Minggu, 23 Juni 2013

Secret story part 1



My Hard Life
***
Dia adalah seseorang di balik kabut yang selalu hilang saat ku ingin ucapkan terima kasih, Dia selalu ada saat ku mencoba untuk sendiri, Ketika aku diharuskan menangis, Dia selalu datang, Aku tahu Dia tidak nyata. Tapi, Dia didekatku.
_Aprilia_

~~~
Malam itu Nania menatap berbagai bintang di atap rumahnya, sekiranya Ia dapat menemukan salah satu bintang atas Dirinya sendiri, Aries. Para pemerhati bintang yang bekerja untuk memperhatikan tata ruang dan pergerakan bintang selalu tepat mengungkap rasinya,..
“Ada sesuatu disana, mereka memang bekerja untuk mengungkapnya, Tapi, jika selalu benar itu semakin terasa mengerikan” gumamnya dalam hati,
Yah, itu salah satu kalimat memuji yang biasa terlempar jika rasa kagum mulai membuat Ia berdecak heran. Aries itu berkarakteristik seperti  bunga honeysuckle_asiandatinglove, Ia bisa menguatkan atas dirinya sendiri, bunga yang merambat dalam menjalani kehidupannya bisa menemukan kehidupan di segala tempat yang bisa dijelajahinya.
Malam itu merupakan malam terakhirnya berada di Noe Town, Mom & Dad akan pindah ke sebuah kota baru untuk kesekian kalinya, dan tentu saja membawa Nania serta adik gadis kecilnya yang baru mengenal istilah remaja, Rahela Octria, Lahir bulan Oktober, bisa sangat tertebak dari nama kan_ tentunya, karna Dad juga penggemar rasi bintang, jika kalian mengira Nania adalah awalan nama, itu salah besar, Gadis itu bernama lengkap Aprilia Nania, lahir di bulan april, Nania menginjak  tepat 17 Tahunnya april ini,.


^
Aries
“Para Aries adalah pembawa perubahan atas dirinya sendiri karna bisa mengendalikan dirinya, hanya saja rasa ego kadang membuatnya berpikir pendek tanpa memikirkan akibatnya, rasa yang selalu ingin jadi perhatian, membuat para Aries kerap kali jatuh hati, meski kadang Ia salah mengartikan rasa simpatik dan rasa suka, dan tidak bisa membedakan mana yang benar benar Ia sukai atau yang Ia hanya ingin dipuji.


“Bagaimana mereka bisa mengataiku hal seperti itu, hal yang belum pernah aku rasakan, menyukai seseorang saja Aku belum pernah” Nania mengeryit bingung, Ia paham akan beberapa hal tapi, bukankah hal yang aneh jika kalian bahkan belum pernah menafsirkan rasa suka dan rasimu mengatakan hal sebaliknya.
Itu terjadi ketika genap 17 tahun, Nania segera mencari referensi bintang Ariesnya, dan hasilnya berbunyi seperti itu, apa akan ada sesuatu tentang dirinya yang akan terjadi pada 17 tahun ini, Kalian pasti sudah tahu istilah 17, itu berbunyi  jika 17 tahun adalah waktunya kau di anggap sebagai anak remaja sungguhan, masa anak anak mu akan terhapus dengan sendirinya, contohnya : kau tidak akan di kejar pakai sapu lagi, jika memilih untuk tidak mandi sore dan lain lain yang sifatnya memaksakan kehendak orang tua.

“Sista,.. Kau di atap ?” teriak saudarinya dari balkon kamar, sebelah kamar Nania. Rahel memang selalu seperti itu, Ia adalah mesin fotocopy tercanggih yang pernah ada, segala yang didera Nania maka dalam sekejap juga ada pada dirinya, Ia menggunakan kakaknya sebagai buku panduan, namun Ia lebih arogan dan maskulin sebagaimana sifat asli penghuni rasi bintang Libra.
Ia pemerhati yang baik, itu bagian positifnya, setidaknya Ia lebih pintar berbaur daripada Nania, berhubung betapa seringnya Dad melakukan moving proyek, dan membuat mereka juga selalu pindah tempat tinggal.
Rasanya belum cukup satu semester mereka menetap di  Noe Town, namun secara mendadak pula Dad melakukan moving proyek, itu adalah alasan kenapa Nania sulit berbaur, rasanya sangat sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, kurikulum sekolah yang baru dan adat budaya di tempat yang baru, Noe Town sama seperti kota kecil lainnya, yang kau dapat di setiap pertigaan adalah Minimarket dan halte bus, rasa rasanya itu sudah kebutuhan lokal setiap kota kecil yang mengandalkan jasa transportasi umum.
“Iya, aku disini” teriak Nania agak merendah, karna jika Mom tahu Ia menikmati pemandangan dari atap rumah, hanya untuk menelaah rasi bintang muncul atau tidak. Maka, dengan seketika Mom akan datang dengan segala rentetan omelannya.
Atap datar di atas balkon kamar untuk menetralisir udara yang masuk lewat fentilasi, bukan untuk tempat kau bersantai, karna bisa saja kau naik dan terpeleset maka nyawa jadi taruhannya, meski sebenarnya niat awalmu hanyalah untuk menatap rasi bintang, bisa saja malah menjadi niat memasuki Unit Gawat Darurat di rumah sakit, itulah alasan kenapa Mom akan meledak jika tahu Nania & Rahel bersantai di atap balkon.
“Aku kesitu” barusan kalimat itu terdengar, namun dalam uluran detik Rahel sudah bisa duduk bersandar di samping Nania,
“Apa kau tahu kita akan pindah kemana kali ini?” Rahel memeluk kedua lututnya.
Nania menggeleng “I don’t know,… yeah, wherever hasilnya akan tetap sama saja kan” tandasnya.
“itulah masalahmu, sista. Kau bahkan tidak memiliki teman” koreksi Rahel, kini Ia terdengar seakan Ia yang paling kakak disini.
“semua orang pernah mengalami ini kan, masalah kepribadian” Nania meluruskan maksudnya.
“yeah, dan nggak pernah ada yang separah seperti kau, apa susahnya sih mendapatkan teman?”
Nania menggeleng
“hanya karna mereka nggak sependapat denganmu, bukan berarti kau nggak cocok dengan mereka, manusia itu banyak, sista. Dan setiap dari mereka pasti berbeda” sambung Rahel.
“aku tahu, adikku yang cerewet !” penat Nania mendapatkan gerutuan anak junior high school. Ia memilih mengakhiri percakapan, namun Rahel selalu memulai dengan berbagai macam topik, itu adalah salah satu kelebihannya.
“siapa tahu di tempat yang baru, kau bisa mendapatkan pacar untuk pertama kalinya” Rahel merayu, tapi, rayuannya lebih mirip sindiran. Berhubung Nania belum pernah menjalani satu cintapun semasa hidupnya.
“pindah topik” tutup Nania,
Rahel tertawa ringan “Oh, Ayolah sista.. aku benar benar ingin melihatmu punya gebetan, setidaknya sebelum kau mati, hahaha” Nania mengeryit gahar.
“sebenarnya kau ini ingin mati atau apa?” kecamnya.
Rahel mengerem kaget tawanya, Ia sadar Nania paling tidak suka di singgung, Ia Aries. Emosinya bisa naik turun kapan saja.
“oke oke,.. fine sista, I’m sorry, Forgive me please,..” bujuk Rahel
“aku hanya tidak suka menjalani hubungan yang membosankan, kau tahu. Orang pacaran, awalnya nggak kenal lalu kenalan, trus jadi perhatian dan sok kenal, jatuh hati dan saling mengenal, dan pada akhirnya putus lalu kembali di masa dimana mereka tidak ingin saling mengenal” Nania menjelaskan sedikit mengoceh.
“Tapi, aku benar benar ingin melihat sista punya satu saja kisah cinta, setidaknyakan” Rahel mendesah lirih, matanya menjelajahi langit lalu terkesibak secara spontan.
“Bintang Jatuh !!” teriaknya, Nania mendongak ke langit Ia menatapnya sekilas,
“Buat permohonan ! cepat..” Rahel histeris. Ia menutup kedua matanya. Nania tertawa renyah melihat adiknya antusias.
“Kau tidak membuat permohonan?” tatap Rahel sedikit syok. Nania tersenyum
“kau percaya bintang jatuh?” Nania balik bertanya
“Mau jawaban yang seperti apa? Dengar sista, Aku sangat percaya, setidaknya itu akan terkabul suatu hari nanti” jawab Rahel seyakin yakinnya. Nania tertawa renyah.
“Fine,.. jadi, apa permohonanmu?”
Rahel mendengus “Secret !”                   
Nania tidak terlihat penasaran, tapi Ia tahu jika adiknya sangat terbuka, sehingga Ia perlu bertanya sedikit mendesak agar Rahel tahu jika Ia perhatian padanya.
“Haruskah aku memohon ?” ulang Nania
Rahel tersenyum “baiklah, ini konyol, tapi, aku meminta agar setidaknya kau bisa punya satu gebetan di usia 17 tahun mu ini.. agar tidak terkena kesialan, setidaknya nanti saat kita memasuki daerah baru, saat kita pindah” ujarnya
Nania tertawa, “bagaimana bisa kau malah meminta untukku? Kenapa tidak untukmu saja?”
