My Hard
Life
***
Dia
adalah seseorang di balik kabut yang selalu hilang saat ku ingin ucapkan terima
kasih, Dia selalu ada saat ku mencoba untuk sendiri, Ketika aku diharuskan
menangis, Dia selalu datang, Aku tahu Dia tidak nyata. Tapi, Dia didekatku.
_Aprilia_
~~~
Malam
itu Nania menatap berbagai bintang di atap rumahnya, sekiranya Ia dapat
menemukan salah satu bintang atas Dirinya sendiri, Aries. Para pemerhati
bintang yang bekerja untuk memperhatikan tata ruang dan pergerakan bintang selalu
tepat mengungkap rasinya,..
“Ada
sesuatu disana, mereka memang bekerja untuk mengungkapnya, Tapi, jika selalu
benar itu semakin terasa mengerikan” gumamnya dalam hati,
Yah,
itu salah satu kalimat memuji yang biasa terlempar jika rasa kagum mulai
membuat Ia berdecak heran. Aries itu berkarakteristik seperti bunga honeysuckle_asiandatinglove, Ia bisa
menguatkan atas dirinya sendiri, bunga yang merambat dalam menjalani
kehidupannya bisa menemukan kehidupan di segala tempat yang bisa dijelajahinya.
Malam
itu merupakan malam terakhirnya berada di Noe Town, Mom & Dad akan pindah
ke sebuah kota baru untuk kesekian kalinya, dan tentu saja membawa Nania serta
adik gadis kecilnya yang baru mengenal istilah remaja, Rahela Octria, Lahir
bulan Oktober, bisa sangat tertebak dari nama kan_ tentunya, karna Dad juga
penggemar rasi bintang, jika kalian mengira Nania adalah awalan nama, itu salah
besar, Gadis itu bernama lengkap Aprilia Nania, lahir di bulan april, Nania
menginjak tepat 17 Tahunnya april ini,.
^
Aries
“Para Aries adalah pembawa perubahan atas
dirinya sendiri karna bisa mengendalikan dirinya, hanya saja rasa ego kadang
membuatnya berpikir pendek tanpa memikirkan akibatnya, rasa yang selalu ingin
jadi perhatian, membuat para Aries kerap kali jatuh hati, meski kadang Ia
salah mengartikan rasa simpatik dan rasa suka, dan tidak bisa membedakan mana
yang benar benar Ia sukai atau yang Ia hanya ingin dipuji.
|
“Bagaimana
mereka bisa mengataiku hal seperti itu, hal yang belum pernah aku rasakan,
menyukai seseorang saja Aku belum pernah” Nania mengeryit bingung, Ia paham
akan beberapa hal tapi, bukankah hal yang aneh jika kalian bahkan belum pernah
menafsirkan rasa suka dan rasimu mengatakan hal sebaliknya.
Itu
terjadi ketika genap 17 tahun, Nania segera mencari referensi bintang Ariesnya,
dan hasilnya berbunyi seperti itu, apa akan ada sesuatu tentang dirinya yang
akan terjadi pada 17 tahun ini, Kalian pasti sudah tahu istilah 17, itu
berbunyi jika 17 tahun adalah waktunya
kau di anggap sebagai anak remaja sungguhan, masa anak anak mu akan terhapus
dengan sendirinya, contohnya : kau tidak akan di kejar pakai sapu lagi, jika
memilih untuk tidak mandi sore dan lain lain yang sifatnya memaksakan kehendak
orang tua.
“Sista,..
Kau di atap ?” teriak saudarinya dari balkon kamar, sebelah kamar Nania. Rahel
memang selalu seperti itu, Ia adalah mesin fotocopy tercanggih yang pernah ada,
segala yang didera Nania maka dalam sekejap juga ada pada dirinya, Ia
menggunakan kakaknya sebagai buku panduan, namun Ia lebih arogan dan maskulin
sebagaimana sifat asli penghuni rasi bintang Libra.
Ia
pemerhati yang baik, itu bagian positifnya, setidaknya Ia lebih pintar berbaur
daripada Nania, berhubung betapa seringnya Dad melakukan moving proyek, dan
membuat mereka juga selalu pindah tempat tinggal.
Rasanya
belum cukup satu semester mereka menetap di
Noe Town, namun secara mendadak pula Dad melakukan moving proyek, itu
adalah alasan kenapa Nania sulit berbaur, rasanya sangat sulit menyesuaikan
diri dengan lingkungan baru, kurikulum sekolah yang baru dan adat budaya di
tempat yang baru, Noe Town sama seperti kota kecil lainnya, yang kau dapat di
setiap pertigaan adalah Minimarket dan halte bus, rasa rasanya itu sudah
kebutuhan lokal setiap kota kecil yang mengandalkan jasa transportasi umum.
“Iya,
aku disini” teriak Nania agak merendah, karna jika Mom tahu Ia menikmati
pemandangan dari atap rumah, hanya untuk menelaah rasi bintang muncul atau
tidak. Maka, dengan seketika Mom akan datang dengan segala rentetan omelannya.
Atap
datar di atas balkon kamar untuk menetralisir udara yang masuk lewat fentilasi,
bukan untuk tempat kau bersantai, karna bisa saja kau naik dan terpeleset maka
nyawa jadi taruhannya, meski sebenarnya niat awalmu hanyalah untuk menatap rasi
bintang, bisa saja malah menjadi niat memasuki Unit Gawat Darurat di rumah
sakit, itulah alasan kenapa Mom akan meledak jika tahu Nania & Rahel
bersantai di atap balkon.
“Aku
kesitu” barusan kalimat itu terdengar, namun dalam uluran detik Rahel sudah
bisa duduk bersandar di samping Nania,
“Apa
kau tahu kita akan pindah kemana kali ini?” Rahel memeluk kedua lututnya.
Nania
menggeleng “I don’t know,… yeah, wherever hasilnya akan tetap sama saja kan”
tandasnya.
“itulah
masalahmu, sista. Kau bahkan tidak memiliki teman” koreksi Rahel, kini Ia
terdengar seakan Ia yang paling kakak disini.
“semua
orang pernah mengalami ini kan, masalah kepribadian” Nania meluruskan
maksudnya.
“yeah,
dan nggak pernah ada yang separah seperti kau, apa susahnya sih mendapatkan
teman?”
Nania
menggeleng
“hanya
karna mereka nggak sependapat denganmu, bukan berarti kau nggak cocok dengan
mereka, manusia itu banyak, sista. Dan setiap dari mereka pasti berbeda”
sambung Rahel.
“aku
tahu, adikku yang cerewet !” penat Nania mendapatkan gerutuan anak junior high
school. Ia memilih mengakhiri percakapan, namun Rahel selalu memulai dengan
berbagai macam topik, itu adalah salah satu kelebihannya.
“siapa
tahu di tempat yang baru, kau bisa mendapatkan pacar untuk pertama kalinya”
Rahel merayu, tapi, rayuannya lebih mirip sindiran. Berhubung Nania belum
pernah menjalani satu cintapun semasa hidupnya.
“pindah
topik” tutup Nania,
Rahel
tertawa ringan “Oh, Ayolah sista.. aku benar benar ingin melihatmu punya
gebetan, setidaknya sebelum kau mati, hahaha” Nania mengeryit gahar.
“sebenarnya
kau ini ingin mati atau apa?” kecamnya.
Rahel
mengerem kaget tawanya, Ia sadar Nania paling tidak suka di singgung, Ia Aries.
Emosinya bisa naik turun kapan saja.
“oke
oke,.. fine sista, I’m sorry, Forgive me please,..” bujuk Rahel
“aku
hanya tidak suka menjalani hubungan yang membosankan, kau tahu. Orang pacaran,
awalnya nggak kenal lalu kenalan, trus jadi perhatian dan sok kenal, jatuh hati
dan saling mengenal, dan pada akhirnya putus lalu kembali di masa dimana mereka
tidak ingin saling mengenal” Nania menjelaskan sedikit mengoceh.
“Tapi,
aku benar benar ingin melihat sista punya satu saja kisah cinta, setidaknyakan”
Rahel mendesah lirih, matanya menjelajahi langit lalu terkesibak secara
spontan.
“Bintang
Jatuh !!” teriaknya, Nania mendongak ke langit Ia menatapnya sekilas,
“Buat
permohonan ! cepat..” Rahel histeris. Ia menutup kedua matanya. Nania tertawa
renyah melihat adiknya antusias.
“Kau
tidak membuat permohonan?” tatap Rahel sedikit syok. Nania tersenyum
“kau
percaya bintang jatuh?” Nania balik bertanya
“Mau
jawaban yang seperti apa? Dengar sista, Aku sangat percaya, setidaknya itu akan
terkabul suatu hari nanti” jawab Rahel seyakin yakinnya. Nania tertawa renyah.
“Fine,..
jadi, apa permohonanmu?”
Rahel mendengus “Secret !”
Nania
tidak terlihat penasaran, tapi Ia tahu jika adiknya sangat terbuka, sehingga Ia
perlu bertanya sedikit mendesak agar Rahel tahu jika Ia perhatian padanya.
“Haruskah
aku memohon ?” ulang Nania
Rahel
tersenyum “baiklah, ini konyol, tapi, aku meminta agar setidaknya kau bisa
punya satu gebetan di usia 17 tahun mu ini.. agar tidak terkena kesialan,
setidaknya nanti saat kita memasuki daerah baru, saat kita pindah” ujarnya
Nania
tertawa, “bagaimana bisa kau malah meminta untukku? Kenapa tidak untukmu saja?”
“sista,
karna aku menyayangimu, kau tahu itu kan, jadi aku percaya suatu saat nanti
saat aku 17 tahun, kau juga akan meminta hal yang sama untukku saat bintang
jatuh” Rahel menyela.
“ternyata
ini ada timbal balik nya? Dasar Tricket !!” gerutu Nania
Rahel
tertawa sepuasnya,
“Rahel
!! Nania !!” suara teriakkan Mom, sepertinya Ia sudah curiga jika kedua
kurcacinya berada di atap balkon.
“SsttTt,..
!! jangan tertawa terlalu keras, Mom akan membunuh kita nanti”
Rahel
menggigit bawah bibirnya “Fine, kelepasan..”
Lalu
keduanya menahan tawa semampunya, setidaknya tidak sampai membuat Mom curiga
jika mereka berada di area terlarang.
~~~
Nania memasukan barangnya dalam
kotak kotak kardus, truck jasa pindah barang telah parkir di depan rumah
kontrakan mereka, di Noe town. Dad nggak menjelaskan secara pasti dimana mereka
akan menetap kali ini, Ia hanya bilang jika disana ada kehidupan yang indah,
halaman belakang tepat menghadap ke danau hijau, kedengarannya menarik, Mom
sibuk dengan map map proyek milik Dad, jujur saja, Mom itu lulusan Universitas Impian,
seharusnya Ia menggunakan iijazahnya untuk mencari kerja, namun untuk bisa menikah
dengan Dad, Mom harus rela melepas obsesinya menjadi wanita karir dengan
akhirnya memilih jadi Ibu rumah tangga dan Istri yang baik.
Itu benar benar perjuangan cinta
yang fantastic, yang awalnya Dad nggak diminati oleh keluarga Mom, hubungan
cinta mereka yang ditentang karna pekerjaan Dad dari dulu adalah Moving Proyek,
bekerja berdasarkan proyek, dan selalu berpindah pindah, membuat keluarga Mom
berpikir Dad berniat mempermainkan Mom, namun nyatanya, kisah cinta mereka
benar benar bisa di pertanggung jawabkan selama nyaris 20 tahun.
“Aku
benci preparation !!” keluh Rahel dengan berbagai macam bawaannya, Dad tertawa melihat Rahel tergopoh gopoh, Ia
datang menghampiri, Ia membantu Rahel mengangkut kotak kardus miliknya pribadi.
“Jangan
mengeluh Rahela” sanggah Dad menyergap wajah murung yang Ia edarkan.
“Aku
akan ke mini market, ada yang mau menitip sesuatu?” teriak Nania dari trotoar,
“Lemon
water !” teriak Rahel nggak kalah kuatnya, Nania mengeryit heran, perasaan tadi
Rahel lagi down marah marah, giliran jajanan nah_ dia yang deluan ngajuin
minat, aneh.
“Dad
?” tatap Nania, Dad berpaling sejenak, berpikir tanpa kalimat selama beberapa
detik, lalu tersenyum memohon.
“Rokok
? boleh ?” ujarnya, Nania mengerang, lalu berteriak hendak memberitahu Mom,
“Mom,
Dad minta Ro_”
“fine
fine, Dad bercanda, titip Perekat” tutup Dad yang kembali asik bermain dengan
kotak kardus,
Beberapa
waktu yang lalu Dad masuk rumah sakit karna, paru parunya nggak bersih, jadi sejak
saat itu, Dad dilarang menyentuh zat adiktif berbahaya yang mengandung nikotin
dan kefein, entah kenapa kafein juga masuk daftar larangan ala Mom.
Nania berjalan gontai, ke arah
perempatan dimana minimarket tersedia, sambil mengingat apa apa saja yang telah
di titipkan orang rumah padanya,
“selamat
pagi,..” tegur pegawai toko disitu, Nania tersenyum
Ia
berjalan ke arah konsumtif untuk mengambil beberapa botol lemon water,
setidaknya untuk bekal di perjalanan nanti. Nania meraih satu botol di
antaranya dan tangannya tabrakan dengan orang asing yang juga ingin lemon
water,
Ia
menatap lembut, namun Nania spontan melirik sadis, cowok itu tersenyum,
“untuk
mu saja, ambillah” tawarnya, cowok itu rupanya sopan, Ia mengalah begitu saja
pada Nania.
Nania
merampasnya kasar tanpa rasa bersalah
“memang
ini milikku !”
Dengan
sikap acuh Nania berjalan meninggalkan cowok itu di seputar daerah konsumtif,
tentu saja Ia terpampang tak percaya, sikap baiknya tak di anggap berharga oleh
Nania, cowok itu tersenyum menahan tawa, menatap langkah Nania.
Nania
sibuk mencari perekat di antara berbagai macam perekat yang lain, berhubung Dad
nggak ngasih clue, butuh perekat yang seperti apa.
“Perekat
?”
“iya”
jawab Nania,
Cowok
itu terus mengikutinya, seakan dialah pelayan toko di minimarket itu,
“untuk
kardus?”
“iya”
jawab Nania lagi,
Cowok
itu meraih satu di antaranya
“mungkin
yang ini, yang kau butuhkan ?” tawarnya
Nania
tersenyum, Ia berbalik dan mengerem senyumnya begitu tahu jika yang sedari tadi
disampingnya bukanlah pelayan toko, tapi malah cowok yang rampasan Lemon water
dengannya tadi.
Ia
melirik sadis, cowok itu tersenyum lagi, seakan wajar jika Ia bersikap sok
kenal pada Nania.
“apa
kau pelayan toko?”
“tidak”
jawab cowok itu
“lalu
apa kau psyko?”
“tidak”
jawab cowok itu lagi
“kalo
begitu, berhentilah menjadi pengutit, paham ?”
Kecam
Nania, cowok itu tersenyum sampai giginya kelihatan,
“apa
aku mengganggumu?”
“iya”
“tapi,
aku tidak berniat mengganggumu”
“kalo
begitu, menyingkirlah..” usir Nania, lalu berjalan kearah sebaliknya, dimana
cowok itu berdiri.
“maaf
kalo begitu, tapi apa kita tidak bisa kenalan?” tawar cowok itu, Ia tetap
tersenyum seperti pertama kali memberi Lemon water pada Nania.
Nania
menggeleng dengan pasti,
“tidak”
tolak Nania spontan, Ia berjalan lagi namun cowok itu mulai mengikutinya lagi.
Nania
beralih ke bagian barang barang konsumtif untuk mengambil beberapa roti, dan
cowok itu terus mengikutinya.
“KAU
!!” Tatap Nania emosi, cowok itu lagi lagi tersenyum
“berhentilah
mengikutiku !” Nania bertampang gahar.
“lalu,
kenapa tidak mau kenalan ? aku akan berhenti mengikutimu saat aku bisa mengenal
namamu” tawar cowok itu, misinya masih tetap sama, Nania mendengus kesal.
Dengan
terpaksa Ia menjulurkan tangannya
“aku
Dicky,. Kalo kamu ?” ujar cowok itu
Nania
tersenyum, “Kalo Aku_” cowok itu nyaris menyentuh jemari Nania, namun Nania
kembali menarik jemarinya, sebelum Dicky bisa menggapainya,
“_
pergi dulu ya,..” lanjut Nania, Ia membayar di kasir dan meninggalkan Dicky di
ujung koridor barang konsumtif.
Dicky
terpampang lemas, Ia tak percaya di perlakukan begitu oleh Nania, bahkan Ia
belum tahu siapa nama Nania.
Nania
bergegas dalam perjalanan pulangnya kerumah, Ia menahan tawa sepanjang jalan,
Ia sadar sudah membuat maniak di minimarket itu merasa diremehkan.
Entah
cowok aneh bernama Dicky itu benar-benar maniak atau bukan, namun sepertinya
itu bisa membuatnya jera untuk mengganggu cewek di minimarket.
“dasar
maniak” gerutu Nania,
“dipikirnya
karna Dia tampan, Dia bisa seenaknya minta kenalan ? jangan mimpi deh ya?”
Nania mengomel sendiri, menyadari jika Ia sempat lemes menatap smoothy cuties
babies face ala Dicky, namun yah_ yang namanya cobaan memang selalu memikat.
I’m Nania
***
“Cicak tanpa ekor ?”
Tatap
Rahel di langit langit kamar barunya, di Duce Town, Nania lewat menggendong
kardus barang ke arah kamarnya, di sebelah kamar Rahel.
“bukan
tanpa ekor, ku rasa dia habis berkelahi
dan menjatuhkan ekor-nya di suatu tempat” terang Nania, ini pertama
kalinya Rahel melihat cicak tanpa ekor, jadi wajar kalo Dia syok dan menjadi
bahan pertanyaannya saat ini.
“Begitu
kah ? Apa itu tidak mengkhawatirkan ? maksudku, Dia pasti malu, jika teman
teman cicaknya yang lain melihatnya tanpa ekor” Rahel tampak khawatir, betapa
manisnya kalimat itu, seakan cicak juga mengalami kehidupan sosial layaknya
manusia.
“Ekornya
bisa tumbuh lagi nanti, kenapa kau mengkhawatirkannya ? prihatin lah terhadap
dirimu sendiri, kau telah berhenti tumbuh bahkan sejak semester pertama di
Junior High Schools” ujar Nania, sembari sibuk menata buku buku perdana-nya di
meja belajar. Rumah baru yang disebut sebut Dad memang lebih luas dari rumah
mereka sebelumnya di Noe Town, Danau hijau tepat dibelakang rumah, dengan
tangga papan yang menggunakan kayu tua, semakin menangkap kesan eksotis di
seputar area tempat tinggal mereka.
“Kau
selalu mengatakan itu, sangat menyebalkan !” teriak Rahel geram, Nania tertawa,
Rahel memang agak pendek, Dia mirip dengan Mom, sementara Nania lumayan
mengikuti postur Dad yang menjulang tinggi, menjadi tinggi adalah hal yang
membanggakan.
“Aku
akan melihat Danau-nya, Ia tepat di jendela kamarku”
Nania
membuka jendelanya dan udara tropis menelusuk pori – pori kulitnya. Rahel
mengerang “Kini aku tahu alasanmu memilih kamar sebelah kanan ! sangat tidak
adil !!” Ia terus tertawa, mengetawai adiknya yang selalu memasang berbagai
macam ekspresi dadakan.
“Aku
selalu punya modus ? yeah itu lah salah satu kelebihanku” terek Nania, Rahel
mendengus kesal.
“Dasar
TRICKET !!” teriaknya emosi.
Nania
makin terbahak bahak,
“terserahlah
Little Lady, Aku sangat menyukai Duce Town,.. ahkk,…” Nania menghirup udara
dingin, sebanyak yang Ia mampu, seakan udara tropis semerbak itu akan segera
usai.
Nania
meninggalkan kamarnya dengan jendela terbuka, melihat Danau hijau dari kamar
rasanya tidak terlalu memenuhi hasratnya, jadi, Ia memutuskan untuk keluar dan
menghampiri dengan lebih dekat.
Tangga
papan berornamen kayu pinus Tua sebagai pemegangnya sangat beraroma, karna
angin mengusik rumbaian daun Pinus di pinggir pinggir danau hijau, Dad sibuk
memotong beberapa kayu untuk membantu Mom membuat perapian, udara dingin saat
malam di Duce Town lumayan mengusik kenyamanan, oleh karena itu Dad segera
menyiapkan segala sesuatunya.
Dari
kesemuanya itu, maksudnya_ dari setiap perpindahan mereka, Duce Town adalah
pilihan terbaik Dad, Nania menyukai kebebasan dan kedamaian, seperti yang rasi
bintangnya “Aries” yakini.
Dan
Duce Town terlihat mengesankan, rumah tetangga agak jauh karena terpisah
perkebunan berry, dan kebetulan Nania adalah maniak Berry, Ia bisa segera
mendeteksi Berry jika pergi ke sebuah perkampungan, kali ini perpindahan Dad
bisa di andalkan, berharap saja agar ini merupakan perpindahan terakhir mereka selama
hidup, itu termasuk harapan loh.
Nania
memberanikan diri menelusuri tangga papan sendirian, pemandangan yang sangat
indah, berhubung ini sudah agak sore, jadi sunset terpantul indah di atas air
jernih.
Danau
hijau Nampak memukau, Nania mengeluarkan camera digital mini-nya dari balik
sweaterz, Ia menangkap beberapa foto senja, Ia pecinta keindahan dan seni,
fotografer bisa menjadikannya sebagai seseorang yang nggak terlalu Nampak
lonely.
Dan
referensi photo bisa menenangkan emosi Aries yang suka bergejolak naik turun,
Nania tersenyum lirih.
“Someday,..
Aku akan mengakhiri kehidupanku dengan ketenangan seperti ini, di ujung Sunset
Danau Hijau, I wish,..” Matanya tertutup beberapa second saat permohonan itu terlontar
di akhir senja, Nania membuka kelopak matanya, Ia tersenyum.
“I
wish Too,..” ujar seseorang di balik badannya, Nania terkejut, Ia spontan
menoleh, cowok itu memamerkan senyumannya dengan sederet gigi putih bersih,
entahlah.. apa itu termasuk bagian dari jurus pemikat.
Nggak
akan terbayangkan jika seseorang yang pagi tadi, bertemu dengannya di
minimarket Noe Town, juga bisa membuatnya bertemu di Danau Hijau Duce Town,
sementara jarak kedua kota itu sangat_ lumayan_ jauh.
“Kamu
?” ujar Nania dan Dicky bersamaan.
Nania
mengeryit heran menatap Psyko di Minimarket lagi-lagi bertemu dengannya di
sini, kebetulan atau something like fate, ..? L
“Wah,
kebetulan yang menyenangkan bisa ketemu dengan Nona Lemon Water di Danau” ujar
Dicky tersenyum bangga, Nania kehabisan kata saat Dicky menyebutnya sebagai Nona Lemon Water, memangnya nggak ada
istilah yang lebih baik daripada 3 susunan kata itu, apa ?
Hanya
karna mereka bertemu pertama kali, dengan insiden
Rebutan
Lemon Water, bukan berarti Dicky bebas menyebutnya begitu, keterlaluan.
“Apa
yang kau lakukan disini ?”
Nania
mengeryit, “Seharusnya Aku yang bertanya begitu”
Dicky
tertawa mendengar Nania menadahnya.
“Aku
? ahaha,.. Aku memang menetap disini, kau lihat akasia besar itu ? rumahku
tepat di baliknya” ujar Dicky.
Nania
menoleh, benar_
Memang
ada rumah bertingkat di balik akasia, namun nggak akan terbayang jika Dicky_ si
Maniak di Minimarket adalah penghuninya.
“Sekarang
giliranmu_” lanjut Dicky
“Aku,
apa ?” tatap Nania
“yeah,
Apa kau pemilik filla itu, sekarang ?” tunjuk Dicky,
Nania
mengangguk, cowok itu terasa lebih nyaman saat Nania menyadari, jika Dicky
adalah tetangganya, jadi segala pertanyaan_nya kini terasa wajar untuk di
jawab.
“Semoga
saja kau betah, tinggal di filla” Dicky tersenyum
Kini,
senyumannya terasa ramah.
Sehingga
Nania tidak perlu lagi menyebutnya maniak
“Kenapa
kau menyebut rumahku, Filla ?”
“Entahlah,
mungkin karna terlalu sepi, dan_”
“Dan
apa ?” Nania antusias
“Aku
juga tidak mengerti kenapa pemilik sebelumnya pindah, ada sesuatu dalam Filla
itu, apa kau juga belum tahu ?” Dicky menatap dengan mimik sangat serius, Nania
mendesis nafas, Ia mendekat ke arah Dicky berdiri.
“apa
itu ?” Nania Nampak ketakutan, Ia ngeri, biasanya kalo di film, sebuah filla
selalu menyimpan banyak cerita misteri, rasa rasanya pilihan Dad kali ini telah
salah.
“Kau
benar benar tidak tahu ?” ulang Dicky
“tidak
bisakah kau menjawab saja pertanyaanku ? tunggu_ apa kau hanya sedang menakutiku
saja ?” Nania tertegun
Dicky
tertawa menatap ekspresi yang di edarkan Nania.
“maaf_”
ujarnya
“Jadi,
kau hanya mempermainkanku ?” tadah Nania kesal
“Aku
kan belum menyelesaikan kalimatku” potong Dicky, Nania keburu cemberut, Dicky
mengerem tawanya lalu meyakini. Jika, Ia benar – benar ingin menyampaikan
sesuatu.
“maksudku,
Aku memang tidak mengerti kenapa pemilik sebelumnya pindah, padahal segala
sesuatu di Filla itu sangat indah, ternyata Ia pindah karena masa kontraknya
habis dan Ia harus kembali ke Texas” Dicky menjelaskan.
Nania
menatapnya perlahan lalu menatap Rumahnya dengan seksama.
“Tunggu_
memangnya apa yang ada dalam pikiranmu, mengenai kalimatku sebelumnya ?”
tadahnya,
Nania
mengunyah bibirnya, menghindari kegelisahan yang bisa di terka oleh Dicky.
“Bukan
apa – apa, ko”
“Aku
rasa kau terlalu sering menonton film”
“apa
hubungannya dengan itu ?” Nania mengeryit pura – pura heran.
“Aku
tahu apa yang kau pikirkan sebelumnya, kau pikir aku akan bilang jika filla itu
mempunyai misteri kan ?” tadah Dicky, Nania spontan menatap polos ke arah
Dicky, cowok itu tertawa, Ia tahu tebakannya sama sekali tidak meleset.
“Kau
seperti Scooby-doo” Tunjuk Dicky ke hidung Nania.
“Apa
katamu ?”
“Umm,
Nothing_ oh iya Nona Lemon Water, sesekali mampirlah ke rumahku, aku satu
satunya tetangga yang menyenangkan disini” tawar Dicky
“jangan
memanggilku dengan sebutan itu ! Aku punya nama” Nania mengomentari pelafalan
Dicky.
“Aku
melakukannya karna tidak tahu namamu_”
“Namaku
Nania”
Dicky
tersenyum mendengarnya.
“Baiklah,
Nania.. namaku_”
“Dicky,
kan ?” tadah Nania, Dicky mengeryit heran
“Kau
mengatakannya, saat di Noe town”
“oh
ya, saat di mini market kan ?”
Nania
mengangguk, Dicky tersenyum di ujung tangga papan terakhir, Ia melambaikan
tangannya, meninggalkan Nania di ujung Danau, Sore usai berganti malam dan
udara memang terasuk dingin meyentuh kulit.
Dad
berhasil membuat perapian di cerobong asap dalam rumah, Mom mempersiapkan makan
malam, sementara Nania masih di kamarnya, menatap cahaya lampu rumah Dicky dari
jendelanya.
Menjadi
akrab dengan, orang asing yang mendadak jadi tetangga adalah satu dari sekian
ratus surprice dunia.
Hal
yang nggak pernah tersirat, layaknya istilah dunia selebar daun semanggi, benar
– benar terjadi.
“Aku
melihatmu berbicara dengan seseorang di Danau, mencoba mencari teman, sista ?”
tegur Rahel, Ia mendadak hinggap di kursi samping Nania.
“Namanya
Dicky” jawab Nania ringan
“Badan_nya
tegap, dada_nya lapang, Ia memiliki Lengan yang berisi, Postur_nya Tinggi,
pembawaan_nya cool dan sedikit Naughty boy, wah_ Dia sangat perfect, Dia cocok
denganmu” Rahel memberi rentetan komentar.
“Sejak
kapan kau jadi penilai ?” Nania meliriknya sadis,
Rahel
tertawa lirih.
“oh
ayolah, Aku hanya ingin membantu meluruskan hati, siapa tahu saja Kau
menyukainya” goda Rahel
“Apa
kau sadar, dengan apa yang kau katakan, Little Lady ?”
Tatap
Nania serius, Ia terlihat tidak nyaman saat Rahel mulai
Berpikir
mengenai seseorang di antara orang, itu nggak sesuai umurnya, namun Ia terlihat
paling tahu segalanya, Itu bukan berita bagus.
“Fine,
Aku berhenti Young Lady !” terek Rahel sebelum akhirnya Ia meninggalkan Nania
di kamar.
“Dassaar
!!” omel Nania.
Dari
ruang makan terdengar suara Mom menyebut namanya, Makan malam segera dimulai,
Dad membaca ucapan syukur lalu membuka piring pertama, Mom menuangkan nasi dan
lauk pauknya, itu sudah menjadi Disert andalan, Dad nggak akan pernah makan di
luar sesibuk apapun dirinya.
Masakkan Mom yang terbaik, itu kalimat andalan
Dad, Mereka amat sangat menyayangi satu sama lain, mereka juga tidak segan
untuk saling memuji, itu salah satu bagian terbaiknya.
“Kau
akan melanjutkan study, di Alexander Senior High Scools, jauhnya 3 blok dari
rumah” tawar Dad
“Aku
tahu” Nania singkat, berhubung Dad
selalu mengurusi bagian perpindahan sekolah bagi kedua anaknya, dengan terlalu
sering berganti alamat sekolah.
“Kau
akan terbiasa sayang, percayalah” Mom menambahi
Nania
mengangguk, karna kalimat Mom itu juga terlalu sering terdengar, Nania selalu
mengalami rode perputaran dalam kehidupannya, perubahan sekolah, culture suatu
tempat dan banyak hal, di karenakan terlalu sering berpindah pindah.
“Aku
tahu, Mom” tambah Nania putus asa, Mom dan Dad saling pandang, mereka tahu jika
Nania adalah tipekal yang amat sulit menyesuaikan dengan lingkungan baru,
teramat kali mereka pindah dan tak satu kali pun Nania mendapatkan teman akrab.
Beda
hal-nya dengan Rahel, zodiak Libra adalah orang – orang yang gampang
menyesuaikan diri diantara yang lain, mereka pintar berbaur dan memiliki banyak
teman.
“Kali
ini, Duce Town sangat cocok bagi pelajar, daerah yang tenang dan tidak banyak
kendaraan bisa sembarangan melintas, oleh karena itu Dad memutuskan, ..” ujar
Dad dramatis, seolah ada berita besar yang mampu mengalahkan siaran nuklir,
semua penghuni meja makan sepakat menatap antusias.
“..
memutuskan untuk memberi license kepada Aprilia Nania, mengendarai motor ke
sekolah sendiri, tanpa di antar jemput lagi..” tutup Dad, Mom tersenyum untuk
meyakinkan Nania, gadis itu terbelalak tak percaya, Ia spontan melirik Rahel.
Rahel
Nampak sama terkejutnya,
“seriously
?” ulang Nania,
Dad
mengangguk penuh. Nania kegirangan, ini adalah impian nya sejak dulu,
mengendarai motor ke sekolah, rasanya termasuk bagian terkeren dalam hidup
seorang remaja.
“Yeah,..
Seriously, I’m Sure and Swear” jawab Dad.
Nania
menjatuhkan sendoknya di atas piring, lalu hinggap di kursi Dad & Mom, Ia
memeluknya erat.
“I
LOVE YOU, So Much Dad ,.. Mom ,..” Nania kehabisan kalimat, Mom hanya tertawa
saat Nania mengecup kedua pipinya, Dad mengerti benar bagaimana Nania selama
ini sangat mengharapkan, kesediaan Dad memberinya license dalam mengendarai
motor, ini benar benar surprise 17 tahun terbaik yang pernah ada.
Perumahan
elok, tempat tinggal nyaman & tenang, kebebasan alam, danau hijau &
pohon pinus di halaman belakang yang memukau, perkebunan Berry terbaik, License
mengendarai motor.
Nania
menyukai segalanya di Duce Town.
~~~
“Aku
suka warnanya”
“Dad
tahu kau suka hijau” Aku Dad saat menyerahkan kunci
Motor
pada Nania, akhir – akhir ini, Automatic lagi nge-trend, karena lebih simple
bagi pengguna cewek, kalau mau di Tanya soal efektif dan efisien, sebenarnya
nggak beda beda tipis dengan yang lainnya, hanya saja Automatic lagi berada
pada puncak kejayaan, dalam pilihan motor ala anak anak remaja, terutama belia
belasan layaknya Nania.
“benar
– benar membuatku iri” ujar Rahel saat melintas di antara Nania dan Dad.
“Kau
perlu makan banyak daging, agar bisa cepat tumbuh tinggi dan bisa mengendarai
motor” tawar Nania, meski kalimatnya itu lebih mirip ke sindiran ketimbang
prihatin.
“Tidak
bisakah Kau mengubah kalimatmu ? Kau selalu mengungkit postur tubuh ku, sista”
Rahel mengeryit.
Nania
tertawa.
“Sudah
sudah,.. Nania berhentilah menggoda little lady dan Kau Rahel, maybe suatu hari
nanti, kau akan mendapatkan license. jadi, bersabarlah dan jalani saja Junior
High Schools mu sampai selesai” Dad menengahi.
Rahel
mengangguk lemas, Ia melirik motor Nania yang terparkir di belakang rumah, di
depan tangga papan Danau Hijau.
“Aku
bisa memboncengmu, itu pun jika kau tidak keberatan”
Tawar
Nania, Rahel menggeleng.
“Aku
masih ingin di antar jemput oleh Dad, tapi, kalo untuk sekedar jalan jalan, aku
tak keberatan” akunya.
Nania
tertawa “baiklah, Kita akan memutari Duce Town lalu berhenti di perkebunan
Berry” ujar Nania
“yeah,
Aku benci berry” Rahel mengeryit
“Bisa
– bisanya ada orang sepertimu, yang tidak menyukai Berry” Nania menggumam tak
percaya.
“dan
bisa – bisanya ada orang sepertimu yang sangat maniak terhadap Berry..” tadah
Rahel.
Nania
mengeryit.
Ia
menstarter motor_nya,
Dad
membantu menurunkan standar motornya, Rahel spontan hinggap di boncengan.
“Tolong
jangan sekasar itu naiknya, kau terlihat kampungan” Nania mengomentari, Rahel
tertawa menunjukan sederet gigi putihnya pada Nania.
“Let’s
Go !” tatapnya
“Aissshh,.._”
Nania keheranan, terlihat Rahel yang paling menikmati perannya di boncengan.
Ini
kesempatan pertama, ini tak akan terlewat, andaikan saja ada recorder, Nania
pasti sudah merekam kejadian dimana Ia bisa mendapatkan License dari Dad.
Layaknya
surprice dunia datang beruntun untuk beberapa periode ini untuk Nania seorang.
I’ve Little
Story
***
Uniform
lama adalah satu – satunya pilihan Nania, untuk di kenakan di Alexander Junior
High Schools, setidaknya suatu saat nanti, Dia bisa mengubahnya sesuai dengan
ketentuan sekolah, setelah Dia mendapatkan pengakuan sebagai murid terdaftar.
“I
can’t find my book” celoteh Rahel, di antara gemuruh riuh buku – buku yang di
lempar, berserakan di dalam lantai kamarnya.
“Kau
tahu, kenapa kau tidak bisa menemukan semua peralatanmu ? karna kau itu makhluk
paling sembrono yang pernah ku lihat” tadah Nania, Rahel menatapnya sadis,
“World
for the Hobbit in else Dimention” lanjut Nania,
Rahel
mengerang “Shut Up !!!” teriaknya.
Nania
menjulurkan lidahnya sebagai penghinaan terakhir, sebelum meninggalkan Rahel di
kamarnya.
“Let’s
see ! I wanna find them !” kecam Rahel.
Nania
berjalan sedikit berlari ke arah breakfast terpampang, Mom & Dad sudah
selesai beberapa menit yang lalu, nyaris terlambat jika harus mengikuti syarat
sarapan yang baik. Jadi, tidak ada pilihan kecuali mencomot tawaran roti selai
di tangan Mom dan kabur membawanya serta ke sekolah baru.
“Nania”
celoteh Mom saat sadar tangannya telah kosong.
“thanks
Mom, I’m Going” teriaknya, Dad tertawa.
“kebiasaan
memang sulit terubah” lanjut Dad
“Kau
yang membuatnya menjadi terbiasa” tadah Mom, Dad kembali merurai tawanya.
“Ahkk,..
Aku menyerah, peralatan sekolahku nihil, I’m Late” gerutu Rahel saat
menghampiri meja makan.
“whats
going on ?” tatap Mom, Rahel menggeleng.
“Aku
butuh semua peralatan sekolah yang baru” jawabnya
“kita
akan mendapatkannya hari ini, yang perlu kau lakukan hanyalah berpakaian dan
pergi kesekolah, mereka akan mengerti, kau masih murid baru” sanggah Mom
Rahel
mengangguk lesu.
~~~
Andai kegiatan pergi ke sekolah
bukanlah kewajiban seorang anak 17 tahun, Nania pasti telah berhenti
melanjutkan study_nya, dan memilih untuk menciptakan seni tulis sebanyak –
banyaknya untuk mengisi waktu.
Berhubung
bagi Nania, menyesuaikan diri dengan sekitar adalah kegiatan paling menyebalkan
dan sangat menghabiskan banyak waktunya.
Sementara
kemampuan menulisnya yang pas – pasan, bisa cukup memonopoli kesenangan batin,
menunjukan semangat, memasuki dimensi baru yang benar – benar di kenalnya,
menghabiskan banyak waktu untuk berkhayal, menerjemahkan pikiran dan sangat
jarang bisa menimbulkan kebosanan. Itu salah satu sisi positifnya.
“Apa
kau murid baru ? seragam mu berbeda” tegur seorang gadis saat Nania memandangi
majalah dinding depan perpustakaan.
“Iya,
Aku pindahan dari George Senior High Schools di Noe Town” aku Nania, gadis itu tersenyum.
