Kau harus menungguku ? padahal
Kau tau, Aku pasti tak akan datang”
“Aku
tau Aku salah, atau segala kesalahan memang ada padaku. Tapi, bisakah Kau
percaya satu hal ? Aku melakukannya demi apa yang selama ini Kita percaya” urai
Yuki kelu, Meika menoleh.
“Mungkin
maksudmu, hal yang Kita percaya saat 5 tahun yang lalu. Dan Kau tau apa ?
ibarat makanan, itu sudah mubazir” tandasnya.
“Meika..”
“Bisakah
Kita kembali membahas pekerjaan ? Aku tak memiliki banyak waktu luang” kecam
Meika
Yuki
tersenyum singkat
“Kau
menerima undangan promnight ? Aku
pikir Kita harus menghadirinya bersama malam ini, Beliau adalah orang yang
berpengaruh. Jika Kita bisa bertemu dengannya malam ini, kemungkinan besar Dia
akan mempertimbangkan legalitas-mu
yang sempat tercekal”
“Kau
tau Dia ?”
Yuki
mengangguk
“Rekan
atau biasa ku sebut kolega, Aku akrab
dengannya. Mungkin Aku bisa membantumu untuk bicara, karna Aku yang mengirim
laporan agar Perusahaanmu berhenti melakukan proyek” terangnya.
Meika
merenggutkan wajahnya
“Kenapa
juga Kau melaporkan perusahaanku ?”
“Kasusnya
jelaskan, Ada 3 hal yang tak Kalian indahkan. ini
Profesionalisme dalam bekerja, tentang loyalitas. Kita dulu sering berantem
tentang hal ini- kan ?”
“Pindah
topik” kilah Meika
Yuki
tersenyum menahan tawa, Ia menggulung lengan jasnya
“Baiklah.
Jadi, bagaimana ? Kau akan ke Prom
denganku malam nanti ?”
“Akan
ku pertimbangkan”
“Sebaiknya
jangan pertimbangkan terlalu lama”
“Aku
akan memberimu kabar. Terima kasih telah menyempatkan waktu anda untuk bertemu
dengan Saya” ucap Meika sopan, Ia berjalan menuju pintu.
“Aku
kan sudah pernah bilang, Suatu hari nanti. Saat Kau tak lagi bisa mencintaiKu,
Aku tak akan pernah bisa melupakanmu. Atau ketika Kita tidak lagi menjadi couple, Kita masih bisa menjadi partner yang solid. Kau masih ingat ?” kalimat Yuki menahan langkah Meika di
depan pintu, Matanya berarir menahan perih lalu pergi.
~~~
Malam ini benar-benar membuat
keduanya bisa saling mendengar heartbeat,
dengan degupan yang lebih lesat. kilau lampu di ruang tengah memancarkan sinar
putih, terlebih dentingan piano Tchaikovsky
mengalir lembut.
“Tuan
Anggara, selamat atas pertunangan kalian” ujar seorang Lelaki Tua yang datang,
menyelamati tangan Yuki.
“Iya,
Terima kasih. silahkan dinikmati, semoga acaranya cukup menghibur Anda” jawab
Yuki santai, Meika tertegun. Ia tak mengerti dengan segala hal yang terjadi,
sejak Ia masuk di rumah mewah itu semua pasang mata menyorotinya.
“Tentu
! Tentu, Tunanganmu sangat cantik” Ia menatap Meika lalu tersenyum, Yuki
mengangguk bangga.
“Apa
maksudnya semua ini ?” ujar Meika
“Kau
menikmati pestanya ? mau berdansa denganku ?”
Yuki
menawarkan diri, Meika mendekap lengan dengan tegas. “Tidak mau” kecamnya
“Cobalah
untuk menikmati pestanya”
“Bisakah
kita langsung ke acara inti saja ?” tadah Meika geram, Yuki memincingkan
matanya berpikir sejenak.