“sista, karna aku menyayangimu, kau tahu itu kan, jadi aku percaya suatu saat nanti saat aku 17 tahun, kau juga akan meminta hal yang sama untukku saat bintang jatuh” Rahel menyela.
“ternyata ini ada timbal balik nya? Dasar Tricket !!” gerutu Nania
Rahel tertawa sepuasnya,
“Rahel !! Nania !!” suara teriakkan Mom, sepertinya Ia sudah curiga jika kedua kurcacinya berada di atap balkon.
“SsttTt,.. !! jangan tertawa terlalu keras, Mom akan membunuh kita nanti”
Rahel menggigit bawah bibirnya “Fine, kelepasan..”
Lalu keduanya menahan tawa semampunya, setidaknya tidak sampai membuat Mom curiga jika mereka berada di area terlarang.

~~~

                Nania memasukan barangnya dalam kotak kotak kardus, truck jasa pindah barang telah parkir di depan rumah kontrakan mereka, di Noe town. Dad nggak menjelaskan secara pasti dimana mereka akan menetap kali ini, Ia hanya bilang jika disana ada kehidupan yang indah, halaman belakang tepat menghadap ke danau hijau, kedengarannya menarik, Mom sibuk dengan map map proyek milik Dad, jujur saja, Mom itu lulusan Universitas Impian, seharusnya Ia menggunakan iijazahnya untuk mencari kerja, namun untuk bisa menikah dengan Dad, Mom harus rela melepas obsesinya menjadi wanita karir dengan akhirnya memilih jadi Ibu rumah tangga dan Istri yang baik.
                Itu benar benar perjuangan cinta yang fantastic, yang awalnya Dad nggak diminati oleh keluarga Mom, hubungan cinta mereka yang ditentang karna pekerjaan Dad dari dulu adalah Moving Proyek, bekerja berdasarkan proyek, dan selalu berpindah pindah, membuat keluarga Mom berpikir Dad berniat mempermainkan Mom, namun nyatanya, kisah cinta mereka benar benar bisa di pertanggung jawabkan selama nyaris 20 tahun.
“Aku benci preparation !!” keluh Rahel dengan berbagai macam bawaannya,  Dad tertawa melihat Rahel tergopoh gopoh, Ia datang menghampiri, Ia membantu Rahel mengangkut kotak kardus miliknya pribadi.
“Jangan mengeluh Rahela” sanggah Dad menyergap wajah murung yang Ia edarkan.
“Aku akan ke mini market, ada yang mau menitip sesuatu?” teriak Nania dari trotoar,
“Lemon water !” teriak Rahel nggak kalah kuatnya, Nania mengeryit heran, perasaan tadi Rahel lagi down marah marah, giliran jajanan nah_ dia yang deluan ngajuin minat, aneh.
“Dad ?” tatap Nania, Dad berpaling sejenak, berpikir tanpa kalimat selama beberapa detik, lalu tersenyum memohon.
“Rokok ? boleh ?” ujarnya, Nania mengerang, lalu berteriak hendak memberitahu Mom,
“Mom, Dad minta Ro_”
“fine fine, Dad bercanda, titip Perekat” tutup Dad yang kembali asik bermain dengan kotak kardus,
Beberapa waktu yang lalu Dad masuk rumah sakit karna, paru parunya nggak bersih, jadi sejak saat itu, Dad dilarang menyentuh zat adiktif berbahaya yang mengandung nikotin dan kefein, entah kenapa kafein juga masuk daftar larangan ala Mom.
                Nania berjalan gontai, ke arah perempatan dimana minimarket tersedia, sambil mengingat apa apa saja yang telah di titipkan orang rumah padanya,
“selamat pagi,..” tegur pegawai toko disitu, Nania tersenyum
Ia berjalan ke arah konsumtif untuk mengambil beberapa botol lemon water, setidaknya untuk bekal di perjalanan nanti. Nania meraih satu botol di antaranya dan tangannya tabrakan dengan orang asing yang juga ingin lemon water,
Ia menatap lembut, namun Nania spontan melirik sadis, cowok itu tersenyum,
“untuk mu saja, ambillah” tawarnya, cowok itu rupanya sopan, Ia mengalah begitu saja pada Nania.
Nania merampasnya kasar tanpa rasa bersalah
“memang ini milikku !”
Dengan sikap acuh Nania berjalan meninggalkan cowok itu di seputar daerah konsumtif, tentu saja Ia terpampang tak percaya, sikap baiknya tak di anggap berharga oleh Nania, cowok itu tersenyum menahan tawa, menatap langkah Nania.
Nania sibuk mencari perekat di antara berbagai macam perekat yang lain, berhubung Dad nggak ngasih clue, butuh perekat yang seperti apa.
“Perekat ?”
“iya” jawab Nania,
Cowok itu terus mengikutinya, seakan dialah pelayan toko di minimarket itu,
“untuk kardus?”
“iya” jawab Nania lagi,
Cowok itu meraih satu di antaranya
“mungkin yang ini, yang kau butuhkan ?” tawarnya
Nania tersenyum, Ia berbalik dan mengerem senyumnya begitu tahu jika yang sedari tadi disampingnya bukanlah pelayan toko, tapi malah cowok yang rampasan Lemon water dengannya tadi.
Ia melirik sadis, cowok itu tersenyum lagi, seakan wajar jika Ia bersikap sok kenal pada Nania.
“apa kau pelayan toko?”
“tidak” jawab cowok itu
“lalu apa kau psyko?”
“tidak” jawab cowok itu lagi
“kalo begitu, berhentilah menjadi pengutit, paham ?”
Kecam Nania, cowok itu tersenyum sampai giginya kelihatan,
“apa aku mengganggumu?”
“iya”
“tapi, aku tidak berniat mengganggumu”
“kalo begitu, menyingkirlah..” usir Nania, lalu berjalan kearah sebaliknya, dimana cowok itu berdiri.
“maaf kalo begitu, tapi apa kita tidak bisa kenalan?” tawar cowok itu, Ia tetap tersenyum seperti pertama kali memberi Lemon water pada Nania.
Nania menggeleng dengan pasti,
“tidak” tolak Nania spontan, Ia berjalan lagi namun cowok itu mulai mengikutinya lagi.
Nania beralih ke bagian barang barang konsumtif untuk mengambil beberapa roti, dan cowok itu terus mengikutinya.
“KAU !!” Tatap Nania emosi, cowok itu lagi lagi tersenyum
“berhentilah mengikutiku !” Nania bertampang gahar.
“lalu, kenapa tidak mau kenalan ? aku akan berhenti mengikutimu saat aku bisa mengenal namamu” tawar cowok itu, misinya masih tetap sama, Nania mendengus kesal.
Dengan terpaksa Ia menjulurkan tangannya
“aku Dicky,. Kalo kamu ?” ujar cowok itu
Nania tersenyum, “Kalo Aku_” cowok itu nyaris menyentuh jemari Nania, namun Nania kembali menarik jemarinya, sebelum Dicky bisa menggapainya,
“_ pergi dulu ya,..” lanjut Nania, Ia membayar di kasir dan meninggalkan Dicky di ujung koridor barang konsumtif.
Dicky terpampang lemas, Ia tak percaya di perlakukan begitu oleh Nania, bahkan Ia belum tahu siapa nama Nania.
Nania bergegas dalam perjalanan pulangnya kerumah, Ia menahan tawa sepanjang jalan, Ia sadar sudah membuat maniak di minimarket itu merasa diremehkan.
Entah cowok aneh bernama Dicky itu benar-benar maniak atau bukan, namun sepertinya itu bisa membuatnya jera untuk mengganggu cewek di minimarket.
“dasar maniak” gerutu Nania,
“dipikirnya karna Dia tampan, Dia bisa seenaknya minta kenalan ? jangan mimpi deh ya?” Nania mengomel sendiri, menyadari jika Ia sempat lemes menatap smoothy cuties babies face ala Dicky, namun yah_ yang namanya cobaan memang selalu memikat.



I’m Nania
***
“Cicak tanpa ekor ?”
Tatap Rahel di langit langit kamar barunya, di Duce Town, Nania lewat menggendong kardus barang ke arah kamarnya, di sebelah kamar Rahel.
“bukan tanpa ekor, ku rasa dia habis berkelahi  dan menjatuhkan ekor-nya di suatu tempat” terang Nania, ini pertama kalinya Rahel melihat cicak tanpa ekor, jadi wajar kalo Dia syok dan menjadi bahan pertanyaannya saat ini.
“Begitu kah ? Apa itu tidak mengkhawatirkan ? maksudku, Dia pasti malu, jika teman teman cicaknya yang lain melihatnya tanpa ekor” Rahel tampak khawatir, betapa manisnya kalimat itu, seakan cicak juga mengalami kehidupan sosial layaknya manusia.
“Ekornya bisa tumbuh lagi nanti, kenapa kau mengkhawatirkannya ? prihatin lah terhadap dirimu sendiri, kau telah berhenti tumbuh bahkan sejak semester pertama di Junior High Schools” ujar Nania, sembari sibuk menata buku buku perdana-nya di meja belajar. Rumah baru yang disebut sebut Dad memang lebih luas dari rumah mereka sebelumnya di Noe Town, Danau hijau tepat dibelakang rumah, dengan tangga papan yang menggunakan kayu tua, semakin menangkap kesan eksotis di seputar area tempat tinggal mereka.
“Kau selalu mengatakan itu, sangat menyebalkan !” teriak Rahel geram, Nania tertawa, Rahel memang agak pendek, Dia mirip dengan Mom, sementara Nania lumayan mengikuti postur Dad yang menjulang tinggi, menjadi tinggi adalah hal yang membanggakan.
“Aku akan melihat Danau-nya, Ia tepat di jendela kamarku”
Nania membuka jendelanya dan udara tropis menelusuk pori – pori kulitnya. Rahel mengerang “Kini aku tahu alasanmu memilih kamar sebelah kanan ! sangat tidak adil !!” Ia terus tertawa, mengetawai adiknya yang selalu memasang berbagai macam ekspresi dadakan.
“Aku selalu punya modus ? yeah itu lah salah satu kelebihanku” terek Nania, Rahel mendengus kesal.
“Dasar TRICKET !!” teriaknya emosi.
Nania makin terbahak bahak,
“terserahlah Little Lady, Aku sangat menyukai Duce Town,.. ahkk,…” Nania menghirup udara dingin, sebanyak yang Ia mampu, seakan udara tropis semerbak itu akan segera usai.
Nania meninggalkan kamarnya dengan jendela terbuka, melihat Danau hijau dari kamar rasanya tidak terlalu memenuhi hasratnya, jadi, Ia memutuskan untuk keluar dan menghampiri dengan lebih dekat.
Tangga papan berornamen kayu pinus Tua sebagai pemegangnya sangat beraroma, karna angin mengusik rumbaian daun Pinus di pinggir pinggir danau hijau, Dad sibuk memotong beberapa kayu untuk membantu Mom membuat perapian, udara dingin saat malam di Duce Town lumayan mengusik kenyamanan, oleh karena itu Dad segera menyiapkan segala sesuatunya.
Dari kesemuanya itu, maksudnya_ dari setiap perpindahan mereka, Duce Town adalah pilihan terbaik Dad, Nania menyukai kebebasan dan kedamaian, seperti yang rasi bintangnya “Aries” yakini.
Dan Duce Town terlihat mengesankan, rumah tetangga agak jauh karena terpisah perkebunan berry, dan kebetulan Nania adalah maniak Berry, Ia bisa segera mendeteksi Berry jika pergi ke sebuah perkampungan, kali ini perpindahan Dad bisa di andalkan, berharap saja agar ini merupakan perpindahan terakhir mereka selama hidup, itu termasuk harapan loh.
Nania memberanikan diri menelusuri tangga papan sendirian, pemandangan yang sangat indah, berhubung ini sudah agak sore, jadi sunset terpantul indah di atas air jernih.
Danau hijau Nampak memukau, Nania mengeluarkan camera digital mini-nya dari balik sweaterz, Ia menangkap beberapa foto senja, Ia pecinta keindahan dan seni, fotografer bisa menjadikannya sebagai seseorang yang nggak terlalu Nampak lonely.
Dan referensi photo bisa menenangkan emosi Aries yang suka bergejolak naik turun, Nania tersenyum lirih.
“Someday,.. Aku akan mengakhiri kehidupanku dengan ketenangan seperti ini, di ujung Sunset Danau Hijau, I wish,..” Matanya tertutup beberapa second saat permohonan itu terlontar di akhir senja, Nania membuka kelopak matanya, Ia tersenyum.
“I wish Too,..” ujar seseorang di balik badannya, Nania terkejut, Ia spontan menoleh, cowok itu memamerkan senyumannya dengan sederet gigi putih bersih, entahlah.. apa itu termasuk bagian dari jurus pemikat.
Nggak akan terbayangkan jika seseorang yang pagi tadi, bertemu dengannya di minimarket Noe Town, juga bisa membuatnya bertemu di Danau Hijau Duce Town, sementara jarak kedua kota itu sangat_  lumayan_  jauh.
“Kamu ?” ujar Nania dan Dicky bersamaan.
Nania mengeryit heran menatap Psyko di Minimarket lagi-lagi bertemu dengannya di sini, kebetulan atau something like fate, ..? L
“Wah, kebetulan yang menyenangkan bisa ketemu dengan Nona Lemon Water di Danau” ujar Dicky tersenyum bangga, Nania kehabisan kata saat Dicky menyebutnya sebagai Nona Lemon Water, memangnya nggak ada istilah yang lebih baik daripada 3 susunan kata itu, apa ?
Hanya karna mereka bertemu pertama kali, dengan insiden
Rebutan Lemon Water, bukan berarti Dicky bebas menyebutnya begitu, keterlaluan.
“Apa yang kau lakukan disini ?”
Nania mengeryit, “Seharusnya Aku yang bertanya begitu”
Dicky tertawa mendengar Nania menadahnya.
“Aku ? ahaha,.. Aku memang menetap disini, kau lihat akasia besar itu ? rumahku tepat di baliknya” ujar Dicky.
Nania menoleh, benar_
Memang ada rumah bertingkat di balik akasia, namun nggak akan terbayang jika Dicky_ si Maniak di Minimarket adalah penghuninya.
“Sekarang giliranmu_” lanjut Dicky
“Aku, apa ?” tatap Nania
“yeah, Apa kau pemilik filla itu, sekarang ?” tunjuk Dicky,
Nania mengangguk, cowok itu terasa lebih nyaman saat Nania menyadari, jika Dicky adalah tetangganya, jadi segala pertanyaan_nya kini terasa wajar untuk di jawab.
“Semoga saja kau betah, tinggal di filla” Dicky tersenyum
Kini, senyumannya terasa ramah.
Sehingga Nania tidak perlu lagi menyebutnya maniak
“Kenapa kau menyebut rumahku, Filla ?”
“Entahlah, mungkin karna terlalu sepi, dan_”
“Dan apa ?” Nania antusias
“Aku juga tidak mengerti kenapa pemilik sebelumnya pindah, ada sesuatu dalam Filla itu, apa kau juga belum tahu ?” Dicky menatap dengan mimik sangat serius, Nania mendesis nafas, Ia mendekat ke arah Dicky berdiri.
“apa itu ?” Nania Nampak ketakutan, Ia ngeri, biasanya kalo di film, sebuah filla selalu menyimpan banyak cerita misteri, rasa rasanya pilihan Dad kali ini telah salah.
“Kau benar benar tidak tahu ?” ulang Dicky
“tidak bisakah kau menjawab saja pertanyaanku ? tunggu_ apa kau hanya sedang menakutiku saja ?” Nania tertegun
Dicky tertawa menatap ekspresi yang di edarkan Nania.
“maaf_” ujarnya
“Jadi, kau hanya mempermainkanku ?” tadah Nania kesal
“Aku kan belum menyelesaikan kalimatku” potong Dicky, Nania keburu cemberut, Dicky mengerem tawanya lalu meyakini. Jika, Ia benar – benar ingin menyampaikan sesuatu.
“maksudku, Aku memang tidak mengerti kenapa pemilik sebelumnya pindah, padahal segala sesuatu di Filla itu sangat indah, ternyata Ia pindah karena masa kontraknya habis dan Ia harus kembali ke Texas” Dicky menjelaskan.
Nania menatapnya perlahan lalu menatap Rumahnya dengan seksama.
“Tunggu_ memangnya apa yang ada dalam pikiranmu, mengenai kalimatku sebelumnya ?” tadahnya,
Nania mengunyah bibirnya, menghindari kegelisahan yang bisa di terka oleh Dicky.
“Bukan apa – apa, ko”
“Aku rasa kau terlalu sering menonton film”
“apa hubungannya dengan itu ?” Nania mengeryit pura – pura heran.
“Aku tahu apa yang kau pikirkan sebelumnya, kau pikir aku akan bilang jika filla itu mempunyai misteri kan ?” tadah Dicky, Nania spontan menatap polos ke arah Dicky, cowok itu tertawa, Ia tahu tebakannya sama sekali tidak meleset.
“Kau seperti Scooby-doo” Tunjuk Dicky ke hidung Nania.
“Apa katamu ?”
“Umm, Nothing_ oh iya Nona Lemon Water, sesekali mampirlah ke rumahku, aku satu satunya tetangga yang menyenangkan disini” tawar Dicky
“jangan memanggilku dengan sebutan itu ! Aku punya nama” Nania mengomentari pelafalan Dicky.
“Aku melakukannya karna tidak tahu namamu_”
“Namaku Nania”
Dicky tersenyum mendengarnya.
“Baiklah, Nania.. namaku_”
“Dicky, kan ?” tadah Nania, Dicky mengeryit heran
“Kau mengatakannya, saat di Noe town”
“oh ya, saat di mini market kan ?”
Nania mengangguk, Dicky tersenyum di ujung tangga papan terakhir, Ia melambaikan tangannya, meninggalkan Nania di ujung Danau, Sore usai berganti malam dan udara memang terasuk dingin meyentuh kulit.
Dad berhasil membuat perapian di cerobong asap dalam rumah, Mom mempersiapkan makan malam, sementara Nania masih di kamarnya, menatap cahaya lampu rumah Dicky dari jendelanya.
Menjadi akrab dengan, orang asing yang mendadak jadi tetangga adalah satu dari sekian ratus surprice dunia.
Hal yang nggak pernah tersirat, layaknya istilah dunia selebar daun semanggi, benar – benar terjadi.
“Aku melihatmu berbicara dengan seseorang di Danau, mencoba mencari teman, sista ?” tegur Rahel, Ia mendadak hinggap di kursi samping Nania.
“Namanya Dicky” jawab Nania ringan
“Badan_nya tegap, dada_nya lapang, Ia memiliki Lengan yang berisi, Postur_nya Tinggi, pembawaan_nya cool dan sedikit Naughty boy, wah_ Dia sangat perfect, Dia cocok denganmu” Rahel memberi rentetan komentar.
“Sejak kapan kau jadi penilai ?” Nania meliriknya sadis,
Rahel tertawa lirih.
“oh ayolah, Aku hanya ingin membantu meluruskan hati, siapa tahu saja Kau menyukainya” goda Rahel
“Apa kau sadar, dengan apa yang kau katakan, Little Lady ?”
Tatap Nania serius, Ia terlihat tidak nyaman saat Rahel mulai
Berpikir mengenai seseorang di antara orang, itu nggak sesuai umurnya, namun Ia terlihat paling tahu segalanya, Itu bukan berita bagus.
“Fine, Aku berhenti Young Lady !” terek Rahel sebelum akhirnya Ia meninggalkan Nania di kamar.
“Dassaar !!” omel Nania.
Dari ruang makan terdengar suara Mom menyebut namanya, Makan malam segera dimulai, Dad membaca ucapan syukur lalu membuka piring pertama, Mom menuangkan nasi dan lauk pauknya, itu sudah menjadi Disert andalan, Dad nggak akan pernah makan di luar sesibuk apapun dirinya.
Masakkan Mom yang terbaik, itu kalimat andalan Dad, Mereka amat sangat menyayangi satu sama lain, mereka juga tidak segan untuk saling memuji, itu salah satu bagian terbaiknya.
“Kau akan melanjutkan study, di Alexander Senior High Scools, jauhnya 3 blok dari rumah” tawar Dad
“Aku tahu”  Nania singkat, berhubung Dad selalu mengurusi bagian perpindahan sekolah bagi kedua anaknya, dengan terlalu sering berganti alamat sekolah.
“Kau akan terbiasa sayang, percayalah” Mom menambahi
Nania mengangguk, karna kalimat Mom itu juga terlalu sering terdengar, Nania selalu mengalami rode perputaran dalam kehidupannya, perubahan sekolah, culture suatu tempat dan banyak hal, di karenakan terlalu sering berpindah pindah.
“Aku tahu, Mom” tambah Nania putus asa, Mom dan Dad saling pandang, mereka tahu jika Nania adalah tipekal yang amat sulit menyesuaikan dengan lingkungan baru, teramat kali mereka pindah dan tak satu kali pun Nania mendapatkan teman akrab.
Beda hal-nya dengan Rahel, zodiak Libra adalah orang – orang yang gampang menyesuaikan diri diantara yang lain, mereka pintar berbaur dan memiliki banyak teman.
“Kali ini, Duce Town sangat cocok bagi pelajar, daerah yang tenang dan tidak banyak kendaraan bisa sembarangan melintas, oleh karena itu Dad memutuskan, ..” ujar Dad dramatis, seolah ada berita besar yang mampu mengalahkan siaran nuklir, semua penghuni meja makan sepakat menatap antusias.
“.. memutuskan untuk memberi license kepada Aprilia Nania, mengendarai motor ke sekolah sendiri, tanpa di antar jemput lagi..” tutup Dad, Mom tersenyum untuk meyakinkan Nania, gadis itu terbelalak tak percaya, Ia spontan melirik Rahel.
Rahel Nampak sama terkejutnya,
“seriously ?” ulang Nania,
Dad mengangguk penuh. Nania kegirangan, ini adalah impian nya sejak dulu, mengendarai motor ke sekolah, rasanya termasuk bagian terkeren dalam hidup seorang remaja.
“Yeah,.. Seriously, I’m Sure and Swear” jawab Dad.
Nania menjatuhkan sendoknya di atas piring, lalu hinggap di kursi Dad & Mom, Ia memeluknya erat.
“I LOVE YOU, So Much Dad ,.. Mom ,..” Nania kehabisan kalimat, Mom hanya tertawa saat Nania mengecup kedua pipinya, Dad mengerti benar bagaimana Nania selama ini sangat mengharapkan, kesediaan Dad memberinya license dalam mengendarai motor, ini benar benar surprise 17 tahun terbaik yang pernah ada.
Perumahan elok, tempat tinggal nyaman & tenang, kebebasan alam, danau hijau & pohon pinus di halaman belakang yang memukau, perkebunan Berry terbaik, License mengendarai motor.
Nania menyukai segalanya di Duce Town.

~~~
“Aku suka warnanya”
“Dad tahu kau suka hijau” Aku Dad saat menyerahkan kunci
Motor pada Nania, akhir – akhir ini, Automatic lagi nge-trend, karena lebih simple bagi pengguna cewek, kalau mau di Tanya soal efektif dan efisien, sebenarnya nggak beda beda tipis dengan yang lainnya, hanya saja Automatic lagi berada pada puncak kejayaan, dalam pilihan motor ala anak anak remaja, terutama belia belasan layaknya Nania.
“benar – benar membuatku iri” ujar Rahel saat melintas di antara Nania dan Dad.
“Kau perlu makan banyak daging, agar bisa cepat tumbuh tinggi dan bisa mengendarai motor” tawar Nania, meski kalimatnya itu lebih mirip ke sindiran ketimbang prihatin.
“Tidak bisakah Kau mengubah kalimatmu ? Kau selalu mengungkit postur tubuh ku, sista” Rahel mengeryit.
Nania tertawa.
“Sudah sudah,.. Nania berhentilah menggoda little lady dan Kau Rahel, maybe suatu hari nanti, kau akan mendapatkan license. jadi, bersabarlah dan jalani saja Junior High Schools mu sampai selesai” Dad menengahi.
Rahel mengangguk lemas, Ia melirik motor Nania yang terparkir di belakang rumah, di depan tangga papan Danau Hijau.
“Aku bisa memboncengmu, itu pun jika kau tidak keberatan”
Tawar Nania, Rahel menggeleng.
“Aku masih ingin di antar jemput oleh Dad, tapi, kalo untuk sekedar jalan jalan, aku tak keberatan” akunya.
Nania tertawa “baiklah, Kita akan memutari Duce Town lalu berhenti di perkebunan Berry” ujar Nania
“yeah, Aku benci berry” Rahel mengeryit
“Bisa – bisanya ada orang sepertimu, yang tidak menyukai Berry” Nania menggumam tak percaya.
“dan bisa – bisanya ada orang sepertimu yang sangat maniak terhadap Berry..” tadah Rahel.
Nania mengeryit.
Ia menstarter motor_nya,
Dad membantu menurunkan standar motornya, Rahel spontan hinggap di boncengan.
“Tolong jangan sekasar itu naiknya, kau terlihat kampungan” Nania mengomentari, Rahel tertawa menunjukan sederet gigi putihnya pada Nania.
“Let’s Go !” tatapnya
“Aissshh,.._” Nania keheranan, terlihat Rahel yang paling menikmati perannya di boncengan.
Ini kesempatan pertama, ini tak akan terlewat, andaikan saja ada recorder, Nania pasti sudah merekam kejadian dimana Ia bisa mendapatkan License dari Dad.
Layaknya surprice dunia datang beruntun untuk beberapa periode ini untuk Nania seorang.



I’ve Little Story
***
Uniform lama adalah satu – satunya pilihan Nania, untuk di kenakan di Alexander Junior High Schools, setidaknya suatu saat nanti, Dia bisa mengubahnya sesuai dengan ketentuan sekolah, setelah Dia mendapatkan pengakuan sebagai murid terdaftar.
“I can’t find my book” celoteh Rahel, di antara gemuruh riuh buku – buku yang di lempar, berserakan di dalam lantai kamarnya.
“Kau tahu, kenapa kau tidak bisa menemukan semua peralatanmu ? karna kau itu makhluk paling sembrono yang pernah ku lihat” tadah Nania, Rahel menatapnya sadis,
“World for the Hobbit in else Dimention” lanjut Nania,
Rahel mengerang “Shut Up !!!” teriaknya.
Nania menjulurkan lidahnya sebagai penghinaan terakhir, sebelum meninggalkan Rahel di kamarnya.
“Let’s see ! I wanna find them !” kecam Rahel.
Nania berjalan sedikit berlari ke arah breakfast terpampang, Mom & Dad sudah selesai beberapa menit yang lalu, nyaris terlambat jika harus mengikuti syarat sarapan yang baik. Jadi, tidak ada pilihan kecuali mencomot tawaran roti selai di tangan Mom dan kabur membawanya serta ke sekolah baru.
“Nania” celoteh Mom saat sadar tangannya telah kosong.
“thanks Mom, I’m Going” teriaknya, Dad tertawa.
“kebiasaan memang sulit terubah” lanjut Dad
“Kau yang membuatnya menjadi terbiasa” tadah Mom, Dad kembali merurai tawanya.
“Ahkk,.. Aku menyerah, peralatan sekolahku nihil, I’m Late” gerutu Rahel saat menghampiri meja makan.
“whats going on ?” tatap Mom, Rahel menggeleng.
“Aku butuh semua peralatan sekolah yang baru” jawabnya
“kita akan mendapatkannya hari ini, yang perlu kau lakukan hanyalah berpakaian dan pergi kesekolah, mereka akan mengerti, kau masih murid baru” sanggah Mom
Rahel mengangguk lesu.

~~~

                Andai kegiatan pergi ke sekolah bukanlah kewajiban seorang anak 17 tahun, Nania pasti telah berhenti melanjutkan study_nya, dan memilih untuk menciptakan seni tulis sebanyak – banyaknya untuk mengisi waktu.
Berhubung bagi Nania, menyesuaikan diri dengan sekitar adalah kegiatan paling menyebalkan dan sangat menghabiskan banyak waktunya.
Sementara kemampuan menulisnya yang pas – pasan, bisa cukup memonopoli kesenangan batin, menunjukan semangat, memasuki dimensi baru yang benar – benar di kenalnya, menghabiskan banyak waktu untuk berkhayal, menerjemahkan pikiran dan sangat jarang bisa menimbulkan kebosanan. Itu salah satu sisi positifnya.
“Apa kau murid baru ? seragam mu berbeda” tegur seorang gadis saat Nania memandangi majalah dinding depan perpustakaan.
“Iya, Aku pindahan dari George Senior High Schools di Noe Town” aku Nania, gadis itu tersenyum.
“Aku pernah ke Noe Town, air terjun disana sangat indah” pujinya, Nania mengangguk berusaha ramah, namun tak berusaha untuk mengenal, karna Dia memang begitu, seorang Aries sangat mudah mendapatkan hati orang lain, tanpa harus melakukan pengorbanan berlebih, meski mudah, namun pemilik Rasi Aries sangat malas menunjukan ekspresinya. Selagi mereka bisa mengerjakan segala sesuatunya sendiri, maka mereka tidak akan pernah mem _
Butuhkan orang lain.
“Kau kelas apa ?” Tanya gadis itu lagi, andai gadis itu tidak menenggelamkan wajahnya di antara cembung kaca mata_nya yang kamse, Dia akan terlihat cantik tentunya.
“awal semester ini aku menetap di Duce Town dan recommended_ku bilang aku masuk di Kelas Dua belas  Elizabet” Nania mengeryit heran, Aexander Senior High School mencantumkan nama Ratu, Raja & Penguasa untuk memisahkan kategori kelas.
“Kau sekelas denganku, ayo kita ke kelas, Aku duduk di depan, aku sendirian, teman duduk_ku tidak ada, kau bisa duduk denganku” tawar Gadis berkaca mata itu dengan senyuman yang nggak mau lepas – lepas.
“Baiklah” Nania tersenyum
“oh iya, namamu siapa ?”
“Aprilia Nania, panggil saja Nania, kamu ?” Nania menatapnya, Gadis itu mengangguk.
“namaku Ashela”
“Kenapa Kau duduk sendirian di kelas ? kelihatannya kau ramah” Nania memperhatikan kursi yang akan Ia duduki dalam kelas. Semua perhatian tertuju padanya, Ia sadar ada beberapa gadis yang berbisik, seolah keheranan jika ada seseorang yang baru memasuki areanya. Nania bersikap cuek, seakan itu hal yang biasa, semua sekolah yang pernah di masukinya, selalu melakukan hal yang sama, para gadis – gadis yang suka berbisik dan bergerombol untuk menceritakan keburukan orang lain, Ahhk,.. bagaimana mereka bisa terjebak dalam pribadi yang seperti itu ? sangat disayangkan_
“Ku rasa karna Aku berbeda, Aku di hindari, Aku nggak secantik mereka, dan kamu satu – satunya gadis yang mau menatapku di sekolah ini” ujar Ashela lirih, Nania meliriknya.
“Kau terlalu mendramatisir, lupakan saja mereka, kau jauh
Lebih cantik dari mereka”
“Apa itu kalimat menghibur ? terima kasih Nania” Ashela berusaha tersenyum seperti sediakala.
“benar, Kau hanya perlu sedikit perubahan” Nania sangat yakin, Ashela memiliki inner beauty. Sedikit asahan saja akan membuat para gadis di kelas kalah telak.
“Lihat itu, perhatian semua tertuju padanya” tunjuk Ashela di jendela saat para gadis – gadis yang lain pada nemplok, di semi fentilasi dan jendela kelas.
“Siapa ?” tatap Nania
“Anak cowok kelas Dua belas Williams, peraih gelar photograp terbaik musim semi kemarin, Dia tampan, Tenar Tapi, sangat di sesali, Dia sombong” puji – pujian Ashela berakhir di menjatuhkan martabat cowok itu.
Nania tersenyum menahan tawa.
“Kau menyukainya ?”
“Bukan hanya Aku, seluruh gadis menyukainya” tadah Ashela
“Lalu kenapa kau bilang Dia sombong ?”
“Karena, Dia tidak pernah menghampiri satu gadis pun di sekolah ini” Ashela mendengus kesal. Nania penasaran
“Orangnya yang mana sih?”
“Lihat saja di antara cowok – cowok yang lain, Dia paling bersinar, apapun yang Dia lakukan rasanya sangat elegant” tambah Ashela.
“Kau sangat berlebihan” Nania menatapnya keheranan
“nggak ko, itu memang faktanya, semua gadis pasti beranggapan sama denganku”
“Tapi, Aku nggak !” Tadah Nania.
“Karna kau belum melihatnya, andai kau melihatnya, Aku bisa pasti kan, Kau akan beranggapan sama denganku” Ashela memasang wajah serius.
Nampaknya Ia benar – benar yakin atas kesimpulannya.
Nania tersenyum menahan tawa.
wah, Dia masuk ke kelas kita
My guardian angel,.. apa yang akan di lakukannya dalam kelas kita
Celoteh beberapa gadis, Nania sibuk mengurusi tasnya yang nyaris merosot, Ia duduk di bangku samping Ashela dengan tenang.
“Kau Kelas Dua Belas Elizabeth ?” tegur seseorang yang tiba – tiba duduk di depan Nania.
Nania mengangkat wajahnya, Dicky tersenyum.
“Kau ?” Nania tertegun, ini sudah yang ke tiga kalinya Ia bertemu Dicky. Dan dari kesemuanya itu, Nania selalu terkejut.
“Aku kelas Dua Belas Williams, kelas akhir – akhir ini sangat panas” ujar Dicky sembari menggunakan buku Nania untuk mengipas.
“Jangan duduk di atas mejaku” komentar Nania, Dicky tersenyum.
“Apa kau juga kepanasan ? biar ku kipas” Dicky mengayun – ayun kan buku di hadapan Nania.
Aku tak percaya ini” gumam Ashela, Ia menatap Dicky tanpa kedipan. Nania sampai keheranan.
Bel masuk pelajaran pertama berdentang, Dicky meletakan buku di atas meja Nania.
“Aku ke kelas dulu, kita bertemu nanti, dah Nania” ucapnya, Ia tersenyum menunjukan sederet gigi putihnya dan berlalu di ujung pintu.
Bagaimana bisa murid pindahan itu ?”
“entahlah, ada sesuatu yang nggak beres”
Celoteh – celoteh para gadis di seputar ruangan masih berlanjut.
Nania mengambil bukunya dan meletakan bolpoint untuk pelajaran pertama, entah kenapa kelas menjadi sangat ramai saat Dicky menghampirinya.
“Nania ??” tatap Ashela tak percaya
“Apa ?”
“Kau sungguh mengagumkan, itu tadi Cowok yang aku maksudkan, kalian saling kenal ?” Ashela masih memajang
Wajah penuh debaran emosional.
“cowok apa ?” ulang Nania
“cowok anak kelas Dua Belas Williams, peraih gelar photograp terbaik musim semi kemarin, semua gadis memburunya dan Dia malah menghampirimu dengan begitu akrabnya itu luar biasa, dimana kalian bisa saling mengenal?” ucapan Ashela yang berentet makin membingungkan Nania.
“Aku tidak mengenalnya, Tapi Dia yang seolah mengenalku, Dia sangat anneh” ujar Nania
“Amazing Nania,.. Dia bahkan tidak pernah menegur satu perempuan pun di sekolah kecuali Ibu Guru” Ashela masih berada dalam debaran emosional tentang rasa tak percaya dan kagum.
Nania nggak mempedulikan lagi, saat seorang pengajar muda telah memasuki kelas pertama. Dia memperhatikan Nania dari seragam yang berbeda.
“Apa kau murid pindahan ? bisa perkenalkan dirimu ?” pintanya, Nania berdiri dari duduknya.
Ia menatap seisi kelas, kegiatan Introduce Your Self sudah mendarah daging padanya sejak sekolah dasar.
Jadi, Ia handal pada bagian yang itu.
“Hai, Aku Aprilia Nania, kalian bisa memanggilku Nania, Aku dari Noe Town, George Senior High Schools, Aku menetap di Rover Street, Filla di Danau hijau. Ku harap kita bisa menjalin pertemanan yang baik” Nania menyudahi.
“oke, makasih Nania, silahkan duduk” Pengajar muda memberi senyuman ramah.
“Kalian saling membantu untuk Nania, ya anak – anak ? Dia perlu tinjauan referansi” ujar nya.
Seisi kelas menjawab kompak.
“iya bu”
Nania mengangguk.
“Mengenai seragammu, ikuti Ibu setelah pelajaran pertama selesai Nania” tawar nya.
“Iya bu” Nania tersenyum
Ashela menyenggol pundaknya.
“mungkinkah Dicky menyukaimu ?” bisiknya, Nania mengeryit, Menatap dengan wajah penuh tanda Tanya.
“Kau masih membahas itu juga ?”
Ashela mengunyah bibirnya.
“Itu kan berita bagus”
“Bagus apanya ?” tatap Nania
“Benar juga, itu bukan Cuma berita bagus, itu juga berita buruk, mulai sekarang kau harus berhati – hati, banyak gadis akan membencimu, karna insiden Dicky” ujar Ashela, Ia memasang tampang lesu.
“kenapa ?”
“ya, karna mereka tidak akan iklas melihat bintangnya jatuh ke tangan mu” terang Ashela
“Lihat saja mereka” matanya menunjuk, Gadis – gadis itu menatap sinis ke arah Nania, gadis- gadis bergerombol yang tadi sibuk berbisik – bisik mengenai kedatangannya.
“Whatever_Lah” Nania nggak peduli, Ia membuang arah pandangannya.
“Bagaimana Dia bisa ?”
“Aku sudah yakin, Dia membawa atmosfer buruk di kelas”
Celotehan itu sedikit mengganggu telinga.
“Kau dengar itu ?” tatap Ashela
Nania tersenyum
“Kau sangat mengkhawatirkan ku ? tenang saja, tidak akan terjadi apapun, percayalah_ lupakan saja mereka, anggap hanya awan hitam kecil yang lewat di antara kabut putih”
Nania memberi definisinya.
Ashela mengangguk, meski Dia masih mendera kebimbangan.
“Apa maksudnya dengan Selisih Biaya Overhead ?” Ashela membahas Diktat di hadapannya, Nania menoleh.
“Biaya overhead dibebankan pada produk atas dasar tarif yang ditetapkan dimuka, jumlah pembebanan sering tidak sama dengan Biaya overhead yang sesungguhnya terjadi, maka akan timbul selisih Biaya Overhead” terang Nania,
Ashela mengangguk – angguk, mengartikan Dia paham point penjelasan yang dituturkan Nania.
“Aku suka Pencatatan Biaya, Tapi, kadang aku tidak paham alur_nya, Kita bisa membentuk kelompok belajar ?” tawar Ashela, Nania tersenyum.
“Baiklah, Kau bisa ke Rover Street di rumahku, kita belajar bersama”
Ashela Nampak kegirangan.
“Ini pertama kalinya Aku punya kelompok belajar” ujarnya
“Percaya atau tidak, Tapi Aku juga” ucap Nania.
Ashela menatapnya tak percaya
“benarkah ?”
“iya, Aku termasuk orang yang sulit beradaptasi dan parahnya, Aku kerap kali berpindah – pindah” tutur Nania
“Aku tak percaya ini. Tapi, Kau kan cantik, tetap saja Kau jadi pusat perhatian walau tak berbaur”
Nania tertawa mendengar ocehan Ashela.
“Pencatatannya bila Overhead sesungguhnya lebih besar dari yang dibebankan, maka akan timbul selisih rugi yang di catat pada rekening Biaya Overhead kurang dibebankan dan sebaliknya___” pengajar Muda di depan sana, masih menjelaskan beberapa metode yang termasuk dalam tinjauannya.
Nania mengorek – ngorek beberapa buku dan Ashela sibuk memperhatikan, di balik kaca mata cembung yang menenggelamkan wajahnya, Ashela maybe secantik Laura, bintang sabun ternama yang lagi ngehits.
                Pelajaran pertama berakhir, sesaat Guru Jaga menderingkan bel istirahat, Nania berjalan keluar hendak ke Tata Usaha, bertemu dengan Ibu Med Pengajar Muda yang tadi mengisi kelas pertama.
Untuk mengambil seragam Alexander Senior High Schools.
“Nania !! ambil” teriak Ashela melempar telur rebus.
Nania menoleh, Ia tersenyum. Berusaha menangkap Telur Rebus pemberian Ashela, setidaknya itu bisa mengganjal perutnya siang ini, pertemuan di Ruang Tata Usaha akan menghabiskan waktu yang cukup lama,
Nania mundur beberapa senti dari pijakannya,
Telur rebus itu melayang tepat ke arahnya, Nania berusaha menangkap namun kakinya tersangkut anak tangga, Nania nyaris tumbang ke lantai.
“Nania awwasssSss !!” teriak Ashela
Nania nyaris tumbang, Seseorang datang menggenggam jemarinya lalu membuatnya berbalik ke pelukannya.
Nania menangkap telur rebus nya dan seseorang itu ikut menangkapnya yang nyaris tumbang, jadilah Nania jatuh di dekapannya.
“Mau mati ya ?” gerutu cowok itu.
“Dicky ?” tatap Nania tak percaya, don’t U think something ? it’s like something like fate ?
Maksudnya setiap beberapa kejadian, selalu ada Dicky yang tiba – tiba muncul di antaranya.
“Atau memang suka mencium tanah air ?” tatap Dicky, Nania terus menatapnya tanpa spasi
“Maaf” ujarnya sangsi.
Dicky sadar Nania bisa merasakan degup jantungnya, jika, Mereka bisa serapat ini, 
 rasanya seperti ada ketukan tak berirama, tak bisa terdefinisi dan tak ingin ada akhirnya, sementara setiap proses pasti memiliki ending.
Nania memperhatikan lingkar mata berwarna kecoklatan itu, ada sesuatu disana yang tersembunyi oleh senyuman.
Dicky mengunci lidahnya selama yang Ia mampu,
“Eeeheem !!” Ashela memberi kode agar kedua makhluk itu tidak terus – terusan, menjadi pusat perhatian di koridor sekolah, Nania melepaskan diri, Dicky masih tertegun.



A Ticket  To The MOON
***
“Terima kasih  Bu Med” pamit Nania dari ruang Tata usaha, Dia telah mendapatkan seragamnya, Nania berjalan di koridor melalui kelas Dua Belas Williams, tempat dimana Ia bisa mendarat di dekapan Dicky.
“jangan bayangkan hal bodoh itu lagi, Nania_ Forget it !” gumamnya, sesaat khayalan – khayalan itu mulai menghinggapi ruam otaknya.
Nania sadar ada beberapa pasang mata yang menatapnya sinis, apa Dicky benar – benar setenar itu ? terlebih kejadian telur rebus lemparan Ashela bisa, membuatnya mendarat tepat dalam pelukannya.
Nania mengucek – ngucek kedua matanya,
“Forget it stupid freak !
Langkah kakinya makin dipercepat.
Semua yang terjadi di sekolah baru, benar – benar bisa membuatnya depresi dadakan, bagaimana bisa Nania yang nggak mau atau bahkan nggak pernah deket dengan seorang cowok, bisa di antipati satu sekolahan, sama cewek – cewek karna deket sama cowok inceran mereka, Surprice dunia kali ini teramat berat dan nggak menggembirakan.

“Seragamnya dapat ?” Ashela menghampiri Nania di mejanya, Nania mengangguk sekaligus memperlihatkan, kantongan plastik berisi Uniform Alexander Senior High Schools.
“Kau lihat ekspresi_Nya tadi ?” Ashela duduk di sampingnya, memasang wajah penuh expresi gemerlap.
“Siapa ?”
Ashela mendengus kesal.
“Dicky_Lah, siapa lagi ?” tandasnya, Nania membungkam.
“Dia mendekapmu erat, melindungi Telur Rebus sekaligus menangkap tubuhmu, menatapmu dengan tatapan memukau, Aahkk,.. aku sangat – sangat iri” gumam Ashela sembari memberi telapak pada wajah mungilnya.
Nania memukul kepalanya dengan buku tulis.
“PaAKk !!”
“AaDuuh !!” Ashela memasang wajah memelas.
“Eeiih, Apa yang sebenarnya kau pikirkan” gerutu Nania sebal, sembari meletakan buku tulisnya kembali ke atas meja.
“Itu sakit, Nania” rajuknya
Nania tersenyum nihil, Sudah menjadi maklum jika pada akhirnya, cerita cepat beredar bahkan sampai pada telinga anak – anak kelas Tujuh.
“Bisa kau bayangkan bagaimana jeolous_nya anak – anak tehadapmu, Nania.. bintangnya benar – benar berada di tanganmu” Ashela kembali mendramatisir.
Nania tertawa ringan.
“Forget it ! Aku nggak sengaja jatuh ke pelukannya” sanggahnya, Ashela mengeryit sangsi.
“Tapi, kau menikmatinya kan ?” tadah Ashela, Nania termenung beberapa menit, terbayang jelas bagaimana raut Dicky sebelumnya, saat Ia tersenyum & Saat Ia tertegun.
Nania tahu seseorang benar – benar handal dalam menyembunyikan perasaan. Tapi, semua hal bisa tercermin dari balik matanya, Dan itu yang membuatnya heran.
“Entahlah, Aku melihat bibirnya tersenyum. Tapi, matanya sangat sedih, ada sesuatu dalam dirinya” ujar Nania sedikit berkhayal.
“Nania, weak up ! kembali ke alam sadar, jangan bermain hati dengannya” kejar Ashela, Nania meliriknya lalu membagi senyumnya sampai Ashela kembali merasa lega.
Benar ! ada sesuatu yang berbeda dari mata nya 
~~~

                Pantulan -  pantulan sinar matahari terbenam di atas hamparan air jernih, memang sudah semestinya indah. Nania merekatkan jam tangan plastiknya berwarna pink cerah seirama dengan T-Shirt yang Ia kenakan.
Berjalan sendiri di koridor pejalan kaki di Rover Street, sangat menyenangkan, kesan – kesan elok dan wangi udaranya yang terbuai desiran Pinus – pinus Tua.
Nania mencomot sebuah Berry berwarna jingga Tua di pagar perkebunan, buah asam manis yang menggoda lidahnya, berhubung Nania adalah seorang maniak Berry.
Juntaian akarnya yang memaksa keluar dari pagar, menandakan betapa suburnya perkebunan itu.
“Kau suka Berry ?” tegur seseorang
Nania menoleh sedikit tertegun.
“Dicky ?” tatapnya, cowok itu tersenyum simpul.
“Kau selalu mengagetkan_ku” tambah Nania.
“Bukan ! mungkin maksudmu, Kau selalu terkejut setiap melihatku, begitu ?” koreksi Dicky di barengi godaan garing. Nania mencibir “ke G-R an”
Dicky tertawa.
“Kau tidak perlu mencuri jika ingin memetik Berry” sindirnya, sembari menatap sebuah Berry jingga tua di telapak tangan Nania.
“Aku tidak mencurinya, Dia memberontak dari anak pagar, Aku memetiknya karena ini sudah keluar dari Area perkebunan__” Nania belum menyelesaikan kalimatnya.
Keburu Dicky meraih lengannya, lalu memaksanya berlari memasuki area perkebunan Berry. Nania tergopoh gopoh menatap Jemarinya bertautan dengan jemari tangan Dicky, namun Nania terus mengikuti kemana Dicky menariknya, nafasnya terenggah – engah berlari di antara pematang pisahan puncuk Berry.
Dicky berhenti, Namun Ia terus menggenggam jemari Nania, gadis itu tak berkomentar satu katapun karna tidak diberi kesempatan.
“Aku juga menyukai Berry, orang – orang menyebutku Maniak, terserahlah_ hanya ada satu hal yang aku tahu, Berry penuh dengan rasa yang sensasional” ujarnya
Nania mengangguk, karna apa yang dikatakan oleh Dicky juga hal yang selama ini terdekam dalam otaknya.
“sejak kapan kau menyukai_nya?”
“Sejak kecelakaan itu”
“Kecelakaan ?” tatap Nania, Dicky menadahkan tangannya di langit.
“Hujan turun” ucapnya.
Nania mendongak dan sebulir air hujan menetes di atas hidungnya. Benar hujan !?
“Ayo, Kita perlu berteduh di suatu tempat” Untuk kesekian kalinya Dicky meraih jemari Nania dan membawanya serta berlari bersama. Hujan turun mengusik nafas dingin dan mencekik riuh kulit tipisnya.
 Dicky berhenti di pondok perkebunan, Nania nyaris basah kuyup, Dicky membuka jacket silver_nya lalu mendekapkannya pada pundak Nania.
Gadis itu terperanjat. Dicky menatap butiran air langit jatuh di atas telapak tangannya, Nania terus memandangi wajahnya tanpa ketukan spasi. Dicky berusaha membunuh dingin pada kulitnya.
“Kau sangat aneh” Gumam batin Nania
Membiarkan Nania menggunakan jacket_nya sementara Dia berusaha untuk terlihat biasa saja. Itu membingungkan, apa dia ingin terlihat sebagai cowok cool ?
“Tampan kah ?” ucapnya
Nania mengeryit heran
“Apa ?” Dia balik menanyai, Dicky memandangnya sepintas.
“kau tidak bisa mengalihkan matamu dari wajahku, apa Aku setampan itu ?” sindirnya. Nania spontan membuang mata, Ia mencari objek lain, untuk segera menjadi tatapan sandarnya.
“Aa_ Aku nggak melihat ke arahmu ko’ Kau sangat arogan” kilah Nania, Dicky tersenyum simpul. Lalu tertawa secukupnya.
“Aku hanya bercanda, kenapa Kau segugup itu ?”
Nania menggeleng.
“Aku nggak gugup ko’ Kau ini yang entah kenapa ?” kecamnya, Dicky mengangguk lalu menatap mata Nania dalam, tepat di bulir hijau mudanya.
“Benar, Aku yang entah kenapa saat di dekatmu” ucapnya. Nania tidak bisa mendeteksi detakan jantungnya yang berkecamuk menjadi satu.
Jemarinya merekat erat di pundak Nania, semakin dekat wajah itu maka, semakin laju pula debaran yang di dera Nania. Semerbak dingin menyentuh kulit, namun lebih terasa dingin, saat mata Dicky terus menelusuri tatapan kilau Nania
Tak tahu apa yang terdeteksi, selain ketukan air hujan menetesi tanah Rover, dan saat kedua tatapan itu terus mengarah pada suatu titik, Nania terdiam beku saat Dicky mengecup lembut bibirnya.

~~~

Apa kau tahu kenapa ?
Ketika seseorang berciuman, mereka  saling menutup kedua matanya ?
Karna saat itu, mereka sangat memukau, nggak ada pilihan.
Saat mata tertutup, maka kau bisa merasakan bagaimana kau menyatu dengannya…

~~~

                Hujan berhenti menetes, sepanjang koridor pejalan kaki, Dicky tetap menggenggam jemari Nania.
“Sejak kapan ?” Nania menunduk memperhatikan kerikil di antara pijakannya.
“Apa ?” Dicky mencium tangan Nania lalu tersenyum, menandakan Ia  benar  telah memasuki dunia Nania.
“Sejak kapan, Kau menyukaiku ?”
Dicky terunduk lalu memperhatikan wajah mungil di sisinya.
“Sejak Kau merebut Lemon Water dariku di Noe Town”
Nania berpaling, Ia menatapnya lama.
“Bodoh !” komentarnya
Dicky tersenyum “Terserahlah, Aku pikir telah gila, menyukai gadis se arogan kau saat di mini market. Tapi, itu pertama kalinya Aku menyentuh jemari seorang gadis dan berbicara dengannya, ku pikir itu akan menjadi referensi hidupku. Tapi, takdir mempertemukanku di Duce Town, di depan Danau hijau, dan kau memberi permohonan, I wiss Too”
Nania terdiam tak percaya,
Lebih tepatnya Ia kehilangan beribu bahasa, entah apalagi yang akan di utarakannya pada Dicky, artikel tentang Rasi Aries di tahun ke 17 benar – benar terjadi.
Ada cinta. Tapi, apa maksudnya dengan cinta yang rumit ?
Adakah suatu misteri  tersimpan
“Kecelakaan, yang kau bilang tadi, apa ?” Nania menengahi
Dicky merunduk, matanya berkisaran pedih di ujung pelupuk. Ia menahannya semampu mungkin.
“hal yang nggak bisa ku lupa, mungkin seumur hidupku, hari itu cuaca di musim dingin nggak bersahabat, namun aku memaksa kedua orangtua_ku, untuk  pergi ke Festival musim dingin di Noe Town” Dicky melangkah sedikit ringkih, membuat keduanya perlu untuk duduk di suatu tempat, yang setidaknya bisa menetralisir gontaian hatinya.
Sebuah kursi di jalan setapak, di dalam taman buatan sebelum Danau Hijau terlihat dari arah sebaliknya, Nania melangkah ke sana di imbangi pijakan kaki Dicky.
 Dan mereka duduk disana, sebelum sunset menepi dari balik kabut sisa – sisa hujan.
“Aku tahu akan bodoh jika baru menyesalinya sekarang. Tapi, dihari itu, kedua orang tua ku meninggal, yang terlihat olehku hanya gumpalan kabut dan kaca mobil yang penuh tetesan embun. Kami kecelakaan, Mobil jatuh ke jurang dalam perjalanan pulang, sesaat kami bahagia dan tertawa bersama. Namun, beberapa detik kemudian semua menjadi kebalikannya, itu memang kesalahanku, jika Aku tidak memaksa untuk pergi ke Noe Town, semuanya pasti masih baik – baik saja, selama 2 hari semalam dalam tebing, Mom masih hidup. Namun, luka ditubuhnya sangat banyak, Dia memberiku buah Berry yang merambat di jurang, Aku belum makan selama kami disana, dan Berry satu – satunya yang menyelamatkan nyawaku untuk tetap bertahan. Saat sinyal yang dikirim Mom ke panggilan darurat diterima, Aku hanya ingat bagaimana kami dipisahkan dalam masing masing kamar Ruang Darurat, Ia memanggil namaku, dan tersenyum untukku, Aku tidak pernah melihat Mom tersenyum secantik itu. Namun, Aku menangis. Umurku 7 Tahun  untuk bisa menerima kenyataan jika Mom & Dad tidak terselamatkan, dan untuk bisa menerima jika Kini Aku hidup sendiri tanpa mereka” terang Dicky, Nania terdiam, Dia mungkin tidak akan sanggup jika menerima kenyataan, tentang bagaimana orang yang menyayanginya hilang dalam sekejap. Nania benar, setiap kali Dicky tersenyum, namun dibalik matanya selalu tersimpan luka.