“Aku
pernah ke Noe Town, air terjun disana sangat indah” pujinya, Nania mengangguk
berusaha ramah, namun tak berusaha untuk mengenal, karna Dia memang begitu,
seorang Aries sangat mudah mendapatkan hati orang lain, tanpa harus melakukan
pengorbanan berlebih, meski mudah, namun pemilik Rasi Aries sangat malas
menunjukan ekspresinya. Selagi mereka bisa mengerjakan segala sesuatunya
sendiri, maka mereka tidak akan pernah mem _
Butuhkan
orang lain.
“Kau
kelas apa ?” Tanya gadis itu lagi, andai gadis itu tidak menenggelamkan
wajahnya di antara cembung kaca mata_nya yang kamse, Dia akan terlihat cantik
tentunya.
“awal
semester ini aku menetap di Duce Town dan recommended_ku bilang aku masuk di
Kelas Dua belas Elizabet” Nania
mengeryit heran, Aexander Senior High School mencantumkan nama Ratu, Raja &
Penguasa untuk memisahkan kategori kelas.
“Kau
sekelas denganku, ayo kita ke kelas, Aku duduk di depan, aku sendirian, teman
duduk_ku tidak ada, kau bisa duduk denganku” tawar Gadis berkaca mata itu
dengan senyuman yang nggak mau lepas – lepas.
“Baiklah”
Nania tersenyum
“oh
iya, namamu siapa ?”
“Aprilia
Nania, panggil saja Nania, kamu ?” Nania menatapnya, Gadis itu mengangguk.
“namaku
Ashela”
“Kenapa
Kau duduk sendirian di kelas ? kelihatannya kau ramah” Nania memperhatikan
kursi yang akan Ia duduki dalam kelas. Semua perhatian tertuju padanya, Ia
sadar ada beberapa gadis yang berbisik, seolah keheranan jika ada seseorang
yang baru memasuki areanya. Nania bersikap cuek, seakan itu hal yang biasa,
semua sekolah yang pernah di masukinya, selalu melakukan hal yang sama, para
gadis – gadis yang suka berbisik dan bergerombol untuk menceritakan keburukan
orang lain, Ahhk,.. bagaimana mereka bisa
terjebak dalam pribadi yang seperti itu ? sangat disayangkan_
“Ku
rasa karna Aku berbeda, Aku di hindari, Aku nggak secantik mereka, dan kamu
satu – satunya gadis yang mau menatapku di sekolah ini” ujar Ashela lirih,
Nania meliriknya.
“Kau
terlalu mendramatisir, lupakan saja mereka, kau jauh
Lebih
cantik dari mereka”
“Apa
itu kalimat menghibur ? terima kasih Nania” Ashela berusaha tersenyum seperti
sediakala.
“benar,
Kau hanya perlu sedikit perubahan” Nania sangat yakin, Ashela memiliki inner
beauty. Sedikit asahan saja akan membuat para gadis di kelas kalah telak.
“Lihat
itu, perhatian semua tertuju padanya” tunjuk Ashela di jendela saat para gadis
– gadis yang lain pada nemplok, di semi fentilasi dan jendela kelas.
“Siapa
?” tatap Nania
“Anak
cowok kelas Dua belas Williams, peraih gelar photograp terbaik musim semi
kemarin, Dia tampan, Tenar Tapi, sangat di sesali, Dia sombong” puji – pujian
Ashela berakhir di menjatuhkan martabat cowok itu.
Nania
tersenyum menahan tawa.
“Kau
menyukainya ?”
“Bukan
hanya Aku, seluruh gadis menyukainya” tadah Ashela
“Lalu
kenapa kau bilang Dia sombong ?”
“Karena,
Dia tidak pernah menghampiri satu gadis pun di sekolah ini” Ashela mendengus
kesal. Nania penasaran
“Orangnya
yang mana sih?”
“Lihat
saja di antara cowok – cowok yang lain, Dia paling bersinar, apapun yang Dia
lakukan rasanya sangat elegant” tambah Ashela.
“Kau
sangat berlebihan” Nania menatapnya keheranan
“nggak
ko, itu memang faktanya, semua gadis pasti beranggapan sama denganku”
“Tapi,
Aku nggak !” Tadah Nania.
“Karna
kau belum melihatnya, andai kau melihatnya, Aku bisa pasti kan, Kau akan
beranggapan sama denganku” Ashela memasang wajah serius.
Nampaknya
Ia benar – benar yakin atas kesimpulannya.
Nania
tersenyum menahan tawa.
“wah, Dia masuk ke kelas kita”
“My guardian angel,.. apa yang akan di
lakukannya dalam kelas kita”
Celoteh
beberapa gadis, Nania sibuk mengurusi tasnya yang nyaris merosot, Ia duduk di
bangku samping Ashela dengan tenang.
“Kau
Kelas Dua Belas Elizabeth ?” tegur seseorang yang tiba – tiba duduk di depan
Nania.
Nania
mengangkat wajahnya, Dicky tersenyum.
“Kau
?” Nania tertegun, ini sudah yang ke tiga kalinya Ia bertemu Dicky. Dan dari
kesemuanya itu, Nania selalu terkejut.
“Aku
kelas Dua Belas Williams, kelas akhir – akhir ini sangat panas” ujar Dicky
sembari menggunakan buku Nania untuk mengipas.
“Jangan
duduk di atas mejaku” komentar Nania, Dicky tersenyum.
“Apa
kau juga kepanasan ? biar ku kipas” Dicky mengayun – ayun kan buku di hadapan
Nania.
“Aku tak percaya ini” gumam Ashela, Ia
menatap Dicky tanpa kedipan. Nania sampai keheranan.
Bel
masuk pelajaran pertama berdentang, Dicky meletakan buku di atas meja Nania.
“Aku
ke kelas dulu, kita bertemu nanti, dah Nania” ucapnya, Ia tersenyum menunjukan
sederet gigi putihnya dan berlalu di ujung pintu.
“Bagaimana bisa murid pindahan itu ?”
“entahlah, ada sesuatu yang nggak beres”
Celoteh
– celoteh para gadis di seputar ruangan masih berlanjut.
Nania
mengambil bukunya dan meletakan bolpoint untuk pelajaran pertama, entah kenapa
kelas menjadi sangat ramai saat Dicky menghampirinya.
“Nania
??” tatap Ashela tak percaya
“Apa
?”
“Kau
sungguh mengagumkan, itu tadi Cowok yang aku maksudkan, kalian saling kenal ?”
Ashela masih memajang
Wajah
penuh debaran emosional.
“cowok
apa ?” ulang Nania
“cowok
anak kelas Dua Belas Williams, peraih gelar photograp terbaik musim semi
kemarin, semua gadis memburunya dan Dia malah menghampirimu dengan begitu
akrabnya itu luar biasa, dimana kalian bisa saling mengenal?” ucapan Ashela
yang berentet makin membingungkan Nania.
“Aku
tidak mengenalnya, Tapi Dia yang seolah mengenalku, Dia sangat anneh” ujar
Nania
“Amazing
Nania,.. Dia bahkan tidak pernah menegur satu perempuan pun di sekolah kecuali
Ibu Guru” Ashela masih berada dalam debaran emosional tentang rasa tak percaya
dan kagum.
Nania
nggak mempedulikan lagi, saat seorang pengajar muda telah memasuki kelas
pertama. Dia memperhatikan Nania dari seragam yang berbeda.
“Apa
kau murid pindahan ? bisa perkenalkan dirimu ?” pintanya, Nania berdiri dari
duduknya.
Ia
menatap seisi kelas, kegiatan Introduce
Your Self sudah mendarah daging padanya sejak sekolah dasar.
Jadi,
Ia handal pada bagian yang itu.
“Hai,
Aku Aprilia Nania, kalian bisa memanggilku Nania, Aku dari Noe Town, George
Senior High Schools, Aku menetap di Rover Street, Filla di Danau hijau. Ku
harap kita bisa menjalin pertemanan yang baik” Nania menyudahi.
“oke,
makasih Nania, silahkan duduk” Pengajar muda memberi senyuman ramah.
“Kalian
saling membantu untuk Nania, ya anak – anak ? Dia perlu tinjauan referansi”
ujar nya.
Seisi
kelas menjawab kompak.
“iya
bu”
Nania
mengangguk.
“Mengenai
seragammu, ikuti Ibu setelah pelajaran pertama selesai Nania” tawar nya.
“Iya
bu” Nania tersenyum
Ashela
menyenggol pundaknya.
“mungkinkah
Dicky menyukaimu ?” bisiknya, Nania mengeryit, Menatap dengan wajah penuh tanda
Tanya.
“Kau
masih membahas itu juga ?”
Ashela
mengunyah bibirnya.
“Itu
kan berita bagus”
“Bagus
apanya ?” tatap Nania
“Benar
juga, itu bukan Cuma berita bagus, itu juga berita buruk, mulai sekarang kau
harus berhati – hati, banyak gadis akan membencimu, karna insiden Dicky” ujar
Ashela, Ia memasang tampang lesu.
“kenapa
?”
“ya,
karna mereka tidak akan iklas melihat bintangnya jatuh ke tangan mu” terang
Ashela
“Lihat
saja mereka” matanya menunjuk, Gadis – gadis itu menatap sinis ke arah Nania,
gadis- gadis bergerombol yang tadi sibuk berbisik – bisik mengenai
kedatangannya.
“Whatever_Lah”
Nania nggak peduli, Ia membuang arah pandangannya.
“Bagaimana Dia bisa ?”
“Aku sudah yakin, Dia membawa atmosfer buruk
di kelas”
Celotehan
itu sedikit mengganggu telinga.
“Kau
dengar itu ?” tatap Ashela
Nania
tersenyum
“Kau
sangat mengkhawatirkan ku ? tenang saja, tidak akan terjadi apapun, percayalah_
lupakan saja mereka, anggap hanya awan hitam kecil yang lewat di antara kabut
putih”
Nania
memberi definisinya.
Ashela
mengangguk, meski Dia masih mendera kebimbangan.
“Apa
maksudnya dengan Selisih Biaya Overhead ?” Ashela membahas Diktat di
hadapannya, Nania menoleh.
“Biaya
overhead dibebankan pada produk atas dasar tarif yang ditetapkan dimuka, jumlah
pembebanan sering tidak sama dengan Biaya overhead yang sesungguhnya terjadi,
maka akan timbul selisih Biaya Overhead” terang Nania,
Ashela
mengangguk – angguk, mengartikan Dia paham point penjelasan yang dituturkan
Nania.
“Aku
suka Pencatatan Biaya, Tapi, kadang aku tidak paham alur_nya, Kita bisa
membentuk kelompok belajar ?” tawar Ashela, Nania tersenyum.
“Baiklah,
Kau bisa ke Rover Street di rumahku, kita belajar bersama”
Ashela
Nampak kegirangan.
“Ini
pertama kalinya Aku punya kelompok belajar” ujarnya
“Percaya
atau tidak, Tapi Aku juga” ucap Nania.
Ashela
menatapnya tak percaya
“benarkah
?”
“iya,
Aku termasuk orang yang sulit beradaptasi dan parahnya, Aku kerap kali
berpindah – pindah” tutur Nania
“Aku
tak percaya ini. Tapi, Kau kan cantik, tetap saja Kau jadi pusat perhatian
walau tak berbaur”
Nania
tertawa mendengar ocehan Ashela.
“Pencatatannya
bila Overhead sesungguhnya lebih besar dari yang dibebankan, maka akan timbul
selisih rugi yang di catat pada rekening Biaya Overhead kurang dibebankan dan
sebaliknya___” pengajar Muda di depan sana, masih menjelaskan beberapa metode
yang termasuk dalam tinjauannya.
Nania
mengorek – ngorek beberapa buku dan Ashela sibuk memperhatikan, di balik kaca
mata cembung yang menenggelamkan wajahnya, Ashela maybe secantik Laura, bintang sabun ternama yang lagi ngehits.
Pelajaran pertama berakhir,
sesaat Guru Jaga menderingkan bel istirahat, Nania berjalan keluar hendak ke
Tata Usaha, bertemu dengan Ibu Med Pengajar Muda yang tadi mengisi kelas
pertama.
Untuk
mengambil seragam Alexander Senior High Schools.
“Nania
!! ambil” teriak Ashela melempar telur rebus.
Nania
menoleh, Ia tersenyum. Berusaha menangkap Telur Rebus pemberian Ashela,
setidaknya itu bisa mengganjal perutnya siang ini, pertemuan di Ruang Tata
Usaha akan menghabiskan waktu yang cukup lama,
Nania
mundur beberapa senti dari pijakannya,
Telur
rebus itu melayang tepat ke arahnya, Nania berusaha menangkap namun kakinya
tersangkut anak tangga, Nania nyaris tumbang ke lantai.
“Nania
awwasssSss !!” teriak Ashela
Nania
nyaris tumbang, Seseorang datang menggenggam jemarinya lalu membuatnya berbalik
ke pelukannya.
Nania
menangkap telur rebus nya dan seseorang itu ikut menangkapnya yang nyaris
tumbang, jadilah Nania jatuh di dekapannya.
“Mau
mati ya ?” gerutu cowok itu.
“Dicky
?” tatap Nania tak percaya, don’t U think
something ? it’s like something like fate ?
Maksudnya
setiap beberapa kejadian, selalu ada Dicky yang tiba – tiba muncul di
antaranya.
“Atau
memang suka mencium tanah air ?” tatap Dicky, Nania terus menatapnya tanpa
spasi
“Maaf”
ujarnya sangsi.
Dicky
sadar Nania bisa merasakan degup jantungnya, jika, Mereka
bisa serapat ini, rasanya seperti ada ketukan tak berirama, tak bisa terdefinisi dan tak ingin ada akhirnya, sementara setiap proses pasti memiliki ending.
Nania
memperhatikan lingkar mata berwarna kecoklatan itu, ada sesuatu disana yang
tersembunyi oleh senyuman.
Dicky
mengunci lidahnya selama yang Ia mampu,
“Eeeheem
!!” Ashela memberi kode agar kedua makhluk itu tidak terus – terusan, menjadi
pusat perhatian di koridor sekolah, Nania melepaskan diri, Dicky masih tertegun.
A Ticket To The MOON
***
“Terima
kasih Bu Med” pamit Nania dari ruang
Tata usaha, Dia telah mendapatkan seragamnya, Nania berjalan di koridor melalui
kelas Dua Belas Williams, tempat dimana Ia bisa mendarat di dekapan Dicky.
“jangan bayangkan hal bodoh itu lagi, Nania_
Forget it !” gumamnya, sesaat khayalan – khayalan itu mulai menghinggapi
ruam otaknya.
Nania
sadar ada beberapa pasang mata yang menatapnya sinis, apa Dicky benar – benar
setenar itu ? terlebih kejadian telur rebus lemparan Ashela bisa, membuatnya
mendarat tepat dalam pelukannya.
Nania
mengucek – ngucek kedua matanya,
“Forget it stupid freak !”
Langkah
kakinya makin dipercepat.
Semua
yang terjadi di sekolah baru, benar – benar bisa membuatnya depresi dadakan,
bagaimana bisa Nania yang nggak mau atau bahkan nggak pernah deket dengan
seorang cowok, bisa di antipati satu sekolahan, sama cewek – cewek karna deket
sama cowok inceran mereka, Surprice dunia kali ini teramat berat dan nggak menggembirakan.
“Seragamnya
dapat ?” Ashela menghampiri Nania di mejanya, Nania mengangguk sekaligus
memperlihatkan, kantongan plastik berisi Uniform Alexander Senior High Schools.
“Kau
lihat ekspresi_Nya tadi ?” Ashela duduk di sampingnya, memasang wajah penuh
expresi gemerlap.
“Siapa
?”
Ashela
mendengus kesal.
“Dicky_Lah,
siapa lagi ?” tandasnya, Nania membungkam.
“Dia
mendekapmu erat, melindungi Telur Rebus sekaligus menangkap tubuhmu, menatapmu
dengan tatapan memukau, Aahkk,.. aku sangat – sangat iri” gumam Ashela sembari
memberi telapak pada wajah mungilnya.
Nania
memukul kepalanya dengan buku tulis.
“PaAKk
!!”
“AaDuuh
!!” Ashela memasang wajah memelas.
“Eeiih,
Apa yang sebenarnya kau pikirkan” gerutu Nania sebal, sembari meletakan buku
tulisnya kembali ke atas meja.
“Itu
sakit, Nania” rajuknya
Nania
tersenyum nihil, Sudah menjadi maklum jika pada akhirnya, cerita cepat beredar
bahkan sampai pada telinga anak – anak kelas Tujuh.
“Bisa
kau bayangkan bagaimana jeolous_nya anak – anak tehadapmu, Nania.. bintangnya
benar – benar berada di tanganmu” Ashela kembali mendramatisir.
Nania
tertawa ringan.
“Forget
it ! Aku nggak sengaja jatuh ke pelukannya” sanggahnya, Ashela mengeryit
sangsi.
“Tapi,
kau menikmatinya kan ?” tadah Ashela, Nania termenung beberapa menit, terbayang
jelas bagaimana raut Dicky sebelumnya, saat Ia tersenyum & Saat Ia
tertegun.
Nania
tahu seseorang benar – benar handal dalam menyembunyikan perasaan. Tapi, semua
hal bisa tercermin dari balik matanya, Dan itu yang membuatnya heran.
“Entahlah,
Aku melihat bibirnya tersenyum. Tapi, matanya sangat sedih, ada sesuatu dalam
dirinya” ujar Nania sedikit berkhayal.
“Nania,
weak up ! kembali ke alam sadar, jangan bermain hati dengannya” kejar Ashela,
Nania meliriknya lalu membagi senyumnya sampai Ashela kembali merasa lega.
Benar ! ada sesuatu yang berbeda dari mata
nya
~~~
Pantulan - pantulan sinar matahari terbenam di atas
hamparan air jernih, memang sudah semestinya indah. Nania merekatkan jam tangan
plastiknya berwarna pink cerah seirama dengan T-Shirt yang Ia kenakan.
Berjalan
sendiri di koridor pejalan kaki di Rover Street, sangat menyenangkan, kesan –
kesan elok dan wangi udaranya yang terbuai desiran Pinus – pinus Tua.
Nania
mencomot sebuah Berry berwarna jingga Tua di pagar perkebunan, buah asam manis
yang menggoda lidahnya, berhubung Nania adalah seorang maniak Berry.
Juntaian
akarnya yang memaksa keluar dari pagar, menandakan betapa suburnya perkebunan
itu.
“Kau
suka Berry ?” tegur seseorang
Nania
menoleh sedikit tertegun.
“Dicky
?” tatapnya, cowok itu tersenyum simpul.
“Kau
selalu mengagetkan_ku” tambah Nania.
“Bukan
! mungkin maksudmu, Kau selalu terkejut setiap melihatku, begitu ?” koreksi
Dicky di barengi godaan garing. Nania mencibir “ke G-R an”
Dicky
tertawa.
“Kau
tidak perlu mencuri jika ingin memetik Berry” sindirnya, sembari menatap sebuah
Berry jingga tua di telapak tangan Nania.
“Aku
tidak mencurinya, Dia memberontak dari anak pagar, Aku memetiknya karena ini
sudah keluar dari Area perkebunan__” Nania belum menyelesaikan kalimatnya.
Keburu
Dicky meraih lengannya, lalu memaksanya berlari memasuki area perkebunan Berry.
Nania tergopoh gopoh menatap Jemarinya bertautan dengan jemari tangan Dicky,
namun Nania terus mengikuti kemana Dicky menariknya, nafasnya terenggah – engah
berlari di antara pematang pisahan puncuk Berry.
Dicky
berhenti, Namun Ia terus menggenggam jemari Nania, gadis itu tak berkomentar
satu katapun karna tidak diberi kesempatan.
“Aku
juga menyukai Berry, orang – orang menyebutku Maniak, terserahlah_ hanya ada
satu hal yang aku tahu, Berry penuh dengan rasa yang sensasional” ujarnya
Nania
mengangguk, karna apa yang dikatakan oleh Dicky juga hal yang selama ini
terdekam dalam otaknya.
“sejak
kapan kau menyukai_nya?”
“Sejak
kecelakaan itu”
“Kecelakaan
?” tatap Nania, Dicky menadahkan tangannya di langit.
“Hujan
turun” ucapnya.
Nania
mendongak dan sebulir air hujan menetes di atas hidungnya. Benar hujan !?
“Ayo,
Kita perlu berteduh di suatu tempat” Untuk kesekian kalinya Dicky meraih jemari
Nania dan membawanya serta berlari bersama. Hujan turun mengusik nafas dingin
dan mencekik riuh kulit tipisnya.Dicky berhenti di pondok perkebunan, Nania nyaris basah kuyup, Dicky membuka jacket silver_nya lalu mendekapkannya pada pundak Nania.
Gadis
itu terperanjat. Dicky menatap butiran air langit jatuh di atas telapak
tangannya, Nania terus memandangi wajahnya tanpa ketukan spasi. Dicky berusaha
membunuh dingin pada kulitnya.
“Kau sangat aneh” Gumam batin Nania
Membiarkan
Nania menggunakan jacket_nya sementara Dia berusaha untuk terlihat biasa saja.
Itu membingungkan, apa dia ingin terlihat sebagai cowok cool ?
“Tampan
kah ?” ucapnya
Nania
mengeryit heran
“Apa
?” Dia balik menanyai, Dicky memandangnya sepintas.
“kau
tidak bisa mengalihkan matamu dari wajahku, apa Aku setampan itu ?” sindirnya.
Nania spontan membuang mata, Ia mencari objek lain, untuk segera menjadi
tatapan sandarnya.
“Aa_
Aku nggak melihat ke arahmu ko’ Kau sangat arogan” kilah Nania, Dicky tersenyum
simpul. Lalu tertawa secukupnya.
“Aku
hanya bercanda, kenapa Kau segugup itu ?”
Nania
menggeleng.
“Aku
nggak gugup ko’ Kau ini yang entah kenapa ?” kecamnya, Dicky mengangguk lalu
menatap mata Nania dalam, tepat di bulir hijau mudanya.
“Benar,
Aku yang entah kenapa saat di dekatmu” ucapnya. Nania tidak bisa mendeteksi
detakan jantungnya yang berkecamuk menjadi satu.
Jemarinya
merekat erat di pundak Nania, semakin dekat wajah itu maka, semakin laju pula
debaran yang di dera Nania. Semerbak dingin menyentuh kulit, namun lebih terasa
dingin, saat mata Dicky terus menelusuri tatapan kilau Nania
Tak
tahu apa yang terdeteksi, selain ketukan air hujan menetesi tanah Rover, dan
saat kedua tatapan itu terus mengarah pada suatu titik, Nania terdiam beku saat
Dicky mengecup lembut bibirnya.
~~~
Apa kau tahu kenapa ?
Ketika seseorang berciuman, mereka saling menutup kedua matanya ?
Karna saat itu, mereka sangat memukau, nggak
ada pilihan.
Saat mata tertutup, maka kau bisa merasakan
bagaimana kau menyatu dengannya…
~~~
Hujan berhenti menetes,
sepanjang koridor pejalan kaki, Dicky tetap menggenggam jemari Nania.
“Sejak
kapan ?” Nania menunduk memperhatikan kerikil di antara pijakannya.
“Apa
?” Dicky mencium tangan Nania lalu tersenyum, menandakan Ia benar
telah memasuki dunia Nania.
“Sejak
kapan, Kau menyukaiku ?”
Dicky
terunduk lalu memperhatikan wajah mungil di sisinya.
“Sejak
Kau merebut Lemon Water dariku di Noe Town”
Nania
berpaling, Ia menatapnya lama.
“Bodoh
!” komentarnya
Dicky
tersenyum “Terserahlah, Aku pikir telah gila, menyukai gadis se arogan kau saat
di mini market. Tapi, itu pertama kalinya Aku menyentuh jemari seorang gadis
dan berbicara dengannya, ku pikir itu akan menjadi referensi hidupku. Tapi,
takdir mempertemukanku di Duce Town, di depan Danau hijau, dan kau memberi
permohonan, I wiss Too”
Nania
terdiam tak percaya,
Lebih
tepatnya Ia kehilangan beribu bahasa, entah apalagi yang akan di utarakannya
pada Dicky, artikel tentang Rasi Aries di tahun ke 17 benar – benar terjadi.
Ada
cinta. Tapi, apa maksudnya dengan cinta yang rumit ?
Adakah
suatu misteri tersimpan
“Kecelakaan,
yang kau bilang tadi, apa ?” Nania menengahi
Dicky
merunduk, matanya berkisaran pedih di ujung pelupuk. Ia menahannya semampu
mungkin.
“hal
yang nggak bisa ku lupa, mungkin seumur hidupku, hari itu cuaca di musim dingin
nggak bersahabat, namun aku memaksa kedua orangtua_ku, untuk pergi ke Festival musim dingin di Noe Town”
Dicky melangkah sedikit ringkih, membuat keduanya perlu untuk duduk di suatu
tempat, yang setidaknya bisa menetralisir gontaian hatinya.
Sebuah
kursi di jalan setapak, di dalam taman buatan sebelum Danau Hijau terlihat dari
arah sebaliknya, Nania melangkah ke sana di imbangi pijakan kaki Dicky.Dan mereka duduk disana, sebelum sunset menepi dari balik kabut sisa – sisa hujan.
“Aku
tahu akan bodoh jika baru menyesalinya sekarang. Tapi, dihari itu, kedua orang
tua ku meninggal, yang terlihat olehku hanya gumpalan kabut dan kaca mobil yang
penuh tetesan embun. Kami kecelakaan, Mobil jatuh ke jurang dalam perjalanan
pulang, sesaat kami bahagia dan tertawa bersama. Namun, beberapa detik kemudian
semua menjadi kebalikannya, itu memang kesalahanku, jika Aku tidak memaksa
untuk pergi ke Noe Town, semuanya pasti masih baik – baik saja, selama 2 hari
semalam dalam tebing, Mom masih hidup. Namun, luka ditubuhnya sangat banyak,
Dia memberiku buah Berry yang merambat di jurang, Aku belum makan selama kami
disana, dan Berry satu – satunya yang menyelamatkan nyawaku untuk tetap
bertahan. Saat sinyal yang dikirim Mom ke panggilan darurat diterima, Aku hanya
ingat bagaimana kami dipisahkan dalam masing masing kamar Ruang Darurat, Ia
memanggil namaku, dan tersenyum untukku, Aku tidak pernah melihat Mom tersenyum
secantik itu. Namun, Aku menangis. Umurku 7 Tahun untuk bisa menerima kenyataan jika Mom &
Dad tidak terselamatkan, dan untuk bisa menerima jika Kini Aku hidup sendiri
tanpa mereka” terang Dicky, Nania terdiam, Dia mungkin tidak akan sanggup jika
menerima kenyataan, tentang bagaimana orang yang menyayanginya hilang dalam
sekejap. Nania benar, setiap kali Dicky tersenyum, namun dibalik matanya selalu
tersimpan luka.
Ini
bukan hanya luka, melupakan hal yang menyakitkan dan berusaha mengingatnya
adalah kedua hal yang sama – sama memberikan rasa sakit tak bertepi.
Jadi,
tidak ada satupun yang bisa terpilih pada akhirnya, Nania menangis pilu mendengar
tuturan Dicky, air mata bening mengairi lembut belahan pipinya.
Dicky
menoleh, memperhatikan gadisnya.
“Kenapa
Kau menangis ?”
Nania
menghapus air matanya,
“Maafkan
aku, aku tidak berniat membuatmu kembali mengingat masa lalu, aku keterlaluan
karna rasa penasaranku, membuatmu bercerita mengenai mereka, aku tahu ini sulit
untukmu, aku salah Dicky, maafkan aku_” isaknya. Dicky tersenyum
“Tenanglah,
itu sudah 11 tahun yang lalu, Aku baik – baik saja” ujarnya. Nania diam membisu
menetralisir air matanya.
“Heeiiy,
jangan menangis..” Dicky menghapus air matanya, Nania mengangguk.
“Nania,
Aku benar – benar menyukaimu” ucapnya, mendadak rontokan daun orange semu terasa
lembut saat kalimat itu memasuki gendang telinga Nania.
Tiada
yang lebih bahagia bagi seseorang, selain tahu jika seseorang yang dekat
dengannya itu menyimpan rasa.
“Makasih”
jawabnya
“Hanya
itu ?” Dicky menatapnya tak percaya.
“Lalu
?”
“Yeah,
setidaknya kau juga mengatakan hal yang sama”
Nania
terdiam beberapa second, jemari Dicky saling bertautan satu sama lain.
“Baiklah_
sunset hilang, Saatnya mentari kembali ke rumah” Dicky tersenyum memperhatikan
kebisuan yang didera Nania, Gadis itu jadi lebih sering diam saat menatap Dicky
sejak insiden telur Ashela beberapa hari yang lalu.
Terus
terang saja ada debaran setiap kali Dicky tersenyum menunjukan deretan gigi
putihnya, ada tarikan maghnet yang cukup kuat, membuat Nania sering , menikmati
pemandangan itu, menatap wajah itu dari beberapa jarak.
Terlebih
saat di kantin sekolah, Dicky selalu duduk di depan kursi makannya, padahal
setiap kelas, tempat makan di beda
Kan
berdasarkan kategori kelas.
Ada
beberapa gossip berterbangan di sekolah sebelum hari ini, bahkan sebelum mereka
benar – benar jadian.
Beberapa
peristiwa pendekatan ala Dicky menambah riuh hiruk pikuk pembencian massal
terhadap Nania, gadis – gadis berkelompok tambah sinis, hanya Ashela satu –
satunya orang yang berada di dekat Nania.
Baginya
bukan masalah besar, lagian selama ini Nania tidak pernah memiliki satu teman
pun, selama beberapa kali Ia pindah Daerah tinggal.
Yang
paling mengenaskan adalah saat Nania membersihkan kaca jendela kelas dan Dicky
berada di kaca sebaliknya.
Ia
menulis dengan jelas tentang perasaan_nya
Nania, Saranghae
Nania
tersenyum simpul, dan yang Dicky lakukan
hanyalah memainkan sebelah matanya secara berulang – ulang, semua siswa nyaris
melihatnya.
Seorang
gadis yang terkejut langsung pingsan saat membacanya, wajar_ karna Ia salah
satu gadis yang menyukai Dicky.
Dicky menyukai Nania
Ia
masuk ruangan UKS dan nggak masuk sekolah beberapa hari, Nania penyebabnya, dan
Ia hanya bisa menggigit jarinya.
“tantangan
mu dengannya menyangkut perasaan orang lain, sangat mengharukan, ckckck” decak
Ashela. Nania mengangguk lemas.
Ada
beberapa kebanggaan secara kebetulan bagi Nania, karna ketenaran Dicky ikut
melekat padanya.
Itu GADIS yang disukai Dicky, Anak Dua Belas
Elisabeth
Dan
yah_ banyak lagi, akan sangat lucu jika peristiwa itu bisa direkam jelas selama
tahun ajaran.
Still in a shine
***
“Kapan kau akan mengenalkannya padaku ?”
Nania
mengobrak abrik isi ransel_nya, akhir minggu ini, sekolah mengadakan camp untuk
penyambutan liburan musim panas. Rahel Nampak antusias, bukan tentang camp
planning Nania, Tapi, karna somebody yang bikin sista_nya sering lambat pulang
sekolah.
“Kau
sudah mengenalnya kan, Dia tetangga kita” tutur Nania, Rahel masih mengeryit
sangsi, memang bukan bentuk pengenalan tetangga seperti itu yang
dimaksudkannya.
“Maksudku,
secara Resmi Sista,.. sebagai Someone special”
“Dirumah
?”
“Yeah”
“Ada
Mom & Dad ?”
“Of
Course,… why not ?”
“Of
Course NOT !!” tadah Nania
Rahel
keheranan, “Mau sampai kapan ?”
“Apanya
?”
“Yeah,
kau menyembunyikan bentuk kedewasaan pada Dad, just Say Dad, putrimu sudah dewasa untuk bisa berpacaran, hal seperti itu
perlu” Rahel tampak lebih dewasa dari umurnya, padahal Dia baru junior high
schools.
“Someday,.. maybe ?” desah Nania.
“sangat
sulit membuatmu mengerti” keluh Rahel.
ia
masuk di antara tumpukan pakaian yang telah dipilah Nania, menikmati camp
adalah rutinitas terbaik untuk musim panas, semua yang terjadi dimana matahari
ingin membakarmu adalah segala hal
berjalan sangat lambat.
sekiranya
kau menengok angka 12 di jam dinding, melewati beberapa menit dan menegok di
jam dinding lagi, maka jarum pendeknya masih berada di angka yang sama, 12 !!!
yeah,..
itulah yang dinamakan musim panas, segala hal membosankan kecuali kau memiliki
good planning untuk persiapan liburan, saat itu terjadi.
“Kau
tidak ingin mengikuti ku ?” tawar Nania, hanya ajakan garing karna JHS (Junior High Scools) nggak mungkin bisa
mengikuti SHS (Senior High Scools).
“Aku punya acara sendiri, Senior_ku mengajakku latihan memanah
di hutan perbatasan, disana teduh dan akan ada banyak yang datang”
“kedengarannya seru”
“tentunya” Rahel tersenyum lebar.
“Kau memiliki banyak teman”
“yeah, itulah kelebihanku, Seniorku akan menjemputku ke hutan
perbatasan, bersama Group busurnya, ini akan menyenangkan, Sista”
Nania membanting diri di samping Rahel. keduanya Nampak
memiliki masing – masing hal yang ingin diceritakan.
“Sista, Aku ingin tanya”
“hem ?” Nania meng_iya dengan nafas.
“Apa Kau mencintainya ?”
“Siapa ?”
“Dia, tetangga kita, Dicky… boy friend_mu”
Nania menatap kilauan glow
in the dark yang memantul di langit – langit kamarnya.
“Entahlah..” jawabnya sangsi
Rahel tertegun, Ia membutuhkan jawaban atas rasa yang
pasti, namun yang dijawab Nania sama sekali tidak seperti yang Sempat Ia
bayangkan.
“Entahlah ?” ulang Rahel tak percaya, Ia meneguhkan
dagu_nya sampai setengah, menatap Nania dengan penuh rasa penasaran.
“Dia menyukai_ku dengan begitu banyak, dan Aku cukup
menikmatinya” Nania ngambang di dimensi_nya sendiri.
“Tidak pernah bilang menyukainya ?”
“Belum sempat”
“Kenapa bisa ?”
“Dia tidak menanyakan hal seperti itu padaku” Nania
mendengus, antara kesal dan rasa gelisah.
“Sista, Aku rasa kau memang tidak menyukainya” kecam Rahel.
“Tapi, aku bersamanya” tadah Nania, selama hampir beberapa
minggu disekolah, Nania sudah menyandang gelar sebagai pacar Dicky dan tidak
akan lucu jika pada akhirnya Nania sendiri tidak menyadari apa yang sebenarnya
Ia rasakan.
“hanya untuk membuktikan bahwa kau sanggup setia dan
menjaga rasa sukanya padamu, Kau itu Aries, seseorang yang tidak terlalu paham
dengan kesenangan di puja, mencintai dan simpatik, itulah dirimu. jadi,
bagaimana bisa mendefinisikan rasa jika kau bahkan tidak tahu sedang dibagian
yang mana, tidak ada orang serumit kau, sangat mengherankan”
keluhan Rahel yang bertubi – tubi itu menyisakan banyak
pertanyaan dadakan di benak Nania, pendefinisian rasa memang beragam dan jika
salah mengartikan satu di antaranya, maka akan sangat fatal pada akhirnya.
“Aku hanya ingin masa sekarang, menjalaninya dan berhenti
disaat aku benar – benar harus berhenti” tutur Nania.
“Aku mau tidur, persiapan camp_ku sudah kelar, bisakah kau
keluar dari kamar & berhenti mengganggu_ku ?”
Rahel meringis sinis.
“Baiklah baiklah, Aku keluar… dasar YoungLady !!” tereknya
gahar. Nania menutup pintu kamarnya.
menyisakan banyak pemikiran tentang seseorang disana, arah
jendela terbuka gorden kerangnya, angin danau sesekali meniupnya sampai
bergemerisik, hal yang disebutnya berseni dan jadi kebiasaan, setiap
perpindahan maka akan selalu diikuti oleh Gorden kerangnya.
Rahel sudah pergi ke kamarnya, LittleLady Dad itu sudah
lebih merasa dewasa ketimbang umur sebenarnya, itu cukup mengkhawatirkan,
pergaulan Rahel yang sangat Handal sepak
terjang_nya membuatnya cepat tanggap akan hal seperti ini.
Dia terlalu banyak tumbuh dan itu akan sangat menyulitkan
nantinya, saat Ia harusnya menyadari, itu nggak termasuk kategori umurnya. hal
yang nggak harus dibahasnya dalam usia sedini mungkin.
“Aduuh” keluh Nania, kerikil kecil dari arah jendela
mengenai kepala_nya. Nania menoleh ke bawah dan Dicky berada di sana, dibawah
jendela kamarnya.
Ia membagi kode unik, meminta Nania menemuinya di Danau
Hijau.
Nania mengangguk.
~~~
“Maaf”
“Untuk ?”
“Untuk melemparmu dengan kerikil” ujar Dicky tersenyum,
senyuman yang sama hangatnya dengan dekapannya.
udara malam sebelum penyambutan musim panas sangat dingin,
terlebih desiran angin di atas danau hijau.
Nania duduk di tangga papan, menghadap Danau.
“Kenapa tiba – tiba ingin ke Danau ?” tatapnya.
Dicky duduk disampingnya, menyilahkan rambut liar diwajah
Nania ke belakang telinga.
“Bukan ingin ke Danau, Tapi ingin bertemu denganmu”
“Dengan ku ? kenapa ?”
“Kenapa bertanya kenapa
? bukankah wajar, bagaimana jika Aku bilang Aku merindukanmu ?” Dicky meliriknya
sepintas.
“Eih, Kau merayu_ku” Nania tertawa ringan.
Dicky menarik lehernya, agar wajah itu tepat dihadapannya.
ia mengecup Bibir Nania, gadis itu menggeser arah duduknya,
mencoba melepaskan diri.
dan hanya akan membuang waktu jika itu terus dilakukannya,
seberapa kuat Nania dan seberapa tangguh Dicky, nggak akan bisa di imbanginya.
selain membiarkan Dicky mengecupnya berulang kali.
Nania berhasil melepaskan diri dari dekapannya.
“Kenapa ?” Dicky menatapnya tanpa spasi.
Dia pikir Nania menikmatinya. namun, yang terlihat malah
sebaliknya.
“Kenapa kau menghindariku ?” Dicky parau menetralizir suara
di antara rasa khawatirnya.
atau pun di antara degup laju detak jantungnya.
“Nggak, hanya ..”
“Apa ?” tadah Dicky. Nania bungkam, Ia nggak punya alasan
yang cukup kuat kenapa bersikap menghindari seperti itu.
Dicky mendekat kan wajahnya,
“Jika nggak, kenapa melarangku mencium_mu ?”
“Bu bukand,..” Nania nggak berhasil melanjutkan kalimatnya.
mengetahui Dicky menciumnya kini.
Nania diam, entah kenapa sederet pertanyaan tentang rasa
suka tiba – tiba ingin merobohkannya.