“Sebenarnya
Aku suka dengan eksposisi dan klimaks. Tapi, karna Kau mau langsung ke
penyelesaian. Baiklah, Akan Ku lakukan” ujarnya.
Spontan semua lampu padam, yang
masih menyala hanyalah lampu yang berada di atas kepala keduanya. Meika
tertegun, Ia spontan menatap Yuki .
“Maukah
Kau menikah denganku, Meika ?”
“Apa
yang Kau lakukan ?” tampang Meika mendadak pucat.
“Melamarmu”
jawab Yuki singkat.
“Yuki,
Kamu tau nggak ? Aku itu udah benar-benar sakit hati Kamu tinggalin gitu, aja.
Lalu sekarang apa ? menikah denganmu ? Apa yang sebenarnya ada dalam pikiranmu
?”
“Kamu
mau tau apa yang ada dalam pikiranku ? itu KAMU !! Meika, Aku menjalani
semuanya demi Kamu. Jadi, orang normal dan setidaknya agar sejajar dengan
Mereka untuk bisa menjadi pendampingmu di hadapan dunia..” urai Yuki, Meika
tertegun.
“..Ini
rumah hasil kerja kerasku, Aku sekolah di Perth karna beasiswa, Aku juga bisa
sekalian bekerja disana. Aku tau Ayahmu tak menyukaiku. Tapi, Ia tak
membenciku. Dia memberiku pekerjaan selama di Perth dan Aku bisa kembali dengan
hasil seperti ini”
“Ayahku
?”
“Iya,
Sayang” ujar Papah di anak tangga. “Papah
? Tapi, kenapa ?” tatap Meika tak percaya
“Nggak
ada orang Tua yang mau melihat anaknya menderita, Mereka mempunyai caranya
sendiri untuk kebahagiaan –
anaknya”
terang Papah, Meika menahan air matanya dipelupuk. Key menampik pundaknya
“Karna,
Cinta tidak bisa sesuatu yang lain. kan ?” ujar Key
Meika
menatap sekelilingnya, semua lampu menyala.
“Terimalah, Yuki. Sayang, Dia juga sudah banyak menderita demi Kamu, Demi apa yang
pernah Kamu percaya” pinta Mama, Meika melirik semua orang disekitarnya.
“Maukah
Bidadari di langit ketujuh, Menikah dengan Peri Tanah sepertiku ?” tatap Yuki
kelu, Meika menumpahkan seluruh isaknya yang tertahan selama 5 tahun.
“Selama
itu masih Peri tanah yang sama, seperti yang pernah Ku kenal. Aku tidak bisa
menolaknya” Meika menahan nafasnya yang menyeruak, Yuki tersenyum.
“Jika
jodoh, benar-benar tak akan kemana. kan ?” sindir Greel di balik pundaknya,
Meika menoleh.
“Greel
? Kalian semua ? astagah, Aku tak tau
harus berkata apa untuk semua ini, Aku benar-benar..”
“Jadi,
maukah Tuan Puteri berdansa dengan Punggawa kerajaan ini ?” tandas Yuki,
sebelum Meika makin melanjutkan tangisnya. Meika tersenyum haru, Lalu
mengangguk. lantunan Piano mendesir lembut membawanya ke lantai di bawah lampu
utama, riuh tepuk tangan membawa keduanya kembali dalam satu pelukkan yang
sama. “Aku mencintaimu, Yuki”
“Aku
tau. Oleh karna itu, mulailah Mengkonsumsi soup tauge. Karna Aku akan
membantumu menikah”
Meika
tersenyum lirih di antara air matanya.
“Aku
telah masuk dalam ilusi kaktus yang baik hati, ilusi tanpa alasan. Tapi, tanpa
alasan pula Aku bisa tertawa dan menangis bahagia denganmu” jawab Meika
Membawa keduanya dalam akhir
perjuangan akan cinta sesungguhnya dari percobaan terberat yang pernah ada,
yang pernah TUHAN selipkan.
(THE END)
^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar