Minggu, 10 Februari 2013

Secret Story Part 2



Meet someone, something like fate ?
***
Kevin menikmati perjalanannya ke Australy. kapal terbang, pelayanan International, pemandangan elok di sudut kota, Sidney yang berkilau, pijaran lampu yang teduh di atas laut dan tibalah Ia di Penginapan.
Ia menetap sementara di sebuah hotel, setidaknya sampai Ia diterima. maka, Ia akan menetap di asrama kampus.
itu lebih baik daripada mengontrak.
Esoknya, Ia disambut dengan esay dan PG Test untuk ujian penerimaan mahasiswa baru.
Ia berpapasan dengan rombongan gadis – gadis yang berseragam rok ambang. mereka tersenyum ke arahnya, membagi keramahan atau apapunlah namanya.
Kevin tertawa menonton adegan anonym di pinggir jalan, Ia berhenti dan membagi koin, mereka meliriknya keheranan.
“Are you a stranger ? it’s Different” seseorang dari salah satu pemain mencoba menanyainya.
Kevin tersenyum lirih, Ia baru sadar jika alat tukar mereka berbeda. Jadi, Ia mengeluarkan dollar untuk penebus.
gantian mereka yang tertawa, saat menerima dollar dari Kevin. Ia berlalu, mendapati pria berbaju coklat, dengan janggutnya yang panjang.
tengah sibuk membagi kacang ke merpati yang terbang di atas bendungan.
Dove ?” tegurnya, pria tua itu menoleh.
“Mau mencoba memberi makan mereka ?” tawarnya.
Kevin mengangguk.
pria itu membagi kacang di tangan Kevin, spontan merpati merpati hinggap di badannya.
Kevin tertawa, Ia merasa sebetapa geli_nya.
Ia menghambur kacang di atas bendungan,
beberapa merpati mengejar arah tangannya.
“Kau suka ?” tatap pria tua itu, Kevin mengangguk.
“Aku tahu Kau suka, merpati selalu tampak cantik” lanjutnya, Kevin tersenyum.

~~~

                Seminggu setelah ujian, akhirnya Kevin mendapati namanya lulus test di Internet, di jejaring sosial Universitas. Ia berteriak kegirangan di dalam warnet.
membuat perhatian tertuju padanya, Ia tersenyum.
“Maaf, maaf” Kevin menundukkan kepalanya pada setiap orang yang memandangnya heran.
hasil dari susah payahnya selama ini, hasil dari mimisannya sepanjang hari dan akhirnya Ia diterima masuk.
itu adalah pencapaian terbaiknya.
Ia berpindah tetap dari hotel ke asrama, beberapa packing barang telah siap dihantar.
Kevin membawanya ke bagasi taxi, Ia mencarternya seharian untuk preparation.
Kevin memilih jas terbaiknya untuk acara penyambutan resmi mahasiswa di tahun ajaran baru.
Ia duduk di barisan cowok – cowok, para gadis di baris kanan, mereka terpisah. beberapa anak cowok yang nakal mulai bersiul untuk menggoda.
sampai akhirnya acara dimulai dan semua nya mendadak tenang, sehening kuburan.
“Selamat datang di Universitas dalam tahun ajaran baru” ujar seorang yang menaiki mimbar, Ia Nampak begitu berwibawa. sepertinya Ia rector di Universitas.
“seperti yang kalian ketahui, Test penerimaan adalah syarat yang sangat mempengaruhi kelulusan dari hasil penerimaan. dan jika kalian telah disini, artinya kalian telah resmi..”
dan bla bla bla, Kevin tak mendengarkan dengan seksama. sampai akhirnya semua orang memberi applause dan Kevin ikut menepuk tangan.
waktu untuk menikmati istirahat, disajikan dalam cookies kotak, Ia menghirup air mineral dan seorang gadis dari kelompok barisan para gadis lain. berdiri dan menaiki mimbar di depan sana.
Ia duduk tenang di depan piano,
beberapa jemarinya menekan tuts – tuts bersamaan.
Kevin melirik sepintas, Ia pernah menjadi guru les piano untuk anak taman kanak kanak.
jadi, mendengarkan piano dari tangan seseorang akan membuat telinganya tertarik bak maghnet.
Ia menikmati desiran nada – nada yang rendah lalu menekan laju dan tinggi dengan cepat. lalu kembali ke tempo yang lambat sampai ke melodi sedang.
balok balok nada hitam putih terdengar memacu dengan lembut. Kevin menoleh.
“Permainannya bagus, gadis itu…” Ia memperhatikan gadis di atas sana dengan seksama, Kevin terhenyak.
“Gadis itu,..” ulangnya dalam hati.
“Nania ?!” tegas Kevin, Ia berdiri dari kursinya.
“Ia sangat cantik, hey ! apa yang kau lakukan ? duduklah, Kau  menghalangi arah penglihatanku” kecam anak cowok di belakangnya, Batin Kevin yang histeris serasa ingin meledak. Ia terpaksa duduk lagi, saat cowok itu menadah karna merasa terganggu.
“Itu Nania, itu benar Kau..” gumam Kevin dalam hati, Ia tahu jika permintaannya pada dewa semanggi empat daun akan terjadi. Ia terdiam dengan senyuman mengembang dan perasaan bergejolak.
rasanya seperti mata hati menuntun mata sesungguhnya, sehingga takdir memberinya izin untuk bertemu.
bertemu dengan Nania sekali lagi dalam hidup.
Kevin tak bisa menahan kembang senyuman di ujung lipsnya yang mendalam, sampai lesung pipitnya terlihat.
“Nania, Aku menemukanmu. tidak ! Tapi, ku pikir Takdir menemukan Kita, yah.. ini berkat_Nya” Kevin memuji dalam hati. menatap Nania yang tenang dengan bakat musiknya yang mengalun indah.
Nania menghentikan jemarinya, Ia berdiri dan memberi hormat. seluruh penghuni aula memberinya apresiasi dengan applaus yang meriah.
Ia kembali ke tempat duduknya, Kevin mencari mata dari  jauh, memperhatikan Nania yang tak sadar sedang diperhatikan.

~~~

                Nania berjalan dengan cepat setelah acara selesai, semuanya bubar teratur, Kevin mencari celah untuk memberontak dengan keluar tergesa gesa.
Ia membuka jas nya lalu menitipkannya pada teman sekamarnya di asrama.
“Kau mau kemana ?”
“Tolong bawakan ke kamar saja, Aku ada urusan penting” pesan Kevin, temannya hanya melongo di tinggal dalam ruangan, Nania berjalan dengan cepat didepan sana.
Kevin meraih lengannya dari belakang.
Nania tertegun. Ia menoleh dan cowok itu membawanya berlari ke taman universitas.
tanpa, sempat Nania tahu siapa yang sedang menggeret jemarinya. Nania tergesa gesa dengan nafasnya.
Cowok itu terus berlarian tanpa melepaskan tangan Nania seinci_pun. Nania dengannya menggesitkan diri diantara orang orang yang berlalu lalang dari aula.
Apa yang kau lakukan ? Kau siapa ?” teriak Nania,
Ia Nampak tertegun dan bingung di bawa ke taman oleh -orang asing.

orang asing. Kevin menoleh. “Nania ?” tatapnya haru.
Nania terkesijap, Ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Kevin .. itu Kau ?” Nania mengeryit heran, antara senang dan entahlah perasaan apa yang dideranya.
Kevin mengangguk.
“Kau disini ?” Kevin dan Nania mengucapkannya bersamaan, lalu keduanya tertawa ringan.
“Kau deluan” Keduanya mengatakan bersamaan lagi. Kevin tersenyum bingung, Nania menutup bibirnya dengan tangan.
“Kenapa kita bisa selalu sama ?” Nania mengeryit haru.
Kevin tertawa mendesah.
“Aku menemukanMu” ujarnya, Nania menatap penasaran.
“Aku harap bisa bertemu denganMu, sekarang Aku telah menemukanmu” lanjut Kevin.
Nania tersenyum. ini pertama kalinya Nania tersenyum lagi dihadapan Kevin.
“Lihat, Aku benar – benar bisa melihatmu tersenyum, kupikir Dewa semanggi empat daun, mengabulkan permintaanku” ujar Kevin.
“Dewa semanggi empat daun ?” tatap Nania
“Bukan apa – apa” Kevin bingung, rasanya Ia ingin mendekap gadis itu saat pertama kali melihatnya. Tapi, begitu bisa berhadapan langsung dengan Nania. Ia Nampak tak sanggup, bahkan untuk menayakan beberapa hal Ia tak bisa.
“Kau memilih Universitas yang bagus”
“Kau juga disini kan ?”
Nania mengangguk.