Ia memejamkan matanya, tak tahu ini termasuk pendifinisian
rasa yang mana, Membiarkan Ia menghabiskan malam di Danau dengan Dicky, dalam
dekapan hangat & kecupan mesranya.
“Nania, AKu pikir karna sangat menyukaimu, Aku akan mati”
ujar Dicky, Ia memainkan ujung pirang rambut Nania dengan seksama.
“Kenapa ?”
“Entahlah.. Aku ingin denganmu, sekarang, besok &
Nanti, Aku bisa memikirkanmu 1000 x dalam sehari, Aku bisa gila”
Dicky tersenyum sampai deretan gigi putihnya Nampak.
“Apa Kau mencintaiku ?” Nania menenggelamkan kepalanya
dalam dekapan Dicky, menyisakan sedikit wajah untuk mengadah ke arah dagunya.
“Sangat”
“Sampai kapan ?”
“Selamanya…” jawab Dicky penuh keyakinan. Nania menelaah
rasa dihatinya untuk kemungkinan kata Selamanya.
“Apa Kau sadar ? selamanya itu waktu yang cukup lama”
“Tidak beibh,bukan hanya cukup lama, bahkan sangat lama
& bahkan setelah kematian” Dicky mengayun tangannya, memegang dagu Nania
untuk bisa menatapnya.
“Bagaimana Kau bisa seyakin itu ?”
“Aku belum pernah seyakin ini, jangan mengecewakanku. janji
??” tawar Dicky, Nania nggak ingin memberi janji apapun sebelum Ia yakin akan
rasa.
Ia hanya tersenyum, membuat Dicky ikut tersenyum.
Desiran angin membuat aroma pinus tercium di Danau hijau,
menyisakan deburan – deburan kecil di penghujung tangga papan.
“Nania,…”
“Ya ?”
“Nania ,..”
“Ya ?”
“Nania ,..”
“Kau ingin menyebut namaku sampai berapa kali ?”
tadah Nania keheranan, Dicky tertawa ringan.
“sebanyak – banyaknya, setiap Aku memanggil, berusahalah
untuk menjawabku, jika Tidak, itu akan sangat menyakitkan”
pinta Dicky.
“Kecuali jika Aku tidak mendengarnya”
“Can You Hear My Heart ?” ujar Dicky, Nania tertawa kini.
“Aku akan memberi perumpamaan” ujar Nania
“Apa ?” Dicky mengecup jidat_nya, beberapa isyarat kadang
bisa turut mampu membuat seseorang menilai rasa dihatinya.
“Jika di camp, akan ada panjat tebing, Aku dan Kamu ikut.
lalu tali kekang akan putus, Kau akan memberikan tali mu untukku atau tidak ?
jika Tidak maka Aku akan jatuh dan mati, jika kau berikan padaku, Kau yang akan
mati. pilih yang mana ?”
Dicky mengeryitkan keningnya, entah heran ataupun berpikir.
“Andai Camp menyediakan panjat tebing, Aku tak akan
mengikuti, karna Aku takut ketinggian, jadi kita tak perlu membagi tali atau
tidak kan” jawabnya.
“Dicky, ini kan perumpamaan” tadah Nania geram.
Dicky tertawa, sesaat Dia menatap dan Nania memasang wajah
anti Virus, yang semakin menambah tawa_nya.
“Nggak lucu !” Nania merajuk.
“Baiklah_” Dicky menghentikan tawanya.
“Lalu ?” tadah Nania meminta jawaban
“Ganti perumpamaan Beibh” Dicky meluruskan kakinya di
tangga papan di atas Danau.
“Jika aku hilang, apa kau akan mencariku ?” Nania Nampak
antusias. beberapa pertanyaan muncul begitu saja.
“Aku akan memastikan Kau taakkan hilang” jawab Dicky.
Nania meneduhkan rasa dihatinya, memang bukan ini kalimat
yang diharapkan tapi, rasanya kalimat ini yang lebih baik baginya.
“Ini kan perumpamaan ?”
“Nania, Kau tidak tahu apa yang orang rasakan saat menyukai
orang lain ? mereka bahkan lebih memperhatikan orang itu ketimbang dirinya
sendiri, mengorbankan segala yang setidaknya terbaik darinya, hanya demi satu
orang…”
Dicky memulai beberapa definisinya untuk meyakinkan Nania,
karna terlalu Nampak jelas apa yang menjadi ke_khawatiran.
“… Karna terlalu memperhatikan orang yang disukai,
Seseorang akan mengabaikan hidupnya, Aku bisa menjagamu sampai Kau tidak ingin
menghilang, dan andaikan Kau hilang pun.. Aku bisa menemukanmu, ada yang
namanya perasaan satu arah, Kau tak bersuara tapi, Kau memanggilku..” lanjut
Dicky, angin malam membuai kenangan manis yang berharap menjadi selamanya.
Nania termangu dungu, seseorang
yang menyukainya ialah Dicky dan orang
yang disukai adalah Dirinya.
yang menjadi pertanyaan, apakah cinta itu adalah perasaan berbalik
?
saat seseorang yang
menyukainya, berkorban demi menjaga rasa dihati. apakah orang yang disukai juga harus melakukan
hal yang sama ? lalu apa yang bisa dikorbankan jika orang yang disukai bahkan
tidak menyadari rasa apa di dalam hatinya,..
“Jika Aku memintamu untuk tidak pergi ? Jika Aku lebih
menyukaimu daripada Kau menyukaiku ? dan Jika Aku ternyata tidak bisa melewati
semuanya tanpamu, Aku harus bagaimana ?” tanya Nania
“Aku mungkin akan menjadi orang paling bahagia di dunia,
sampai ingin meledak jika semua itu bisa terjadi. Kau tidak harus melakukan
apapun, Kau tidak harus Bagaimana. Aku bisa melakukan segalanya untukmu” Dicky
mendekapnya erat. Nania tersenyum, ada desiran halus dalam benaknya, beberapa
kalimat mampu meyakinkan hatinya.
ada keinginan untuk tidak mau terluka, menjadi alasan
seseorang menyimpan rasa cinta dihatinya untuk tetap terkurung di tempat yang
sama.
“Kau lihat itu ?” tunjuk Dicky di atas danau hijau.
gemerlap kilau Kunang – kunang mendekat,
malam semakin larut dan waktu bagi kunang – kunang untuk
keluar dari persembunyiannya.
“Wah,..” decak kagum Nania.
Dicky meremas jemarinya.
“Kau menyukainya ?”
“Tentu, Aku pikir kunang – kunang tinggal mitos” Nania
tidak bisa membendung kekaguman dalam benaknya.
“Kau bisa melihatnya setiap jam 10 malam, ini membuat Danau
hijau Nampak lebih memukau kan ?” tatap Dicky, Ia mengayun lengannya, membantu
Nania berdiri, lalu keduanya berjalan sampai di ujung tangga papan, di bibir
Danau hijau.
kerlipan itu bukannya makin menjauh, mereka malah terbang
semakin mendekat dan semakin banyak.
Nania tersenyum bangga di sekelilingnya banyak cahaya.
“I Still in a Shine” ucapnya.
Dicky tertawa.
“Aku rasa, kunang – kunang sadar jika mereka sangat
memukau, mengambil banyak perhatian” lanjut Nania.
“satu – satunya Shine yang tidak sadar Ia memukau hanyalah
Kau, mengambil banyak perhatianku, Apa kau tidak menyadari itu ?” Dicky
membisik halus di telinganya.
Nania menoleh, memandangi wajah itu lebih dekat, merasakan
hangat dekapannya dan berharap bisa mati disana.
“Tetap seperti ini Nania, 15 Menit, jika tidak bisa,.. 10
menit atau 5 menit saja.. tetaplah seperti ini” Dicky mendekapnya.
“Kau mencintaiku dengan begitu banyak, tidakkah akan
menyakitkan jika kesalahan terjadi antara kita ?” Nania menenggelamkan wajahnya
di pelukkan Dicky.
“Apapun yang terjadi, Aku tidak akan pernah meninggalkanmu,
dalam kesalahan apapun, Aku akan tetap bersamamu..”
jawaban Dicky makin merobohkan segenap rasa tak percaya
itu, Nania membuang nafas, seakan hal itu akan menjadi beban nantinya.
rasa yang seseorang tak mampu mendefinisikannya,
rasa yang tak dapat di ukur,
apa
itu yang sebenarnya di katakan Cinta ??
The Person I
Will Love
***
¯
It's a damn cold night
¯ ¯ Trying to figure out this life
¯¯¯Won't you take me by the hand?
¯ Take me somewhere new
I don't know who you are ¯¯
But I... I'm with you ¯
¯ ¯ Trying to figure out this life
¯¯¯Won't you take me by the hand?
¯ Take me somewhere new
I don't know who you are ¯¯
But I... I'm with you ¯
Avril berkonser di Type dalam kamar Nania, Ia mengepak spesifik barang bawaannya untuk
ke Camp. membawanya turun ke lantai dasar dan menunggu Bus Sekolah yang datang
menjemput di depan rumah.
“Sista, Kau siap ?”
“Yeah !!” Nania meregangkan kedua lengannya
sampai bergemeretak.
“Aku bisa mendengar tulangmu patah semua”
kecam Rahel dari balkon.
Nania tertawa, salah satu kebiasaan buruk
untuk tulang adalah terlalu sering membunyikan retakannya seakan itu Delicious.
“Seniorku
akan menjemputku ke hutan perbatasan, memilih tempat memanah, jika kau
melihatnya panggil Aku, ya?” pesan Rahel sebelum akhirnya menghilang dari
balkon kamarnya.
senior
Rahel di group busur memanah adalah Guru Les Piano, masih Senior High Schools,
di Rock Street. kelas dua belas katanya, seharian sebelum hari ini Rahel sangat
sibuk membahas Seniornya yang tak tahu siapa namanya itu.
Nania
mengeryit bingung, kenapa tiba – tiba Rahel menjadi sangat sibuk di kamar,
padahal Ia juga bisa menunggu di luar bersama Nania yang menunggu Bus sekolah
kan.
Nania
menendang kerikil di ujung sepatu cats nya, udara pagi agak mengusik kulit,
rasanya kering dan menyebalkan. itu adalah perasaan musim panas, angin
menghampirimu namun sama sekali tak meneduhkan rasa panas.
Sebuah
motor berornamen Purple Kecoklatan berhenti di ujung jalan, penghuninya memarkir
disana membuka helm_nya dan berjalan menghampiri latar rumah Nania.
Dia
menatap Nania dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Nania
ingat pesan Rahel jika seniornya akan datang menjemput, Pantesan Rahel
se_semangat itu, Seniornya di Group
memanah tampak sangat Boylicious.
Kaos tanpa
kerah yang menjuntai bebas itu membuat dada bidangnya terlihat, celana pendek
ber_jeans yang jelas – jelas sangat biasa itu, malah Nampak sebaliknya.
aura_nya
kental, lingkar matanya yang besar agak orange mendung, Dia memperhatikan Nania
seksama, memaksa Nania ikut memperhatikan.
mereka
hanya saling menatap tanpa suara untuk beberapa detik, Nania adalah orang yang
paling malas menegur pada orang Asing ( I
don’t speak with a stanger ) kecamnya dalam hati.
“Rahel_
nya ada ?” ucapnya memulai, uhg,..
akhirnya Ia bicara juga dan bukan Nania yang menegur pertama.
“Ada
didalam, sebentar,..” Jawab Nania lalu memasang ancang – ancang untuk
berteriak.
“RaAHeLaaa
!!!” jerit Nania.
cowok itu
mengeryit kaget saat Nania spontan berteriak.
Rahel
berlari tergopoh – gopoh dari dalam rumah sambil membopong Camera Digital Cannon_nya.
“Oh Hay
Senior ? maaf, Aku mencari optic_nya dan nggak ketemu, maaf sudah membuat
Senior Menunggu” Rahel tertawa, ternyata itu hal yang disibukkannya dalam
kamar.
“Dasar ceroboh !” gumam Nania dalam hati.
“Bus_nya
datang, Aku pergi LittleLady ..” ujar Nania saat lirikan matanya dapat
mengenali arah bus menghampiri.
dari dalam
kaca Ashela berteriak teriak
“Nania …
?!! Ayooo ,…” Ashela Nampak semerbak, Ia sangat bahagia, pasalnya Dia baru
sekali ini bisa mengikuti camp tahunan, acara musim panas sekolah. berhubung
sebelumnya Ia nggak punya teman satu pun dan memilih menetap dalam rumah sampai
liburan musim panas berakhir.
“Jaga Mom
& Dad, baik – baik” Nania melambaikan tangannya dari kaca mobil. Rahel
mengangguk
“Aku tahu,
Kau jagalah dirimu baik – baik Sista” pesan Rahel.
Nania
tertawa.
bus
membawanya pergi ke Camp, lumayan jauh dari Duce Town, perjalanan sekitar 2-3
Jam, jika tanpa halangan tentunya.
ini
termasuk ekspedisi terbaik selama akhir tahun ajaran.
Rahel
memeluk Camera Digitalnya,
“Senior ?”
tegur Rahel, berhubung Kevin terdiam sejak tadi.
Kevin
menoleh.
“Dia kakak
mu ?” tanya_nya
“Iya
Senior, kenapa ?” Rahel balik menanyai.
Kevin tersenyum
lalu menggeleng.
“Nggak
mirip”
Rahel
mendengus kesal.
“Baiklah,
Dia cantik, putih, baik & memiliki bentuk tubuh yang indah serta postur
badan yang tinggi, sementara aku segala kebalikannya, begitu ?”
Kevin
tertawa mendengar ocehan Rahel.
“Aku tak
bilang begitu”
“Oh
berhentilah ketawa senior, walau tak
dibilang pun, Aku sangat menyadarinya” tadah Rahel. Kevin tertawa lagi. Rahel meringis.
“Kita
pergi sekarang, anak kecil ?” tatap Kevin antusias.
Rahel
tertawa.
“Tentu
saja, senior”
Kevin
menstarter motornya, membiarkan Rahel naik di boncengan lalu menarik gas
motornya menuju hutan perbatasan, untuk referensi tempat memanah.
~~~
Dicky
memegangi bingkai foto di kamarnya.
Hari ini
peringatan kematian kedua orang tuanya, Ia menghela nafas panjang seakan takut
kehabisan udara.
“Mom,..
Dad,.. Aku pikir setelah 11 Tahun, Aku takkan menangis lagi saat peringatan
hari dimana kalian meninggalkanku”
beberapa
bunga Daisy putih melingkari meja, Ia akan ke pemakaman sore ini dengan
seseorang.
“karna,
Aku bahagia saat ini, Aku bersama orang yang Aku sukai, The Person I will Love,.. eih” Dicky tersenyum lirih.
“Menceritakan
hal seperti ini pada kalian, Aku sangat malu. tapi, karna Aku sangat
menyukainya. Aku tidak bisa untuk tidak mengenalkannya pada kalian” angin melewati fentilasi dan jendela yang
dibiarkan Dicky terbuka, menghinggapi dirinya dan halusinasi itu merobohkan
badannya ke tempat tidur sambil terus memeluk bingkai foto kedua orang tuanya.
~~~
“Anak
kelas Dua Belas Williams, akan tiba di Camp saat senja” ujar Ashela, siapa lagi
tujuan pembahasannya kali ini jika bukan Dicky. Nania tertawa.
“Kau cepat
sekali mendapatkan informasi”
“Tentu
saja, ini semua untuk kelancaran hubungan Prince Dicky and Princess Nania”
lanjut Ashela. bus berjalan sangat
cepat, entah
ada bunyi bunyian apa di antara knalpotnya yang ingin membuat mual, dalam
perjalanan jauh saat ini.
“Nania”
tegur Lee dari jok belakang kursinya.
Lee adalah
Classmate_nya di Elisabeth Dua Belas. Dia keturunan Chinesse, kulitnya nyaris
berwarna pink jika terkena kilau matahari.
Dia cukup
tampan atau bahkan Dia satu – satunya yang berwajah terbaik versi cowok di
kelas Nania.
salah satu
kelebihannya Dia sangat pintar menggitar.
kalo di
perhatikan seksama, Lee sangat mirip dengan Sungha Jung, pengitar acoustic yang
go international, bahkan sampai di Paris.
Cassete Debutnya yang Perfect Blue dan New Album Irony, adalah
kumpulan terbaik dari Sungha Jung.
Lee seharusnya perlu 1000x bersyukur karna sangat mirip dengannya.
Nania menoleh.
“I’m so lonely dari 2 ne 1, bisa ?” tawarnya, Ia memegang gitarnya
lalu memetik senar satu per_satu dihadapan Nania.
Nania mengangguk.
Ia meminta Nania menyanyikan lirick dan Ia yang mengikuti dengan
gitarnya. Ashela bersorak.
“Na nia,.. NA_ Nia,..” ujarnya, meminta perhatian dan penghuni bus
ikut menyebut namanya.
nggak akan ada yang bisa dilakukannya lagi kini, selain menerima
ajakan Lee untuk menyanyi dalam perjalanan.
Lee tersenyum puas
Nania berdiri dari kursinya
¯
Jigeum
naega haneun yaegi
Neol
apeuge halji molla
Ama nal jukdorok miwohage doel
kkeoya
¯
Ashela
menepuk tangan sembari diikuti penghuni Bus lainnya.
Lee
tersenyum memaikan senar gitarnya.
¯
Naega
yejeon gatji antadeon ne mal
Modu
teullin mareun aniya
Nado byeonhaebeorin naega nat
seolgimanhae
¯¯
Neomu chakhan neonde neon
geudaeroinde Oh
I
don’t know I don’t know Naega wae ireoneunji…
Geutorok
saranghaenneunde neon yeogi inneunde Oh
I
don’t know Ije nal chatgo sipeo ..
¯
Baby
I’m sorry neowa isseodo nan lonely
Saranghagin
naega bujokhanga bwa
Ireon
motnan nal yongseohae
¯¯
I’m
sorry ige neowa naui story
Sarangiran
naegen gwabunhanga bwa
Ne
gyeote isseodo….
¯
Nania menepuk tangannya
mengikuti irama gitar Lee dan semua penghuni Bus ikut menyanyi.
¯¯
Baby
I’m so lonely lonely lonely lonely lonely
Baby
I’m so lonely lonely lonely lonely lonely
Baby
I’m so lonely lonely lonely lonely lonely
Baby
I’m so lonely lonely lonely lonely lonely
….
¯¯ …. ¯
Bus mendadak jadi memiliki konser 2 ne 1.
perjalanan jauh tak akan terasa jauh kini,
beberapa meter lagi pemandu arah bilang mereka akan segera tiba.
semuanya bergemuruh riuh dalam bus. Ashela
tertawa.
“Aku suka Kau membuat semuanya jadi akur”
“Maksudmu ?” Nania duduk
“Kau sadar kan bagaimana mereka yang dulu
sangat membencimu karna kau dekat dengan Dicky, lihat sepertinya sekarang
mereka sudah ikhlas” terang Ashela.
Nania tertawa.
“Thanks Nania” ketuk Lee di belakang kursi.
Nania menoleh. Lee memasang senyuman
terbaiknya.
~~~
Aroma
hutan memang sangat kental di deteksi, Rahel melepaskan karet di lengannya
untuk mengikat uraian rambut sebahu_nya yang menganggu.
“Baiklah Rahel, minggu ini kita mulai,
tempatnya soft dan tenang. group harus melihat ini, Cameramu siap mereferensi
tempat ?” tegur Kevin di ujung sana.
Rahel segera mengangguk
“Iya senior” Dia menjepret berbagai macam
tempat yang sekiranya dapat dipertimbangkan pada Group.
Memanah adalah kegiatan yang butuh perhatian
dan konsentrasi, Hutan perbatasan adalah tempat paling cocok untuk jadi
landasan group latihan.
Kevin duduk di batang kayu di bawah pohon
Pinus Tua.
Rahel memainkan Camera sejengkal dari tempat
Ia berada.
“Kakak mu SHS kan ?”
Rahel menoleh “iya, Dia Senior High Schools”
“Dimana ?”
“Di Alexander” jawab Rahel
“Owh” Kevin tersenyum lirih
“Kenapa ?” tatap Rahel penasaran, Ia
memikirkan segala macam kemungkinan jika senior_nya di Class memanah ini
mempunyai pendaman rasa pada Nania.
“Cuma bertanya” ujar Kevin berlagak nggak peduli.
Rahel tertawa menggoda.
“Aishh, Senior, Aku memang anak kecil. tapi,
Aku tahu kalo ada udang di balik batu”
“Mana ?” tatap Kevin
“apanya ?” Rahel bingung kini melihat tingkah
senior_nya.
“Udangnya, mana dia ?” terang Kevin. Rahel
tertawa.
“mana bisa begitu, ini istilah”
Kevin ikut tertawa.
Rahel berhenti memotret lalu duduk
disampingnya.
“Haruskah aku mengenalkannya pada senior ?”
tatap Rahel
Kevin tersenyum,
“Kenapa Harus
dan kenapa Tidak Harus ?”
Rahel meringis. “Awas saja kalo akhirnya akan
menyesal”
“Ini tawaran khusus” Lanjut Rahel.
Rambut liar berputar – putar di dahinya,
memaksa Rahel mengulangi ikatan rambutnya yang memberontak.
“Jadi, kapan Kau akan mengenalkan kakak mu
secara resmi padaku ?” tadah Kevin
“Bisa kapan saja. tapi, Dia sedang mengikuti
camp musim panas, jadi Aku rasa setelah Dia pulang saja, bagaimana ?”
Kevin tersenyum
“Hei, Aku hanya bercanda”
“Jangan bercanda senior, perasaan nggak bisa
ikut bercanda kan, jujur saja padaku,
Aku bisa menyimpan rahasia, Aku handal di bagian yang itu” terang Rahel
menggodanya.
Kevin cukup tersenyum.
“Kau memanggilnya sista ?”
Rahel mengangguk
“Jadi, apa itu namanya ?” kejar Kevin
“Tentu saja bukan, Eih.. tunggu Kau mencoba
mengorek – ngorek informasi tentangnya, Senior, Kau tertarik pada kakak_ku ?”
tatap Rahel
Kevin tertawa.
“Salahkah hanya bertanya”
“Ini pertanyaan menjebak, sabarlah.. saat Dia
pulang akan
ku kenalkan padamu, disitu baru kau boleh
mengetahui siapa namanya” kecam Rahel.
“Hahg dassar anak kecil bermodus”
“Ini agar kau penasaran, senior” tambah Rahel.
lagi – lagi Kevin tertawa.
Ia berdiri diikuti Rahel
“Mau kemana, Senior ?” kejarnya
Kevin menoleh, Memetik daun lalu merobek –
robeknya satu – persatu.
“Pulang_lah, massa mau menginap disini,
lihat.. matahari sudah turun” tunjuknya.
Rahel meringis, Ia membopong Cameranya segera
“Kau akan langsung pulang, Senior ?”
“Aku harus ke pemakaman”
“Siapa yang meninggal ?”
“Ohg, bukan.. hanya peringatan kematian saja,
tak dirasa ini sudah 11 tahun sejak hari itu” lanjut Kevin.
“Sejak hari apa ?” Rahel antusias, ada sesuatu
dalam Senior Kevin yang ingin dikorek - koreknya.
“Bolehkah aku ikut ?” tawar Rahel
“Kau tidak takut pergi ke pemakaman ?” Kevin
menoleh
“Hehe sedikit sih”
“hanya akan merepotkan ku saja. Akan ku antar
kau pulang, cuci lah segera hasil photomu untuk rapat Group minggu ini,
mengerti ?” Kevin menstarter motornya.
Rahel naik diboncengan.
“Yups Senior !!”
Motor melaju lurus ke Duce Town, membawa Rahel
pulang ke sana, dan menyimpan banyak cerita yang akan di sampaikan pada Nania
darinya, jika Nania pulang nanti.
Rahel akan menyampaikannya, mungkin dikurang
dan dilebih – lebihkan sedikit untuk informasi.
siapa tahu Nania tertarik, mengetahui jika
Rahel tidak terlalu suka Nania berada dengan Dicky, rasanya ketimbang Senior.
seniorlah yang lebih baik.
tapi, yeah !!!
itu sih terserah daripada yang menjalani.
sudah semestinya
seorang gadis menentukan dimana Ia akan berhenti. pada hati mana Ia akan setia,
agar kesetiaan itu tidak akan menyakiti nantinya.
I’m With You
***
Dicky
duduk di depan makam kedua orang tuanya, rumbaian Daisy putih terselip diantara
bingkai foto. sesekali wajahnya menengok kebelakang, menunggu seseorang yang
mungkin akan datang, atau juga mungkin tidak.
Dicky
menyiramkan air mineral di batu pusara, Lalu duduk lagi di pinggir makam yang
ditehel.
seseorang
menaburkan bunga di atas makam orang tuanya, spontan membuat Dicky menoleh.
“Sudah
lama menunggu ku ?” tanyanya.
Dicky
tersenyum
“Kenapa
Kau sangat lama, Apa menjadi Guru prifat sangat menyibukkan ?” cowok itu
tersenyum.
“Bukan,
hanya saja cukup melelahkan” ujarnya.
Dicky
tertawa ringan.
Cowok
itu duduk disampingnya.
“Hari
ini tepat 11 Tahun setelah kecelakaan itu”
Dicky
menoleh saat cowok itu mulai menelaah kejadian lalu.
“Kevin,
Aku pikir jika bukan karna Kau, Aku sudah mati” keluh Dicky. Kevin memandangnya
geram.
“Kau
pikir Karna Aku ? itu Karna Tuhan, bodoh !” Kevin memukul kepalanya dengan
kepa’lan.
Dicky
meringis.
“Karna
Darahmu mengalir dalam Tubuhku”
Kevin
tersenyum hangat.
“Dicky,
Kau perlu merasakan jatuh cinta, sebelum mati, jika tidak maka sia-sia kau
dilahirkan. makanya, Aku tidak membiarkanmu mati saat kecelakaan itu”
Dicky
tertawa mendengarnya. Kevin meletakkan se_bucket mawar putih di atas makam lalu
membelai foto Paman & Bibinya, yakni kedua orang Tua Dicky.
“Bagaimana
SHS_mu di Alexander ?”
Dicky
mengangguk “All Right”
“Aku
dengar kau memenangkan gelar photograp terbaik musim semi kemarin, Kau semakin
handal dibagian memotret” puji Kevin.
“Aku
hanya menikmati bakat alam”
“Aku
punya Junior di group memanah, Dia lumayan mahir memotret, mungkin Kau kenal ?
Dia juga tinggal di Duce Town” Kevin meregangkan tangannya.
“Siapa
?”
“Namanya
Rahel, anak kelas 7 JHS”
Dicky
menggeleng.
“Kau
tahu kan, Aku sangat jarang bersosialisasi”
“Yeah,
Karna Kau terlalu terkenal, siapa yang bisa menandingi keren_nya keluarga Smith
? Dicky Smith & Kevin Smith ?” Kevin membagi lelucon dengan menyebutkan
marga_nya.
Dicky
tertawa untuk beberapa kalimat terakhir dari Kevin.
“Apa
kau sekarang menyukai anak kelas 7 ?” tatap Dicky khawatir.
“Jangan
menyebutku seperti itu, dengar. Aku senior ter_tampan di Rock Street. banyak
yang mengejarku dari kelas 7 sampai 12. Namun, Aku tidak mempedulikan mereka,
Pria tampan perlu sesuatu yang lain, Dicky” Kevin mengoceh, ocehan yang membuat
Dicky muak.
“Kau
sangat arogan terhadap diri sendiri” kecamnya
Kevin
tertawa.
“Bagaimana
liburan musim panas mu ini ?”
“Aku
ke camp, kau ?”
Dicky
menoleh.
“Aku
punya group busur memanah, minggu ini kami mulai di hutan perbatasan” ujar
Kevin.
“Tidak
tertarik” kecam Dicky.
“Aku
tak menawarkan” tadahnya
Dicky
tertawa.
Burung
– burung gereja melintas dan mampir di atas batu pusara. hening disini dan
banyak hal dapat diperhatikan dalam sekejap.
“Camp
akan menyenangkan, Kau tak berniat gabung ? ahk, kenapa juga kau memilih untuk
menetap Rock Street, padahal Kau bisa hidup seatap denganku di Rover” keluh Dicky, Kevin menggambar semu di
atas tanah dengan ranting pohon yang di temuinya.
“Aku
sudah dari kecil denganmu, massa harus hidup denganmu lagi” tadah Kevin.
“Kau
tahu, apa yang menjadi mukjizat di Rover ? Aku bertemu gadis yang sama dari Noe
Town, Dia menetap disana. dan Camp tahunan akan jadi kado hidup terindah, Dia
juga di Alexander SHS kelas 12, lalu kami akan melewati Camp musim panas
bersama”
Kevin
mendengarkan antusias lalu tertawa.
“Kenapa
kau tertawa ?” Dicky memanyunkan bibirnya
“Kau
bisa jatuh cinta juga ?” tatap Kevin.
Dicky
memukul pundaknya lalu tertawa.
“Meremehkan
ku ?”
Kevin
menggeleng.
“Tidak,
itulah alasan ku membiarkanmu hidup, untuk jatuh cinta sebelum mati” letuknya
lalu tertawa merendahkan.
membuat
Dicky meringis geram.
“Aish,
Dassaar !!” kecamnya.
~~~
Semua
hal tidak berjalan lancar bagi Rahel, saat dirumah, beberapa pekerjaan rumah
milik Nania, spontan menjadi tanggung jawabnya.
mulai
dari menyiram sayuran di pekarangan, membagi wortel irisan untuk tiga ekor
kelinci milik Mom dikandang, belum lagi membereskan poster poster bantuan di
ruang kerja Dad.
berhubung
Dad memiliki peran penting sebagai pemegang dana di sebuah panti asuhan di Noe
Town.
“Rahelaa”
tegur Mom
sesaat
pancuran air di kran dimatikan oleh Rahel di pekarangan, Rahel menoleh menatap
Mom di belakangnya.
“whats
going on ?”
Mom
tersenyum.
“Apa
kau lihat apa yang dipersiapkan oleh Dad akhir – akhir ini ?”
Rahel
menggeleng.
“BarbaeQu
taman, untuk merayakan perpindahan terakhir kita” terang Mom.
Rahel
terkejut, spontan ekspresinya merubah tampang menjadi senyuman.
“Benarkah
?” tatapnya. Mom mengangguk, Rahel datang terhuyung – huyung lalu memeluk
Mom-nya.
“Dad
the best” pujinya
“Terus
Mom ?” Mom melirik lirih. Rahel tertawa
“My
Beloved Mom” Rahel mengecup_nya.
Mom
memasang wajah terjijik – jijik yang makin memancing tawa Rahel.
Dad
muncul ke pekarangan. wajahnya bingung melihat anak istrinya begitu
rangkul-rangkulan.
“Dad”
Rahel berteriak datang menghapiri dan memeluknya.
“Wow,
something wrong Little Lady ?” tatap Dad keheranan.
“nggak
usah di sembunyikan padaku Dad, Aku tahu apa yang Dad rencanakan, Dad
mempersiapkan tempat ini sebagai perpindahan terakhir kita_kan ?” kecam Rahel.
Dad
tertawa
“iya
Little Lady” aku_nya. Rahel jingkrak – jingkrak kesenangan.
kenapa
tidak ? mereka adalah keluarga yang terlalu sering move on tempat tinggal dan jika ini perpindahan terakhir baginya,
Rahel & Nania harus seribu kali bersyukur untuk itu.
“Nania
akan sangat senang mendengarnya, jadikan ini sebagai sebuah kejutan bagi Nania
saat dia pulang dari Camp nanti” ujar Dad.
Mom
tersenyum
“Baiklah
Dad” Rahel tertawa, membayangkan bagaimana akhirnya Ia bisa mengecat kamarnya
sendiri sebagai asset pribadi, yang tak akan ditinggalkannya untuk pindah lagi.
dan
bagaimana Nania yang tak harus selalu kesusahan saat menyesuaikan diri dengan
lingkungan baru di tempat tinggal baru untuk kesekian kalinya.
Dad
menyayangi Nania lebih dari Ia menyayangi dirinya sendiri, berhubung Nania lain
dari Rahel, saat Nania lahir dan tumbuh sampai umur 2 bulan, Dad tak ada
bersamanya.
Dad
bekerja kontrak pada sebuah pekerjaan di luar kota, dan Mom menetap di
keluarganya.
berbeda
dengan Rahel yang saat lahir pun sudah bisa ditatap oleh Dad, itu sebabnya Dad
sangat memperhatikan segala kebutuhan Nania, Ia merasa perlu karna Nania
berbeda.
~~~
“Kau
mempersiapkan perlengkapan camp_mu sendiri ?”
tatap
Ashela, mereka berada di satu kamar yang sama, karna mereka juga semeja saat di
kelas dua belas.
Nania
mengangguk.
“Termasuk
mengangkatnya dari balkon ?” Ashela masih penasaran segala isi tas Nania yang
sangat menggubrak.
“Dad
yang melakukan beberapa pekerjaan seperti itu
-
untukku”
jawab Nania.
Ashela
tersenyum miris.
“wah,
Dad_mu sangat carefully” ujarnya, Nania meringis tawa di sudut lips_nya.
“Kau
pernah mengikuti Camp sebelumnya ?”
“yeah,
terakhir kali di Australia saat JHS” Nania meregangkan tangannya, berdiri lalu
memperhatikan kamar camp_nya yang tidak terlalu luas.
“Kau
di Australia ?” tatap Ashela
Nania
mengangguk sembari membuka jendela kamar_nya, udara masuk ke arah balkon,
beberapa kejenuhan setelah perjalanan jauh sedikit berkurang karenanya.
“keluarga_ku
sering berpindah tempat tinggal, Aku juga pernah di L.A untuk beberapa periode,
lalu Sidney di Australia sangat memukau” terangnya.
Ashela
mengangguk antusias.
“Asik
sekali” pujinya
Nania
mendengus kesal
“Apanya
yang asik ? itu sangat menyebalkan, Kau harus menyesuaikan diri dengan sangat
sering, karna setiap daerah memiliki budaya_nya masing-masing, itu nggak
menggembirakan untuk Rasi Aries seperti_ku”
Ashela
mengangguk lagi tanda mengerti.
“Yeah,
itu benar juga.. Tapi, menurutku itu menyenangkan, Kau bisa memiliki banyak
pengalaman & banyak kenalan”
“itu
menurutmu, Ashela” kecamnya
“Baiklah,
lalu menurutmu, bagian mana yang terbaik ?”
“Apanya
?” tatap Nania
“ya,
maksudku Namja_nya, cowok – cowok di bagian dunia mana, yang pernah kau
tinggali yang memiliki tampang terbaik ?” Ashela mendekat memasang wajah genit,
membuat sebuah bantal di tangan Nania tepat melayang dan mendarat di kepalanya.
“Dassar genit” gerutu Nania.
“Nggak
genit, hanya kewajaran belia, ko” tambahnya.
Nania
tertawa.
“Lee
yang terbaik”
Ashela
terkejut mendengarnya.
“Kau
ini, Aku serius” Ashela menadah.
“Baiklah,
setiap daerah memiliki cerita terbaiknya sendiri, seperti yang kau maksudkan,
cowok cowok di L.A kebanyakan memiliki dada bidang yang membentuk, lengan yang
membentuk dan bentuk-bentuk lainnya, hanya saja akan sangat sulit membedakan
mereka masih menyukai cewek atau sudah belok. kalau di Australia, bagi
pendatang sepertiku yang nggak punya teman dekat, Kau hanya jadi penonton kisah
cinta orang lain saja dan yang terakhir di Thailand, keramahannya membuatmu
tenang sebagai sahabat & mafia”
terang Nania.
“Mafia
?” tatap Ashela tak percaya.
“yeah,
Kau pernah menonton film City Hunter_kan ? bagaimana akhirnya Lee Min Hoo yang
memiliki banyak musuh mafia”
“itu
kan film”
“benar,
siapa bilang itu nyata ?” Nania balik menatap.
“Kau”
judge Ashela bingung.
“Aku
tidak membenarkan ucapanku” kecam Nania serius.
“Naniiiaaaa
!!!” Ashela geram, Ia sadar bagaimana jika ternyata info yang serius didengarnya
adalah busyet semata.
Ashela
melempar bantal ke Nania yang tadi dilemparkan padanya. Nania tertawa
terpingkal – pingkal terlebih, Saat lemparan Ashela melampaui sasaran.
Ashela
di buat manyun dalam kamar Camp, panitia sekolah memberi waktu istirahat untuk
hari ini, malamnya akan ada perapian taman di latar belakang filla, jadi sampai
senja nanti, Nania dan Ashela hanya akan menghabiskan waktu dikamar untuk
mengusir kelelahan yang terdera.
“Kau
sendiri ? pernah ke Camp ?” Nania datang menghampiri Ashela di ujung SpringBed.
“it’s
the first time” jawab Ashela, Nania mengambrukkan badannya seakan tanpa nyawa.
“Really
?” tadahnya.
Seakan
cewek seceria Ashela seharusnya memiliki banyak kesempatan untuk hal-hal
seperti ini, terlebih ada banyak acara musiman, perkumpulan remaja Saat Musim
Dingin, Festival buah tahunan dan banyak hal lainnya yang mestinya jadi jadwal
para Belia setiap tahunnya.
“Believe
or not, but it’s The first time for me” jawab Ashela, sembari membanting
dirinya disamping Nania, mengguncang SpringBed untuk beberapa second.
“yeah,
itulah hidup kawan” Nania menenangkan
Kadang
hidup nggak seindah yang kita perkirakan, dan nggak ada kesempatan untuk
menyalahkan hidup, karna diberi kesempatan untuk hidup adalah pilihan sejak
awal.
“Believe
or Not, Dicky is my first boy friend” ucap Nania.
Ashela
bangun, mendongakkan kepalanya, agar tegap. menatap penuh expresi tak percaya
kepada wajah lugu disampingnya.
“Really
?” tadahnya
Nania
mengangguk, itu menjawab berbagai macam kemungkinan antara kisah cinta sweet
seventeen.
“wah,
beruntungnya memiliki pacar pertama layaknya pangeran” kecam Ashela lemas.
“Apa
kau pernah pacaran sebelumnya ?”
“Aku
?”
Nania
mengangguk.
“untuk gadis berkaca mata cembung, dengan berbagai macam
bintik-bintik diwajah dan rambut tipis sepertiku ? apa aku terlihat bisa
memikat untuk dapat berpacaran dengan seseorang sebelumnya ?” tatap Ashela.
Nania diam mendengar berbagai macam pengeluhan Ashela yang
sedikit memilukan.
“Change it” kejarnya, Ashela melirik sadis
“Apanya yang mau diganti ?”
Nania tersenyum manis mendengar nada putus asa Ashela, Ia
bangun lalu menarik – narik jemari Ashela untuk bangun.
“Kita tak bisa merubah, kita hanya perlu membuat perbedaan
dari sebelumnya” Kecam Nania dengan nada penyayang yang dibuat – buat.
Ia menggiring Ashela ke meja bercermin.
Ashela duduk disana, perlahan Nania membuka kaca matanya dari
wajah mungil itu.
“Kau bisa lihat ?” tanyanya, Ashela mengucek – kucek matanya
lalu menatap penuh ke cermin.
“Sedikit” keluhnya.
Nania merunduk membantunya memasang contact lens, berwarna
agak purple di kelopak, Ashela memundur – mudurkan wajahnya, membuat geram
Nania.
“Calm down” gertaknya.
Ashela tersenyum lirih dengan pasrah, menyerah untuk tetap
membiarkan Nania memperkosa lentik matanya demi contact lens pada akhirnya.
Beberapa perlengkapan miliknya dalam bag pribadi pun keluar
untuk memberi sedikit perbedaan pada sahabat barunya itu.
meleburkan krim sebagai dasar powder ke tulang pipi Ashela
yang agak lonjong, gadis itu menghindari sebisa mungkin.
makin membuat geram rasa hati Nania
“It’s ok girls, stand calm” gertaknya, membuat Ashela
nyengir.
“Fine” jawabnya kaku, Nania Nampak antusias pada wajah mungil
itu, Ashela mengedip kedipkan matanya, penglihatan nya jelas karna lensa mata
yang tepat dengan mins matanya.
“Kau bisa lihat ?” tatap Nania,
Ashela diam, menatap cermin dihadapannya lalu tersenyum- dalam,
sampai lesung pipitnya Nampak.
“yeah, jelas sekali”
“Great !!” Nania girang mendengarnya.
Ia kembali pada perlengkapan dihadapannya, mengoles pemerah
bening di lekuk wajah Ashela sebagai perona dengan tipisnya.
beberapa mini dress untuk perapian malam nanti akan menjadi
suatu kelengkapan yang menarik untuk dikenakan.
Nania fokuS pada eyebrow_nya yang dilengkungkan.
Ashela mengeryit kesakitan, lentik bulu matanya terjepit
Finny. memancing tawa Nania.
“Maaf maaf”
“Hiks ,.. tegaaa” keluhnya dibarengi tawa Nania yang tak
bisa dibendungnya.
hari semakin menunjukan senjanya dengan pasti, menyisakan
rasa istimewa yang mendadak datang mendesir, menghapus perih dengan lirih.
yang pada akhirnya tawa – tawa kecil itu lah yang akan
meneguhkan mimpi.
“You know what Ashela ?”
“apa ?” tatapnya
“Yang
aku tahu, sekarang Aku sangat bahagia” Nania tersenyum, menatap dirinya sendiri
dengan penuh, di depan cermin lalu kembali mengoperasikan kemampuan make-over
nya pada wajah mungil Ashela.
Better from
You
***
Nania
berjalan ke arah dimana grup kelasnya berada, perapian terasa hangat di daerah
yang lumayan tropis, camp adalah tempat yang dekat dengan hutan tropis, segala
hal panas yang cukup membosankan, dapat kau lalui dengan bijak disana.
“Siapa dia ?” tatap beberapa pasang
mata, saat Ashela berjalan di samping Nania.
“Cantik”
“Dia kelas apa ?”
“Aku rasa Aku pernah melihatnya disebuah
tempat”
“Bukankan itu Anak 12 Elisabeth ?”
“Kurasa bukan”
Ashela
tersenyum mendengar beberapa kalimat anak – anak cowok sepanjang Ia berjalan di
taman Camp.
“Mereka
itu tidak mengenaliku atau apa ?” Ashela menahan lengan Nania, untuk sekiranya
ikut memperhatikan.
Nania
melirik sepintas
“Mana
ada yang tahu jika Itik buruk rupa, bisa disulap menjadi Angsa putih yang
cantik, tanpa operasi” jawabnya.
Ashela
tersenyum, itu kalimat pujian.
walau
terdengar rada anneh. Tapi, intinya sangatlah manis.
Ashela
malam ini, bukanlah Ashela yang selama 2 tahun belajar di Alexander SHS.
Dia
Nampak sangat_ berbeda dari Ia yang dulu.
tanpa
kucir kepang di rambut, tanpa kaca mata berlensa tebal dan tanpa kemeja
berkancing leher.
Ashela
dengan bangga menyamakan langkah secara spontan dengan beberapa gadis yang
selama ini, menurutnya tercantik.
Nania
hanya bisa tersenyum melihat Ashela menikmati -
perubahannya.
Nania
menawarkan secangkir Tea pada Ashela,
“Kau
siapa ?” tatap seorang gadis sok tenar di Elishabet 12.
“Rey,
ini Aku Ashela, Kau tidak mengenalku ?” tatap Ashela sembari menerima secangkir
Tea dari Nania.
gadis
itu tampak tertegun, Ia menatap Ashela selama yang Ia mampu.
“Aku tak percaya ini” bisiknya lirih.
“Kau
sangat berbeda” pujinya serendah mungkin, untuk menghindarkan rasa malu.
tentu
saja. Rey adalah gadis sok tenar yang suka merendahkan tampilan orang lain disekitarnya
dan Ashela pernah menjadi topik penghinaan_nya selama beberapa periode sejak
kelas 10.
“Apa
itu berpengaruh bagimu ?” tatap Nania tajam.
Rey
menoleh, lalu menggeleng dan memilih untuk meninggalkan taman Camp, karna
merasa tersisihkan.
Malam
hari di Camp sangatlah ramai,
semua
kelas 10 sampai 12 berada disana.
Nania
mendongakkan kepalanya berharap dapat menemukan seseorang di antara beberapa
kelompok ngobrol.
Tapi
tak sekalipun Ia bisa menemukannya.
“Dicky
?” tanya Ashela.
Nania
mengangguk.
“Williams
12 masih di hunian, mereka baru saja tiba, ku rasa mereka melewatkan Acara
taman karna kelelahan” terang Ashela. Nania meringis mengerti maksudnya.
Lee
mendekat dengan denting-dentingan gitar yang dipeluknya, Lee berada di kelompok
ngobrol dengan beberapa pengajar senior untuk membakar jagung.
Namun,
entah kenapa Dia mendadak pindah haluan, untuk nimbrung di antara pembuat Tea
layaknya Nania dan Ashela.
Lee
tersenyum dangkal.
Ia
meneguk salah satu Tea buatan Nania.
Nania
menoleh
“Apa
manisnya cukup ?”
Lee
tersenyum lagi setelah menyeruput ujung cangkirnya.
“karna
melihat kalian berdua, Tea_nya berubah menjadi Terlalu manis” rayu_nya. Nania menggeleng.
Ashela
tertawa.
beberapa
anak cowok mengikuti Game yang Pengajar muda sediakan. Feel in The Dark katanya.
catatan
= hanya untuk yang berpasangan.
itu
persyaratannya, sebenarnya walau nggak berpasangan nggak apa – apa sih. Tapi,
tetap saja harus mencari teman pasangan biar bisa mengikuti game_nya, kalau
nggak begitu, nanti siapa yang bisa di temui dalam gelap, coba ?
“Mau
main dengan_ku ?” tawar Lee, Nania menoleh.
menatap
uluran jemari Lee memintanya.
“Aku
pikir Aku harus kesuatu tempat dalam rangka menyediakan Tea di Acara Taman ini”
tolak Nania sehalus mungkin. Lee terlalu menarik.
dan
akan selalu tampak menarik bagi siapapun.
Hanya
untuk bermain Game Feel In The Dark,
bisa membuat Nania mengira memberinya peluang masuk.
itu
nggak Nania, Ia berstatus resmi dengan Dicky, banyak boomerang baginya jika
berbagi kelaziman dengan lainnya.
“Kau
bisa bermain dengan Ashela, Ia Free
tugas” tawar Nania. Pengajar senior
memang memberinya tugas untuk menjadi kelompok dalam menyediakan Tea di acara
taman ini, beberapa kelompok yang lain membakar jagung, mempersiapkan taman dan
bahkan ada yang nggak bisa mengikuti acara karna punya tugas untuk mengamankan
segala hal.
Ashela
melongo saat mendengar namanya disebut Nania.
Lee
tahu akan kalimat penolakan, Ia melirik Ashela. gadis itu tersenyum, Ia tahu Ia
tak ada pilihan daripada stand by.
Lee
menyodorkan tangannya, beberapa perasaan berkecamuk menjadi satu.
Ashela
menjamah jemarinya. ini pertama kalinya Ashela menggenggam jemari cowok, bisa
diterka apa yang didera olehnya kini.
Lee
membawanya ke Game di tengah taman. beberapa anak juga mengikutinya, lampu
taman di matikan, semuanya menjadi gelap dalam sekejap.
Nania
terkejut, Ia sangat benci yang namanya gelap, Ia tak dapat melihat apapun karna
Game yang di buat pengajar senior.
peserta
Game diharuskan untuk dapat menemukan pasangannya dengan benar.
Nania
berdiri beku di depan meja Tea, Ia memang nggak ikut namun, taman mendadak
gelap dan tak ada pilihan baginya.
Ia
terpaksa diam ditempat, sambil menunggu Game selesai dan lampu bisa dinyalakan
kembali.
Lengannya
merinding menanggapi dingin, Ia jauh dari perapian. seseorang membisik
ditelinganya.
“My Girl, My Angel”
Nania
tertegun.
Ia
menoleh dan tak ada siapapun, Ia sedikit ketakutan karnanya. Nania menutup
matanya sekejap untuk menetralkan perasaan takut itu.
“My Lovely, My Princess”
dengarnya
lagi, nafasnya dipundak Nania, Ia memeluk Nania dari punggung. Nania memukulnya
secara rerfleks, lalu menampar seseorang itu tepat diwajahnya.
“Siapa
kau !!” tukasnya, Ia khawatir jika itu adalah seseorang peserta Game yang
tersesat sampai dimejanya.
“Nania
tenanglah, ini Aku” cowok itu mendekap lengannya.
untuk
menghindari beberapa pukulan maut Nania lagi.
Nania
mengerem tangannya.
“Dicky
?” Ia menoleh. Dicky memonyongkan mimiknya pertanda marah, Ia memeluk pacarnya
sendiri namun mendapatkan perlakuan tak menyenangkan.
“Lupakan”
Dicky berhenti menggenggam Nania.
Gadis
itu menggigit bibirnya sendiri pertanda menyesal.
“Maaf,
Aku pikir peserta Game tersesat padaku, jadi aku memukulmu, apa itu sakit ?”
Nania mengelus elus bekas tamparannya. Dicky memurungkan expresi_nya.
Nania
sadar pacarnya itu ngambek, Ia spontan memeluk Dicky.
“Maafkan
Aku” bujuknya, Dicky tidak akan bisa menghentikan keinginannya untuk terus
memasang tampang tak enak. berhubung Nania berada dalam dekapannya.
Ia
melirik wajah di dada tegapnya itu, Nania tersenyum.
“Tidak
ko’ Aku hanya bercanda, Aku tidak marah, Kau khawatir ?” tatapnya. Nania
mengangguk.
memancing
tawa ringannya.
Dicky
mendongakkan dagu kecil Nania, Lalu mengecupnya di sana berulang kali selama
lampu taman masih di matikan.
Nania
merekatkan jemarinya sampai desus dingin yang selama ini di anutnya, melebur
entah kemana.
“Kau
akan benar – benar membuatku gila” keluhnya.
Nania
menatap kelu “Aku, kenapa ?”
Dicky
tertawa, “Aku sangat bahagia denganmu sampai ingin mati” jawabnya.
Nania
mengeryit bingung.
“Kenapa
disaat bahagia memiliki keinginan seperti itu ?”
“Nania,
Aku tidak pernah bahagia selama kematian kedua orang tuaku. Tapi, semuanya
berubah sejak bertemu denganmu, Aku ingin mati disaat Aku bahagia, bukan disaat
Aku kesusahan, itu adalah anugrah”
Nania
masih tak paham apa yang di katakan kekasihnya, sampai akhirnya lampu taman
menyala dan Game Feel In the dark yang
diikuti Ashela dengan Lee selesai.
mereka
pasangan terbaik, mereka yang pertama kali saling menemukan.
Nania
memutuskan untuk meninggalkan taman dan mengikuti Dicky mengarungi jalan
setapak.
“Apa
kau kedinginan ?” tatapnya.
Nania
tersenyum, membuat Dicky segera meletakan Jacket_nya dipundak Nania, helaian
angin kering memang nggak menyenangkan.
jalanan
setapak di iringi lampu temaram yang teduh, berasa ada di paris, kota yang
memiliki segala unsur keromantisan.
“Nania,
apa Kau pernah berpikir tentang ku ?” Dicky berjalan dua langkah lebih di depan
dari padanya.
Nania
hanya mengikuti dari belakang dengan alun-alun kerindangan.
“Kenapa
?” Nania mengerem beberapa pertanyaan dan jawaban yang tak ingin di ungkapnya.
“Kau
sadar atau tidak ? Aku selalu berpikir bagaimana jika apa yang kurasakan, tidak
sama seperti yang kau rasakan” jawab Dicky, Ia berhenti di bawah lampu temaram,
masih membelakangi Nania.
gadis
itu hanya bisa memandangi punggungnya yang tegap.
“Kau
tidak harus merasakan hal sebesar rasa yang Aku tanggung, pada akhirnya Aku
berpikir begitu, Kau tahu kanapa ?” Dicky merunduk halus. Nania masih diam di
belakangnya.
“Karena
Aku menyukaimu dengan begitu banyaknya” lanjut Dicky. Nania membisu di sana.
Dicky
menoleh, Ia tersenyum menatap Nania yang tak tahu harus mengatakan apa.
“Kau
lihat itu ?” tunjuk Dicky dilangit.
Nania
mengadahkan kepalanya ke atas.
“Bintang”
ucap Nania, Dicky tersenyum, senyumannya
adalah hal paling menenangkan yang pernah ada.
Ia
terlihat memukau dari sudut seperti itu, ketika helaian rambut liarnya mulai
jatuh ke telinga dan di tiup desah desus angin malam.
“Mereka
banyak di sana, mereka terang dengan cahayanya sendiri. sayangnya, mereka
sangatlah jauh, tidak ada yang bisa menggapainya” ucap Dicky.
Nania
menikmati tatapan nya di langit, Dicky benar.
bintang
adalah hal di luar angkasa yang sangat sulit terjangkau, cahayanya layaknya
seribu bulan yang membuat reuni dari kejauhan.
“Aku
harap untuk memantau mu nanti, Aku menjadi salah satu dari mereka” Lanjut
Dicky.
“Memantau
ku dari jauh ? kita kan tetangga, Kau bisa mendekat disaat Kau ingin” tutur
Nania realistis, Ia nggak akan paham dengan maksud terselubung seseorang dari
balik kalimat.
“Maksudku
Nanti, Nania” Dicky tersenyum.
menunjukan
sederet gigi putihnya yang rapi, menunjukan senyuman terindah yang Nania sukai.
malam
ini berakhir disaat Dicky menemani gadis_nya berjalan ke peristirahatan di
Camp.
mereka
satu lorong, namun berbeda saat di perempatan, kelas 12 Elisabeth berada
diujung lorong dan kelas 12 Williams berada di sampingnya.
“’ve
Nice Dream, bebh” Dicky mengelus rambutnya di depan pintu kamar. Ia mengecup
pelipis lalu melambaikan tangannya pada Nania, Ia menuju kamarnya.
Nania
masuk di Springbed_nya lalu menatap ke arah dimana Ashela telah terlelap. Nania
tak harus tahu apa saja yang dilakukan oleh Gadis itu tanpanya.
jadi,
tak ada alasan bagi Nania untuk membangunkannya.
1 New Messages Received
getar
heandphone mengganggunya, memaksa Nania untuk melirik. Dicky Nania tersenyum membacanya.
cowok
itu memang bisa membuat berbagai kejutan.
From : Dicky
Inbox : “Aku
baru bertemu denganmu, anehnya.. saat
Aku ___
dikamar, rasanya seperti belum
melihatmu
seharian, kumohon..
berhentilah berlari dalam
pikiranku”
|
kalimat merayu, adalah milik cowok – cowok
pada umumnya. Namun, saat seseorang yang kau pikir menyukaimu, mengatakannya.
rasanya
Fly On, beberapa keluh kesahmu entah
kemana, Terasa pergi, menghilang dengan sendirinya.
Nania
tersenyum.
“Aku tahu seberapa bahagia Aku, menjadi
orang yang tersayangi dengan seseorang sepertimu. Aku tahu seberapa beruntung
Aku. Ahkkk,… jangan berakhir hal ini untukku Tuhan”
Nania
tersipu malu sebelum akhirnya memutuskan untuk memejamkan matanya di penghujung
malam.
And if I open my
heart to you,
I'm hoping you'll show me what to do.
I'm hoping you'll show me what to do.
And if I open my
heart again,
I guess I'm hoping you'll be there for me in the end
I guess I'm hoping you'll be there for me in the end
…
Dicky
sibuk merapikan beberapa kaos nya dari dalam tas ransel ke Hanger, Ia
mencucinya sore tadi dan Ia yakin tidak akan kering. satu satunya cara untuk
membuatnya kering pada malam hari pada musim panas, ialah dengan membiarkannya
terus terhanger di ge_gantungan balkon kamar camp.
setelahnya
Ia kembali duduk menikmati penghujung malam dari atas atap.
“Aku
percaya dengan yang rasi bintang ku katakan, Aku mencintai_mu dan jika suatu
saat ternyata rasi_ku salah, Aku pikir aku akan terus mencintai_mu”
Dicky
menghela nafas panjang.
ada
sebuah rasa yang tak terpikirkan tiba – tiba jadi suatu hal yang selalu
mengusiknya.
Ia
benci Love Story, namun saat akhirnya
itu bisa teraplikasikan dalam kehidupannya sendiri.
beberapa
rasa gengsi itu berkurang, lebih memperhatikan orang lain ketimbang dirinya
sendiri adalah sebuah mukjizat.
Bagaimana
mungkin, seseorang yang bahkan tak sedarah denganmu, seseorang yang pada
awalnya adalah orang lain, seseorang yang tidak pernah kau bayangkan. kini,
menjadi seseorang yang lebih kau pedulikan ketimbang dirimu sendiri.
Jika,
ini hanya disebut sebuah pembuktian akan ketulusan seseorang atau sebuah
peristiwa dimana kau pikir sedang terjebak rasa.
Dicky
yakin benar atas apa yang dialaminya sekarang.
“Bagaimana
jika akhirnya Dia membiarkanku ?”
beberapa
rasa khawatir itu akan membuat seseorang terbebani.
tentang
rasa, tentang semua yang orang bilang bahwa cinta
itu omong kosong.
itu
ternyata lebih mengerikan,
karna
ternyata seseorang bahkan bisa mati karna cinta,
omong
kosong itulah yang bisa mematikan, atau bahkan memberimu hidup.
Dicky
tersandar lemas di tembok.
“Aku
pikir Kevin benar, Aku perlu untuk merasakan jatuh cinta sebelum mati”
Dicky
tersenyum.
benar
! jika bukan karna Kevin saat 11 Tahun yang lalu, mungkin Dicky sudah mati, dan
untuk memikirkan seseorang seperti Nania, Impossible.
For a reasons
***
“Lee
yang menemukanku dalam Feel In The Dark”
kenang Ashela, Nania tertawa.
“Baiklah,
kedengarannya itu bagus”
“Apanya
? kenapa Kau menatapku seperti itu ?” Ashela Nampak khawatir akan tatapan Nania
yang mengandung maksud terselubung.
“Bisa
saja kan”
“Apa
?” kecam Ashela
“Yeah,
Kau dengan Lee ber_K-E-N-C-A-N ,..” Nania kemudian melanjutkan tawanya.
Ashela
merengut malu, rona wajahnya kentara di mungil lesung pipit_nya.
“nah,
Kau merona dan ayolah mengaku padaku saja, Kau menyukai Lee _kan ?” tatap Nania
seolah ingin menelanjangi temannya. Ashela merinding.
“Kau
ini ,..” kilahnya, sembari mencubit pipi Nania dengan gemasnya. Nania tertawa
tak henti melihat rona merah Ashela.
mereka
duduk di bawah pohon palem di belakang Camp setelah mengikuti sosialisasi
penghijau_an.
Nania
berdiri melanjutkan cangkulan tanahnya,
mereka
mereboisasi, menanam kembali pohon.
Ia
memiliki Akasia kecil, itulah yang ingin ditanamnya. kata mereka = Akasia
adalah pohon yang bisa hidup disegala musim dan bertahan meski telah di
robohkan, makanya seringkali dijadikan bentuk cinta, se_enggaknya seseorang kadang ingin menjadi seperti pohon,
berdiri di satu tempat yang sama, selama-lamanya.
Nania
mengayun cangkul_nya,
“Wah,
my Super Women” puji Dicky, Ia lewat di sampingnya.
Nania
menoleh.
“iiissstt”
keluhnya, membuat Dicky segera mampir.
seharusnya
Dicky segera menyelesaikan pembuatan tenda perkemahan, bukannya mampir untuk
ikut mereboisasi dengan Nania.
“Berikan
padaku cangkulnya, Biar Aku saja” pintanya.
“Nggak
! Aku yang ingin menanamnya” Nania merengut.
“KITA yang akan menanamnya” pinta Dicky
lagi.
Nania
tersenyum, saat nada suara Dicky menekan kalimat KITA di antaranya.
Ia
menyerahkan cangkulnya.
“Baiklah,
KITA yang akan menanamnya bersama”
Nania mengulang intonasi KITA seperti yang di ucapkan Dicky, membuatnya
meringis tawa.
Dicky
menggapai cangkulnya dan mematoknya ke tanah, secara berulang – ulang sampai
dalam.
Nania
menaruh Akasia kecil didalamnya.
“Ku
Harap Akasia kecil ini, bisa hidup dan menjadi Pohon Akasia sesungguhnya” ucap
Nania.
“Kau
tahu Akasia ? Dia tetap akan tumbuh apapun yang terjadi, Dia kuat, jika badai
pun merobohkannya, asalkan masih menyentuh tanah, Ia akan kembali berdiri. apa
kau bisa seperti itu ?” Dicky menyendu di kalimat terakhirnya, bagian yang
mungkin sulit terjawab oleh bibir mungil di sampingnya.
Nania
mendorong tanah di sekitarnya untuk mengubur akar Akasia kecil yang ditanamnya.
“Aku
bisa, Aku tidak selemah yang Kau pikirkan” Nania tertawa ringan, namun Dicky
terlihat sebaliknya, Ia sangat serius.
“Benar
Nania, tersenyumlah seperti itu, itu menjadikanmu terlihat sangat cantik” Dicky
terus menatap, matanya tak sedang bercanda. entah apa yang ada dalam
pikirannya.
“Kau
harus bisa sekuat Akasia seseungguhnya atau bahkan lebih dari itu, karna badai
yang datang nanti mungkin juga akan segera berlalu, dan jika badai itu pada
akhirnya meninggalkan bekas, jangan terlalu lama untuk roboh, bangunlah dan
lihat bagaimana hidup membawa_mu, Kau paham itu, Nania ?” lanjut Dicky.
Nania
tak mengerti alur. Tapi, Ia memilih untuk mengangguk dan tersenyum seolah
paham.
“Aku
tahu kau tidak mengerti, jadi jangan bersikap seakan kau paham, karna apa yang
aku ucapkan akan kau pahami suatu hari Nanti”
ucap Dicky membalas senyumnya, lalu Ia meninggalkan Nania disitu, di depan
Akasia kecil yang mereka tanam bersama.
“Apa
Aku harus bertanya apa maksudnya ? atau Aku hanya harus menunggu seperti apa Nanti yang Ia maksudkan ?” keluh Nania
sendiri, Ia menyentuh lengan kecil Akasia.
“Tumbuhlah
Akasia dan perlihatkan padaku bagaimana Kau menghadapi badai” ucap Nania.
khayalan
semu_nya melayang jauh ke batas mimpi, memenuhi kalimat seandainya yang biasa
di katakan para pencinta pada umumnya, di garis mimpi dan khayal tak bertepi.
~~~
Ashela
dengan gelang karet yang dicurinya dari Lengan Nania, Nampak sangat sibuk.
“Ini
cocok untukku” pujinya.
“Baiklah,
ambil saja untukmu” Nania pasrah
“Makasih
Dear, Love you so much” ucapnya diselingi senyum yang mengembang.
Nania
menatap Dicky yang sibuk dengan tenda perkemahan dari atas balkon kamar
camp_nya.
sadar
di perhatikan, membuatnya mendongak ke lantai dua, menemukan wajah Nania
disana.
Ia
melambaikan tangannya, Nania berbalas, Ia senyum kerindangan karnanya.
Dicky
mengirim kecupan jauhnya lewat angin, Nania menangkapnya segera lalu meremas
erat ke jantungnya.
Dicky
tertawa melihat tingkah aneh gadisnya.
Nania
tersenyum.
membuat
Ashela keheranan.
“Kau
aneh sekali” ujarnya, Ashela berdiri lalu menatap ke bawah, kini Ia paham
kenapa temannya senyum senyum sendiri.
“Hmmp,
bisakah kalian tidak berlebihan seperti itu ? membuatku iri saja, Hallow Nania,
bisakan tidak begitu, ingatlah betapa temanmu ini tidak punya pacar bahkan
belum pernah ber_kencan sekali_pun, pahamilah” keluhan Ashela terdengar bertubi
– tubi.
Nania
menoleh.
“Lee
itu sekarang pacarmu kan ? kalian nge_Game
semalam” tudingnya. Ashela spontan memanyunkan bibir mungilnya.
“Dia
nggak nge-bahas Aku, Dia malah nanya_in Kamu”
Nania
mengerang “Hemmp ?!”
“Yeah,
apa kau masih bersama Dicky ? apa kamu
sudah lama kenal dengan Dicky ? bagaimana bisa kalian jadian ? anneh banget
kan” ujar Ashela sembari memperagakan suara khas Lee. Nania tertawa.
“Itu
hanya alur supaya kalian nyambung, mencari topik pembahasan, agar kalian akrab
dan yeah,.. aku dan Dicky lah cerita perantara-nya”
Ashela
Nampak sanksi
“Begitu
kah para cowok mencari perhatian ? apa Dicky juga pernah seperti itu padamu ?”
tatapnya.
Nania
tertawa, Ia tahu jika maybe Ashela
beneran menyukai
cowok
Chinesse itu.
“Ashela,
nggak semua cowok sama kan, jadi yah.. pendekatan mereka untuk mencari
perhatian juga berbeda” Nania takut menyakiti. Jadi, Ia mengatur nada suara dan
penekanan maksud agar, Gadis dihadapannya ini mengerti.
Ashela
manggut – manggut, entahlah Dia paham atau tidak. Tapi, setidaknya Ia menerima
itu, semoga saja ada keajaiban dimana akhirnya Lee dan Ashela bisa menemui satu
titik untuk berbicara.
~~~
Tenda
kemah yang dibangun Dicky tepat di depan balkon kamar Camp Nania, di
dapatkannya susah payah karna Ia harus berantem dulu dengan Jay, teman
sekelasnya di Williams 12.
tempatnya
pertama kali di temukan oleh Jay, lalu Dicky datang dan menyerobot. tapi,
akhirnya Jay mengalah juga.
Demi
Cinta katanya.
That’s Friends are for menurut Jay, karna Dicky memohon dan
terkabulkan olehnya.
Dicky
duduk tenang di tenda kemahnya, Sunset tenggelam di sana dan kilaunya mengusik
mata.
Nania
datang dan duduk disamping Dicky secara spontan, tentu saja itu membuat Dicky
tertegun.
“Kau
ini ,..” keluhnya, dan gadis itu hanya tertawa.
“Aku
rindu Danau Hijau” ujar Nania
Dicky
menoleh, Ia memegangi lembaran pamphlet tentang daerah kunjungan di Hutan
Tropis.
“Aku
rasa disekitar sini juga ada danau”
“Benarkah
? tahu dari mana ?” Nania mengeryit.
“Kertas
Pamphlet” Ujar Dicky sembari melayangkan kertas ke arah Nania. gadis itu Nampak
antusias.
“Bisakah
kita ke danau ?” Nania sedikit memohon.
“Kenapa
tidak bisa, ayo kita cari dimana danau dari kertas phamplet ini” Dicky berdiri
sembari menarik lengan Nania. Ia membawanya berlari ke selatan.
ada
peta kecil di balik kertas Phamplet itu, cukup membantu.
Dicky
memimpin arah, Nania mengikuti saja dari belakang, semak – semak belukar makin
mengusik kaki-nya.
mereka
berjalan sedikit berlari, dan sudah sangat jauh dari camp atau tenda kemah
belakang.
Namun,
tetap saja Dicky optimis bisa menemukan Danau-nya walau.. mungkin saja mereka
sudah tersesat.
“Apa
Kau yakin ini jalan_nya ?” Nania sibuk menggaruk lengan-nya, nyamuk nyamuk
hutan sedang menikmati darahnya. anneh karna nyamuk di hutan tropis terlihat
seperti memiliki mesin turbo, mereka memiliki banyak teman untuk menyerbu gadis
berkaos lengan pendek.
“Kau
kenapa ?” Dicky menoleh, Ia sadar gadisnya jenuh, mereka berjalan sejauh ini
namun, yang terlihat hanyalah hutan dan semak belukar.
tanpa
ada tanda tanda Danau sama sekali.
“Nyamuk
menggigitku dan aku tidak melihat apapun, hanya ada hamparan semak belukar, Aku
takut Kita tersesat” keluh Nania, Dicky menghampiri, senyuman nya terlihat
menenangkan.
“Takut
apa ? ada Aku, jangan takut” Dicky mendekapnya.
Nania
diam, Ia sadar telah membuat keduanya masuk ke dalam hutan karna keinginan_nya
sendiri.
ingin
melihat danau _lah, dan akhirnya jadi seperti ini kan.
“Apa
Kau tidak percaya padaku, Nania ?”
Gadis
itu menghirup nafas_nya, dalam pelukan hangat yang akan menetralkan hatinya
dari rasa takut.
“Aku
tidak bilang begitu” keluhnya.
Dicky
tersenyum hangat, Nania mendongak-kan kepalanya
untuk
menatap wajah utuh yang memeluknya.
“Percayalah,
Kita akan menemukan danau_nya” ujar Dicky, Nania diam, Ia melepaskan
pelukannya. Dicky kembali berkutat dengan peta kecil dibalik phamplet yang di
genggamnya.
Nania
agak tenang saat telinganya mendeteksi suara air berdebur. Ia menoleh di mana
Dicky berdiri di atas kayu tumbang.
“Disana
Danaunya, Nania” tunjuk Dicky
Nania
tersenyum
“Benar
! Kita menemukannya” teriak Dicky lagi, keduanya berlari tak sabar ke arah di
mana Danau berada.
Air
yang jernih dengan 3 buah tangga papan yang melintang, di atasnya ada panggung
kecil.
Dicky
berlari ke tengah danau di mana panggung kecil itu berada. Nania berteriak
teriak kesenangan.
“Aku
di Danau ! Danau ! Danau !” ujar nya.
Dicky
tertawa, kelelahan mendera, keduanya langsung tumbang, duduk di atas panggung,
membiarkan kedua kakinya menyelam di dalam air.
“ahkk,..
Aku lelah sekali”
“Aku
ingin mengatakan hal yang sama. Tapi, Kau sudah deluan mengatakannya” keluh
Nania, Dicky mengobrak abrik rambut gadisnya.
Nania
mengerang “Arrgggffhh” Ia harus menyilahkan beberapa rambut liar yang melintang
di wajahnya ke balik telinga, karna ulah Dicky.
“Lebih
indah dari pada yang di Phamplet”
“that’s
right !” Dicky berkomentar.
kilau
sunset berpijar cahayanya, orange semu di musim panas terlihat mengaggumkan.
menikmati dari Danau seperti ini adalah pilihan yang terbaik.
karna
cahayanya terpantul – pantul ke berbagai sisi.
Nania
berbaring di atas panggung, kakinya masih dibiarkan menjelajahi air dibawahnya.
“Aku
suka Danau”
Dicky
menoleh, meregangkan lengannya lalu berbaring di samping Nania.
“Aku
suka semua hal yang kau sukai” ujarnya
“Kau
merayu ku ?” Nania mengeryit.
Dicky
tertawa ringan, tawa dengan senyuman yang memukau, senyuman yang menenangkan
dan senyuman yang memikat Nania.
“Apa
Kau pernah berpikir untuk menyukai seseorang sebelumnya ?” tanya Nania
Dicky
menoleh ke arahnya, Nania menerawang kosong di antara awan awan yang terbias
sinar Sunset.
perfect scenary.
“Nggak,
it’s first time denganmu Nania”
jawabnya.
Gadis
itu spontan menoleh.
“Kau
sama denganku, Aku juga nggak pernah berpikir untuk menjalin hubungan dengan
seseorang sebelumnya, it’s first time
dengan mu Dicky”
“menjalin
hubungan ? kau mengubah kalimatnya” potong Dicky. Nania mengeryit.
“Kenapa
tidak bilang menyukai ? jadi, Apa kau
tidak menyukai_ku, Nania ?” Dicky menatap dengan sinar matanya yang Nampak
meredup.
“Aku
harus jawab apa ?” Nania balik menanyai.
“Untuk
apa jika Aku yang akhirnya mendengar kalimat yang ingin ku dengarkan. namun
bukan kalimat yang ingin kau ucapkan ? itu kan hal bodoh” tukas Dicky.
Nania
membuyarkan lamunannya, karna sadar jika seseorang di antaranya terluka.
“Aku
bukannya tidak menyukaimu, hanya saja Aku tidak mengerti. kenapa Aku tidak
ingin mengatakannya” ujar Nania
Dicky
membuang nafas kesal.
“Aku
pikir Kau telah menyukai_ku, layaknya Aku menyukaimu”
Nania
tak berkomentar.
beberapa
menit keduanya bungkam, satwa liar melintas di udara, angin Danau sangat sejuk
di ujung Sunset.
“Andai
kau bisa berjanji ?” tanya Nania,
Dicky
menoleh, “Tentang apa ?”
“Tentang
Kita” aku- Nania.
Dicky
diam.
“Bisakah
Kau terus bersamaku, selamanya ?” tanya Nania lagi. cowok itu menghirup udara
senja sebanyak yang Ia mampu seakan Ia nggak punya waktu untuk menghirup udara
senja lagi.
“Selamanya
untuk menyukaimu aku bisa. Tapi, untuk terus bersamamu, itu di luar
kemampuanku” Ujar Dicky.
Nania
spontan menoleh, batinnya mendadak sesak mendengar kalimat yang Dicky sodorkan.
“Kenapa
?” Nania Nampak khawatir.
“kematian
? bagaimana jika dipisahkan dengan kematian ?” tawar Dicky, Nania menggeleng.
“Jangan
menyebut kematian sebagai faktor” kecamnya
Dicky
tertawa ringan.
“Semua
orang akan kesana kan ?”
Nania
menggeleng lagi
“Bagaimana
jika Aku minta Kau nggak boleh mati, apa kau bisa berjanji untuk nggak mati ?”
tatapnya.
Dicky
tersenyum dalam, Ia memegangi wajah gadisnya lalu memperhatikannya dengan
seksama.
“Dalam
mencintai, nggak ada perjanjian untuk hidup lebih lama, Nania. nggak ada perjanjian
seperti itu” ujar Dicky, masih melekat senyuman hangatnya yang menengkan untuk
di tatap.
Nania
membawa khayalannya terbang.
“Begitu
kah ? takdir sangatlah kejam” Nania mengeluh.
“Tidak
ada takdir yang kejam, Nania sayangku. hidup itu adalah pilihan, sebanyak kita
mampu memilih yang terindah. tapi, takdir yang menentukan mana yang akhirnya
terbaik. Kau paham ?” ujar Dicky lagi.
Nania
mengangguk.
kakinya
mulai dingin, sebelum malam mulai menghilangkan cahaya, sebelum gelap dapat
menghapus jejak pulang ke perkemahan dan sebelum terlalu banyak nyamuk datang
memegang turbo, keduanya memilih pulang. Nania menggenggam erat jemari tangan
orang itu, orang yang sangat menyayanginya. orang yang akan selalu berada
untuknya. Gadis itu tersenyum, memandangi rerumputan yang ditumbangkan Dicky
menggunakan kayu, untuk jalan lewat Nania.
handphone
di kantong celananya bergetar.
Dad
Calling
…
“Yeah
Dad ? I’m Fine,… sure, Miss you too. disini sangatlah menyenangkan Dad, I know,
ok, Call You Later, See you bye” tutup Nania, Ia tahu betapa Dad mencintainya
dengan begitu banyak, adalah hal yang wajar jika Dad lah yang pada akhirnya
menelpon, bukan nya Mom.
Dicky
terbiasa dengan pikirannya sendiri, membagi senyuman layaknya ia tahu itu adalah hal terbaik dari dirinya.
And This Story begin
***
Rahel
beralih ke kamar mandi, sesaat Mom memarahinya karna menemukan Rahel belum juga
mandi, bahkan disaat jam sore sudah nyaris ke jam malam.
“Baru
pulang memanah, ya ?” tegur Nania di belakangnya, Rahel terkesibak, Ia paham betul
suara sista_nya.
Rahel
tertegun mendapati wajah Nania yang ternyata telah benar – benar selesai
mengikuti Camp.
“Kapan
sista pulang ? bagaimana dengan Camp ?” beribu rentetan pertanyaan lain sudah
siap menunggu untuk menyerbu, setelah Nania akan menjawab pertanyaan awal
seperti ini.
“Beberapa
menit yang lalu, Camp berjalan lancar dalam 2 minggu kemarin. jadi, disinilah
Aku sekarang” ujarnya.
“Aku
sangat merindukanmu” peluk Rahel, membuat Nania kesulitan bernafas karna
terlalu erat.
Nania
terbatuk batuk menahan nafas.
“Aku
nggak bisa nafas, Rahela” keluhnya.
Rahel
mendadak sadar jika, Nania tergolong orang berfisik lemah, berbeda sekali
dengan dirinya yang macho. begitu Rahel menyebut dirinya.
“Maaf”
Rahel melepas pelukannya.
“Apa
kau sudah selesai mandi Rahel ?” teriak Mom dari dapur, tempat favoritnya
dirumah.
Rahel
meringis.
“Sista,
Kita bicaranya nanti saja ya ? Aku harus mandi” Ia berlalu ke arah kamar mandi.
Nania tertawa melihat tingkah adiknya yang setengah waras itu.
Camp
musim panas berakhir hari minggu kemarin, semua hal berjalan lancar bagi Nania,
Ia bisa menghabiskan sedikit - sedikit waktu lebih sering, untuk bersama Dicky.
Nania
merebahkan badannya ke bagian yang paling di sukainya, Springbed dengan bedcover
yang tebal.
rasa
lelah yang menyerbu mendadak membuatnya terlelap. Nania melewatkan makan malam,
Ia ketiduran.
Dan
saat Mom hendak memanggilnya untuk makan malam, hanyalah Nania yang sedang
larut dalam mimpi, yang Mom temui.
Mom
kembali menutup pintu kamarnya, Rahel menyerbu.
“Nania kenapa Mom ?” tatapnya
“Jangan
dulu kau ganggu Dia, kakakmu itu tertidur, Sepertinya Ia kelelahan. biarkan Dia
tidur Rahel” pinta Mom. Rahel memanyunkan bibirnya.
“Siapa
juga yang mau ganggu, Mom terlalu berpikir jahat mengenaiku, Aku hanya ingin
ngobrol saja” gerutu Rahel yang kemudian membuka pintu kamar Nania untuk masuk
ke dalamnya, Mom menggeret Rahel keluar.
“Rahel,
Mom bilang biarkan sista_mu tidur Ia kelelahan, Kalian bisa ngobrol besok
setelah Ia bangun, mengerti ?” kecam Mom, dengan bulir mata yang di tinggi
tinggikan.
Rahel
kesal.
“hu
hu hu … baiklah baiklah Mom” ujarnya merendah.
keduanya
ke bawah, menemui Dad untuk makan malam.
Dad
sibuk dengan wine_nya yang berumur 50
tahun. Ia mendapatkannya dari GrandPha
beberapa tempo yang lalu sebelum musim panas. dari pada meminumnya, Dad lebih
memilih untuk mengelus – elus botolnya saja, berhubung wine berumur seperti itu, sangatlah sulit di temui di belahan dunia
ini.
“Mana
Nania ? Dia tidak makan malam ?” tatap Dad, Ia melepas botol wine-nya ke lemari
pajang pemisah dapur dengan ruang makan.
“Ia
tertidur, sepertinya Ia kelelahan Dad” Mom duduk didepannya.
“Iya,
biarkan saja Dia beristirahat, Dia pasti sangat lelah, dengan semua kegiatan
Camp dan perjalanan pulang yang jauh” ujar Dad dan akhirnya makan malam dimulai
tanpa Nania.
gadis
itu terbaring lemas di kamarnya, selama Camp, Nania memang tidak bisa tidur
nyenyak.
saat
bangun pagi Dia harus menyiapkan sarapan peserta dan panitia, karna itu tugas
kelas 12 Elishabet.
saat
siang maka pasti selalu di isi oleh kegiatan, mengenali hutan, mereboisasi atau
apapun yang lain.
saat
malam pun acara taman, Game dari panitia, tugas membuat Tea dan berakhir saat
jam 12 malam.
besoknya
seperti itu lagi, Ia sangat menikmatinya namun, ternyata fisiknya tidak terima
diperlakukan seenaknya oleh Nania, sehingga disinilah Ia sekarang.
Dikamar
tidurnya, terbaring dengan begitu lelapnya.
~~~
“jam
berapa ini ?” keluh Nania, Ia tertidur dari jam 5 sore, dan terbangun di jam 2
malam. selanjutnya yang dirasakan olehnya hanyalah lapar yang tiba – tiba
melanda.
berhubung
Nania tidak makan malam, Ia bangun mencuci wajahnya di kran kamar mandi.
langkah
gontainya membawa Nania ke ruang makan, membuka lemari dan kulkas.
jemarinya
menjamah susu kotak dingin, Ia meneguknya sampai nyaris tak bersisa, lalu
mengembalikannya ke dalam kulkas kembali.
suara
usuk bising meminta perhatiannya di ruang tengah, Nania berlalu mendapati Dad
yang masih menonton FootBall di sana, bersama denga popcorn_nya yang sudah dingin.
“Dad
?” tegur Nania, Ia memilih untuk menghampirinya.
Dad
menoleh.
“Ya
? Kau sudah bangun ?” tatap Dad.
Nania
mengangguk, Ia duduk di sofa samping Dad, sembari memarkir kepalanya di lengan.
“Masih
suka menonton bola kaki juga ?” tanyanya.
“Hanya
karna Dad nggak bisa main bola kaki, bukan berarti Dad nggak suka menontonnya
kan ?” ujar Dad, diselingi tawa Nania.
“Dad
hanya bisa main tennis, karna itu permainan favorit Mom” ujarnya lagi. Nania
tersenyum
“Apa
karna Dad terlalu menyukai Mom, sampai Dad akhirnya hanya menyukai yang Mom
sukai ?” tatap Nania penasaran, beberapa kalimat Dicky memang agak sulit di
kenali maksudnya, jadi Nania mencoba untuk mendapatkan referensi dari Dad.
“Bisa
jadi karna itu, rasanya terhipnotis” jawab Dad tertawa.
“Hey,
kenapa anak Dad yang manja ini, bertanya hal – hal seperti itu ?” lanjutnya.
Nania malu, Ia merundukan kepalanya, lampu di rumah mati, ruangan agak gelap
dan hanya ada lampu dari Televisi yang Dad nyalakan.
berhubung
betapa pihak lingkungan hidup sangat menggebor – geborkan untuk menghemat
listrik demi kelangsungan hidup bumi.
“Dad
dan Mom sangat erat, kalian tidak pernah terlihat berantem, beda dengan orang
tua teman – temanku” kilah Nania memindahkan topik.
“Dad
dan Mom bukan nggak pernah berantem, kami bahkan berantem tiap hari”
Nania
terkesibak “Benarkah ? kenapa bisa ?” tatapnya khawatir, kalimat Dad terdengar
lebih dasyat dari pada bom atom, mendengungkan isi otak Nania.
“beberapa
kesalah pahaman, namun tak ada perkelahian yang cukup berarti , jadi itu hanya
proses pendewasaan saja”
jawab
Dad santai.
“Proses pendewasaan ?” ulang Nania
Dad
mengangguk
“untuk
lebih senyawa dengan orang itu, maka
berantem itu lumayan perlu, agar dikenali pribadinya, sosok seperti apa dia
sebenarnya”
gantian
Nania yang mengangguk mendengar penuturan Dad.
Football
mencetak angka.
Dad
mengacungkan kepalan tangannya.
“Goooolll
!!” ujarnya gemas, ternyata walaupun sibuk melayangkan jawaban ke Nania, Dad
masih sempat sempatnya menikmati football dengan seksama.
Nania
tertegun lalu memandangi televisi.
“iya
! Gol Dad, apa itu tim pilihanmu ?” tatap Nania
“mereka
hebatkan ? Dad nggak salah pilih tim” jawabnya dengan tawa yang bangga.
Nania
menggeleng gelengkan kepalanya.
Dad
memang terkadang bisa terlihat seperti anak kecil dan juga bisa menjadi
seseorang yang sangat di panuti, yeah..
itulah Dad, Dad yang begitu perhatian.
“ini
perlu perayaan Nania” tawarnya yang kemudian berlalu ke dapur, menjamah sebotol
wine, wine yang berumur 50 tahun, wine yang sangat disayangnya, wine pemberian GranPha.
Nania
menggeserkan arah duduknya, memperhatikan Dad yang membuka tutup Wine.
“Kau
berniat ?” tatap Dad, Nania menggeleng.
“Itukan Wine berharga milik Dad dari Grandpha” tolak Nania, namun, Dad tetap
menuangkannya setengah gelas kaca, lalu menawarkannya pada Nania.
gadis
itu tertegun.
“It’s
okay my Young Lady” Dad tersenyum
“Tanpa
perayaan apapun ? rugi sekali Dad” keluh Nania
“Siapa
bilang tanpa perayaan apapun ?” tatap Dad, wajahnya Nampak serius, Ia menyimpan
rona bahagia, Nania mulai menyadarinya.
“Jadi
?” Nania mulai curiga
“Yeah,
anggap saja ini perayaan kita karna akan menetap dirumah ini selamanya” Dad
datar.
“Oh”
tutup Nania,
Lalu
Ia tersadar jika apa yang di ucapkan oleh Dad adalah sebuah berita besar, Nania
spontan tertegun.
“Apa
? apa yang Dad baru katakan ?” Nania menatap penuh, Ia merasa mendengar trompet
kemerdekaan dari preappare dan introduce.
“ha
ha, benar Nania Young Lady_ Dad, ini
rumah kita untuk selamanya, ini terakhir kali Dad moving proyek” ujar Dad meyakinkan.
Nania
tak dapat menjelaskan perasaan apa yang ada dalam hatinya, Ia benar – benar syok, Ia sangat bahagia, betapa selama
ini hidup terasa sangat menyiksa karna pekerjaan Dad yang berpindah – pindah.
“Thanks Dad, Nania Love Dad so much” Ia
mendekap erat, Dad tertawa melihat anaknya se semangat itu.
Nania
meraih gelas kaca wine _nya,
“Toch ?” pintanya
Dad
mengangguk, mereka bersulang dengan wine
kesayangan Dad yang nyaris terpikir, akan di museum_kan.
Nania
tertawa.
“Akhirnya,
Nania bisa juga hidup tenang, tanpa perpindahan lagi” Ia melirik Dad, Dad sibuk
dengan remote control televisi.
Nania
bersyukur seribu kali mengingat jika Ia maybe
akan terus bisa dekat dengan Dicky di Duce Town, selama mereka bisa menjalin
hubungan yang baik.
“Kita
akan merayakannya dengan BarbaeQu taman, untuk merayakan perpindahan terakhir
kita” terang Dad.
“Benarkah
?” tatap Nania, Ia merasa hidupnya Nampak begitu sempurna di umur 17 ini,
segalanya mendadak memberi pengecualian untuk berbahagia.
Dad
mengangguk.
“Bolehkah
Aku mengundang teman ku ?” tanya Nania.
“Tentu
saja, lebih ramai, maka akan jauh lebih menyenangkan”
Nania
mengangguk setuju.
“Tunggu,
teman ? Young lady punya teman ?” Dad
antusias. Ia mengikuti pertumbuhan kedua putrinya, dan Nania adalah seseorang
yang sangat sulit bergaul.
Nania
memandang sinis ke wajah Dad yang penasaran.
“Why
not ? memangnya Aku bukan seseorang yang bisa mendapatkan teman ? jangan bilang
Dad berpikir begitu mengenaiku !?” Ia sedikit sensitive bila kepribadiannya disalahkan.
“Ahk,
Tidak.. hanya ingin tahu saja kalau teman Nania itu yang mana, undang saja
mereka, akan lebih baik jika ramai” Dad mencari letak alasannya, Nania memasang
senyuman lebar, Ia mengayun gelas kaca wine_nya.
“Toch ?” tawar Dad
Nania
tertawa, lalu keduanya bersulang.
“Nania
sayang Dad” ujarnya,
Dad
beralih
“Dad
juga Young Lady. jadi, berjanjilah
untuk menjadi anak yang patuh pada Dad”
Nania
mengangguk
“Jika
di dunia ini ada dua pilihan hati dalam benak Nania, dengarkan apa yang Dad
katakan, Nania paham ?” lanjut Dad lagi, Nania mengangguk.
“Nania
tahu, Dad” Ia merangkul lengan Dad_nya, menyandarkan keluh anak kecil pada Dad,
membiarkan lamunan masa kecil kembali terurai olehnya.
saat
Dad memutuskan untuk tetap menikmati tontonan bola di televisi yang di ON kan olehnya, Nania memilih kembali ke
dapur mengorek – ngorek Cereals di lemari pendingin, menyiramkannya dengan coolMilk , kemudian memakannya di
jendela kamarnya.
“Bintang,
Aku suka apa yang dikatakan mengenai rasi _ku. tentangku, tentang Dicky dan
tentang Kita. bisakah Aku membuat permohonan ? untuk berbahagia seperti ini
dalam waktu yang lama” Nania mendesis lirih, menyeruput susu dari mangkok
Cereals_nya.
Dering
handphone_ mengganggu pendengaran, Ia meletakannya di ayunan di balkon kamar.
Nania
bergegas menjamahnya.
+0221 71 21
calling …
Nania
tak mengenal phone number yang memanggil, Ia tak berniat
mengangkat. Namun, nada dering ternyata cukup mengganggu pendengaran, sangat
nggak menyenangkan.
jadi,
nggak ada pilihan baginya selain menjawab telp_ tersebut.
“Hallo …?” ujar Nania.
tak
ada suara dari seberang sana,
memaksa
Nania mengulang kalimatnya “Hallo ?” tegas Nania, terdengar seseorang terisak
dari seberang sana, seseorang yang menelpon Nania namun tak bersuara.
“Jika,
tidak menyahut, Aku akan menutup telpon_mu” tadah Nania geram, beberapa detik
setelahnya ada suara cowok yang menyahut perlahan, Ia terdengar menyembunyikan
tangisnya dari nada suara.
“Aku
..” ujar suara seseorang dari telpon, suaranya agak parau.
Nania
antusias pada handphone_nya.
“Kamu
sia_” Nania tak berhasil melanjutkan
kalimatnya
“Aku
! meskipun Kau tak menganggapku, Aku masih berdiri dijalan yang sama, dimana
Kau meninggalkanku..” isak cowok itu lirih, nada suaranya sangat sedih. Nania
terdiam, Ia jadi ikut sedih.
cowok
itu menangis.
“Aku
tak pernah menuntut kalian, kenapa kalian meninggalkan aku sendirian ? apa Aku
pernah minta untuk dilahirkan dari kalian ? Aku tak pernah memintanya,…” Ia
termenung memegang handphone_nya.
Nania
sadar benar jika cowok itu salah menelpon, salah nomor dan nyasar padanya.
beberapa
menit terlewat dan cowok itu diam, yang terdengar hanyalah uraian tangisnya
yang sangat sedih.
Nania
ikut menangis, air matanya keluar begitu saja.
“Dengar,
aku tahu kau salah nomor. Tapi, Aku tak akan memarahimu, Aku tak biasa bicara
pada orang asing. Tapi, kedengarannya kau sangat sedih. Jadi, teruslah bicara
padaku, Aku akan mendengarkanmu, mengeluarkan beban dengan keluhan, kadang bisa
membuat mu lebih baik” bisik Nania, Ia menghapus air matanya.
cowok
itu menghela nafas panjang lalu, menghembuskannya dengan sangat sedih, seakan
bebannya sangatlah berat.
“jangan
salahkan aku jika, akhirnya aku tak akan menganggap kalian lagi, Kalian yang
mengajarkan kebencian padaku, maafkan aku, karna aku harus membenci kalian…”
isak cowok itu lagi, Ia mengulang kata Kalian, dengan intonasi yang
sangat menyakitkan.
Nania
termenung, menghapus air matanya dan beberapa menit kemudian telponnya mati
diseberang sana.
Nania
memperhatikan Handphone di genggamannya, disaat Ia berpikir jika Ia sangat
bahagia, ternyata itu sangatlah egois.
ada
seseorang disana yang menderita, yang tersesak dan nyasar padanya, seseorang
yang tangisnya sangatlah sedih.
seseorang
yang menyimpan luka dihatinya untuk dirinya sendiri, sampai entah kenapa malah
meluapkannya pada Nania.
Nania
terdiam beku di penghujung malam, lamunannya mendadak jadi sangat menyendu.
suara
cowok nyasar itu terngiang ngiang di telinganya, dengan sangat jelas, jelas –
jelas sakit, jelas – jelas menderita dan kejelasan yang ingin di ungkap
menjadikannya begitu mistery.
Cry to you
***
Kevin
terlalu banyak minum alcohol di
sebuah caffe di Rock Street dekat
tempat tinggalnya, dimana Ia menetap. Alkohol
berbeda dengan wine, sama – sama
minuman. Namun, yang namanya SHS tidak seharusnya diperbolehkan berada di
Caffe, apalagi meneguk Alcohol sepuasnya.
Kevin
depresi berat mengahadapi hidupnya, Ia berjalan dari kediaman orang tuanya,
orang tua aslinya yang membuangnya di panti asuhan.
Ia
hanya menatap dan mereka sama sekali tak mengenalinya. kehidupan mereka yang
makmur.
kehidupan
yang tak beralasan, untuk menepikannya dari keluarga asli sampai harus keluarga
Dicky yang mengangkatnya menjadi anak.
dan
keluarga yang baru seumur 7 tahun disadari hanyalah orang tua angkat saja.
Kevin
meneguk gelas nya lagi, Ia tak dapat mendeteksi siapapun di sana, Ia meneguk
gelasnya berulang kali.
Ia
hanya tahu jika kini kesedihan sedang menerpanya.
hidup
sangatlah berat. ketika ternyata orang tua angkatnya, orang tua Dicky juga
harus meninggal dikecelakaan itu.
Kevin
membuang nafas penuh sesak, nafas yang ditahannya di dalam hati, nafas yang
seharusnya sudah berhembus namun kembali ke rongga dada, hal itu adalah sangat
menyakitkan.
Air
matanya berurai, Ia menekan nomor di handphone_nya, nomor yang dipikirnya sudah terhafal dengan
benar, untuk bisa mendengar suara ibu kandungnya, Kevin kendati menyimpan nomor
telp rumah_nya, mendengar suara Ibu kandungnya yang mengangkat dan berhalo –
halo sampai bosan dan menutup telp dengan kasar, karna Kevin tak sanggup
bersuara.
Kevin
meremas handphone_nya berniat melakukan itu lagi. dan telponnya masuk di
seberang sana.
“Hallo …?”
suara
seseorang dari seberang sana, Kevin menangis, Ia telah benar – benar mabuk
sampai tidak sadar jika nomor yang di hubunginya bukan nomor telp rumah milik
Ibu kandungnya.
Ia
tak bisa mendeteksi apapun, Ia bahkan tak dapat menetralizir air matanya.
“Hallo …?”
suara
perempuan itu terdengar menadah dengan kasar, Kevin kembali meneguk gelasnya,
Ia pusing. Namun, Ia tahu jika Ia masih bisa berbicara.
“Jika, tidak menyahut, Aku akan menutup
telpon_mu” Kevin menghentikan suara tangisnya sebisa mungkin untuk dapat
menyahut.
“Aku
..” jawab Kevin parau, Ia tak dapat mengendalikan pikirannya untuk sadar, dalam
keadaan mabuk dengan tegukan alcohol yang entah sudah berapa gelas di teguknya.
“Kamu sia_” Kevin segera memotong saat
mendengar suara dari seberang sana, rasa perih di hatinya yang mendorong
keinginan itu.
“Aku
! meskipun Kau tak menganggapku, Aku masih berdiri dijalan yang sama, dimana
Kau meninggalkanku..” tadah Kevin, Ia terisak pilu di dalam caffe yang sunyi,
di jam dua malam seperti saat ini, Ia yakin tangisnya dapat terdengar.
“Aku
tak pernah menuntut kalian, kenapa kalian meninggalkan aku sendirian ? apa Aku
pernah minta untuk dilahirkan dari kalian ? Aku tak pernah memintanya,…” lanjut
Kevin lagi, Ia tak mendengar apapun dari telponnya, Ia meneguk segelas alcohol
lagi, Ia tak sadar dengan segala hal yang di ucapkannya.
Kevin
menangis, sampai apa pun yang dikatakan perempuan itu di telpon juga tak dapat
di dengarnya.
Kevin
mengangkat wajahnya yang lemas dari atas meja dalam caffe, Ia mabuk berat
dengan sekian gelas teguk alcohol sendirian.
“jangan
salahkan aku jika, akhirnya aku tak akan menganggap kalian lagi, Kalian yang
mengajarkan kebencian padaku, maafkan aku, karna aku harus membenci kalian…”
isaknya lirih, Kevin selesai berujar karna pulsa handphone_nya telah habis, Ia
tak dapat menahan pusing kepalanya yang terasa melayang, Kevin tumbang di atas
meja, Ia tertidur lemas di dalam Caffe.
Kevin
menyimpan perih hatinya untuknya sendiri, dipikirnya Ia telah mengeluh pada Ibu
kandungnya yang telah tega membuangnya, karna begitu sering Ia mencoba
menelpon, dan telah menghafal benar nomor telpon rumahnya.
Kevin
tak pernah berpikir jika dalam keadaan mabuk Ia akan melakukan hal itu, sampai
akhirnya bukan Ibu kandungnya yang telah di telpon.
Kevin
tertidur tak berdaya akibat alcohol yang
diteguknya, membiarkan mimpi menelanjangi halusinasi yang teranut, dalam –
dalam, gelap, sunyi & sepi, seakan itu akan menjadi wajar nantinya.
~~~
“Nania,
kenapa Kau tak beranjak ? Dicky sudah sedari tadi menunggumu di atap sekolah”
tegur Ashela, membuyarkan khayalan Nania.
Ia
berada dalam kelas, membayangkan suara cowok semalam yang nyasar menelponnya.
Nania
tertegun begitu ingat janjinya di atap sekolah dengan Dicky saat jam istirahat.
Nania
bergegas, Ia berlari sampai menabrak Ashela di pintu. Ashela terhuyung – huyung
mengendalikan diri.
“Hahg,
dassar Nania, Dia kenapa sih ?” gerutu Ashela tak mengerti.
ujung
kaki Nania tak terlihat lagi, Ia tergesa – gesa dengan nafas yang memburu,
menapaki tangga ke lantai tiga, tepat di atap sekolah.
Nania
tersenyum, masih mendapati Dicky menunggunya disana. Ia terdiam di ujung
tangga, Dicky menatap ke sekelilingnya, menunggu adalah hal paling membosankan.
dan jika telat 15 menit Ia masih disana itu artinya Ia sedang berkorban. Nania
menetralisir letihnya berlari, Ia terdiam menatap Dicky.“Dicky” tegurnya
Dicky
menoleh, menatapnya heran tanpa ekspresi.
Nania
mendekat, “maaf Aku lupa menemuimu”
“Kau
lupa telah berjanji padaku, untuk bertemu di sini, maksudmu begitu, Nania ?”
tadah Dicky tanpa ekspresi yang spesifik.
“Bu..
Bukand begitu, Aku kan sudah minta maaf, apa kau marah ?” Nania mendekat, Ia
berdiri tepat di hadapannya.
Dicky
diam.
“Cium
aku” ujarnya dingin.
Nania
tertegun “Ha ?”
Dicky
melirik sadis, “Aku tidak minta Ha,
Aku minta di cium” kecamnya, Nania merunduk seolah Ia takut dengan segala
kesalahan tersengaja untuk melupakan janji .
Dicky
melirik sepintas lalu, memasang wajahnya di hadapan Nania, Gadis itu meringis
tawa ringan.
“Dicky
.. ini disekolah, Aku tak bisa” tolak Nania.
Dicky
memundurkan wajahnya dengan gahar,
Nania
tersenyum lalu Dicky mengecup bibirnya spontan.
Nania
terdiam di atap sekolah, Dicky menatapnya lalu tersenyum puas.
“Karna
kau tidak bisa, jadi aku yang mewakili, ya sudah.. bel sudah berbunyi,
pelajaran kedua akan segera di isi pengajar muda, AKu pergi dulu ya ? dah..”
Dicky berlalu meninggalkan Nania di atap sekolah. Ia mengayunkan tangannya pada
Nania. Gadis itu tertegun.
Ia
memegang bibirnya yang di kecup Dicky. sembari memperhatikan sekitar, berharap
kelakuan Dicky tadi tak di lihat pihak sekolah, karna di sekolah mereka terlalu
banyak reporter, apalagi Dicky peraih gelar photograp terbaik musim kemarin.
itu
cukup menkhawatirkan untuk jadi gossip sekolah,
cukup
memalukan, ketahuan pacaran di sekolah.
Disini
banyak Paparazi, mereka terselubung layaknya dementor. Nania mengejar dari belakang.
“Dicky
tunggu ! jangan tinggalkan Aku sendirian” Nania berlari, Dicky berbalik lalu
tersenyum.
Nania
merekatkan jemarinya sampai keduanya bergenggaman, menautkan kedua tangan
seperti gurita yang tak bisa lepas.
“Kerumahku
nanti malam” tawar Nania
“Begitu
kau merindukanku ?” tatap Dicky, Ia memainkan matanya, bergantian lalu
tersenyum polos.
“Eih,
bukan begitu, Dad akan merayakan perpindahan terakhir kita di Duce Town dengan
BarbQue” Nania menjelaskan.
Dicky
meringis “Oh..”
“Jadi,
benarkah kalian nggak akan pindah lagi nantinya ?” lanjut Dicky, Nania
mengangguk.
“Apa
kau mengkhawatirkan hal itu ?” tatap Nania dramatis.
“Nggak,
hanya ingin bertanya saja” kilahnya sok cuek, Nania mencubit lengannya.
Dicky
meringkik kesakitan.
“Mengaku
saja padaku, Kau khawatir Aku meninggalkanmu kan ?” tegas Nania, Dicky tertawa.
“Kau
memaksa ku mengaku, baiklah jika itu maumu Nania, Iya Aku sedikit
mengkhawatirkan hal itu” Jawabnya.
Nania
tersenyum puas.
“Kau
ini sangat arogan !” ketus Dicky, Nania spontan menoleh. “Apa katamu ?” Nania
melirik sadis.
“Eih,
Bukan apa – apa, Kau ini sangat lembut” kilah Dicky, Nania mencubit kedua belah
pipi Dicky dengan gemasnya.
“Kau
pikir aku bisa di bohongi, anak nakal ? aku mendengarmu” tukas Nania, Dicky
bingung menghadapi kedua tangan Nania yang menjadikan wajahnya sebagai adonan.
Nania meremas wajahnya segemas – gemasnya.
dan
yang dilakukan Dicky hanyalah pasrah dengan wajah memelas yang di mainkan
Nania.
“Nania,
tolong..” pintanya, Nania melepas kedua tangannya dari wajah Dicky lalu
tersenyum semanis – manis nya tanpa merasa bersalah.
“AKu
di depan Elishabet 12, masuklah ke Williams 12 ka’ Dicky” ujar Nania
sedikit menyindir, dengan memberikan penekanan dikalimat terakhir. karna di
sekolah ini anak gadis kelas 7 sampai 11 selalu menyebut Dicky begitu dengan
mesranya. Ka’ Dicky . kadang
itu sedikit banyak membuat makan hati.
“Nania,
jangan mengusikku begitu, apa begitu caramu cemburu padaku ?” ujar Dicky di
barengi senyuman penuhnya.
Nania
melirik sadis.
“Aku
tidak cemburu ! Aku hanya menyesuaikan diri saja, karna sepertinya kau sangat
menikmati ketenaran mu dimata para gadis – gadis” kenang Nania. Dicky
meliriknya penuh tawa.
Nania
mengeryit heran
“Kenapa
memandangku seperti itu ?” tadahnya
“Aku
hanya menyesuaikan diri saja, karna sepertinya aku sangat menikmati
kecemburuanmu tentangku di antara pasang mata para gadis – gadis” aku Dicky, ia
menggunakan kalimat yang kurang lebihnya, hampir sesuai dengan kalimat Nania.
Nania
tersenyum, Ia sadar jika Dicky hanya sednag memenangkan hatinya sendiri.
“Pergilah,
Kau sudah lambat di kelas kedua” ujar Nania, Ia mundur perlahan dengan wajah
ceria.
“Aku
ingin melihatmu masuk kelas” kejar Dicky
“Aku
sudah di depan kelasku, aku pasti akan masuk, Dicky”
Dicky
tetap diam, Ia menggeleng.
“Hanya
untuk memastikanmu nggak sedang berniat kabur dari kelas kedua saja” ujar Dicky
lagi.
Nania
tertawa ringan
“Yang
benar saja, baiklah.. Aku akan masuk, kau begitu repotnya” keluh Nania. Dicky
menggangguk membenarkan.
“Benar,
begitu repotnya menyukaimu” tutup Dicky, kemudian berlari mundur, meninggalkan
Nania di ambang pintu Elishabet 12.
Nania
mengembangkan uraian senyumnya yang makin bermekaran.
Dia yang pertama dan Ia akan selalu yang
terindah, kecamnya dalam hati.
~~~
Beberapa
perlengkapan yang Dad sediakan untuk BarbQue malam nanti sebenarnya sudah
lengkap, hanya saja Mom adalah orang paling sibuk yang tanpa alasan.
Ia
harus memilih satu botol saus tomat yang paling baik di pasar traditional,
dengan menanyai seluruh pedagang sepasar terlebih dahulu.
Rahel
yang mengantar dan Ia paling benci yang namanya ke pasar dengan Mom, karna Mom
ngggak akan pernah mau belanja di Supermarket, dengan segala penjelasan panjang
lebar tentang tengkulak yang
menyebabkan Rahel menyerah, dan membiarkan Mom ke pasar traditional, dengan konsekwensi yang tersebut diatas.
yakni
menjelajahi seluruh pasar hanya untuk mendapatkan saus tomat rumahan dengan
kualitas paling baik.
oh my god, killing me inside.. keluh
Rahel dalam hati.
Mom
terlihat sebaliknya,
Ia
sangat bersemangat.
“Bawa
ini Rahel” Mom menyerahkan sebuah kiwi ke arahnya
Namun,
Mom sama sekali tak dapat menemukan anaknya di belakang.
Mom
terkesibak, Ia berpikir Rahel hilang di pasar Traditional, berhubung yang namanya pasar, semuanya rata – rata
nggak sepi, banyak lorong dan orang asing berlalu lalang.
“Apa
Rahel di culik ?” pikir Mom histeris.
Anak
gadis seperti Rahel yang macho itu,
mana ada yang mau menculiknya. kecuali untuk perayaan surprise hidup tentunya.
Rahel
duduk di bangku penjual es limun. Ia menggunakan topinya untuk mengipas diri,
meminta angin untuk meneduhkan kelelahan yang di deranya selama di pasar
traditional dengan Mom.
“woy,
Es satu !!” tadahnya.
“Iya,
tunggu sebentar ya”
“Cepat
! sebelum saya mati kehausan”
“Iya
iya” penjual es limun Nampak ngeri di gertak gertak Rahel. Mom datang membawa
kiwi lalu membantingnya di pangkuan Rahel.
Ia
terkejut.
“Ha
?” tatapnya
“Ha
? apa ?! kau benar – benar ingin membunuh Mom ya ?”
“Aku
kenapa ?” tatap Rahel tanpa dosa.
“Mom
mencarimu, anak nakal” keluh Mom menjewer telinganya, Rahel meringkik
kesakitan.
“Aw,
Mom hentikan.. ini tempat umum” Rahel mengerang.
Mom
tetap menjewernya.
“Aku
haus, memangnya Mom mau jika Aku mati di pasar traditional karna kehausan ? itukan memalukan !!” lanjut Rahel. Ia
menahan pedisnya jeweran Mom yang melegenda itu. Hoah ! layaknya matahari nggak mau berkonsekwensi.
“Biarkan
saja, daripada Kau mati karna diculik” keluh Mom menekan kalimat khawatirnya.
“Rahel
? itu kau ?” tatap cowok yang melintas di depannya, Rahel yang sementara
menanggung jeweran Mom seketika lagsung menoleh.
“Senior
Kevin ?” Rahel terkesibak. Kevin tersenyum.
“Kau
sedang apa ?” tatapnya tertawa.
“Mom,
lepaskan !” tadah Rahel lalu tersenyum malu, malu jika Ia masih sering di jewer
Mom, di tempat umum lagi.
“Aku
? biasa.. Mom dan Aku suka bercanda” kilah Rahel tertawa – tawa basi. Mom
menahan muak tawa di perutnya mendengar Rahel menutupi malu.
“Senior
sedang apa ?”
“Oh,
Aku sedang mencari kepiting segar, untuk Pasta” terangnya, Rahel terpikir
beberapa kalimatnya yang belum tersampaikan pada Nania mengenai Kevin.
“Sebentar
malam ke rumah ya ? Kita ada BarbQue dibelakang rumah, bawa saja sekalian
kepiting yang Senior beli, untuk sekalian Dinner dirumahku, kan.. he he” tawar
Rahel, meski bahasa mengajaknya rada anneh.
mana
ada tuan rumah mengajak makan malam tapi, tamu_nya disuruh bawa perlengkapan
masak.
yang benar saja, Mom tertawa.
“yah,
nak Kevin, Mom tunggu di rumah untuk BarbQue malam nanti” tawar Mom jauh lebih
sopan ketimbang Rahel.
“Wah,
kedengarannya menyenangkan. Jika aku sempat, pasti akan kesana tante” Ujar
Kevin tersenyum.
Rahel
sudah membayangkan bagaimana pertemuan Antara sistanya Nania dengan senior
Kevin.
angan
– angan untuk menjembatani keduanya, mudah – mudahan saja Nania bisa memberi
kesempatan, berhubung betapa burunknya menyia – nyiakan kebaikan orang baik
setampan senior Kevin.
Rahel
tersenyum menatap Mom_nya.
Which one ?
***
Malam
mulai menampakan sisi gelapnya, Ashela telah berada di rumah Nania membantu
menyiapkan Cola di atas meja, mereka
di belakang rumah,di depan Danau Hijau.
Mom
memutar Romance versi Guitar Endless Love di type, suara merdunya terpantul di permukaan air Danau, Ia mendapati
Dad di dekat pembakaran Steak. lalu menggeretnya untuk berdansa layaknya Romeo
& Juliet.
Nania
tersenyum melihat tingkah kedua orang tuanya yang super makmur. Ashela
mengeryit bingung.
“Apa
orang Tuamu selalu semesra itu ?” liriknya.
Nania
mengangguk
“Yeah,
harap dimaklumi saja Shel” Nania tersenyum mengiringi kalimatnya.
Ashela
Nampak antusias.
“Wah,
sangat menyenangkan berada di tengah tengah keluargamu, sayangnya keluarga ku
sangat jarang berkomunikasi”
“Kenapa
bisa ?” Nania menatap
“Kami
termasuk keluarga yang sangat kaku” terang Ashela
“maaf,
Aku nggak bermaksud menanyai agar kau mengurai”
“it’s
okay beibh, Aku hanya harus menjalaninya saja” ujar Ashela menenangkan hatinya.
“Baiklah,
Jadi bagaimana Lee ?”
“Aku
mengundangnya kemari, apa tidak masalah, Nania ?”
“Bagus,
semakin ramai maka, lebih baik” ujar Nania.
Ashela
mengangguk senang,
Maybe,
Ashela sudah selesai dengan pengenalan dan memulai tur cinta pertamanya dengan sungHa Jung ala Duce Town, yakni Lee.
Nania
berlalu, “Aku akan mengambil pisau makan” pamitnya
Ashela
mengangguk, Ia terima di tinggal sendirian namun, kemudian Rahel
menghampirinya.
“Kau
teman Kakak ku ? Namamu siapa ?” tatap Rahel
“Aku
Ashela, kamu adiknya ya?” Ashela tertawa
Rahel
mengangguk.
“Kenalin,
namaku Rahel” ujarnya. Ashela mengangguk.
lalu
keduanya mulai membereskan meja.
“Kau
kenal Dicky ?” tatap Rahel memulai.
“Yeah,
Dia pacar kakak mu”
“Menurutmu
apa Dicky pantas dengan kakak ku ?”
Ashela
meringis mendengar kalimat Rahel yang Judge
itu.
“Menurutku
Dicky baik, Dia lumayan tenar di sekolah karna prestasi photograp” Ashela memberi definisinya.
Rahel
Nampak antusias mendengarkan.
“Apa
Dia pernah masuk black list ?”
“Sepertinya
sih nggak, kenapa memangnya ?”
“Hanya
ingin mencari Referensi saja” ujar
Rahel
Ashela
manggut – manggut, Ia mengerti dan tunduk – tunduk saja di tanyai Rahel.
Rahel
memberi perbandingan_nya dengan senior Kevin, selayaknya Dicky dan Nania dapat
di gantikan menjadi, Kevin dan Nania, itu pastinya jauh lebih baik.
but, You know what ? basicly it’s up to her_
kenang Rahel dalam hati, hanya perbandingan saja, jika hasil akhir harus
tereleminasi, itu terserah daripada Nania yang menjalani.
~~~
Nania memasuki rumah dari pintu
depan, Ia memutari halaman samping untuk bisa ke dapur, seseorang menghentikan
motornya di halaman depan, Nania menoleh.
“Sepertinya
Aku pernah melihat cowok itu. Tapi, dimana ?” bisik Nania, Ia Nampak
memperhatikan.
Kevin
memarkir motornya di halaman depan rumah Nania, lalu masuk ke dalam latar,
mendapati Nania menggunakan celemek merah jambu.
mereka
saling memperhatikan, Kevin tak bersuara.
“Ahk,
aku ingat.. Kau Senior Rahel di kelas Memanah kan ?” tatap Nania. Kevin
tersenyum datar.
“Kau
mengingatku rupanya ?” ujar Kevin.
Nania
mengerem senyumnya, Ia menghindari definisi ramah-tamah maniak.
“Aku
hanya berpikir pernah melihatmu saja, bukannya mengingatmu” keluh Nania.
“Apa
bedanya ?” tatap Kevin.
“Beda
saja” tadah Nania gahar.
“Lagipula,
kau tak harus menjelaskan hal seperti itu padaku” aku Kevin, Ia tersenyum
singkat.
perbedaan
antara Dicky dan Kevin adalah, saat mereka tersenyum. Dicky adalah seseorang yang sangat ramah, Ia memiliki senyuman yang
indah dan tatapan mata yang tulus. sementara Kevin adalah seseorang yang sangat misterius, Ia tidak suka
menjelaskan, jika Ia tersenyum maka kesan yang di dapat dari senyuman nya
adalah ketidak ikhlasan, Ia berlogat Datar dan benar – benar terlihat cool.
“Ada
perlu apa Kau kemari ?” tadah Nania heran.
“Aku
tamu BarbQue_mu”
“Siapa
yang mengundang mu ?”
“Your Mom & Your Sister” terang Kevin.
Nania
mengeryitkan keningnya.
“Aku
Nania, Kau ? Siapa namamu sebenarnya ?” tatap Nania, Ia menjulurkan tangannya,
Kevin melirik sepintas. kemudian berlalu meninggalkan Nania, Ia pergi ke arah
Rahel di belakang rumah. Nania bertampang gahar, uluran tangannya tak dianggap.
“Hahg
?” keluh Nania kesal.
“Kau
tak menggubrisku ? hey !!” teriak Nania,
Kevin
menghentikan langkahnya, Lalu menoleh.
“Apa
kau sangat penasaran dengan ku ?” tatap Kevin dramatis. Nania menggigit
bibirnya antara malu dan kesal.
“Bu..
bukand seperti itu, Kau sangat..”
“Apa
Aku ?” lirik Kevin
“Kaku
!” tukas Nania.
Kevin
tersenyum simpul, Ia berjalan ke tangga papan Danau.
“Danau
nya sangat indah, beruntungnya Kau tinggal disini” pujinya, Nania termenung, Ia
sangat heran dengan senior Rahel dari kelas memanah ini, Ia sangat anneh dan
sebelumnya Nania tak pernah bisa terpikir jika, ada cowok di dunia ini yang
bersikap seperti itu padanya.
“BarbQue_nya
di sebelah sana” tunjuk Nania.
Kevin
mengeryit.
“Aku
tahu” ujarnya singkat.
Nania
terdiam lagi, Ia kesal dengan cowok itu, Nania memutuskan untuk berlalu.
“Ahk
a stranger ! terserah dirimu saja
lah..” keluh Nania gahar, Kevin tersenyum mendengarnya.
“Hey
!” teriaknya
Nania
menoleh, berharap bisa mendengar permintaan maaf cowok itu, karna telah membuat
tensi_nya naik.
“Kau
tidak tahu ?” tatap Kevin
Nania
keheranan “Apa ?”
“Perhatikanlah,
celemek yang kau gunakan terbalik” jawab Kevin, Ia kemudian meninggalkan Nania
di tangga papan, Nania spontan memperhatikan celemek_nya.
“hahg
? bagaimana bisa Aku sebodoh ini ?” gerutu Nania menahan malu, Ia melepaskan
celemeknya lalu menggaetkan kebaju lagi. Ia memandangi langkah Kevin yang
berlalu meninggalkannya. Nania menggigit bibirnya antara kesal dan rona malu.Kevin menahan tawanya di ujung Lips, Nania masih membodoh bodohi dirinya sendiri karna telah salah menggunakan celemek.
Rahel
menoleh,
“Senior
sudah sampai ?” tegurnya, Kevin mengangguk, melirik Ashela, Ashela melambaikan tangannya.
Kevin
senyum.
“Sudah
bertemu Sista_ku ?” tatap Rahel cemas.
“Sudah
!!” teriak Nania dari belakang badan Kevin.
Nania
memanyunkan bibirnya, masih kesal Dia rupanya.
Kevin
dan Rahel menoleh,
“Ahk,
Senior.. Kenalin, Ini Sista_ku namanya_..” tawar Rahel, Kevin mendekatkan
wajahnya pada Nania.
“Nania,
kan ?” tukas Kevin.
Rahel
tertegun.
“Kalian
sudah saling kenal ?” tatapnya
“Tidak,
Baru saja dan Nania sedang memakai celemek terbalik tadinya” ujar Kevin. Nania
bertampang gahar.
“Aku
memang sengaja menggunakan celemek terbalik” Nania mencari – cari alasan. Kevin
diam, Ia membiarkan Nania berbohong.
“Karna
ini celemek de.. dengan 2 model tim.. bal balik” ujarnya, Rahel mengeryit
heran, sejak kapan kakak_nya berubah menjadi gagap saat berbicara ? itu anneh
sekali.
Kevin
mengangguk, Ia tahu Nania hanya mencoba menutupi rasa malu. Tapi, dengan
berbohong ? jelas saja Nania langsung gagap.
“Senior,
cobalah daging yang ini” tawar Rahel.
“inikan
mentah” tolak Kevin, Rahel tertawa.
“ha
ha benar juga, kalau begitu bakarlah di panggangan, pegang ini Nania” Rahel
spontan memberi piring irisan daging yang masih mentah kepada Nania, lalu
medorongnya untuk mengikuti Kevin di panggangan.
“ya
? kenapa Aku ?” liriknya sadis.
Rahel
langsung pura – pura sibuk, Ia mengajak Ashela masuk mengambil piringan
plastik.
Nania
menoleh, Kevin membakar bara di panggangan.
“Mana
daging_nya ?” tatap Kevin.
Nania
terkesibak, Ia menyerahkan piring ke Kevin.
Kevin
menghela nafas panjang lalu menoleh dengan kesal ke Nania.
“Apa
kau tidak bisa membedakan irisan Daging dengan irisan Selada ?” tadah Kevin
gemas.
Nania
melirik isi piring yang disodorkannya pada Kevin, jelas – jelas itu selada,
bukan daging.
Nania
meringis tawa.
“Maaf”
ujarnya sangsi, lalu memberikan Piring berisi daging mentah pada Kevin, Kevin
meraihnya lalu memanggangnya satu per satu di bara kecil.
“Apa
kau segugup itu padaku ? sampai salah memberikan piring ?” keluh Kevin.
Nania
tertegun mendengar Kevin bisa mendefinisikannya seperti itu, Nania harus mulai
dengan oposisi untuk meredakan
pengertian yang salah.
“Bu_
Bukan begitu, enak saja. kau sangat arogan, Aku hanya salah memberikan piring
dan Kau sudah menilaiku seperti itu” kecam Nania dengan nada suara yang di
tinggi – tinggikan.
“Biasa
sajalah, nggak usah seheboh itu, Aku hanya bercanda” Kevin menoleh lalu
tersenyum manis, seakan apa yang di ucapkannya tadi tak mengandung kesalah
pahaman, seperti halnya yang dianut Nania.
sama
sekali nggak lucu, masa dibilang becanda keluh Nania dalam hati.
Kevin meminta piring bersih setelah Steak nya jadi, Ia membolak balikkan irisan
baru di panggangan.
“sejak
kapan Kau memanah ? apa itu menyenangkan ?” Nania mencari topik, Kevin membawa
piringnya ke meja kayu dekat danau, Nania mengikuti dari belakang.
“Sejak
kapan ? Aku tidak ingat. yang jelas memanah itu bukannya menyenangkan”
Kevin
duduk lalu menyilahkan seirisan ke piring Nania.
“Memanah
itu menenangkan, kau bisa paham kan perbedaan antara menyenangkan dengan menenangkan
?” tatapnya
Nania
mendesis lirih.
dipikirnya
Aku sebodoh itu apa ? keluhnya dalam hati,
baru
beberapa menit dengan Kevin, rasanya hati Nania mau meledak.
“Tentu
saja Aku paham” tadah Nania kesal
“Baguslah”
tutup Kevin.
udara
Danau di hari tanpa matahari sangat menyenangkan, ada kiasan mendung di awan,
seakan hujan akan menyambar Duce Town dengan hebatnya.
Rahel
berlarian membawa sebotol Cola, diikuti langkah mellow Ashela dari belakang.
“Apa
ini enak ?” Ashela mengorek – ngorek irisan steak yang di panggang Kevin.
“Jangan
berani mencobanya !” tatap Kevin, Ashela berhenti mengutak atik Steak dengan
pisau.
“Kenapa
?”
“Hanya
takut jika Kau ketagihan, Aku tak ingin memanggang untukmu lagi” ujar Kevin,
Ashela tertawa mendengarnya.
Nania
heran
menurutnya
itu aneh, bahasa seperti itu kenapa bisa membuat Ashela tertawa, bukannya
kalimat Kevin rada anneh.
Rahel
mengunyah irisan steak yang di potongkan Ashela sampai begitu kecilnya.
“Apa
Dia akan datang ?” bisik Ashela pada Nania
“Entahlah”
Nania menjawab putus asa, tak ada tanda – tanda Dicky akan datang ke rumahnya.
saat
bertemu Kevin, Nania tak kepikiran Dicky sama sekali. Nanti di ingatkan oleh
Ashela, baru Nania ingat jika seharusnya Dicky sudah disini.
“Bagaimana
anak – anak ? apa itu enak ? Mom memilih Daging terbaik” ujar Dad yang ikutan nimbrung
di meja kayu.
Kevin
tertawa.
“Iya
Om, Aku bertemu Tante di Pasar siang tadi” terang_nya
“Oh
begitukah ? Kamu siapa ?” tatap Dad
“Dia
senior Rahel di kelas memanah Dad” jawab Rahel agak teriak, Dad mengangguk
angguk.
“Iya,
Mom tadi bertemu Dia di pasar tradisional” tambah Mom, Nania mengeryit heran,
anggota keluarganya Nampak akrab dengan Kevin.
andai
saja mereka juga bisa akrab dengan Dicky suatu saat nanti, itu akan mempermudah
segalanya.
Nania
memandangi Kevin tanpa spasi.
seakan
wajah misterius itu sangat Soft jadi
tatapan sandar.
sadar
akan di perhatikan, Kevin melirik Nania lalu memainkan sebelah matanya.
Nania
gelagapan, Ia menyembunyikan wajahnya dengan rambut, Kevin tertawa ringan
melihat ekspresinya.
menurutnya
Nania itu lucu.
“Apa
Dagingnya enak ? Mom memilih daging terbaik” ujar Mom, Rahel mengeluhkan nafas.
“Tentu
saja, Mom memutari pasar tradisional denganku, sampai nyaris mati aku memutari
se_pasar karna ulah Mom” Rahel nimbrung curhat mendadak.
“Rahel”
bisik Mom kesal.
Ashela
dan Kevin tertawa mendengarnya. Namun, Nania masih terdiam, Ia melirik wajah
Kevin dari sudut kiri.
“Dia
sangat aneh” pikir Nania.
Kevin
kembali menikmati irisan dagingnya, Ashela menghampiri Lee yang baru datang di
rumah Nania, Lee nimbrung di samping Nania.
“Hay
Nania” tegurnya,
Nania
menoleh “Hay Lee.. why You So Late ?” tatapnya
“Ada
banyak tugas akhir pekan, maaf” Lee tersenyum, Kevin melirik cowok disamping
Nania, Ia meneguk Cola_nya lalu ngobrol serius dengan Dad, entah apa saja.
Nania
memberi irisan steak panggang lalu membiarkan Lee
untuk
ke panggangan bersama Ashela.
Rahel
datang, menyenggol pundaknya.
“Senior
ku menyenangkan, menurutmu ?” tatap Rahel
“Tidak
sama sekali” tukas Nania
“Kenapa
bisa ?”
“Entahlah,
Dia terlihat anneh”
“Sista
lah yang anneh, buktinya Ashela saja senang mendengar tuturan Senior_ku, coba
lihat itu, Dia juga sangat akrab dengan Mom & Dad” tunjuk Rahel.
Nania
menoleh.
benar,
Kevin sangat cepat akrab dengan mereka, entah Dia pakai formula apa pada kedua
orang tuanya, sesekali Ia terlihat tertawa, tawa_nya yang ringan dan setelahnya
Ia kembali memasang wajah penuh misteri pada Nania.
“Aku
sangat ingin memiliki hunian dekat Danau seperti ini, Nania” tegur Lee, Nania
terkesibak, Ia baru sadar jika Lee di sampingnya.
atau
Ia juga baru sadar jika sedari tadi Ia terus menatap tanpa spasi ke arah Kevin
berada.
“Yeah”
jawab Nania dibarengi tawa.
“Asalkan
nggak ada Dementor yang keluar dari dalam danau” tambah Lee, Ashela tertawa.
“Dassar
tukang nonton Harry Potter, yang di takuti selalu Dementor” tukas Ashela, Lee
tertawa.
Ashela
menyerahkan secangkir Cola ke arah
Nania,
“Hey,
Kau kenapa ?” tegurnya, Nania tertegun oleh Ashela.
“Ha
? ohg,.. tidak, dan terima kasih sudah menuangkan Cola untukku, Shel” Nania segera memindah topik penglihatannya ke
arah Ashela, Ia takut Ashela curiga padanya, pada Nania yang entah kenapa jadi
sering melirik ke arah Kevin berada.
“Sure”
balas Ashela, Rahel tertawa.
rasanya
hanya Ia yang tahu apa yang tengah di dera Nania, dari semua orang disini, saat
ini.
You cant take
my breath away
***
Hujan
memaksa Kevin memarkir motornya ke Garasi, dimana motor Nania biasa parkir, Lee
membawa AShela pulang dengan mobil_nya.
Dad
meminta Kevin tetap tinggal sampai hujan mereda, Dia menerima karna tak punya
banyak pilihan, malam semakin larut dan hujan tak mau berhenti.
“Kau
bisa tidur disini malam ini, nak” tawar Mom
“Aku
bisa menunggu hujan nya reda, tante”
“Hujan
sederas ini akan bertahan sampai subuh, menginaplah disini, kau bisa tidur
dikamar Rahel, nanti Rahel menginap di kamar Nania” Dad menambahkan.
Kevin
tak bisa menolak, Rock street lumayan jauh dari Duce Town tengah. Ia mengangguk
lemas tanda menerima.
“Okay,
my Senior menginap dirumahku, kita bisa main Uno Card sampai pagi” sorak Rahel.
“Rahel,
time to sleep now” tegur Mom, semangat Rahel langsung luntur.
“Uhg,
Mom” keluhnya mellow, Mom meninggikan matanya untuk membiarkan Kevin sendirian
tanpa gangguan Rahel yang lumayan sport itu.
Rahel
ngambek, Ia memonyongkan bibir atasnya,
“Biar
Aku tidur di Soffa tante” pinta Kevin.
“Kau
bisa tidur dikamar, Diluar dingin” bujuk Mom
“Aku
rasa akan lebih baik jika di sofa saja” Kevin tersenyum, Mom luluh. Ia
membiarkan Kevin tidur di ruang tengah dekat perapian.
semua
orang masuk ke dalam kamar masing – masing, Nania mengambil selimut tebal dari
dalam lemari bucket_nya, untuk diserahkan pada Kevin.
Nania
turun dari lantai atas, menjamah selimut tebal. berjalan mellow menemui Kevin
yang terbaring di sofa.
Kevin
sudah terlelap.
“Cepat
sekali Ia sudah tidur” keluh Nania,
Ia
memandangi wajah Kevin keseluruhan, dari kelopak matanya yang tertutup,
hidungnya, bibir tipisnya, sampai ke dagu nya yang mencuat.
Nania
diam, Kevin meringkik dingin, badannya membentuk lipatan untuk menghalau
dingin. Nania melirik selimut di tangannya, ada rasa kasihan di ufuk hatinya,
memaksa Nania memakaikan Kevin dengan selimut, selimut yang sedari tadi
digenggamnya.
Nania
selesai lalu berdiri hendak berlalu.
Namun,
Kevin meraih lengannya, Nania tertegun.
“Jangan
Pergi, Jangan tinggalkan Aku lagi” ujar Kevin.
Nania
terkejut, Ia menoleh. memandangi wajah
Kevin, cowok itu jelas – jelas tertidur dengan lelapnya.
Nania
diam, perasaan Dug-Dag berkecamuk dalam pikirannya, Ia duduk di depan sofa.
diperhatikannya
wajah Kevin baik-baik, kelopak mata yang tertutup itu menangis. Kevin berurai
air mata.
entah
apa yang berada dalam mimpinya.
Nania
menghapus bulir air mata di wajah Kevin. Namun, beberapa tetes air matanya ikut
mengalir.
“Apa
yang menjadikanmu sangat sedih ?” bisik Nania, Kevin masih terlelap dengan
mimpi sesaknya.
~~~
Matahari menelusik kilaunya,
memasuki etalase kamar Nania, Gadis itu membuka kelopak matanya, pagi telah
hadir, untuk kesekian kalinya dalam Hidup, menikmati pagi adalah hal terbaik di
Duce Town.
jendela
kamar terbuka, udara Danau menelusik masuk ke dalam ruang, ada Kevin di tangga
papan atas Danau, Nania menemukannya sebagai orang pertama yang bangun saat
pagi.
Nania
segera membasuh wajah lalu menggunakan sweaterz
nya untuk turun keluar, menemui Kevin di Danau Hijau.
Kevin
menoleh sesaat tangga papan berbunyi karna pijakan Nania.
“Kau
baru bangun ?” tegurnya, Nania mengangguk.
Ia
berdiri disampingnya untuk menyamakan posisi.
“Kau
sejak kapan di Danau ?” Nania menatap
“Lumayan
Lama, tempat tinggalmu indah, tetaplah disini” ujar Kevin, Nania tersenyum.
“Kau
tidak tahu ? BarbQue semalam adalah perayaan perpindahan terakhirku, itu
artinya Aku dan keluargaku akan menetap disini selama – lamanya” terang Nania.
Kevin
mengangguk mengerti.
“Keluarga
mu selain Mom & Dad dimana ?”
“Australia,
Kamu sendiri ? keluargamu dimana ?” tatap Nania. Kevin merunduk.
“Aku
Lupa” jawabnya singkat.
“Eih,
Aku bertanya serius. Tapi, Kau malah begitu” keluh Nania, Kevin tertawa ringan.
“Untuk
apa bertanya ? memangnya itu penting untukmu ?” tadah Kevin, Nania merengutkan
bibirnya.
“Kau
sendiri tadi bertanya padaku, memangnya itu penting untuk mu juga ?” Nania
balik menadah. Kevin tertawa lagi.
“Anggap
saja Aku berusaha mengenalimu sebagai teman”
“Lalu
aku juga” sanggah Nania
“Eih,
Kau pengecualian” tangkap Kevin, Nania tertawa.
“Mencoba
menjadi seseorang yang misterius ?” tatapnya
Kevin
tersenyum “Aku nggak mencoba. Tapi, itu memang pribadiku, mau di apakan lagi ?”
tutup Kevin.
Nania
memandangnya, merasa dekat dengannya karna sebuah hal. Namun, entah apa. Kevin sadar
diperhatikan,
“Apa
Kau selalu begini ?” ujar Kevin
“Aku
? Apa ?”
“Menatap
seseorang dengan tatapan lugu, untuk apa ? meminta kasihan atau sumbangan ?”
Kevin menoleh.
Nania
mengeryit heran.
“Aku
hanya bingung saja, Kau itu seseorang yang seperti apa”
“Kau
penasaran padaku ?” tatap Kevin
Nania
tersenyum. “Aku bahkan tak tahu namamu”
“Kau
bisa memanggilku senior, seperti cara Rahel memanggilku” tawar Kevin.
“Jangan
macam – macam, Kita ini seumur !” tadah Nania.
Kevin
tertawa
“Jangan
menjadi perhatian jika tidak berniat peduli” tukasnya, Nania merunduk.
“Kau
tidak ingin dikenali sebagai teman ?” tawar Nania
Kevin
menoleh.
“Kau
menjadikan teman sebagai alasan untuk mendekatiku, begitu ?” tatap Kevin, Nania
mengeryit.
“Bu_bukan
begitu..” Nania melarikan tatapannya ke hamparan Danau dingin. dingin karna
kabut putihnya masih tersisa di atas genangan air Danau Hijau.
“Jangan
terlalu dipikirkan, Nanti kau bisa jatuh cinta padaku, Aku tak ingin bertanggung
jawab padamu, jika itu terjadi. Kau paham ?” tuding Kevin.
Nania
tertawa.
“Kau
sangat berlebihan, Aku sampai tak mengerti apa yang Kau bicarakan, ditanya apa dan alurnya kemana ? semuanya nyasar, dasar orang anneh” keluh Nania.
Kevin
merekatkan jacket kainnya ke wajah, ada helaian berupa syal yang menutupi bibir
dan lehernya, berguna untuk mengkuatkan diri melawan dingin.
“Aku
pernah tinggal disini” kenang Kevin.
Nania
menoleh
“Benarkah
?”
Kevin
mengangguk, Ia membagi senyuman lalu pergi, berjalan ke dalam rumah, menemui
Mom di dapur, Nania belum sempat bertanya mengenai_nya, namanya, siapa dan
dimana dirinya saat disini, serta apa mimpinya semalam, mimpi yang membuat
Kevin bisa menangis dengan mata terpejam.
Mom
menyediakan breakfast. Namun, Kevin
telah mengundurkan diri, minggu pagi ini Ia ada kegiatan sendiri, tak ada
pilihan bagi Mom selain membiarkan Kevin pulang.
Rahel
berlarian ke ruang makan.
“Mana
Senior ? Dia sudah bangun, Mom ?” liriknya
“Yang
benar itu, Dia sudah pulang” kecam Nania, sembari menggigit ujung Apel di
tangannya. Rahel tertegun.
“Ya
ampun, Dia benar – benar telah pulang rupanya” ujar Rahel saat mendapati garasi
dan motor Kevin telah lenyap.
~~~
Selepas Kevin pulang, Nania
berjalan di perkebunan Berry, memandangi rumah Dicky yang sunyi, entah kemana
Dia. dari kemarin malam Dicky tak Nampak.
Ia
juga tidak menepati janjinya untuk ke BarbQue rumah Nania, itu sangat
keterlaluan.
Nania
masuk kedalam perkebunan, memetik purple
Berry yang paling mempesona, mengusapnya dan menikmatinya perlahan, agak
asam dan asam sekali, entah kenapa Nania mulai geram dengan pencariannya.
seakan jenis Berry asam mulai mengelilinginya.
“Nania
?” tegur Dicky
Nania
menoleh “Dicky ?” ulangnya tak percaya.
“Apa
yang kau lakukan disini ?”
“Kau
sendiri ? apa yang kau lakukan disini ? Kau bahkan tak memberiku kabar untuk
semalam, Kau tak datang ke rumahku” tegas Nania
“Aku
datang, siapa bilang Aku tak datang ?”
“Aku
tak melihatmu”
“Bagaimana
mungkin Kau melihatku ? Kau sangat sibuk dengan seseorang di tangga papan, Aku
tak melihat wajahnya, karna gelapnya malam. Tapi, Aku yakin Dia seorang cowok”
tadah Dicky
“Kenapa
Kau tak menghampiri untuk sebuah kejelasan ?” tatap Nania, Dicky membuang
wajahnya.
“Aku
tak ingin terluka”
“Bukan
tak ingin terluka. Tapi, tak ingin bersosialisasi dengan keluargaku, tak ingin
dikenali oleh orang rumahku kan ? Kau sering menolak menemuiku saat orang rumah
berada diseputarku, Kau kira itu tak terpikirkan olehku ?” Nania mengurai
beberapa kejenuhan dihatinya selama Ia berpacaran dengan Dicky.
Dicky
memang tak pernah secara resmi diketahui dekat dengan Nania, itu yang membuat
Rahel adiknya sering menanyai kapan Nania bisa mengenalkan Dicky pada keluarga
mereka sebagai teman dekat.
“Kau
memarahiku ?” tatap Dicky
“Entahlah,
beberapa kalimat keluar begitu saja”
Dicky
merunduk, Nania lewat disampingnya, hendak meninggalkan Dicky sendirian di
Perkebunan Berry.
Namun,
Dicky menahan lengannya.
“Bersama
orang lain, memarahiku dan kini ingin meninggalkan ku di sini sendirian ?”
sergah Dicky,
“Tak
menepati janji, tak pernah menemuiku di tengah keluargaku lalu kini apa lagi ?”
balas Nania,
Dicky
bungkam, Ia memeluk Nania dari belakang.
“Jangan
pergi, Nania” dekapnya.
Nania
diam dengan beribu pikirannya. Ia yakin belum pernah mendefinisikan rasa selama
mereka dekat. dan kini saat pasangan itu berantem, Nania makin membingungkan
rasa dihatinya.
Dad
keluar rumah hendak membuang sampah, Ia meletakan kaos tangan kotornya sekalian
masuk kedalam tong sampah.
memutuskan
untuk berjalan pagi disekitar Duce Town,
Dad
terkesibak mendapati Nania dipeluk Dicky diperkebunan Berry. Dad memasang wajah
antivirus.
“Nania
!!” teriak Dad dari pagar perkebunan, Nania menoleh.
Ia
tertegun, Dicky melepaskan pelukannya.
Dad
datang menemui mereka di perkebunan Berry.
“Apa
yang KAU lakukan ?” tunjuk Dad pada Dicky.
“Kau
siapa ?” tatap Dicky gahar.
Nania
terhenyak mendengar Dicky menyahuti Ayahnya.
“Dicky,
Dia Dad_ku” terang Nania.
“Siapa ??! dassar tidak sopan,
NANIA ! apa yang Kau lihat ? Ayo pulang !!” teriak Dad dari pagar perkebunan.
Nania
tak punya pilihan selain menuruti Dad_nya, Nania melepaskan genggaman Dicky,
untuk berjalan kebelakang badan Ayahnya.
Dad
masih syok mendengar Dicky menanyai statusnya.
“Kau
? Anak bodoh ! jangan pernah dekati anak ku lagi, Kau paham ?” teriak Dad
emosi.
Dicky
diam di tengah – tengah perkebunan, Nania tak tahu perasaan apa yang berkecamuk
menjadi satu dalam pikirannya, Ia memutuskan untuk berlari ke rumah, masuk ke
dalam kamar dan membanting pintu kamarnya dengan keras, hingga berdentum.
“Nania,
Kau kenapa ?” ketuk Mom, Dad pulang dengan mengomel, Ia sangat kesal melihat
Nania di peluk Dicky, mungkin tak akan sekesal ini andai Nania mengenalkan
Dicky pada kedua orang tuanya, sebelum insiden pelukan ini terjadi.
apalagi
Dicky yang tak mengenal Dad, malah menanyai siapa
ke Dad, itu sama halnya dengan menguliti, menyukai anaknya namun tak tahu anaknya siapa.
Dad
terus mengomel pada Mom
“Dasar
anak bodoh ! Ia malah menanyai_ku dengan gahar, itu namanya meremehkan ..” dan
bla bla bla.
sangat
panjang, Nania menutup telinganya dengan bantal, berharap tak mendengar ocehan
Dad.
Rahel
masuk kamar Nania lewat balkon.
“Kan
sudah pernah ku peringatkan, kenalkan Dia pada kami, andai dulu kau
mendengarkanku, pasti tak akan seperti ini, kan sista” kecam Rahel.
“Bisakah
Kau meninggalkanku sendirian ? sebelum Aku membunuhmu !” teriak Nania, Rahel
meringis, Ia mundur perlahan. keluar lewat balkon kamarnya, Ia memanjat di
dinding layaknya spiderman.
Nania
mendesus lirih. “Andai tadi Dicky tak menanyai siapa Dad, Pasti tak akan separah ini” keluhnya.
~~~
Dicky
merungkuk di depan makam Ibunya,
“Aku
baru selesai berselisih paham dengan calon Ayah mertua ku, Mom” keluh Dicky
parau.
“Beberapa
kejadian membuat hubungan ku dengan Nania tak berjalan dengan baik, Dia nampak
menghindariku saat disekolah, Aku tak mungkin menemuinya di rumah, kan ?
Ayahnya akan membunuhku jika Aku memunculkan wajahku” lanjut Dicky.
beberapa
hari disekolah, Nania memang menghindari Dicky, Ashela mulai merasakan itu.
“Ada
apa antara Kau dengan Dicky, Nania ?”
Nania
menggeleng “Nothing”
“Kau
pikir aku orang buta ? Aku bisa dengan cepat merasakan atmosfer buruk sedang
beterbangan” lanjut Ashela.
Nania
diam, Ia memikirkan banyak hal mengenai Dad yang tak menyukai Dicky.
“Dad
tidak menyukai Dicky, Shel” ujarnya mellow.
“kenapa
bisa ?” Ashela antusias, Nania merunduk, membanting wajahnya di atas meja.
“banyak
hal terjadi, Aku bingung hendak mulai darimana” keluh Nania, saat semua orang
terlihat baik baik saja di sekitar sekolah, kenapa kini malah gantian orang
rumah yang tak terlihat baik – baik saja.
Nania
pulang dirumahnya, Ia mendapati Dad dimeja makan, Nania berlalu di anak tangga,
“Nania
!” tegur Dad, Nania berhenti.
“Percayalah,
jika yang Dad lakukan adalah untuk kebaikanmu, karna Dad sangat menyayangimu,
kau paham itu kan ?”
Nania
mengangguk.
Ia
berlalu, sedikit berlari ke arah kamarnya.
jendela
kamar terbuka, membuat udara Danau menenangkan masuk ke dalam kamar.
hari
ini, semuanya serba kacau, Nania terbayang apa yang dibisikkan Ashela di
sekolah dan ternyata benar.
“Dicky
di lapangan Basket bersama seorang cheerleader”
Nania
ke lapangan basket dan ternyata memang benar, sebelum pertandingan, Dicky
selalu berlatih disana dan group Cheer begitu
gentar melakukan pendekatan pada Dicky, Ia mengipasi Dicky dan memperhatikan
botol air mineral_nya.
Nania
membuang nafas kesal, Dicky hanya meliriknya.
“Nania
?” teriak Dicky, Nania berlalu diikuti Ashela dari belakang, tiada kalimat
pengejaran untuknya, Dicky kembali asik ke latihan basketnya.
gadis
Cheers itu tersenyum lirih ke arah
Nania, seakan Dia menang telah merebut care_on
Dicky dari Nania.
itulah
yang membuat Nania begitu kesalnya pulang sekolah siang ini, ditambah Dad malah
menegurnya seakan Nania tak ingin Dad menegurnya, entahlah…
“AKu
benci !!! benci ! benci !!” Nania membanting boneka yang bertengger di springbed_nya ke lantai.
semua
hal tak berjalan mulus sejak adegan pelukan di perkebunan Berry.
Cause Live
***
Nania
melirik Kevin yang datang bertamu di rumahnya, untuk meminjam Camera milik Rahel, sadar akan
diperhatikan memaksa Kevin untuk berpaling.
“Kenapa
dengan wajahmu ?” tanyanya
Nania
menggeleng “Tidak kenapa – kenapa, apa ada yang salah dengan ini ?”
“Kau
sangat jelek saat murung” kecam Kevin
Nania
mengeryit kesal.
“Kau
selalu sekasar ini denganku, tidak bisakah kau bersikap sopan se_kali saja ?”
tatapnya reflexs.
Kevin
tersenyum simpul.
“Kau
ikut dengan ku ?”
“Kemana
?” Kevin mengguncang tangan kanannya,
“Aku
akan memotret dengan Camera Rahel”
Nania
yang sedang boring berat, memilih
untuk ikut, Ia naik diboncengan motor Kevin, sesaat Purpple coklate itu membawanya berlalu ke padang, di puncak yang
penuh dengan hamparan alang – alang berbunga putih.
Nania
turun, Kevin mencari pijakan datar untuk memarkir motornya. Ia berjalan
memutari sekeliling, menikmati pemandangan dari puncak seperti ini adalah
bentuk Scenery paling nyaman.
Kevin
mengutak atik Camera di genggamannya,
Nania berdiri di atas batu datar, Kevin mengambil beberapa potret pemandangan
puncak.
“Mau
ku potret ?” tawarnya, Nania tersenyum, memasang wajah se_manis mungkin, dengan
kaki yang di lekukkan, sebagian dari gaya andalannya.
Kevin
memotret_ Clickerzz .. Nania duduk di atas batu dan
Kevin
memotret Nania dengan gaya sok acuh_nya.
Nania
tertawa lagi, Kevin duduk disampingnya.
“Nania
?”
Nania
menoleh ke arahnya “Ya” jawabnya ringan.
“Apa
Kau punya seorang pacar ?” tanya Kevin sembari memotret dengan Camera milik Rahel yang di pinjamnya.
Nania
terkesibak mendengarnya.
“Kenapa
tiba – tiba bertanya seperti itu ?”
Kevin
tersenyum simple sembari meletakan Camera ke pangkuannya, “Wajahmu semurung
ini, apa karna pacarmu ? Kau bisa menceritakan masalahmu padaku” tawar Kevin.
Nania
merunduk, Ia tak sadar jika Ia adalah orang yang gampang terbaca, bahkan oleh
Kevin.
“Itu
pun jika Kau tak keberatan” lanjut Kevin, Ia merapikan rambut dari jidatnya.
“Bukan
juga karna itu, hanya Dad sedang menaruh jarak padaku” terang Nania, sebelum Ia
mengikuti Kevin di puncak, Nania telah menerima sidang dadakan dari Dad.
karna
Dicky mengejarnya di depan rumah, meminta waktu untuk bicara dan Dad datang
menengahi, membuat Dicky mundur teratur.
“Nania,
Dia tak baik untukmu, Dad sangat menyayangimu, dari kecil memberikan yang
terbaik untukmu, bukan untuk bisa bersama orang yang seperti Dia, Kau tahu kan,
bagaimana Dad bisa mengorbankan segalanya untukmu. Tapi, tidak dengan Dia,
tidak dengan Dia Nania. jadi, Demi Dad, tinggalkan Dia Nania, tinggalkan Dia”
Nania
bisa mengingat dengan jelas bagaimana kalimat susunan Dad terucap untuknya.
“Dengarkan
kata hati_mu dan Aku pikir setiap orang tua tak ingin menjerumuskan anaknya, Kau
tahu itu” Kevin menengahi, Nania membuyarkan lamunannya, Ia menoleh mencoba
tersenyum.
“Aku
menjalin hubungan dengan orang yang tak disukai oleh Dad” keluh Nania di
barengi senyuman_nya.
Kevin
merunduk, “Akan sangat sulit seperti itu”
“Yeah,
kurasa” kejar Nania, Kevin meliriknya ada pecahan bunga alang – alang hinggap
di belahan rambut Nania, memaksanya untuk meraih dari jidat Nania, Ia memajukan
wajahnya tepat di jidat Nania.
Nania
berpikir jika Kevin akan mengecupnya, lalu Kevin mundur teratur memegangi
pecahan bunga alang putih. Ia tersenyum.
“Aku
menemukannya hinggap di rambutmu” terang Kevin.
Nania
membuyarkan pikirannya tentang Kevin barusan, Ia tersenyum haru. “Thanks” Kevin
mengangguk.
“Apa
yang kalian lakukan ?” tegur Dicky di ujung sana, entah apa yang bisa
membawanya ke mari, di puncak, mendapati Nania sementara dengan Kevin, dan
jelas Dicky sudah salah mengartikan.
“Dicky
?” tatap Kevin, Dicky menoleh.
“Kevin
? Apa itu kau ? bagaimana bisa kau dengan_nya ?” keluh Dicky bertubi – tubi,
perasaan kacau berkecamuk menjadi satu memenuhi rongga dada_nya karna Nania
orang yang Ia sayangi malah bersama Saudara_nya sendiri, disini, di puncak
padang, bermesraan.
Dicky
memandang keduanya dengan kecut.
“Kenapa
Kau memarahi ku dengan Nania ?” tatap Kevin heran, Nania maju selangkah.
“Percayalah,
ini tak seperti yang Kau bayangkan, Aku bahkan tak tahu siapa namanya” ujar
Nania pada Dicky.
“jangan
berbohong padaku, Nania” kecam Dicky.
“Apa
kau tidak sadar, Vin ? Nania adalah gadis yang pernah ku ceritakan padamu,
gadis yang aku sukai” keluhnya lagi.
Kevin
melirik Nania, “Jadi, seseorang yang tak disukai Dad_mu adalah Dicky ?”
“Kau
mengenal Dicky ?” Nania memandangi keduanya.
“Dia
saudara ku, Kau pacaran dengannya ?” tatap Kevin tak percaya, Dicky maju
selangkah ke arahnya.
“Pulanglah
bersama ku, Nania” tawar Dicky. Nania diam, Ia mundur selangkah di balik badan
Kevin.
“Aku
akan pulang dengan Kevin” tolaknya.
Dicky
memandangi Kevin tak percaya.
“Kau
melakukan ini padaku ?” tatapnya.
Kevin
menggeleng, Ia sadar betapa Dicky sangat salah paham. ini bisa membuatnya
bertabiat jelek.
“Aku
tak tahu Kau pacarnya, lagian Aku dan Nania tak berhubungan sedekat itu, Dia
bahkan tak tahu namaku” terang Kevin.
Dicky
mundur teratur, “Teruslah berbohong, disaat Aku melihat segalanya” kecam Dicky
gahar.
“Apa
yang membuatmu berpikir Aku berbohong ? Aku satu satunya saudara_mu, apa Kau
tak mempercayaiku sama sekali ?” tatap Kevin, Ia tak terima jika Dicky berpikir
seperti itu padanya.
“yeah,
satu satunya saudara yang melakukan hal ini padaku” kecam Dicky gahar.
“Dicky
! Kau salah mengartikan, percayalah !” teriak Kevin sama gaharnya, Ia merasa
tak melakukan kesalahan apapun dan Entah kenapa kini Ia tiba – tiba disalahkan.
“Mereka bilang pertemanan kita sangat menyenangkan, aku hidup karna darahmu mengalir dalam ragaku, sejak kecelakaan itu. tapi
bagaimana dengan pertengkaran kecil nanti? proses
pendewasaan diri yang nyaris merenggut nyawaku lalu. ini akan sangat membebaniku Kevin ! haruskah aku mati saja
karna kecelakan 11 tahun yang lalu. untuk waktu
itu, daripada begini diwaktu yang sekarang”
teriak Dicky sama kuatnya.
“Kau mengurai kejadian ini lagi” Kevin Nampak emosi
mendengarnya. Nania terkesibak, Ia tak mengerti apa yang Dicky perbincangkan.
“Hentikan Dicky ! Kevin ! Aku mohon” Nania berteriak
menengahi keduanya, Dicky memandangi Nania dengan wajah hampa.
“Dicky, jangan terus – terusan menyalahkan orang lain, Kau
tidak lebih buruk dari padaku” Nania mengeryit.
“Aku apa ?” tatap Dicky antusias.
“Menikmati kedekatanmu dengan gadis – gadis Cheers, Aku tahu
itu, jadi berhentilah” teriak Nania.
Dicky menggeleng, “Itu tak seperti yang kau bayangkan”
“Ini sama halnya, ini juga tak seperti yang kau pikirkan”
tambah Kevin menengahi Nania dan Dicky, agar setidaknya Dicky tahu, Jika Ia
sama sekali tak ingin terlibat dalam pertengkaran mereka.
“Dicky
..” Nania melemas.
“…dengar,
Dad memintaku untuk mengakhiri hubungan ini, Dia sangat menyayangiku, tak ada
pilihan bagiku selain meninggalkanmu, kita putus saja, kita akhiri saja, Aku
tak bisa melanjutkannya jika Dad terus menentang ku, Aku anaknya yang paling Ia
sayangi, Aku tak akan mungkin melawannya” suara Nania melemah di kalimat
terakhirnya.
“Aku
tak memintamu, untuk menentang Ayahmu, Aku hanya memintamu mencintaiku” terang
Dicky.
Nania
menggeleng dengan putus asa
“Maafkan
Aku, Dicky.. kita sudahi saja semuanya” Nania merundukan kepalanya, Dicky
terdiam tak percaya.
Ia
mundur teratur dari pijakan kakinya.
“Aku
nggak cukup berarti untukmu, Nania ?” tatapnya, Nania diam, Dicky merunduk lemas,
Ia membuang tatapannya dengan perasaan yang tak terdefinisi.
Dicky
pergi, mendengar Nania memutuskannya secara sepihak adalah perasaan yang tak
ingin dijelaskan.
Nania
terunduk bak padi di belakang pundak Kevin.
~~~
“Kau
baik – baik saja ?”
Kevin
menatap gadis dihadapannya, Nania mengangguk dengan lemas, Ia terduduk kasar di
atas batu datar.
Kevin
hanya mengelus pundak Nania, berharap gadis itu bisa merasa lebih baik
nantinya.
“Apa
maksud Dicky dengan pernyataannya tadi ?” tatap Nania antusias.
“Jangan
terlalu dipikirkan”
“Bisa
kan Kau mengatakannya padaku” pinta Nania, Ia terus menatap, membuat Kevin
luluh.
“Baiklah”
Kevin setuju, dengan penuh perhatian Nania menjadikannya sebagai objek.
“Aku
dan Dicky adalah saudara, Aku anak angkat di keluarganya, 11 tahun yang lalu,
Aku dan Dicky mengalami kecelakaan di perjalanan pulang dari Noe Town, saat itu
cuaca musim dingin dengan perayaan festival sama sekali nggak bersahabat. mobil
kami tak dapat menembus kabut, hingga akhirnya masuk ke jurang, Mom & Dad meninggal
karna kecelakaan itu, tersisa Aku dan Dicky. Namun, Dicky tak terlihat baik, Ia
butuh donor, keadaanku tidak pulih sepenuhnya. Tapi, Aku bisa mendonorkan
darahku padanya, DNA kami 98% cocok, dan Dicky selamat setelah proses Donor
darah itu terealisasi” kenang Kevin, Ia meluruskan kakinya, Nania sadar, jika
ternyata Kevin dan Dicky yang tadinya hanya saudara angkat, akhirnya malah bisa
sedarah.
itulah
kenapa Ia sangat syok mendapati Nania bisa bersama Kevin, Ia tahu sebagaimana
Dicky ingin meledak.
“Aku
sangat akrab dengannya sejak kejadian itu, karna tersisa kami yang hidup dan
menjadi saudara, Aku tinggal dengannya dari bayi. tapi, sekarang Aku pindah ke
Rock street, karna pekerjaan dan sekolah, itu bisa meluaskan pergaulan. tapi,
entah kenapa kita akhirnya bisa berselisih karna satu gadis yang sama” lanjut
Kevin.
Nania
merunduk, Ia teringat bagaimana Dicky pernah bercerita dengan sedihnya mengenai
kematian orang tuanya. Tapi, entah kenapa kini Nania lebih prihatin pada Kevin.
ini
juga alasan Kevin tak ingin menceritakan bagaimana Ia dan keluarganya kemarin
pagi saat di depan Danau Hijau.
mereka
sangat berbeda.
“Kau
sendiri ?” tatap Nania. “Aku ? apa ?” Kevin menoleh
“Aku
melihatmu menangis saat tidur” terang Nania, Kevin spontan meliriknya sinis.
“Kau
memperhatikan ku tidur ? Kau sadar tidak jika itu, adalah sebuah pelanggaran ?
kau tidak melakukan sesuatu padaku, kan ?” Kevin memeluk dadanya sendiri.
Nania
tertawa.
“Aku
tak melakukan apapun padamu, Aku tak menyentuhmu” ujar Nania di barengi tawanya,
Kevin tersenyum menatapnya tertawa.
“merasa
lebih baik ?” tatap Kevin.
Nania
merunduk, kembali memasang wajah sedih. lalu menggeleng dengan putus asa,
helaian rambutnya yang ditiup angin berhamburan ke wajahnya.
Nania
kembali bermurung.
“Aku
tak pernah bilang jika Aku mencintai Dicky selama Aku dengannya” ujar Nania
lemas, Ia bahkan tak mampu untuk mengangkat wajahnya.
“Tapi,
saat kau memutuskannya hari ini, Kau mulai berpikir tentangnya kan ?” tanya
Kevin, Nania mengangguk dengan putus asa. Ia tak sadar atas apa yang Ia rasakan
mengenai Dicky selama ini.
“Aku
pikir itu lah cinta, Nania” lanjut Kevin.
“Kau
berpikir jika Aku sesedih ini karna kehilangannya, maka itulah bagaimana Aku
mencintainya ?” Nania menatap antusias. Kevin tersenyum, membantu gadis itu
menyilahkan rambutnya yang memberontak ke wajah.
Nania
tak memasang ekspresi.
“Kau
mengira ini hanya terjebak perasaan saja ? Aku bantu meluruskan perasaan mu,
Apa kau deg-deg’an saat dengan Dicky ?”
Nania
diam beberapa menit. Ia memikirkan beberapa perasaannya. Namun, yang membuatnya
merasa deg-deg’an terakhir kali adalah saat Kevin menahan lengannya malam
kemarin, saat Ia menginap di rumah.
“Aku
pikir begitu” jawab Nania bimbang.
Kevin
memainkan potongan alang – alang putih di tangannya.
“Tapi,
Aku sangat menyayangi Dad, sebagaimana Dad menyayangiku” lanjut Nania.
Kevin
menatap ke arahnya,
“Kau
bisa menyandarkan kepalamu di pundakku, jika kau mau” tawarnya, Nania
tersenyum.
“Thanks”
ujarnya terharu.
Kevin
tersenyum, senyuman tulus yang selama ini sembunyi dari wajahnya, Nania
menghela nafas panjang.
“Kau
tak harus melawan Dad, Kau hanya harus memberi seseorang kesempatan untuk
mencintaimu” terang Kevin, berada dengannya disini, itu cukup membantu Nania
meluruskan penat hatinya.
Ia
membayangkan beberapa ekspresi wajah orang – orang yang berlalu lalang di
hidupnya.
“Terserahlah, Aku pikir telah gila, menyukai
gadis se arogan kau saat di mini market. Tapi, itu pertama kalinya Aku
menyentuh jemari seorang gadis dan berbicara dengannya, ku pikir itu akan menjadi
referensi hidupku. Tapi, takdir mempertemukanku di Duce Town, di depan Danau
hijau, dan kau memberi permohonan, I wiss Too”
untuk
kalimat Dicky saat pertama kali mengatakan suka padanya, di perkebunan Berry.
“Jika di dunia ini ada dua pilihan hati dalam
benak Nania, dengarkan apa yang Dad katakan, Nania paham ?”
juga
untuk kalimat yang dilontarkan Dad, saat keduanya menikmati wine tengah malam dengan menonton
pertandingan bola, tak ada yang lebih membingungkan dari seseorang.
terlebih
saat Ia harus memilih untuk mendengarkan kata hatinya atau mendengarkan kata
orang tua yang selama ini menyayanginya.
Nania
menyandarkan kepalanya di pundak Kevin, entah kenapa keduanya merasa memiliki
kedekatan, kedekatan yang mengikat, sehingga pada akhirnya membuat Dicky salah
paham.
seseorang
yang penuh misteri seperti Kevin, berubah menjadi seseorang yang sangat nyaman,
ketika Nania memiliki beberapa persoalan.
Dicky
duduk lemas di bawah pohon akasia di depan rumahnya, Air matanya menetes di
ujung pelupuk.
Ia
menelan perihnya tersakiti cinta pertama.
“Aku,..
harus bagaimana Aku, Nania ? Aku tak tahu jika Aku menyukaimu sebanyak ini dan
tak tahu jika menyukaimu itu sangatlah menyakitkan” keluhnya.
dedaunan
kuning menjatuhi latar, menyentuh helaian rambutnya.
“Aku
seperti rontokan daun akasia, gugur entah kemana dan berharap bisa jatuh ke tempat yang sekiranya baik, juga tak
yakin jika tempat yang baik apakah akan menyakiti lagi nantinya” Dicky merunduk
sepi, membiarkan dedaunan akasia yang rontok menyentuh setengah raga_nya.
Don’t let me
go
***
Beberapa
gadis mencurigai perangai Nania saat disekolah, mereka berharap keajaiban
dimana Love in The place antara Prince idaman dan Princess kumal berakhir tragis.
Ashela
berjalan di belakangnya sedikit memburu,
Nania
berhenti di ujung koridor, mendapati Dicky bersandar di tembok, depan ruang
Dewan siswa.
Dicky
menoleh, memandanginya sepintas lalu pergi, pergi meninggalkan Nania yang
tercekat langkah, dengan hening.
“Kau
tidak apa – apa, Nania ?” tegur Ashela, Nania mengangguk dengan lemas.
“Apa
yang sebenarnya terjadi ? antara Kau dengan Dicky ? bisakan se_kali aja jelasin
lebih rinci” lanjut Ashela.
“Nggak
se_simple apa yang kamu bayangkan” tatap Nania, Ia berlalu ke arah 12
Elishabet.
Membuat
Ashela geleng – geleng kepala menikmati decap langkah Nania yang menjauh.
Dicky
duduk lemas di ujung kayu tua belakang rumahnya, menghambur Pelet untuk Koi – Koi mungil berwarna, yang hidup dalam kolam kecil.
Ia
pulang sekolah dan menelantarkan Uniform
di atas pembaringan.
“Kau
masih tak ingin berbicara dengan, Nania ?” tegur Kevin dari balik tiang kayu.
rumah Dicky lebih ke ornament kayu luar dalam, membuat sejuk di tiap sisinya.
“Sejak kapan kau disitu ?” Dicky menoleh
sepintas, Kevin memunculkan senyuman singkat di ujung Lips_nya.
“Kenapa
terkejut seperti itu ? ini kan juga rumahku” terangnya, kemudian duduk di
seberang kolam, bersandar lemas ke dinding pemisah.
“Kau
ingin membahas Nania ? Aku belum pernah melihatmu dekat dengan Gadis. jadi,
jika sekarang itu adalah Nania, Aku pikir Kau menyukainya” tanggap Dicky, Ia
meremas bungkus makanan Ikan di tangannya, memendam asa jika rasa_nya akan
melebur karna menyukai satu gadis yang sama.
“Aku
menyerahkan aliran darahku, di ragamu. untuk membiarkan kau hidup dan jatuh
cinta sebelum mati. bukan untuk menjadikannya bebanmu. aku tak suka kau
mengumbarnya sebagai beban, bahkan dihadapan Nania” kecam Kevin.
Dicky
menoleh, matanya menelusuk tajam.
“Kau
tidak menjawab pertanyaanku” Ia membuang nafas kesal. “Apa kau menyukai Nania
?” lanjut Dicky lagi.
Kevin
diam, Ia menyusuri rasa dihatinya.
“Iya,
Aku menyukainya” ujar Kevin, Ia merunduk lemas.
Dicky
tercekat nafas mendengarnya.
“Bodohnya
! Kau membiarkanku hidup untuk menyukai satu gadis yang sama denganmu ? begitu
!” tadah Dicky.
Kevin
balik menatap, nafasnya lirih memendam emosi.
“Tapi,
Nania menyukaimu” tutupnya, Dicky terdiam.
“Ia
mengakuinya padaku, Ia menyukaimu Dan Aku tak akan mempunyai kesempatan untuk
memilikinya” lanjut Kevin.
“Aku
tahu selama ini Ia tak pernah bilang Ia menyukaimu. Tapi, kebenarannya adalah
Ia menyukaimu, Kau bisa menemuinya di puncak, Ia menunggumu disana” ujar Kevin
lagi, Dicky kehilangan bahasanya.
Ia
spontan menatap lirih ke arah Kevin berada.
“Pergilah,
Temui Dia.. Dia menunggumu, Dia memintaku mengatakan ini” Kevin mengangkat
dagunya, mereka saling memandang, dengan rasa tak percaya jika ternyata
akhirnya pergaulan yang meluas, menemukan mereka pada satu titik.
Dicky
meraih jacket dan kunci motornya, hendak menemui Nania seperti yang dituturkan
Kevin.
dipuncak
kemarin saat mereka bisa saling berkecampung dalam masalah yang sama.
“Dan
percayalah Dicky, Nania bahkan tak tahu namaku, sampai akhirnya kemarin, saat
Kau menyebut namaku dihadapannya” terang Kevin.
Dicky
terdiam, Ia berlari ke arah motornya terparkir, untuk menemui Nania. Kevin
terdiam lemas di depan kolam ikan, memandangi mungilnya Koi berwarna menelan
makanannya.
“Bagaimana bisa aku melakukan ini ? Aku
menyerahkan gadis pertama yang Aku sukai pada Saudaraku sendiri, Aku membuat ku
membenci diriku sendiri” Kevin mengeluh dalam hati, Ia tak mau menatap
decap langkah Dicky yang menjauh, menjauh untuk pergi menemui Nania di puncak.
“Aku
tahu Kau menyukai_ku” ujar Dicky dengan tergesa – gesa, Ia menarik gas motornya
ke arah pegunungan, melewati hutan perbatasan dan licinnya jalan berkelok.
Nania
memejamkan matanya di atas batu yang dipijaknya.
“Dia
datang ? Dia tak datang ? Dia datang ? Dia tak datang ?” Nania menghitung
pecahan Alang – alang putih di jemarinya, angin menelusik kulitnya, bekas musim
panas masih terasa llirihnya.
“Datanglah
Dicky, Aku akan menyatakan rasa dihatiku” pikir Nania, Ia tersenyum sendiri
menyadari rasa dihatinya, selama ini Ia tak pernah mau mengungkapkan. tapi, saat
ini, Ia sendiri yang menantikan saat – saat itu.
Nania
memejamkan matanya, sesekali angin mengibarkan keluh kesahnya.
Dicky melintasi jalanan licin
dengan lajunya, berharap Nania masih di puncak untuk menunggunya, Ia tak bisa
meredam asa, Ia menarik laju gas tanpa konsentrasi, Bus di perbelokan mengambil
setengah dari jalannya, Dicky nyaris kehilangan kendali, Ia spontan membanting
stir motornya, jalanan licin menuju puncak, menarik ban motornya,
dari
arah sebaliknya, motor ingin mengungguli truck di hadapan Dicky, remnya tak mau
menghentikan ban motornya yang bergas penuh, Dicky tak bisa mengendalikan
motornya, Ia bertabrakan dengan setengah badan Truck, Ia terpental dan Motor
dihadapannya, Menungging lalu jatuh tersambar sayap kiri motor.
Dicky
terkapar dijalan raya.
tabrakan
beruntun itu membuatnya menemukan cahaya, mulutnya mengeluarkan banyak darah.
“Aku menyukaimu, Nania” Dicky tak
sadarkan diri.
kecelakaan
itu merenggut semua nyawa, Truck terbalik dan penghuni motor lain terpental,
ketiganya tak berkutik.
~~~
Robekan bunga alang – alang di
genggaman Nania, terlihat seperti kapas yang berterbangan, Nania mengulai sendi
– sendi lututnya.
seakan
penantian itu tak akan berakhir.
Ia
memutuskan untuk pulang, Nania berjalan kaki, berharap di sore hari, bus yang
melintas dapat menghampirinya.
Ada
tiga orang, mereka tak sadarkan diri suara usik membuatnya berjalan
setengah berlari, Nania menghampiri orang – orang yang berkerumun di tengah
jalan, ada Police Line di
sepanjang trotoar.
“Ada
apa ini ?” tatap Nania pada seorang wanita paruh baya yang berdiri jauh dari
lokasi kecelakaan.
“Kecelakaan
beruntun, sangat mengenaskan, mereka menabrak truck” tegasnya histeris. Nania
bergidik ngeri.
Ia
hendak berlalu ke arah halte bus.
orang
– orang yang berkerumun menelpon ambulance,
mereka tak tahu harus memberikan bantuan sebagaimana lagi, hanya itu satu –
satunya cara, yakni rumah sakit.
Nania
menoleh sesaat ke arah dimana korban
tergeletak.
matanya
tak berkedip mendapati wajah Dicky adalah salah satu diantaranya, Nania
tercekat nafas, Ia berlari ke arah Dicky terkapar.
“Dicky
?!” teriaknya histeris.
wanita
paruh baya itu meliriknya kaget, Nania memeluk Dicky dengan eratnya, darah
segar mengucur deras dari kepala Dicky, Nania mengerang ketakutan.
“Sadarlah,
buka matamu ! Dicky, kumohon sadarlah” teriak Nania, mendapati Dicky yang tak membuka
mata sama sekali. Nania tak mampu menampung emosi di kepalanya.
air
mata itu mengurai khawatir.
“Dicky
!! ku mohon bangunlah ! jangan menakutiku seperti ini, ku mohon Dicky bangunlah
!!” Nania tak bisa menetralisir rasa dihatinya, mendapati Dicky dalam keadaan
sekarat, seperti mengulitinya perlahan.
di
balik darah yang mengairi setengah wajah, Dicky membuka matanya sedikit di
ujung sana.
“Na
nia ?” tatapnya risau.
“Bertahanlah,
Dicky ! ambulance akan segera datang,
kita akan ke rumah sakit” Nania gemetar.
“Teruslah
buka matamu seperti itu” ujarnya,
Dicky
tersenyum. menahan sakit dan perih yang mengusiknya.
“Apa
kau menyukaiku ?” tatap Dicky
“Iya,
Aku menyukaimu, Aku seharusnya mengatakan ini dari dulu, maafkan Aku” Nania
menangis.
“Ja
.. jangan, menangis” kecamnya
“Jangan
min.. ta maaf Na nii..a” Dicky menutup matanya. Nania tak kuasa, Ia menggoncang
– goncang tubuh penuh lebam itu di pangkuannya.
“Dicky
bertahanlah, ku mohon” isak Nania tak terkendali.
“Tidak
Nania, Aku hanya dibiarkan hidup sam ..pai
Aku jatuh cinta, dan berkat Kau, itu ter ..capai”
Ujarnya.
Nania
menggeleng.
“Nggak
Dicky ! bertahanlah, Kau nggak boleh berkata seperti itu, jangan menakutiku”
kecam Nania, Dicky menutup matanya, darah terus mengalir dari balik kepalanya,
menyisakan percikan penuh di tubuh Nania.
ambulance datang dengan begitu
terlambatnya, membawa beberapa raga yang terkapar itu ke arah, dimana rumah
sakit berada.
Nania
menggenggam erat jemarinya bahkan sampai di Unit
Gawat Darurat.
“Tunggulah
di luar” seorang suster menghalau langkahnya, Nania tercekat nafas, merelakan
Dicky masuk ke dalam ruang yang serba putih.
Kevin
datang menghampiri, riak khawatir jelas terpampang di wajahnya, Ia tak mengira
semuanya akan jadi seperti ini.
“Dicky
!!!” teriak Nania histeris.
“Tenanglah.
Nania,.. ku mohon” Kevin menggenggam erat raganya, Nania menjerit tak bisa
menguasai diri.
Ia
terduduk lemas di tehel rumah sakit.
berharap
jika, Dicky bisa keluar dari ruangan itu dengan keadaan yang baik – baik saja.
~~~
“Nania, AKu pikir karna sangat menyukaimu,
Aku akan mati”
“Aku sangat bahagia denganmu sampai ingin
mati”
“Nania, Aku tidak pernah bahagia selama
kematian kedua orang tuaku. Tapi, semuanya berubah sejak bertemu denganmu, Aku
ingin mati disaat Aku bahagia, bukan disaat Aku kesusahan, itu adalah anugrah”
Nania
terbayang bayang kalimat yang Dicky katakan, kalimat
yang
sangat menakutinya,
kenapa
disaat Ia bisa mengakui rasa di hatinya, seseorang itu, seseorang itu malah
akan meninggalkannya sendirian selamanya. Nania tak dapat menghentikan rasa
khawatir dalam benaknya.
Kevin
duduk tak bergerak sedikitpun dari ruang tunggu, Ia tak bersuara sepatah
katapun. Ia termenung dungu, Ia berpikir jika sesuatu terjadi maka itu adalah
kesalahannya.
Dokter
membuka pintu ruang Yang tadi di masuki Dicky, Membuat Kevin dan Nania spontan
berdiri.
“Maaf,
Kami telah berusaha. Tapi, Keluarga kalian tak terselamatkan” ujarnya putus
asa.
Ia
kemudian berlalu, meninggalkan ruangan, membiarkan keluarga masuk, membiarkan
Nania menjerit dan menjadi lilin mati dalam sekejap.
“Nggak
!!” teriaknya, Nania berlalu kedalam, suster disitu menutup wajah Dicky dengan
selimut.
Nania
datang menarik selimutnya dengan kasar,
“Apa
yang kau lakukan, Dia belum mati, Kau tak boleh memperlakukannya seperti ini”
kecam Nania dengan amarahnya, Suster itu terunduk.
“Tenanglah,
relakan dia” ujar Suster, Nania menarik kerah baju dinasnya.
“Apa
yang baru saja kau katakan ? Kau ingin mati ?!!!” teriak Nania, Ia melempar
suster itu ke dinding, lalu menghampiri Dicky yang tak bernyawa.
Nania
mengelus pipi_nya dengan lembut, lalu tersenyum.
“Dicky,
bangunlah sayang, Kita harus ke danau hijau” tatapnya lugu, Kevin terdiam di
ujung pintu, menahan sesak nafas dan air matanya.
“Hentikkan
Nania” ujarnya lemas. Kevin tak sanggup menahan air matanya yang berurai sendu,
Ia terduduk lemas mengerang perih di depan pintu.
“Dicky,
Aku bilang bangun, apa kau tak mendengarkan ucapan orang yang menyukaimu ?”
tatap Nania, senyumnya memudar, menyadari Dicky tak berada di raganya lagi.
air
matanya menetes lirih.
Nania
diam, Ia menarik kerah baju Dicky lalu menciumnya.
“Aku
bilang bangun sayang, Aku bilang bangun !!!” jerit Nania, “AAAKKKKKhhhRrRRRRRRrRRRRrrrr
!!!!!!!”
Kevin
datang menahan lengan Nania yang nyaris memberontak.
“Aku
bilang bangun Dicky !!”
“Nania
tenanglah..” Kevin memegangi badannya
“Kau
bahkan tak mendengarkan ucapan orang yang menyukai mu ?!!! bangun DICKY !!!”
Teriak Nania menjadi – jadi. Kevin menahannya sekuat tenaga.
“Nania,
tenanglah kumohon..” ujarnya.
Nania
melemas “Dicky,…”
Kevin
melerai lengannya dengan selimut yang Nania remas, Nania pingsan.
Ia
tak sadarkan diri.
~~~
Udara di atas gedung yang Nania
tapaki sangat kuat berhembus, Ia diam memandangi sekitar.
beberapa
menit setelah Ia sadar, Ia bangun dan berlari ke sini, di atas gedung Rumah
sakit.
Kevin
tertidur di lengan Nania, saat Ia sadar Nania bahkan tak ada disampingnya, Ia
bergegas mencarinya.
Nania
berdiri di ujung tembok,
kakinya
setengah tak menapak, Air matanya mengalir tak ingin berspasi.
“Jika
Dicky mati, Aku juga akan mati” kecam nya.
Kevin
tergopoh gopoh menemuinya.
“Nania,
apa yang kau lakukan ? Nania jangan ! jangan pernah mencoba itu, Nania !!!”
teriaknya,
Nania
menapakan kakinya makin di pinggir batas pemisah.
Kevin
maju selangkah.
“Jangan
mendekat, Kevin !!” jeritnya, Ia Nampak begitu lusuh dengan bercak darah Dicky
yang masih menempel di bajunya.
“Aku
akan menyusul Dicky” tambahnya,
Nania
berniat melompat dari pijakannya, Ia telah berada dibatas pemisah. Kevin
tertegun tak menyangka Nania bisa senekat itu.
“Jangan
Nania”
“Aku
menyukainya, Kevin. Tapi, Tuhan merebutnya dariku, sudah ku bilangkan ? takdir
itu kejam, Aku juga akan mati” Nania meliriknya sepintas.
air
matanya mengalir deras tak bisa terhenti.
Kevin
menggeleng.
“Jangan
lakukan itu, Nania” ucapan itu tak berpengaruh sama sekali di pendengarannya,
yang terbesit di otak sekarang hanyalah satu nama, satu nama untuk selamanya.
Nania
melirik Kevin sepintas lalu menoleh ke bawah, yang terlihat olehnya dimalam ini
hanyalah latar belakang rumah sakit yang temaram.
hujan
turun, membasahi seluruh tubuhnya, Ia mendongak ke langit lalu melompat, Nania
terjun ke bawah.
Ia
tak terlihat dengan cepat.
“NA
NI A …. !!!!!!” teriak Kevin,
Nania
berlebam darah di bawah sana, Kevin segera berlari ke arahnya, melewati dua
tangga dari atas bangunan bertingkat.
Nania
tak bersuara,
Ia
bisa saja dipastikan tak bernyawa karna melompat dari lantai tiga, Kevin dengan
tergopoh gopoh berlari ke bawah, menggapai Nania yang menutup kedua matanya.
“Nania,
bangunlah..” ujar Kevin menangisi gadis di pelukannya, Ia memandangnya dengan
segenap penyesalan.
“Ku
mohon, bukan hanya kau yang terluka karna, Dicky meninggal. Tapi, jangan tambah
dukaku dengan kepergianmu lagi, kumohon Nania bangunlah” isak Kevin.
Nania
tak membuka matanya.
Kevin
membopongnya kedalam ruang unit gawat
darurat, para dokter membantunya untuk menangani Nania.
Kevin
dengan seluruh raganya yang basah kuyup, makin tak dapat berbuat apa – apa di
antara kedua orang yang Ia sayangi.
Can you Hear My Heart ??
***
“Benar, begitu repotnya menyukaimu”
Suara Dicky saat menjaganya agar tak kabur dari kelas kedua.
“Apa Kau tidak percaya padaku, Nania ?”
ketika keduanya tersesat di hutan camp, saat ingin menemukan danau di musim
panas.
“Bintang.. Mereka banyak di sana, mereka
terang dengan cahayanya sendiri. sayangnya, mereka sangatlah jauh, tidak ada
yang bisa menggapainya, Aku harap untuk memantau mu nanti, Aku menjadi salah
satu dari mereka” tunjuknya di jejaringan bintang, untuk menemukkan salah
satu rasi_nya.
“Entahlah.. Aku ingin denganmu, sekarang,
besok & Nanti, Aku bisa memikirkanmu 1000 x dalam sehari, Aku bisa gila.
Aku mencintaimu selamanya… Tidak beibh, bukan hanya cukup lama, bahkan sangat
lama & bahkan setelah kematian. Nania, setiap Aku memanggil, berusahalah
untuk menjawabku, jika Tidak, itu akan sangat menyakitkan. Can You Hear My Heart ?” untuk kerikil
yang dilemparnya lewat jendela. juga untuk beberapa perumpamaan yang Dicky
jawab di Danau Hijau.
“Nania, Kau tidak tahu apa yang orang
rasakan saat menyukai orang lain ? mereka bahkan lebih memperhatikan orang itu
ketimbang dirinya sendiri, mengorbankan segala yang setidaknya terbaik darinya,
hanya demi satu orang… Karna terlalu memperhatikan orang yang disukai, Seseorang
akan mengabaikan hidupnya, Aku bisa menjagamu sampai Kau tidak ingin
menghilang, dan andaikan Kau hilang pun.. Aku bisa menemukanmu, ada yang
namanya perasaan satu arah, Kau tak bersuara tapi, Kau memanggilku”
beberapa kalimat yang terus membuat banyak pertanyaan baru.
Nania
mendengar semua percakapan itu lagi.
seakan
kini hidupnya berjalan mundur, dalam mimpi dengan mata yang terpejam itu, suara
Dicky saat bersamanya terus terdengar, senyuman tulusnya, tawanya &
wajahnya yang serius. bisa dengan jelas terlihat kembali.
“Kau tidak harus Bagaimana. Aku bisa
melakukan segalanya untukmu, Kau lihat itu ? kunang – kunang. Kau bisa
melihatnya setiap jam 10 malam, ini membuat Danau hijau Nampak lebih memukau
kan ? satu – satunya Shine yang tidak sadar Ia memukau hanyalah Kau, mengambil
banyak perhatianku, Apa kau tidak menyadari itu ?” suara lantangnya yang
menandakan ketegasannya. kunang – kunang yang menghinggapi jacket tipisnya,
semua itu, kenangan itu, terekam dengan nyata.
Nania
belum sadar dari koma_nya. Tapi, ingatannya masih terngiang dengan jelas akan
Dicky dan bahkan tidak bisa berhenti.
Dad
& Mom menatap khawatir kondisi Nania yang tak bergerak dengan beribu
perlengkapan medis di tubuhnya.
“Dia
akan sadar, Dia tidak apa – apa” ulang Dokter untuk kedua kalinya, saat Dad
mendatangi ruang khusus pemeriksaan.
“Katakan
saja padaku dengan jelas Dokter, apa Dia akan baik – baik saja ketika sadar ?”
Dad Nampak ketakutan.
“Dia
akan baik – baik saja. Tapi, itu butuh waktu dan retina matanya rusak. jadi,
kemungkinan besar saat Ia bangun nanti, Ia tak bisa melihat lagi” Dokter
menutup pembicaraan.
“Maksud
Dokter, Dia akan buta ?” tatap Mom, Dokter itu mengangguk lemas. memancing
resah Tak bertepi bagi kedua orang tua Nania.
Kevin
mengintip di pintu yang setengah terbuka, Ia lemas mendengar vonis yang menurutnya tak layak untuk Nania.
Ia
masuk ke dalam, membuat semua yang berada di ruang pemeriksaan terkejut.
“Nak
Kevin ?” tegur Mom,
Kevin
menoleh.
“Apa
Dia benar – benar akan buta ?” tatapnya, Dokter mengangguk.
“pergilah
Nak, ini bukan urusanmu” ujar Dad menyendu.
“Aku
..” Kevin bersikeras menetap.
“..
ikhlas untuk mendonorkan mata saudaraku untuk Nania” lanjut Kevin, Dad &
Mom saling pandang tak percaya.
“Apa
katamu ?” Dad mendekat ke arah Kevin berada.
“Saudaraku
satu – satunya meninggal hari ini, Aku bersedia merelakan matanya untuk donor
Nania” terang Kevin.
“Baiklah,
kita akan melakukan_nya, Kau harus menandatangani surat persetujuan keluarga
pasien terlebih dahulu, Aku akan mengurus sisanya secepat mungkin, operasi akan
segera berlangsung setelah suratnya kami terima kembali” Dokter menunjukkan
Kevin arah dimana Ia harus menandatangani surat persetujuan.
“Makasih
Nak Kevin.. Terima kasih banyak” Dad menjamah lengannya kemudian bersimpuh di
bawah kaki Kevin. Ia menangis. Kevin membantunya berdiri.
“Jangan
berterima kasih padaku, Om” kecamnya.
“Apa
keluargamu yang lain tak keberatan soal ini ?” Mom mendekat. Kevin menggeleng.
“Kami
tinggal berdua didunia ini sejak 11 Tahun yang lalu. Jadi, tidak akan ada yang
bisa meng_klaim kepemilikan mata saudara_ku, Ia pasti berbahagia disana,
mengetahui Aku melakukan ini, pada gadis yang dicintainya” Kevin menjelaskan,
Dad spontan memandangnya.
“Gadis
yang dicintainya ??” ulang Dad tak percaya.
Kevin
mengangguk, Ia membawa Dad & Mom ke kamar dimana Dicky terbaring, dimana
Raga itu tak lagi bernyawa.
“Berterima
kasihlah padanya, Om” tunjuk Kevin, Dad mendekat, membuka selimut di wajah nya.
“Ia
pacar Nania, namanya Dicky.. cowok yang Om tidak suka selama ini, anak cowok
yang selama ini Om benci karna dekat dengan Nania” Kevin berdiri tanpa ekspresi
di depan pintu, Dad menangis, Ia Nampak menyesal.
“Maafkan
Om, Nak Dicky.. Om tahu jika telah melakukan kesalahan, Tanpa alasan Om telah
membencimu untuk mendekati Nania, padahal Om belum sempat mengenalmu, maafkan..
maafkan Om,.. Maaf Dicky” Dad terunduk bak padi dengan rentetan gerutuannya
sendiri, Ia menangis penuh penyesalan.
Hujan
diluar sana terdengar kerasnya, mengundang halilintar, mendekam dingin dan
seakan turut bersedih, menangisi kepergian Dicky ke sana, ke tempat yang
disebut sebagai bagian dari
selamanya.
~~~
Dua hari sejak kematian Dicky,
Nania belum bangun dari komanya, Kevin berada di kuburan, di temani Rahel.
beberapa Daisy mengalung di batu.
Dicky
berdampingan dengan kedua orang tuanya, sebotol air mineral di tuangkan Kevin
dimakam dimana Dicky terbaring selamanya. Rahel menjamah pundaknya.
“Kami
turut berbela sungkawa, Senior”
Kevin
mengangguk, Ia diam saja sejak pertama kali datang ke makam Dicky, Ia pernah
kemari sebelumnya dan itu dengan Dicky. Tapi, Kini Ia malah kesini untuk
kesekian kalinya demi menjenguk Dicky.
kehidupan
itu tragis.
“Kevin, Aku pikir jika bukan karna Kau, Aku
sudah mati” wajahnya terbayang jelas, saat Ia disampingnya, memberi
pengeluhan bertubi – tubi.
siraman
air mineral yang dituang Kevin merembes ke tanah.
“Kau tahu, apa yang menjadi mukjizat di Rover
? Aku bertemu gadis yang sama dari Noe Town, Dia menetap disana. dan Camp
tahunan akan jadi kado hidup terindah, Dia juga di Alexander SHS kelas 12, lalu
kami akan melewati Camp musim panas bersama”
Kevin
merunduk bingung, menyadari jika Dicky sangat menyukai Nania dan akhirnya gadis
itu akan menderita dengan kepergian Dicky yang mendadak ini.
Ia
bangun, lalu berjalan ke luar area pemakaman di temani Rahel, kakinya terasa
berat untuk melangkah, meninggalkan saudara satu – satunya disana.
Ayah
Dicky dengan Ibu Kevin yang sebenarnya
adalah saudara seibu. Tapi, sejak Ayah Dicky memisakan diri dari keluarga,
Nenek menikah lagi.
dan
Ibu Kevin tinggal bersamanya,
Namun,
Ayah Dicky pergi tinggal sendirian.
saat
Ibu Kevin, hamil akan Kevin tanpa seorang Ayah, Kevin di buang ke panti asuhan
begitu saja.
dan
saat itu Ayah Dicky belum memiliki Dicky kecil.
jadi,
mereka mengambil Kevin sebagai pancingan, dengan menganggapnya anak.
beberapa
bulan saat kehamilan, Dicky lahir. Tapi, mereka tetap menganggap Kevin sebagai
anak.
mungkin
awalnya, Kevin tidak menyadari jika Ia hanya anak angkat dari adik Ayah Dicky,
kecuali saat Nenek mengunjungi dan mengatakan kebenarannya di hadapan Kevin.
saat
Ia berumur 7 tahun, sebelum akhirnya di tahun yang sama, Kedua orang Tua Dicky
meninggal.
“Senior,..”
Rahel membuyarkan segala lamunan itu,
Kevin
menghentikan langkahnya.
“Hari
ini, operasi Nania berhasil, Ia sadar..” ujarnya lagi.
Kevin
menoleh.
“Bukankah
itu berita baik ?” Kevin tersenyum.
Rahel
merunduk lemas lalu menggeleng.
“kenapa
?” Kevin menanyai.
“Dia,
bahkan tak berbicara satu kata pun, Dia hanya mengeluarkan air mata tanpa
henti” keluh Rahel.
Ia
berdiri dihadapan Kevin lalu bersimpuh di bawah kakinya.
Kevin
tertegun.
“Apa
yang kau lakukan ?” Kevin melihatnya tak berkedip.
Rahel
menangis, Ia memegangi lutut Kevin.
“Aku
mohon, bantu kakak_ku untuk kembali seperti dulu lagi, Aku mohon padamu untuk
membuatnya seperti Nania yang dulu ku kenal, Aku tak bisa melihatnya seperti
itu, Aku merasa Ia sangat kesakitan. Tapi, Ia tak mengatakannya, Aku tahu Dia
mencintai Dicky dengan begitu banyak penyesalan, Aku mohon, Bantu Kakak_ku
untuk kembali seperti Nania yang ku kenal, Aku mohon..” Rahel terisak.
Kevin
mengangkat pundaknya.
Ia
memandagi tangis lugu adik Nania itu.
Kevin
diam, Rahel menghapus air matanya.
“Tolong,
senior” pintanya lirih.
Kevin
menatapnya dalam, ada bagian yang sulit dari Nania antara Ia dan Dicky, Kevin
mengangguk.
~~~
kiasan angin mengeringkan air
matanya yang tak ingin berhenti, Nania diam. Ia duduk di depan jendela kamarnya
tanpa suara.
pecahan
bibirnya yang kering semakin menegaskan perih hatinya, tirai kain menyentuh
jemarinya, udara balkon terasa sangat menyiksa.
“untuk mu saja, ambillah” kenangan itu
membumming otaknya, saat Ia pertama kali bertemu Dicky di Noe Town.
rebutan
Lemon Water di MiniMarket.
“maaf kalo begitu, tapi apa kita tidak bisa
kenalan?”
“lalu, kenapa tidak mau kenalan ? aku akan berhenti
mengikutimu saat aku bisa mengenal namamu, Namaku Dicky”
Nania merundukan pandangannya,
Air matanya mengalir tanpa spasi, Ia tak berniat menghentikan tangisannya, Ia
bahkan tak melihat pemakaman Dicky, karna Ia baru sadar dari komanya 2 hari
yang lalu.
kupu-kupu
kecil masuk ke kamarnya, hinggap tepat di lentik jemari, Nania menatapnya tanpa
ekspresi.
Rahel
datang, Ia duduk didepan Nania.
“Butterfly, Sista ? Cantiknya Dia” puji
Rahel, Nania tak bersuara. Rahel menatap prihatin.
“Kau
harus makan, Sista. Jika tidak kau
akan sakit” bujuk Rahel, Ia menyuapi Nania sesendok bubur di tangannya.
Nania
menghentakkan tangannya, sendok yang digenggam Rahel terpental ke lantai, Ia
membuang mangkuknya.
kamar
Nania penuh dengan bubur yang tumpah, Rahel merunduk lirih, memandangi
kakaknya.
Ia
kembali membawa kain pel, Ia membersihkan lantai kamar Nania, air matanya jatuh
setetes di ujung pelupuk.
Nania
diam, memandangi papan tangga menuju Danau Hijau.
“Umm, Nothing_ oh iya Nona Lemon Water,
sesekali mampirlah ke rumahku, aku satu satunya tetangga yang menyenangkan
disini”
air
mata Nania jatuh, semua yang terjadi antara Dicky dan Ia, seakan tak bisa
diredam oleh ingatan.
membuatnya
selalu diam dan tak bisa menghentikan tangis.
“Kau Kelas Dua Belas Elizabeth ?” tegur Dicky
saat Nania pertama kali di kelas Alexander Senior High Schools, ketika Nania
belum memiliki teman satu pun.
“Mau mati ya ? Atau memang suka mencium
tanah air ?” saat Nania tumbang di koridor kelas, menangkap telur
pemberian
Ashela sebelum ke ruangan Ibu Med, mengambil seragam. Nania menutup matanya,
angin menelusik dingin, menyentuh hingga ke rusuk.
Beberapa
bulir air mata membuatnya kelu.
“Apapun yang terjadi, Aku tidak akan pernah
meninggalkanmu, dalam kesalahan apapun, Aku akan tetap bersamamu..” Nania
terisak, Ia terunduk pilu.
Jeritan
hati tak mampu membuatnya menjerit, Ia kelelahan.
Rahel
mendekapnya erat.
“Tenanglah,
Sista..” ujar Rahel memeluknya.
Nania
merintih perih tanpa kalimat.
Ia
sesenggukan menahan asa untuk mengerang.
Nania
mengangkat bahu_ menyamakan dadanya untuk tegap, memaksa air mata terhenyak
lirih di ujung pelupuk.
Rahel
masih mendekapnya erat.
“Tenanglah,
semuanya akan baik – baik saja, Aku akan menemanimu, Sista” peluk Rahel semampu hatinya memberi peryataan untuk kakak
tak bernyawa itu, Nania menikmati desahan pilunya dengan rambut terurai yang di
lusuhkan angin di balkon kamarnya,
Tirai
jendela terhanyut desiran tanpa suara , berharap angin yang teduh tak menambah
lirihnya nafas untuk berhembus lagi.
~~~
Kevin berdiri di depan rumah Ibu
Kandungnya, seorang wanita paruh baya, turun dari taxi. Ia berjalan memasuki pagar rumah itu.
“Apa
yang Kau lakukan disini ?” tatapnya sangsi, Kevin tak menyahut, Ia tak bersuara
sepatah kalimat pun.
wanita
itu menatapnya heran, Ia meraih pintu pagar, hendak menutupnya. Kevin maju
selangkah ke arahnya.
“Ada
perlu apa, Anak muda ?” tatap Wanita itu bingung, Ia melirik penampilan Kevin
dari ujung kakinya.
“Apa
…” ujar Kevin lirih, Wanita itu tak berpaling.
“Menurutmu,
Aku memiliki mata yang sama, bukan ?” lanjut Kevin lagi. Wanita itu memindahkan
keranjang belanjanya ke tangan kanan, Ia tak mengerti apa yang dibicarakan
disini. Ia memilih mendengarkan.
“Dagu
yang sama, Bibir yang sama, denganmu..” Kevin menghela nafas panjang.
“Aku
memimpikan bahkan disaat Aku sadar telah dibuang, Aku mengingatmu, bagaimana
mungkin.. Kau tak mengenaliku ? Aku pikir, seorang Ibu yang akhirnya mengenali
anaknya terlebih dahulu, Bagaimana Aku ? menganggap seseorang yang membuangku,
datang menjemput kembali. dan ternyata tidak…” Air mata Kevin jatuh, Wanita itu
terhenyak, Keranjang belanja yang di genggamnya tumpah ke tanah.
“Kau
? apakah Kau anakku ?” tatapnya tak percaya.
Kevin
menggeleng.
“Tidak,
Aku tak ingin menjadi anakmu, Aku berusaha membencimu karna telah melahirkan
ku. Tapi, rasanya seperti menyakiti diriku sendiri, Aku pikir hal yang Kau
sakiti tak akan berpengaruh bagimu juga, maafkan Aku .. Jika pada akhirnya Aku
memutuskan untuk membencimu, membencimu karna telah membuangku..” Tutup Kevin,
Ia menghapus air matanya, meninggalkan wanita itu didalam pagar rumah.
Elish menjerit.
“Jangan
pergi ! anakku,.. Aku tak pernah membuangmu, Aku pikir Kau telah mati sejak ku
lahirkan, Aku tak pernah membuangmu, Kumohon kembalilah..” Ibu Kevin terduduk
di tanah saat mengejar Kevin yang berlalu dengan Motornya.
Ia
menjerit lirih, menahan sesak batinnya.
Kevin
menarik gas motornya dengan sangat laju, Ia berhenti di bawah pohon di trotoar
jalan yang sunyi.
terduduk
lemas, menanggapi rontokkan daun menghampirinya dengan desiran angin.
Ia
menoleh, sesaat sadar ada seseorang yang mendatanginya dari belakang.
“Nania
.. ?” tatapnya heran, Gadis itu meliriknya sepintas.
lalu
duduk, disampingnya.
Wajahnya
pucat, tanpa rona dan tanpa ekspresi.
Kevin
diam, Nania diam.
keduanya
disana tanpa suara.
Sarang Ah Nae
Ge Oh Gi Man Hae
***
“Bagaimana
perasaanmu ?” Kevin memulai,
Nania
menoleh lesu, tatapan kosong itu menyimpulkan
jawabannya sendiri.
“Nania,
Bisakah Kau merelakannya ?” Kevin merunduk.
“Dia
nggak mati, Kevin” ujar Nania lirih.
Ia
menoleh, perasaan kehilangan selalu menjadi alasan utama seseorang merasa tak
ingin melanjutkan hidup.
“Relakan
Dia, itu membantunya untuk tak mengkhawatirkan _mu, Dia pasti tak ingin
meninggalkanmu dalam keadaan yang seperti ini. Jadi, relakan saja Dia”
Nania
merunduk lemas.
“Aku
tak pernah mengerti arti kehilangan, sampai akhirnya membuka hati untuknya, dan
semuanya berakhir bagiku, Apa kau tahu perasaan seperti apa itu ?” urai Nania.
Kevin
tersenyum.
“Apa
Kau mengkasihani dirimu sendiri padaku ? Apa kau tidak menyadari jika Dicky
adalah keluargaku satu – satunya ? atau bahkan kau tidak tahu apa yang terjadi
di sekelilingmu ? Aku bahkan sudah mengerti arti kehilangan sejak aku
dilahirkan, bagaimana bisa, kau menyalahkan kehidupan, Nania ?” Ia memandangi
gadis itu tepat dibulir matanya.
Nania
terdiam, mengerem kesedihannya.
“Ku
pikir karna Aku tak menghabiskan waktu dengan baik dengannya dan hanya
menyimpulkan kalimat yang ingin di dengarnya disaat Ia sudah sekarat”
“Nania,
berjanjilah padaku” Kevin meraih jemarinya.
“Untuk
?”
“Untuk
tak berlari, untuk tak menyiksa dirimu lagi, untuk tak mencoba membunuh diri,
Demi Dicky” pinta Kevin.
“Demi
Dicky ?” ulang Nania bingung.
“iYa,
Demi Dicky yang berada di pandanganmu” terang Kevin.
“Aku
tak mengerti” Nania menggeleng.
“Dengar,
saat malam dimana Ia meninggal..”
“Jangan
sebut Ia meninggal !” jerit Nania
“..
Juga malam dimana Kau mencoba untuk bunuh diri, Dokter mengvonismu buta, karna
retinamu rusak. jadi, berhentilah menyiksa dirimu lagi” lanjut Kevin.
“Buktinya
Aku masih bisa melihat !” Nania menadah lengannya. Kevin merunduk pilu.
“Benar,
Kau melihat dengan matanya, dengan mata yang di donorkan Dicky padamu. Jadi,
kumohon, berhentilah menyiksa matanya dengan terus menangis, Nania” pinta
Kevin, gadis itu tercekat nafas, Ia melirik sadis ke arah Kevin berada, lalu
menggeleng tak percaya.
“Apa
katamu ?” Nania menoleh ragu.
“Mata
yang aku gunakan ini, milik Dicky ?!” tadahnya, Kevin diam, sampai tak berani
menoleh ke arahnya.
“Jangan
katakan kebohongan padaku ! jangan mencoba untuk membodohi” teriak Nania geram.
“Maaf
Nania. Jadi, kumohon berhentilah menangisinya, demi Dicky” pinta Kevin, Ia
menjamah jemarinya.
Nania
menggeleng, Ia berlari, meninggalkan Kevin di trotoar.
“Na
ni a !!” teriak Kevin. Namun, gadis itu tak menghiraukan, memaksa Kevin
mengejarnya.
sebelum
gadis itu melakukan hal nekat lagi.
Matahari
tertutup awan gelap, air mata langit menetes satu per satu, percikannya membut
debu bergelimang.
Hujan
bersatu dengan gunturnya yang menjadi.
Nania
berhenti di depan makan Dicky, dimana Dicky terbaring selamanya. Kevin
terhenyak dibelakangnya.
Nania
menjerit.
“Kenapa
KAU Lakukan ini padaku ? Ke Na Pa !!!!” Ia terbanting lemas memeluk gumpalan
tanah.
“Apa
ini satu – satunya cara untuk menghentikan tangisku ?” Nania mengerang perih.
Hujan
membasahi seluruh tubuhnya, Kevin terdiam di belakang, membiarkan deras hujan
mengguyur badannya.
“Dicky,
kenapa Kau melakukan ini padaku ?!” jeritnya,
Kevin
menghampiri, Ia memeluk erat gadis itu.
Nania
menjerit tak tentu.
Kevin
menangis tertahan.
“Dicky..”
ulang Nania lemas. Ia pingsan.
~~~
Rahel duduk di teras dengan
khawatir, melihat sekeliling dengan gelisah, akan Nania kakak_nya yang belum
dirumah, bahkan disaat hujan mendesir dengan lebatnya.
Kevin
tergopoh gopoh membopong Nania dalam peluknya, menghampiri rumah Dicky.
Ia
meletakan Nania di kamar tamu.
meminta
Ausy, pembantu wanita paruh baya di
rumah itu, untuk menggantikan pakaian basahnya.
Rumah
Dicky juga rumah Kevin sejak kecil. dan mereka terbiasa dengan Ausy sejak masih
kanak – kanak.
Kevin
menyalakan penghangat ruangan otomatis.
Ausy
selesai dengan pekerjaan tambahannya lalu meninggalkan Nania di dalam kamar.
Kevin
masuk, Ia membelai lembut pelipis Nania yang terakit Rambut liar.
“Dicky,
Aku akan mengambil alih tugasmu mulai sekarang, Aku akan menjaga Gadismu”
bisiknya lirih.
Kevin
merungkuk di lengan Nania, tertidur dengan lemas di kursi, menadah lengan Nania
sebagai bantalnya.
Nania
membuka matanya perlahan, melihat Kevin yang tertidur pulas di lengannya.
“Bagaimana
Bisa, Kau ? orang yang bahkan tak pernah ku tahu namanya dulu, kini menjadi
orang pertama yang hadir saat alarm minta tolong dihatiku berbunyi” keluh
Nania.
Ia
tak berniat mengurai air mata lagi, saat mengetahui jika mata yang membuatnya
melihat adalah pemberian Dicky.
bagian
dari tubuh Dicky yang kini melekat dalam dirinya.
“Kau tahu Akasia ? Dia tetap akan tumbuh
apapun yang terjadi, Dia kuat, jika badai pun merobohkannya, asalkan masih
menyentuh tanah, Ia akan kembali berdiri. apa kau bisa seperti itu?” Dicky
dengan ucapan yang dulu, kini dapat dimengerti maksudnya.
Nania
merunduk lirih.
“Kau harus bisa sekuat Akasia seseungguhnya
atau bahkan lebih dari itu, karna badai yang datang nanti mungkin juga akan
segera berlalu, dan jika badai itu pada akhirnya meninggalkan bekas, jangan
terlalu lama untuk roboh, bangunlah dan lihat bagaimana hidup membawa_mu, Kau
paham itu, Nania ?”
beberapa
kalimat membuatnya terlelap, kalimat yang memberi pertanda sejak awal.
jeritan
hati membuatnya membuang nafas penuh beban.
Nania
menutup matanya lagi, Ia tertidur, hujan diluar sana masih menelusik dingin,
seakan menyambut irisan hati yang terkeping tanpa sisa.
berharap
saat bangun nanti, semuanya akan bisa dengan jelas terlihat, melihat bagaimana
hidup membawanya.
~~~
“Dia
sedang tidur” ujar Kevin di telpon.
Ia
melirik Nania yang terlelap, membuatnya menelpon Rahel, Ia sadar betul
bagaimana khawatir adiknya itu.
“Aku
akan mengantarnya pulang Nanti saat Ia bangun”
kemudian
Kevin menaruh kembali telponnya, Ia berlalu ke dapur, di samping kolam ikan,
Air terjun kecil mendesah suara air, riak riak dingin akibat sisa hujan
berhenti, masih terasa.
Ia
meraih teko, menuangkan secangkir teh lalu meneguknya, melempar makanan ikan di
kolam, Koi koi kecil itu tak sadar
jika pemiliknya telah menginggalkan mereka selamanya.
Kevi
mengiris pecahan Wortel lebih kecil lagi, memasukkannya pada air kaldu yang
mendidih di perapian kompor, wangi lauknya menggugah mimpi Nania.
Ia
bangun, melirik jam di dinding, malangkah turun ke dapur yang agak lengser
tanahnya.
Kevin
menoleh, Ia tersenyum hangat.
“Kau
sudah bangun” tegur Kevin.
Nania
mengangguk tanpa ekspresi, memperhatikan sekelilingnya, ini pertama kalinya Ia
masuk ke rumah Dicky.
Kevin
meletakan sup nya ke mangkok kecil dengan nasi di sebuah muk untuk Nania.
“Makanlah”
pintanya,
Nania
menjamahnya pelan, Lalu mencicipi panasnya sup buatan Kevin, Ia melirik sadis,
merasa lidahnya terbakar.
Kevin
tersenyum simpul.
“Panas
? mau ku dinginkan untukmu ?” tatapnya, Nania diam. Kevin meraih magkuk sup Nania,
Ia meniupinya dengan mengulai sendoknya ke beberapa sisi sekian menit.
Lalu
meletakannya lagi dihadapan Nania.
“Cobalah,
itu sudah tidak sepanas yang tadi” ujarnya, Nania menghirup sesendok, lalu
meraih semuanya.
Ia
memakan nasi yang disediakan Dicky dengan lahap.
Ia
memakannya semua tanpa sisa.
Ia
bahkan tak sempat melihat wajah Kevin lagi.
saat
selesai, Ia melirik dengan takut ke arah Kevin yang memajang senyum hangat.
Kevin mengengkat keningnya.
“Masih
mau lagi ?” tawarnya.
Nania
menggeleng.
“Aku
mau pulang” desahnya. Kevin mengangguk.
“Biar
ku antar” kilahnya, Ia menjamah jemari Nania, menggandengnya ke luar rumah.
memboncengnya
ke beberapa meter di seberang jalan, rumah yang sangat berdekatan satu sama
lainnya.
“Sista ? Kau baik – baik saja ?” tegur
Rahel dari teras. Nania berjalan ke arahnya, Ia langsung menggandeng Nania.
“Jagalah
Ia, Aku harus pulang” Kevin mengundurkan diri.
“Makasih,
Senior” Rahel tersenyum haru, terharu melihat Senornya akhirnya mau menepati
janjinya, atas permintaan nya beberapa hari lalu saat Dicky di makamkan.
Kevin
pergi.
“Sista, mau makan ?”
“Aku
sudah selesai makan dengan Kevin” Nania berlalu ke kamar. Mom & Dad
menatapnya khawatir.
Dad
mengetuk pintu kamar Nania, Gadis itu tertegun saat mendapati Dad masuk.
“Nania”
tegur Dad.
Nania
menoleh, lalu menatap danau hijau dari balkon kamarnya, Dad mendekat.
“Merasa
lebih baik ?” Dad Nampak khawatir.
“Dad,..”
keluh Nania.
“Ya
sayang ?” Dad duduk di hadapannya.
“Apa
kau menyayangiku ?”
“Sangat
Nania, Demi apapun. Dad sangat menyayangi Nania”
“Dad,..
bisakah” Nania menarik nafasnya kelu.
“..
bisakah Kita pindah tempat tinggal ?” lanjutnya.
Dad
terhenyak, Nania adalah orang yang paling bahagia saat keluarganya memutuskan
untuk nggak pindah – pindah tempat tinggal lagi. Tapi, kini malah gadis itu
yang memintanya.
“Aku
tak bisa melanjutkan hidupku disini, terlalu banyak Dicky disini Dad, karna
terlalu banyak, Aku sampai tak bisa bernapas” ujar Nania.
Dad
diam.
“Aku
ingin melihat hal baru dengan mata yang Dicky berikan padaku” lanjutnya, Dad
terhenyak.
“Kau
tahu matamu ?”
Nania
mengangguk, Ia mengerti jika berita itu disembunyikan darinya oleh semua
penghuni rumah.
“Baiklah,
Nania” Dad meyerah
“Kita
akan pindah” tutup Dad.
~~~
Ashela mengendarai motor barunya
dengan Lee sampai ke Rock street. Kevin mengenalnya saat pesta BarbQue dirumah
Nania beberapa waktu yang lalu.
“Kau
teman Nania kan ?” tegurnya.
“Iya,
Hay Kevin.. Apa kau tinggal disini ?” Ashela tersenyum.
“yeah,
begitulah. Apa itu pacarmu ?”
“Hay,
Kau melupakanku ? Aku juga hadir saat pesta BarbQue di rumah Nania” ujar Lee
menyeringai.
Kevin
tersenyum simpul.
“Begitukah
? maaf jika Aku menyinggungmu”
Lee
menggeleng.
“Andai
Nania bisa tersenyum seperti itu lagi, bukankah itu sangat menyenangkan” keluh
Ashela. Ia mengurai memorinya sejak pertama kali bertemu Nania, bahkan Nania
lah orang pertama yang menjadi temannya, dan juga mengubahnya secantik
sekarang.
“Kau
menjenguknya ?” tanya Kevin,
Ashela
tersenyum, Lalu mengangguk.
“Iya,
Aku dan Lee kerumahnya, beberapa tempo yang lalu”
Kevin
mengangguk, Ia merasa lega jika teman – teman Nania masih mempedulikannya
seperti itu.
“sebelum
Nania pindah ke Australia” lanjut Lee, Ia menggulung lengan bajunya sampai ke
siku.
Kevin
tertegun, Ia spontan melirik Lee.
“Apa
katamu ? Nania pindah ke Australia ?” tatapnya tak percaya. Lee mengangguk.
“Iya,
mereka sekeluarga pindah, mungkin kenangan Nania tentang Dicky terlalu
menyesakkan di sini. Jadi, mereka memutuskan untuk pindah tempat tinggal lagi”
terang Ashela, Ia sadar bagaiman Nania bercerita padanya jika mereka sering move on life, meski sekarang tanpa
alasan moving proyek Dad, mereka
telah melakukan perpindahan.
“Mereka
pindah ? Rahel bahkan tak memberi tahu ku” keluh Kevin lirih.
“Apa
Kau punya alamat nya ?” tadah Kevin lagi.
Ashela
menggeleng.
“Kami
tak punya” ujar Lee.
Kevin
merunduk sedih, Ia terduduk lemas di depan teras rumahnya, bahkan ketika Lee
& Ashela telah berlalu ke Rover Street, meninggalkannya tanpa kalimat.
“Kau
benar – benar hilang Nania ?” keluh Kevin, air matanya menetes lirih di ujung
kelopak.
Nania
telah pergi ke tempat yang jauh tanpa alamat untuknya, tanpa kesempatan untuk
mungkin bertemu dengannya, tanpa ada cara untuk mencarinya.
Kevin
tak bergeser se_inci pun dari
duduknya, Ia terdiam dungu disana.
“Ahk, aku ingat.. Kau Senior Rahel di kelas
Memanah kan ? Aku hanya berpikir pernah melihatmu saja, bukannya mengingatmu”
suara Nania mengurai kenangan mereka saat barbQue di depan danau hijau.
Kevin
merungkuk perih. “Nania..” bisiknya.
“Karna ini celemek de.. dengan 2 model tim..
bal balik” kegugupan Nania yang membuat Nania gagap di hadapan Kevin.
uraian rambutnya yang memikat, tatapan tulusnya yang sangat jaim, warna matanya
yang agak orange semu, cara bicaranya
yang sok dan special Nania.
“Kau tidak tahu ? BarbQue semalam adalah
perayaan perpindahan terakhirku, itu artinya Aku dan keluargaku akan menetap
disini selama – lamanya” yang ternyata Nania pun tak selamanya menetap di Rover.
“Mencoba menjadi seseorang yang misterius ?
Aku hanya bingung saja, Kau itu seseorang yang seperti apa, Kau tidak ingin
dikenali sebagai teman ?” saat Ia memaksa Kevin untuk mengatakan namanya.
juga
ekspresinya yang marah – marah itu, ekspresi yang merindukan saat Ia
menggantinya dengan tangis akan Dicky setiap harinya.
“Bu_bukan begitu.. Kau sangat berlebihan,
Aku sampai tak mengerti apa yang Kau bicarakan, ditanya apa
dan alurnya kemana ? semuanya nyasar, dasar orang anneh”
pengeluhan bertubi tubi ciri khas Nania yang terbuka.
“Kau selalu sekasar ini denganku, tidak
bisakah kau bersikap sopan se_kali saja ?” ketika Kevin datang meminjam
camera Rahel. dan Nania sedang memasang wajah tak lurus.
“Aku menjalin hubungan dengan orang yang tak
disukai oleh Dad” pengeluhan Nania ketika mereka memotret puncak.
Kevin
tak mengerti kenapa semua kenangan itu menghampirinya, Ia terunduk perih
melempar kerikil kecil di tangannya ke jalan setapak.
“Kau berpikir jika Aku sesedih ini karna
kehilangannya, maka itulah bagaimana Aku mencintainya ?” tadah Nania saat
Dicky pergi dari puncak, menemukannya bersama Kevin untuk tak pulang bersama.
“Benar
Nania, Aku juga sesedih ini karna kehilanganmu, maka itulah bagaimana Aku
mencintaimu..” keluh Kevin di depan teras rumahnya, angin mendesir de daunan di
pohon, membuat helaian daun keguguran dan menghampirinya yang penuh dengan
keresahan.
“..
Benar, Itulah Bagaimana Aku mencintaimu..” bisik Lirih Kevin, Ia memejamkan
matanya, menghirup segala angin musiman yang merebahkan panas menjadi dingin.
dingin
disini, sedingin dinding hatinya yang membeku.
Can You Smile
?
***
Nania tak menganggap beberapa kenangan di Rover akan
menghantuinya bahkan ketika Ia telah berada di Australy, Rahel melanjutkan
study_nya di Junior High Schools terdekat, sangat berdekatan dengan tempat Les
Nania.
Nania les Piano di samping JHS tempat Rahel menimba
ilmu, kelulusan Senior High Schools ini, tak membuatnya gencar untuk mengikuti
tes perguruan tinggi.
beberapa Nada yang dikutipnya mengalun indah, ada
sesuatu tentang musik selain iramanya yang merdu, piano terasa menyembunyikan
misteri, nada – nada yang tersusun apik terdengar menenangkan.
kekhawatiran Nania tak terjawab oleh orang
terdekatnya. Namun, oleh dirinya sendiri.
“Bisakah Kau terus bersamaku, selamanya ?”
pertanyaan Nania itu bukankah telah mendapatkan jawaban sebelumnya.
“Selamanya untuk menyukaimu aku bisa. Tapi,
untuk terus bersamamu, itu di luar kemampuanku” Ujar Dicky.
“Kenapa ?” Nania Nampak khawatir.
“kematian ? bagaimana jika dipisahkan dengan
kematian ?” tawar Dicky, Nania menggeleng.
“Jangan menyebut kematian sebagai faktor”
kecamnya
Dicky
tertawa ringan.
“Semua orang akan kesana kan ?”
Nania
menggeleng lagi
“Bagaimana jika Aku minta Kau nggak boleh
mati, apa kau bisa berjanji untuk nggak mati ?” tatapnya.
Dicky
tersenyum dalam, Ia memegangi wajah gadisnya lalu memperhatikannya dengan
seksama.
“Dalam mencintai, nggak ada perjanjian untuk
hidup lebih lama, Nania. nggak ada perjanjian seperti itu” ujar Dicky
“Begitu kah ? takdir sangatlah kejam”
Nania mengeluh.
“Tidak ada takdir yang kejam, Nania
sayangku. hidup itu adalah pilihan, sebanyak kita mampu memilih yang terindah.
tapi, takdir yang menentukan mana yang akhirnya terbaik. Kau paham ?” ujar
Dicky lagi.
Nania
mengangguk.
kenangan di Danau hutan, saat
Camp musim panas, mengingatkannya, Nania melirik tuts-tuts nada dihadapannya. Ia masih memainkan music sebagaimana music bisa menenangkannya.
~~~
“Kau
akan mengikuti prifat ?”
“Yeah,
Ausy” Kevin mengangguk.
Ia
pergi dengan motornya yang purple kecoklatan, ke arah dimana Ia mengikuti
kelas prifat untuk persiapan memasuki Universitas Impian.
kelulusan
Senior High Schools terasa sangat melegakan, ada dunia baru disana, tempat
seseorang bisa disebut dewasa kebanding remaja.
Kevin
berhenti dari Group memanah dan berhenti menjadi guru les piano untuk sementara
waktu, sampai akhirnya kini Ia disibukkan dengan prifat University.
“Aku
tak melihat yang lain” keluh Ashela, Ia mencari – cari wajah Lee di antara
teman – temannya.
Kevin
menghampiri.
“Merasa
kehilangan pacar ?” tegurnya, Ashela tertegun.
“Kenapa
tidak memanggilnya di ruang speaker ?
Atau memasang wajagnya di pamphlet,
dengan tulisan Lee yang malang” tawar
Kevin, Ashela menepuk bahunya.
Kevin
meringkik kesakitan, memancing tawa Ashela.
“Jangan
menghina Sung Ha jung_ ala Duce Town seperti itu”
kecamnya,
Kevin tertawa reflex saat Ashela
masih mempercayai jika Lee mirip Sungha.
“Baiklah,
aku pikir setelah setahun lamanya, Lee sudah berganti kemiripan, akankah Dia
mirip dengan John Hoon ?” tanya
Kevin. Ashela meringis.
“Aku
tahu, yang di Love in The Place kan ?
Aku rasa Kim Jeong Hoon’s lebih mirip
denganmu” tatap Ashela dramatis.
“Aku tahu, Aku bahkan lebih tampan daripadanya”
kecam Kevin, lalu Ia tertawa sepuasnya.
Ashela
pasrah saja di perlakukan joke
seperti itu, Kevin sudah lebih baik setahun terakhir ini.
Meski, kenangan itu tak juga
bisa terhapus segampang membalikkan telapak tangan, Kevin meninggalkan Ashela
saat Lee datang.
Ia
memilih pergi ke perpustakaan, mencari referensi.
“Bisa
minta tolong ambilkan buku itu, kak ?” tegur seorang Gadis, Kevin menoleh, agak
tinggi dan Ia tahu para gadis tak akan sampai menggapai buku di rak atas.
Kevin
mengangguk, Ia menarik satu literature
dan meraih buku itu, Ia membacanya.
“Secret
Story ?” Kevin melirik gadis itu.
Ia
mengangguk.
“Cerita
Rahasia ?” ulang Kevin, Gadis itu meraihnya lalu tersenyum dangkal.
“Jika
ceritanya rahasia, kenapa harus diceritakan dalam sebuah buku” keluh Kevin.
“Ku
pikir, karna semua orang memiliki cerita rahasianya sendiri, tentang masa lalu,
yang mungkin tak ingin terulang lagi Namun, tak segampang melupakannya” jawab
Gadis itu.
Kevin
mengangguk lirih.
“Kau
juga punya rahasia ?” tatapnya
“Aku
? ku pikir JHS belum saatnya mendapatkan magic
secret story” kilah Gadis dihadapannya. Kevin tersenyum.
“..
Aku harus pergi, terima kasih kak’ sudah mengambilkannya untukku” lanjut nya.
Ia
berlalu di ujung lorong – lorong buku.
Benar,
itulah beberapa rahasia yang akhirnya Ia tela’ah dalam hidup. Tentang Dicky,
tentang pertemuannya dengan Nania dan ketika keduanya hilang dari dunia_nya sekaligus.
Kevin
kembali berkutat dengan buku – buku tentang Sosiolog,
Ia tak biasa belajar sebanyak itu. Jadi, salah satu efek samping akibat belajar
adalah, Ia selalu mendapat mimisan.
merasa
kepalanya penuh dengan catatan sampai terasa panas, mampu membuat hidungnya
mengeluarkan banyak darah.
Ia
harus mempersiapkan banyak tisu sebelum akhirnya pergi membaca banyak literature di perpustakaan.
~~~
Hal yang dipersiapkan Dad
dibelakang rumah Ialah salah satu cara, untuk membuat kedua putrinya betah.
jadi,
Ia rela menyibukkan dirinya dengan sangat repot. menyusun beberapa balok kayu
menjadi sebuah tempat duduk yang nyaman.
Udara
belakang rumah tak terlalu panas, mereka menetap dirumah yang di warisi Grand Pha padanya.
“Nania
? kemari” panggil Dad, Nania baru membuka pintu belakang, Ia selalu pulang
jalan kaki dengan memilih melewati pintu belakang sebagai jalan pintas.
dan
orang yang pertama kali ditemuianya saat pulang les adalah Dad. Nania tertegun
mendapati Dad sangatlah sibuk dengan beberapa balok kayu.
“Dad
sedang apa ?” tatapnya
“Baiklah,
Dad sedang membuat beberapa balok menjadi kursi belakang yang nyaman, Kau bisa
berjemur dibelakang rumah dengan kursi yang Dad ciptakan” terang Dad dengan
semangatnya.
“Aku
tak ingin menjadi coklat lagi”
“kalau
begitu, Dad saja yang akan menjadi coklat
untuk menggantikanmu” tawar Dad lalu tertawa.
Nania
meringis di ujung lipsnya.
Rahel
datang.
“Sista, bagaimana pianomu ? apa kini jauh
lebih baik ?” Rahel berlarian ke arahnya.
“Ku
pikir Kini Aku siap untuk pentas saat penerimaan mahasiswa baru” terang Nania.
Ia
harus kerja keras untuk bisa mahir Piano dari yang tidak tahu sama sekali.
Nania pernah belajar piano saat kecil dan jika ditanya waktu remaja, Ia telah
melupakan semua balok not di tuts
hitam putih bernada.
Namun,
sejak Ia mendaftarkan diri ke Universitas impian, Ia diminta memainkan Piano di
penerimaan mahasiswa baru nanti.
itulah
sebabnya Nania memilih untuk mengikuti les piano kembali saat ini, dengan
harapan Ia tak akan memalukan dirinya sendiri saat pentas penerimaan mahasiswa
baru.
“Yeah,
tinggal 1 minggu waktu latihan mu” ujar Rahel, Ia memeluk Nania erat. Ia sangat
menyayangi Nania sejak Nania nyaris tak bernyawa dalam keadaan hidup.
Nania
mengangguk lemas.
“Mau
istirahat ?” tawar Rahel.
“Aku
pikir, daripada istirahat, membantu Dad terasa lebih menyenangkan” jawabnya.
Rahel meringis, Dad tertawa.
“Pintar
sekali, kalau begitu, Nania pegang balok kayu_nya dari ujung sana, Kau Rahel
pergilah mengambil paku”
Dad
Nampak sebegitu semangat_nya. Rahel tertawa.
“Dad,
sangat niat membuat belakang rumah menjadi tempat berjemur” kecamnya.
Dad
tertawa mendengar Rahel men_joke padanya.
~~~
“Kau
akan mendaftar ke mana ?” tanya Ashela,
Lee
menoleh, merapikan daftar literature di atas meja perpustakaan.
“Aku
akan ke Hardvard” tegasnya, Ia tersenyum.
“Baiklah,
Kau pintar, sementara Aku ?” Ashela mengeryit.
“Kau
berniat memasuki Hardvard denganku ?” tatapnya.
Ashela
mengangguk.
“Mengambil
bagian hukum sangat menyenangkan” puji Ashela. “Lalu akan menjadi Jaksa wilayah
?” Kevin meletakan bukunya di meja duduk depan Ashela dan Lee.
mereka
spontan menoleh.
“Kau
sendiri mau mengambil dimana ?” Ashela menanyai.
“Aku
akan ke Australy” tegas Kevin.
“Benarkah
?”
“Yup”
Ashela
mengangguk yakin.
“Berniat
mempelajari dunia ? sebagai para pakar sosiolog ?” Lee menggoda, Ia mengorek –
ngorek literature yang di kutat Kevin sepanjang hari.
“Sepertinya
begitu” angguk Kevin.
“Great
! Aku juga ingin ke Australia, disana ada Nania” Ashela tertawa ringan.
“Katanya
mau mengambil hukum di Hardvard denganku ?” Lee spontan menadah.
“Fine,
Jika kau memaksa” Ashela nyengir.
“Lagian,
Australy nggak sesempit daun semanggi..”
Lee
memberi komentarnya.
“..
Bagaimana akan bertemu Nania, jika Kita bahkan nggak tahu Dia dibagian yang
mana” lanjut Lee.
“Baiklah,
baiklah, Aku akan mengikutimu ke Hardvard” kecam Ashela, Lee tersenyum garing.
“Benar,
bagaimana akan bertemu dengan Nania di Australy, jika Aku bahkan nggak punya
alamat lengkapnya” Kevin mengeluh, Ia Nampak setengah putus asa.
“Dengar
apa yang dikatakan, Lee ? Australy nggak selebar daun semanggi. Tapi, coba saja
Kau bayangkan, jika Ternyata kejaiban semanggi empat daun, kadang terlihat
meyakinkan” Ashela menepuk bahunya.
“Kau
percaya Dewa semanggi empat daun ?” tatap Kevin.
“Aku
hanya berpikir, keajaiban kadang terjadi” terang Ashela. Kevin mengangguk, Ia
mengerti.
“Baiklah,
Aku akan segera mencari_nya” Kevin terdengar begitu bersemangat.
“Kau
benar – benar, ke Australy untuk bertemu Nania ?” Lee menoleh, Ia Nampak
curiga.
“Aku
tak bisa bilang tidak, Lee” Angguk Kevin.
“Sepertinya,
Aku melewatkan satu hal, apa kau menyukai Nania ?” tatap Ashela ragu.
“Aku
tak bisa bilang tidak, Ashela” jawab Kevin lagi.
Keduanya
saling pandang.
“Wah,
Kau benar – benar menyukainya, Kevin” Ashela bisa menjadi pendefinisi yang
baik.
Kevin
bahkan belum pernah mengatakan ketertarikan kepada Nania secara langsung. Tapi,
Ashela dapat segera menebaknya.
“Yeah,
semoga saja Kau beruntung dan bertemu dengannya disana” kecam Lee dingin.
“Hey
! Aku pikir mata hati lebih tajam dibanding mata sesungguhnya, mereka pasti
akan bertemu”
Ashela
mengangguk yakin, Ia dengan sikapnya yang spesifik menenangkan memang sangat
berpengaruh bagi orang lain.
“Terima
kasih untuk kata – katanya. Shel,
cukup membantu” Kevin tersenyum simpul, Ia berdiri dari duduknya.
Kemudian
berlari keluar perpustakaan.
“Dia
sangat bersemangat”
“Dia
memang seharusnya seperti itu, Dia selalu seperti itu sejak kita mengenalnya di
Rover tempat tinggal, Nania” terang Ashela, Lee mengangguk.
kembali
menjadikan beberapa buku tebal sebagai obyek yang sangat memikat untuk di
selidik.
persyaratan
memasuki universitas impian di tentukan dari hasil tes penerimaan mahasiswa
baru, Jika itu tergapai. Maka, semua gelar sarjana yang ingin di sandang dalam Collage Student akan teraih dengan
mudahnya.
Kevin
berlari sepanjang trotoar pejalan kaki, menyisakan riak kelelahan di dagunya.
Ia
berhenti dibawah pohon berdaun lebat, Lalu menghapus butiran peluh di wajah
tanpa seksama.
Kevin
duduk ditanah, mencari semanggi berdaun empat. riak letihnya tak membuat
semangatnya luntur, Ia berusaha untuk focus.
“Dimana
Kau Semanggi empat daun ? berilah keajaiban untukku dimasa itu, Aku ingin
melihatnya, melihat senyumnya” Kevin kelelahan, Ia bersandar di bawah pohon,
semanggi biasanya berdaun tiga helai dan jika mukjizat memberi keleluasaan.
Maka, itu adalah kesempatan terbaik.
Ia
menatap dedaunan semanggi yang menjalar di bawah pohon lebat.
Kevin
terkesijap.
Ia
menemukan semanggi berhelai empat diantara jemarinya yang menangkuh.
“Kumohon,
Berikan aku kesempatan untuk bertemu dengannya, dengan satu keajaiban untuk
dapat melihat senyumnya. Dengar.. Aku mohon berilah keajaiban padaku untuk
dapat bertemu dengannya tanpa tangisan, Kumohon..” Teriak Kevin, Ia berlutut di
hadapan empat helai daun semanggi yang bermekar.
Air
mata Kevin jatuh dipelupuk.
“Aku
sangat merindukanmu, Nania” keluhnya lirih.
Hujan
turun dengan derasnya secara tiba – tiba, seluruh tubuhnya tertimpa, Ia basah
kuyup.
Kevin
tertawa mendapati badannya utuh kehujanan.
“Aku
suka Hujan, saat Aku harus tertahan menginap semalam dirumahnya, Aku suka hujan
saat Ia menangis dipelukku, Aku suka hujan saat Ia tertidur dipangkuanku” kenang Kevin.
Ia
tersenyum haru.
***
“Nania
?” tegur Mom,
Nania
menoleh, Ia berdiri di ujung balkon menatap pijaran bintang dilangit.
menela’ah
arti Aries pada Sweet SevenTeen setahun yang lalu, Rasinya berkata benar, Ia telah
melewati kisah cinta yang sangat rumit.
“Kau
mengenangnya lagi ?” tatap Mom,
Nania
menggeleng.
“Mom,
Lihat itu ?” tunjuknya dilangit.
Mom
mengadahkan kepalanya ke angkasa, titik – titik bersinar itu Nampak berkilau.
“Aku
tak harus mengenangnya, Ia telah menjadi satu dari sekian banyak mereka” terang
Nania.
“Dicky
?” tanya Mom ragu,
Nania
mengangguk.
Ia
ingat apa yang Dicky janjikan saat camp
musim panas.
“Mereka banyak di sana, mereka terang dengan
cahayanya sendiri. sayangnya, mereka sangatlah jauh, tidak ada yang bisa
menggapainya. Aku harap untuk memantau mu nanti, Aku menjadi salah satu dari
mereka..”
Nania
terdiam, Ia menikmati tatapan matanya dilangit. menemukan satu yang terang
cahayanya, berharap itulah Dicky.
Mom
berlalu, meninggalkan Nania di balkon kamarnya.
“Begitu
caramu menjagaku ? Dicky, Aku menggunakan mata yang kau titipkan padaku, dengan
melihat banyak tawa, Apa Kau suka ? Aku telah menerima terlalu banyak cinta
darimu, yang Aku tangisi, mungkin karna Aku tak memberi yang sebanding
denganmu, untuk itu.. maafkan Aku. Tapi, saat Kau tak disini, Aku merasa ingin
mati, Aku tahu itu salah. Karna Cinta ternyata lebih mengerikan dari hal
apapun. Dicky.. Aku tak mengerti dengan hatiku. Tapi, Aku merasa sangat
merindukan saudaramu, Apa Kevin memikirkanku ? Aku pergi tanpa mengatakan
apapun padanya, Apa ada yang salah denganku ? Dicky.. ku pikir karna Aku
menyukaimu, Aku akan melanjutkan hidupku yang baik dengan matamu, melihat
dengan caramu melihat, Dicky.. tenanglah, Aku sudah jauh lebih baik, Aku tak
akan membuatmu khawatir lagi, percayalah, Aku berjanji..” Nania menutup
matanya,
desiran
angin menerpa rambut tipis itu untuk ikut terbuai.
salam, bagus, cuman kalo boleh ku kasih saran, buat CerBer (Cerita Bersambung) aja, jadi jangan sekali posting, terlalu panjang.
BalasHapuscuman itu komentar ku. Salam.
salam kenal, TCC..
Hapusbisa jadi pertimbangan, next edition ntar..
makasih dah mampir ^_^
Betul Itu Sob ... Apa Yang Dikatakan Sampit Itu Benar .. Jadi Kita Juga Gak Akan Bosen Ngebacanya Kalo Dijadiin Cerita Bersambung :)
BalasHapusBtw ... Mantab Ceritanya :) Seru Banget !
Pusyakiz : iya, ntar di bikin, deh..
Hapusmakasih yah dah mampir. ^_^ slam kenal..