“Aku mendengar permainan piano_mu, sangat luar biasa”
“Jangan berlebihan. Tapi, terima kasih Kevin”
“Jangan berterima kasih, teman tak seharusnya mengatakan terima kasih” Kevin meralat.
Mereka duduk di atas rumput hijau yang halus, di taman depan Universitas.
Nania meliriknya sepintas. Kevin menoleh, segera Nania melarikan aliran matanya.
“Maaf Kevin” ujarnya ragu
“Untuk ?”
“Untuk tak memberimu kabar tentang perpindahanku”
“Teman tak seharusnya minta maaf” ralat Kevin lagi.
Nania menoleh, Ia tersenyum.
“Tapi, tetap saja.. Aku tahu seberapa keterlaluannya Aku, hanya dengan cara itu menurutku, untuk bisa pergi tanpa berat hati” terang Nania. Kevin mengangguk.
“Aku tahu, Aku cukup mengerti” tutupnya.
“Kau bisa tinggal dirumahku untuk kuliah” tawar Nania.
“Terima kasih. Tapi, Aku sudah mendaftarkan diri untuk menempati asrama kampus”
Ia meluruskan kakinya sampai bergemeretak.
“Begitukah ?” ulang Nania.
Kevin mengangguk.
“Apa Kau merasa jauh lebih baik ?” Kevin balik menanyai.
“Aku rasa, iya” Nania singkat.
“Aku tahu Kau bisa, Nania” Kevin tersenyum
“Aku mencoba untuk menerima banyak cinta dan Aku sangat bahagia bisa meluruskan hidupku dengan baik. maaf Kevin, untuk semua hal yang terjadi di Rover” ujar Nania menela’ah.
Kevin terdiam.
“Aku dengar, beberapa hari jelang penerimaan mahasiswa baru, akan ada camp musim panas, Kau berniat ikut ?” Kevin segera mengalihkan pembicaraan.
“Iya, Aku ikut” Nania menutup alur.
keduanya disana, menikmati angin yang semerbak datang, semerbak menghantar helaian daun keguguran dan semerbak membawa riakan rambut hilir mudik menghinggapi bagian setengah wajah.
~~~

Kevin berjalan pulang ke asramanya, Ia merebahkan badannya dengan lunglai ke spring bed.
“Kau baik baik saja ?” tanya teman sekamarnya, teman yang membawa jasnya.
Kevin baru dari minimarket, mencari persediaan yang lumayan habis, Mereka sudah dua minggu menerima materi penuh sepanjang hari.
Kevin meluangkan waktu untuk mampir ke rumah Nania, Ia disambut dengan begitu hangatnya, Mom menyediakan Cookies yang Nampak cantik di temani teh hijau.
Kevin tertawa, Ia kalah setelah bertanding dengan Rahel di Plays station 3.
“Senior, Kau mulai menyerah untukku ya ?” goda Rahel.
 Rahel tumbuh lebih cepat dari yang dibayangkan, Ia tinggi dengan baik, menyamakan kedudukan dengan Nania.
“Rahel, Kau telah menjadi seorang gadis ?” Kevin menelusik rambutnya, Rahel tertawa.
“Yeah, Aku juga akan segera mendapatkan kisah cinta yang rumit saat sweet seventeen” kecamnya gahar.
Nania mendorong kepalanya.
“Dasar Little Lady !” gerutu Nania.
“Aw ! Mom ! Dad ! Young Lady memukul kepalaku lagi” tereknya. Nania mengeryit, Ia sembunyi dibalik badan Kevin.
“Nania !” teriak Mom sok membela, Nania tertawa. Kevin menjamah lengannya, Nania sembunyi di pundak Kevin.
Rahel melemparnya dengan bantal.
Kevin meraihnya dengan tepat.
“Nggak kena !” Nania menjulurkan lidahnya, Rahel menahan rasa geram. Namun, Ia bahagia.. bahagia melihat kakaknya kembali seperti Nania yang dulu dikenalnya.
“Benar Nania, tersenyumlah seperti itu. itu menjadikanmu terlihat sangat cantik” puji Dciky disampingnya. Nania menoleh. bayangan semu itu tersenyum.
“Hey sista, Apa yang Kau lihat ?” tadah Rahel.
Nania menoleh
“Apa ?”
Rahel mengeryit heran.
“Mom memanggil untuk ‘ve Dinner, Kau tak mendengarkanku ? Apa yang kau lakukan di situ ?” ulang Rahel, Kevin ikut menatap aneh Nania. Ia menggeleng.
“Ba.. baiklah..” ujarnya gagu, Nania kembali ke arah dimana Ia melihat bayangan Dicky. Namun, Ia tak menemukan apapun. batinnya lirih, Ia sadar jika tangisan bukanlah hal yang diinginkan Dicky darinya.
Nania berjalan gontai ke arah meja makan, Kevin bahkan tak diperbolehkan pulang ke asrama sebelum makan malam selesai.
“Kau akan keracunan jika terus menikmati Mie instant, itu sama sekali tak baik untukmu” keluh Mom padanya.
Kevin tersenyum, Ia mendapatkan sosok Ibu yang dirindukannya pada Moms Nania.
Ia merasa sangat terharu, Ia merasa hidupnya sangat berarti.
“Terima kasih” celetuk Kevin, Ia tak bisa menyembunyikan rasa dihatinya, Ia bahkan tak tahu apa artinya makan malam, selama hidupnya Ia hanya makan disaat lapar, disaat kulkas hanya menyediakan makanan dingin dan persediaan mie instant.  Dengan begitu, besok Ia masih bisa hidup lagi.
semua orang menatapnya heran.
mata Kevin terlihat berkaca – kaca.
“Maksudku, Terima kasih untuk makan malamnya, ini sangat enak” kilah Kevin, Mom dan Dad tersenyum.
“Kau bisa tinggal bersama kami, jika kau ingin” tawar Dad.
“Dad, percayalah, Aku telah menawarkan hal itu padanya. Tapi, Ia telah memesan asrama kampus sepanjang tahun ajaran” terang Nania menengahi.
Dad mengangguk “Benarkah ?” tatapnya.
“Iya” Kevin tersenyum.
“Nikmati Soupnya, sebelum Musim panas hadir dan kalian tak akan pernah suka soup hangat” ajak Mom.
“Mom, bisakah Aku memanggilmu begitu juga ?” tatap Kevin.
“Tentu saja, panggilah sesukamu” Mom antusias.
“Kau juga bisa memanggilku Dad” tawar Dad.
Nania tertawa.
“Wah, Kini aku punya kakak cowok yang tampan, Senior.. Aku akan memanggilmu ka’ Kevin, bolehkan ?” tawar Rahel.
Ia tersenyum bangga.
“Sekali panggil senior, tetap saja harus memanggilku senior” kecam Kevin, semua penghuni meja makan tertawa kecuali Rahel.
“Oh, ayolah.. beri aku keleluasaan” pintanya.
“Nggak, Rahel”
“Oh, ayolah,.. biarkan Aku memanggilmu ka’ Kevin” Rahel memohon, memancing tawa Nania, Ia tak pernah sadar jika Rahel selucu itu.
Nania menghirup lemon tea di gelasnya, akhir akhir ini ada sesuatu yang nggak beres di tenggorokan, perubahan cuaca semakin tak menentu.
Kevin datang dikursi taman yang Nania hinggapi, kursi yang dibuatnya dengan Dad beberapa hari yang lalu sebelum penerimaan mahasiswa baru.

ada bunga terselip dijemarinya.
“Apa itu untukku ?” tawar Nania,
“Jika, Kau suka ambil_lah” ujar Kevin dengan sikap acuh sok misteriusnya itu, Nania tertegun. Ia meraihnya.
Kevin tak melirik ke arahnya se_kali pun. Nania keheranan.
Makan malam bersama jadi terasa hidup sejak Kevin hadir di Australy. Nania membawa perubahan atas dirinya, Kevin di anggap sebagian dari keluarga mereka.
dan Ia melupakan tangisnya dari keterpurukan hidup selama ini, membiarkan tangisan itu akhirnya tertebus dengan derai tawa bahagia.


Last Seaseon
***
Musim panas dengan ciri khasnya, adalah segala hal berjalan dengan sangat lambat. entah itu kebenarannya atau bukan, yang jelas rasanya sangat menyesakkan.
ketika melirik jam 11 di arah jarum jam, menghabiskan setidaknya sebotol ice mineral water. Namun, toh masih jam 11 juga ketika menemui jam kedua kalinya.
Tak semua orang membenci perasaan special Musim panas.
contohnya para pengrajin tanah liat, Teriknya matahari dapat memancing warna di kendi yang mereka jemur.
Universitas mengadakan camp musim panas selama dua minggu. Nania harus melapangkan banyak hati ketika Tahu jika, tempat Ia melakukan camp kali ini adalah tempat yang sama dengan camp saat Ia SHS di Alexander High School.
Nania memutari taman belakang, Ia mencari Akasia yang pernah di tanamnya dengan Dicky setahun yang lalu.
“Apa yang Kau lakukan ?” tegur Kevin.
Nania terkejut.
“Ahk, Kau membuatku kaget” keluhnya.
Kevin tertawa ringan.
Nania kembali melanjutkan langkahnya di temani Kevin dari belakang. seorang penjaga Camp menemuinya.
“Permisi, Apa Kau tahu dimana reboisasi setahun yang lalu ?” tanya Nania, Pria tua berbadan jangkung itu meliriknya sadis. Ia berjalan ke depan sana, Nania melirik Kevin.
Kevin mengangkat bahunya tanda Ia juga tak mengerti.
Nania mengikuti pak Tua itu sampai ke area reboisasi.
“Sebelumnya ada banyak pohon yang ditanam setahun yang lalu, hanya saja. badai datang merobohkan semua pohon yang tumbuh” suara seraknya terdengar seram dengan kesan ramah. Nania berkecil hati, Ia merasa akasianya telah lenyap.
Pak Tua itu menarik narik langkahnya, Ia terlihat telah benar – benar renta.
“Hanya satu yang tersisa, Akasia muda” tunjuknya ke sebuah pohon, Nania tertegun, Ia sadar betul jika itulah pohon yang di tanamnya setahun yang lalu.
“Dia sangat kuat, Aku berniat menebangnya, Ia telah ambruk karna badai. Tapi, berusaha bangkit dan hidup kembali. Aku tak berniat menebangnya lagi dan membiarkannya hidup.. yang menanamnya pasti seseorang yang sangat kuat pula, Ia sangat beruntung jika tahu akasianya masih hidup bahkan setelah di terjang badai” lanjut pak Tua itu, Ia terbatuk batuk dengan geros, lalu pergi meninggalkan Nania dan Kevin di situ.
Nania menatap tak percaya pada akasia yang ditanamnya setahun lalu.
“Ia masih hidup, untuk membuktikan padaku bagaimana caranya bertahan setelah badai” puji Nania, Kevin menggaruk garuk rambutnya, Ia mendekat.
“Apa yang kau bicarakan ?” tatapnya heran.
“Aku yang menanamnya, pohon akasia ini bersama Dicky dan harapanku setahun yang lalu” terang Nania.

“Wah, my Super Women” puji Dicky, Ia lewat di sampingnya.
Nania menoleh.
“iiissstt” keluhnya, membuat Dicky segera mampir.
seharusnya Dicky segera menyelesaikan pembuatan tenda perkemahan, bukannya mampir untuk ikut mereboisasi dengan Nania.
“Berikan padaku cangkulnya, Biar Aku saja” pintanya.
“Nggak ! Aku yang ingin menanamnya” Nania merengut.
KITA yang akan menanamnya” pinta Dicky lagi.
Nania tersenyum, saat nada suara Dicky menekan kalimat KITA di antaranya.
Ia menyerahkan cangkulnya.
“Baiklah, KITA yang akan menanamnya bersama” Nania mengulang intonasi KITA seperti yang di ucapkan Dicky, membuatnya meringis tawa.
Dicky menggapai cangkulnya dan mematoknya ke tanah, secara berulang – ulang sampai dalam.
Nania menaruh Akasia kecil didalamnya.
“Ku Harap Akasia kecil ini, bisa hidup dan menjadi Pohon Akasia sesungguhnya” ucap Nania.
“Kau tahu Akasia ? Dia tetap akan tumbuh apapun yang terjadi, Dia kuat, jika badai pun merobohkannya, asalkan masih menyentuh tanah, Ia akan kembali berdiri. apa kau bisa seperti itu ?” Dicky menyendu di kalimat terakhirnya, bagian yang mungkin sulit terjawab oleh bibir mungil di sampingnya.
Nania mendorong tanah di sekitarnya untuk mengubur akar Akasia kecil yang ditanamnya.
“Aku bisa, Aku tidak selemah yang Kau pikirkan” Nania tertawa ringan, namun Dicky terlihat sebaliknya, Ia sangat serius.
“Benar Nania, tersenyumlah seperti itu, itu menjadikanmu terlihat sangat cantik” Dicky terus menatap, matanya tak sedang bercanda. entah apa yang ada dalam pikirannya.
“Kau harus bisa sekuat Akasia seseungguhnya atau bahkan lebih dari itu, karna badai yang datang nanti mungkin juga akan segera berlalu, dan jika badai itu pada akhirnya meninggalkan bekas, jangan terlalu lama untuk roboh, bangunlah dan lihat bagaimana hidup membawa_mu, Kau paham itu, Nania ?” lanjut Dicky.
Nania tak mengerti alur. Tapi, Ia memilih untuk mengangguk dan tersenyum seolah paham.
“Aku tahu kau tidak mengerti, jadi jangan bersikap seakan kau paham, karna apa yang aku ucapkan akan kau pahami suatu hari Nanti” ucap Dicky membalas senyumnya, lalu Ia meninggalkan Nania disitu, di depan Akasia kecil yang mereka tanam bersama.
“Apa Aku harus bertanya apa maksudnya ? atau Aku hanya harus menunggu seperti apa Nanti yang Ia maksudkan ?” keluh Nania sendiri, Ia menyentuh lengan kecil Akasia.
“Tumbuhlah Akasia dan perlihatkan padaku bagaimana Kau menghadapi badai” ucap Nania.


“Ku rasa Dicky telah menjelaskan padamu bagaimana caranya bertahan, setelah Ia pergi” terang Kevin,
Nania menceritakan semuanya pada Kevin, mengenai Akasia yang kini di tatapnya.
“Kehilangan Dicky, rasanya memang seperti terhantam badai” aku Nania. Kevin mengangguk, Ia menyentuh lengan ranting akasia yang gugur.
Lalu menggambarnya ke tanah.
“Dan kau harus hidup kembali, setelah badai itu berlalu, Nania”  ajar Kevin.
Nania ikut menjongkok di bawah pohon yang ditanamnya setahun yang lalu.
“Aku kini mengerti dengan Nanti, yang Dicky tuturkan”
“Dia, selalu menyimpan banyak kesimpulan, Dia layak mendapatkan tempat terindah disana” puji Kevin.
Nania tersenyum haru.
“Tersisa Aku dan Kau” tunjuk Kevin.
Nania terdiam, Ia melirik acungan telunjuk Kevin yang mengarah ke padanya.
“Apa ?” tatap Nania menadah, Kevin menggeleng.
“Nothing” secepat mungkin Ia menutup alur.
“Apa kau tak ingin mengatakan sesuatu ?” Nania mendongak, Kevin berdiri, Ia beranjak pergi, meninggalkan Nania yang masih jongkok di bawah pohon akasia_nya.
“Memangnya Apa yang harus aku katakan ?” Kevin balik bertanya, untuk menutupi keki hatinya.
betapapun kalimat tersembunyi, itu tetap akan terbaca.
Kevin menyukai Nania, sejak setahun yang lalu di Rover. Namun, Ia tak pernah mengatakannya.
“Kau mau kemana ?” teriak Nania.
Kevin berhenti beranjak.
“ke Camp” jawabnya singkat.
“Kau tidak ikut ?” Kevin menoleh.
Nania menggeleng.
secepat kilat Nania meraih handphone gengam di sakunya.
“Berikan nomor telpon mu, Aku akan menghubungimu jika Aku tersesat” teriak Nania lagi.
Kevin terus berjalan meninggalkan_nya.
“memangnya, Kau mau kemana ?”
“Mencari referansi dengan camera Rahel” teriak Nania di ujung sana. Kevin menyerah.
“Baiklah, Nomorku _ +0221 71 21” Teriak Kevin tak kalah kuatnya, Nania tertawa.
Ia menekan tombol nomor di handphone _nya lalu menelpon nomor pemberian Kevin, untuk memastikan jika nomornya aktif atau tidak.
betapa terkejutnya Nania menatap layar Handphone_nya, Nomor Kevin telah terdaftar di handphone_nya dengan kontak

a stranger
phone +0221 71 21

Nania terdiam beku melirik LCD Handphonenya, Ia kaget.
“Inikan nomor orang nyasar itu” ujar Nania dalam hati, Ia menela’ah kenangan di memori otaknya.

Setahun yang lalu saat Ia pulang dari camp__
“Hallo …?” ujar Nania.
tak ada suara dari seberang sana,
memaksa Nania mengulang kalimatnya “Hallo ?” tegas Nania, terdengar seseorang terisak dari seberang sana, seseorang yang menelpon Nania namun tak bersuara.
“Jika, tidak menyahut, Aku akan menutup telpon_mu” tadah Nania geram, beberapa detik setelahnya ada suara cowok yang menyahut perlahan, Ia terdengar menyembunyikan tangisnya dari nada suara.
“Aku ..” ujar suara seseorang dari telpon, suaranya agak parau.
Nania antusias pada handphone_nya.
“Kamu sia_” Nania tak berhasil melanjutkan kalimatnya
“Aku ! meskipun Kau tak menganggapku, Aku masih berdiri dijalan yang sama, dimana Kau meninggalkanku..” isak cowok itu lirih, nada suaranya sangat sedih. Nania terdiam, Ia jadi ikut sedih.
cowok itu menangis.
“Aku tak pernah menuntut kalian, kenapa kalian meninggalkan aku sendirian ? apa Aku pernah minta untuk dilahirkan dari kalian ? Aku tak pernah memintanya,…” Ia termenung memegang handphone_nya.
Nania sadar benar jika cowok itu salah menelpon, salah nomor dan nyasar padanya.
beberapa menit terlewat dan cowok itu diam, yang terdengar hanyalah uraian tangisnya yang sangat sedih.
Nania ikut menangis, air matanya keluar begitu saja.
“Dengar, aku tahu kau salah nomor. Tapi, Aku tak akan memarahimu, Aku tak biasa bicara pada orang asing. Tapi, kedengarannya kau sangat sedih. Jadi, teruslah bicara padaku, Aku akan mendengarkanmu, mengeluarkan beban dengan keluhan, kadang bisa membuat mu lebih baik” bisik Nania, Ia menghapus air matanya.
cowok itu menghela nafas panjang lalu, menghembuskannya dengan sangat sedih, seakan bebannya sangatlah berat.
“jangan salahkan aku jika, akhirnya aku tak akan menganggap kalian lagi, Kalian yang mengajarkan kebencian padaku, maafkan aku, karna aku harus membenci kalian…” isak cowok itu lagi, Ia mengulang kata Kalian, dengan intonasi yang sangat menyakitkan.
Nania termenung, menghapus air matanya dan beberapa menit kemudian telponnya mati diseberang sana.

                Nania tercekat nafasnya, Ia teringat segala yang dibicarakan dengan cowok itu setahun yang lalu. Tapi, Ia tak pernah berpikir jika cowok itu adalah Kevin.
Dengan sesak Nania menelpon Kevin yang berjalan di depan sana, Kevin melirik Handphone_nya.
“Siapa ini ?” tegas Kevin.
“Ini  Aku, Nania” ujar Nania gemetar.
Kevin membalikan badanya lalu melambaikan tangannya pada Nania dari jauh. Nania menangis, Ia tak sadar jika orang yang selama ini menenangkannya adalah seseorang yang sangat kesepian dan perlu ditenangkan juga.
“Kenapa Menelpon ? Apa kau sudah tersesat ? Tapi, kenapa Aku masih bisa melihatmu dari sini” Kevin  tertawa renyah di ujung kalimatnya.
Nania terdiam tanpa suara.
“Nania ?” tegur Kevin lagi.
“Tetaplah disitu, Kevin. Aku akan menemuimu” ujar Nania, lalu Ia menutup telponnya.
Kevin terkejut Nania menutup telpon secara sepihak, Ia berniat komplen. Tapi, yang membuatnya makin terkejut adalah ketika melihat Nania berlari ke arahnya.
Kevin tak berhenti menatap.
Gadis itu berusaha menetralizir nafasnya yang tersengal – sengal. Ia memasang wajah sangat serius.
“Dasar bodoh !” teriak Nania,
Kevin terhenyak tanpa suara.
“Kau pikir, Aku satu – satunya orang didunia ini yang memerlukan bantuan untuk merasa lebih baik ?” ujar Nania.
Kevin tak menyahut sepatah katapun.
“Kenapa Kau memperlakukan aku seperti orang yang perlu dibantu, sementara kau tidak ?” Nania menadah, Ia menghapus air matanya seketika.
“Apa Kau sangat mencintaiku ?” lanjut Nania lagi.
Kevin tercekat kalimat, Ia tak mengerti kenapa Nania mendadak bersikap seolah telah mengenalnya luar dalam.
“Apa yang terjadi ?” tatap Kevin khawatir.
Nania tertawa ringan, sembari menghapus air mata di belahan pipinya.
“Aku pikir Aku telah mengenalmu sebelum Kita berkenalan” terang Nania, Kevin mengeryit bingung.
“Nomormu ? Kau pernah menelpon ku sebelumnya setahun yang lalu, disaat Aku bahkan belum mengenalmu” lanjutnya.
“Aku menelponmu ?” ulang Kevin, Ia terdiam.
Ia memproses waktu dimana itu terjadi dan Ia tak ingat.
Kevin menggaruk – garuk rambut acaknya, Ia terdiam. Ia teringat waktu dimana Ia sangat mabuk dan mencoba menelpon nomor rumah ibu kandungnya.
dan ketika Ia sadar di pagi harinya, Ia menemukan nomor panggilan keluar yang salah.
Kevin terunduk lalu menatap Nania antusias.
“itu Kau ? Kau orang yang ku telpon saat mabuk ?”
Kevin melongo tak percaya. Nania mengangguk.
meski sekarang Kevin tahu, jika Ibu kandungnya tak pernah membuang Kevin kecil. Tapi, Grandmha lah yang melakukan semuanya.
Ibu Kevin mengira anaknya meninggal sejak lahir. tapi, ternyata Grandmha membuangnya di panti asuhan. Karena takut menanggung malu telah memiliki cucu tanpa ayah.
padahal, Ayah Kevin toh akhirnya datang bertanggung jawab. Namun, Grandmha tetap tak merestui dan mengusir Ibu kandung Kevin dari rumahnya.
Nania terdiam beku di depan Kevin, nafasnya masih tergesa – gesa akibat berlarian.
“Nania ..” ujar Kevin, Ia berniat menemuinya.
“Jangan mendekat !” teriak Nania.
Kevin tercekat selangkah.
“Mulai sekarang, Aku yang akan mendekat ke arahmu. Jadi, berhentilah mencoba untuk mengejarku demi menenangkan_Ku. Karna Aku akan berlari ke arahmu..” kecam Nania.
Kevin tersenyum, senyuman tulusnya yang lama bersembunyi, sembunyi di balik tatapan misterius.
Nania berjalan ke arahnya sedikit berlari. Kevin tak bergeser se_inci pun seperti yang Nania maksudkan.
“Kevin ..” isaknya pilu, Nania menghapus air matanya, Lalu berlari ke arah Kevin berada, Nania memeluknya erat.
Kevin tak bisa mendeteksi aliran apa yang di anutnya.
ini pertama kali Nania memeluknya.
Kevin tersenyum bahagia, sampai air matanya jatuh di ujung pelupuk.
“Aku akan menemanimu mulai sekarang, Kevin” Nania merekatkan jemarinya di pundak badan.
Kevin mengangguk, Ia terisak bahagia.
tangis kadang tak selamanya menyisakan kepedihan.
karna tangis juga bisa menjadi satu ekspresi dimana bibir tak mampu mengatakan kebahagiaan.
“Nania, Kau tahu Aku seperti itu karna..” Kevin menghentikan kalimatnya, Nania menatap wajahnya.
“.. Karna ingin melihatmu bahagia, dengan caraku” lanjut Kevin. Nania menggeleng.
“Tidak, yang Aku tahu, Kau seperti itu, karna..” Nania merekatkan bibirnya ke telinga Kevin.
“.. Karna Kau mencintaiku” bisik Nania.
Ia kembali menepiskan wajahnya, Kevin tersenyum.
Nania tertawa ringan.
“Dasar bodoh !” celetuknya. Kevin tertawa.
“Aku tahu, Aku bodoh” aku_Nya.
Ia merekatkan jemarinya di tegap badan itu, angin mendesir lirih menerbangkan kegelisahan yang tak harus diresahkan.
Misteri hidup, hanya akan diketahui oleh mereka yang sabar untuk menerjemahkan segalanya satu per satu.
Cerita rahasia, yang akhirnya akan di mengerti makna_nya karna kehidupan tak pernah membuat seseorang menjadi antagonis.
atau jika akhirnya rasi bintang tak menerjemahkan arti kepribadian seseorang dan setiap dari pribadi dapat menerjemahkan Secret Story_nya masing – masing dengan layak…

 
(The End)

2 komentar:

  1. Menurutku sudah bagus hanya sedikit usul, buat novel tentang remaja berprestasi sehingga memberikan spirit remaja lain yang membaca untuk berprestasi.

    Salam,
    http://cpulsatronik.blogspot.com/

    BalasHapus
    Balasan
    1. bisa cek ke laman di samping kanan, di atas profil saya.
      "Magnanimous Kaktus"
      semoga itu bisa menjawab komentar Anda.

      ^_^ trims dah mampir

      Hapus