Ini bukan hanya luka, melupakan hal yang menyakitkan dan berusaha mengingatnya adalah kedua hal yang sama – sama memberikan rasa sakit tak bertepi.
Jadi, tidak ada satupun yang bisa terpilih pada akhirnya, Nania menangis pilu mendengar tuturan Dicky, air mata bening mengairi lembut belahan pipinya.
Dicky menoleh, memperhatikan gadisnya.
“Kenapa Kau menangis ?”
Nania menghapus air matanya,
“Maafkan aku, aku tidak berniat membuatmu kembali mengingat masa lalu, aku keterlaluan karna rasa penasaranku, membuatmu bercerita mengenai mereka, aku tahu ini sulit untukmu, aku salah Dicky, maafkan aku_” isaknya. Dicky tersenyum
“Tenanglah, itu sudah 11 tahun yang lalu, Aku baik – baik saja” ujarnya. Nania diam membisu menetralisir air matanya.
“Heeiiy, jangan menangis..” Dicky menghapus air matanya, Nania mengangguk.
“Nania, Aku benar – benar menyukaimu” ucapnya, mendadak rontokan daun orange semu terasa lembut saat kalimat itu memasuki gendang telinga Nania.
Tiada yang lebih bahagia bagi seseorang, selain tahu jika seseorang yang dekat dengannya itu menyimpan rasa.
“Makasih” jawabnya
“Hanya itu ?” Dicky menatapnya tak percaya.
“Lalu ?”
“Yeah, setidaknya kau juga mengatakan hal yang sama”
Nania terdiam beberapa second, jemari Dicky saling bertautan satu sama lain.
“Baiklah_ sunset hilang, Saatnya mentari kembali ke rumah” Dicky tersenyum memperhatikan kebisuan yang didera Nania, Gadis itu jadi lebih sering diam saat menatap Dicky sejak insiden telur Ashela beberapa hari yang lalu.
Terus terang saja ada debaran setiap kali Dicky tersenyum menunjukan deretan gigi putihnya, ada tarikan maghnet yang cukup kuat, membuat Nania sering , menikmati pemandangan itu, menatap wajah itu dari beberapa jarak.
Terlebih saat di kantin sekolah, Dicky selalu duduk di depan kursi makannya, padahal setiap kelas, tempat makan di beda
Kan berdasarkan kategori kelas.
Ada beberapa gossip berterbangan di sekolah sebelum hari ini, bahkan sebelum mereka benar – benar jadian.
Beberapa peristiwa pendekatan ala Dicky menambah riuh hiruk pikuk pembencian massal terhadap Nania, gadis – gadis berkelompok tambah sinis, hanya Ashela satu – satunya orang yang berada di dekat Nania.
Baginya bukan masalah besar, lagian selama ini Nania tidak pernah memiliki satu teman pun, selama beberapa kali Ia pindah Daerah tinggal.
Yang paling mengenaskan adalah saat Nania membersihkan kaca jendela kelas dan Dicky berada di kaca sebaliknya.
Ia menulis dengan jelas tentang perasaan_nya
Nania, Saranghae
Nania  tersenyum simpul, dan yang Dicky lakukan hanyalah memainkan sebelah matanya secara berulang – ulang, semua siswa nyaris melihatnya.
Seorang gadis yang terkejut langsung pingsan saat membacanya, wajar_ karna Ia salah satu gadis yang menyukai Dicky.
Dicky menyukai Nania
Ia masuk ruangan UKS dan nggak masuk sekolah beberapa hari, Nania penyebabnya, dan Ia hanya bisa menggigit jarinya.
“tantangan mu dengannya menyangkut perasaan orang lain, sangat mengharukan, ckckck” decak Ashela. Nania mengangguk lemas.
Ada beberapa kebanggaan secara kebetulan bagi Nania, karna ketenaran Dicky ikut melekat padanya.
Itu GADIS yang disukai Dicky, Anak Dua Belas Elisabeth
Dan yah_ banyak lagi, akan sangat lucu jika peristiwa itu bisa direkam jelas selama tahun ajaran.



 Still in a shine
***
“Kapan kau akan mengenalkannya padaku ?”
Nania mengobrak abrik isi ransel_nya, akhir minggu ini, sekolah mengadakan camp untuk penyambutan liburan musim panas. Rahel Nampak antusias, bukan tentang camp planning Nania, Tapi, karna somebody yang bikin sista_nya sering lambat pulang sekolah.
“Kau sudah mengenalnya kan, Dia tetangga kita” tutur Nania, Rahel masih mengeryit sangsi, memang bukan bentuk pengenalan tetangga seperti itu yang dimaksudkannya.
“Maksudku, secara Resmi Sista,.. sebagai Someone special”
“Dirumah ?”
“Yeah”
“Ada Mom & Dad ?”
“Of Course,… why not ?”
“Of Course NOT !!” tadah Nania
Rahel keheranan, “Mau sampai kapan ?”
“Apanya ?”
“Yeah, kau menyembunyikan bentuk kedewasaan pada Dad, just Say Dad, putrimu sudah dewasa untuk bisa berpacaran, hal seperti itu perlu” Rahel tampak lebih dewasa dari umurnya, padahal Dia baru junior high schools.
“Someday,.. maybe ?” desah Nania.
“sangat sulit membuatmu mengerti” keluh Rahel.
ia masuk di antara tumpukan pakaian yang telah dipilah Nania, menikmati camp adalah rutinitas terbaik untuk musim panas, semua yang terjadi dimana matahari ingin membakarmu adalah segala hal berjalan sangat lambat.
sekiranya kau menengok angka 12 di jam dinding, melewati beberapa menit dan menegok di jam dinding lagi, maka jarum pendeknya masih berada di angka yang sama, 12 !!!
yeah,.. itulah yang dinamakan musim panas, segala hal membosankan kecuali kau memiliki good planning untuk persiapan liburan, saat itu terjadi.
“Kau tidak ingin mengikuti ku ?” tawar Nania, hanya ajakan garing karna JHS (Junior High Scools) nggak mungkin bisa mengikuti SHS (Senior High Scools).
“Aku punya acara sendiri, Senior_ku mengajakku latihan memanah di hutan perbatasan, disana teduh dan akan ada banyak  yang datang”
“kedengarannya seru”
“tentunya” Rahel tersenyum lebar.
“Kau memiliki banyak teman”
“yeah, itulah kelebihanku, Seniorku akan menjemputku ke hutan perbatasan, bersama Group busurnya, ini akan menyenangkan, Sista”
Nania membanting diri di samping Rahel. keduanya Nampak memiliki masing – masing hal yang ingin diceritakan.
“Sista, Aku ingin tanya”
“hem ?” Nania meng_iya dengan nafas.
“Apa Kau mencintainya ?”
“Siapa ?”
“Dia, tetangga kita, Dicky… boy friend_mu”
Nania menatap kilauan glow in the dark yang memantul di langit – langit kamarnya.
“Entahlah..” jawabnya sangsi
Rahel tertegun, Ia membutuhkan jawaban atas rasa yang pasti, namun yang dijawab Nania sama sekali tidak seperti yang Sempat Ia bayangkan.
“Entahlah ?” ulang Rahel tak percaya, Ia meneguhkan dagu_nya sampai setengah, menatap Nania dengan penuh rasa penasaran.
“Dia menyukai_ku dengan begitu banyak, dan Aku cukup menikmatinya” Nania ngambang di dimensi_nya sendiri.
“Tidak pernah bilang menyukainya ?”
“Belum sempat”
“Kenapa bisa ?”
“Dia tidak menanyakan hal seperti itu padaku” Nania mendengus, antara kesal dan rasa gelisah.
“Sista, Aku rasa kau memang tidak menyukainya” kecam Rahel.
“Tapi, aku bersamanya” tadah Nania, selama hampir beberapa minggu disekolah, Nania sudah menyandang gelar sebagai pacar Dicky dan tidak akan lucu jika pada akhirnya Nania sendiri tidak menyadari apa yang sebenarnya Ia rasakan.
“hanya untuk membuktikan bahwa kau sanggup setia dan menjaga rasa sukanya padamu, Kau itu Aries, seseorang yang tidak terlalu paham dengan kesenangan di puja, mencintai dan simpatik, itulah dirimu. jadi, bagaimana bisa mendefinisikan rasa jika kau bahkan tidak tahu sedang dibagian yang mana, tidak ada orang serumit kau, sangat mengherankan”
keluhan Rahel yang bertubi – tubi itu menyisakan banyak pertanyaan dadakan di benak Nania, pendefinisian rasa memang beragam dan jika salah mengartikan satu di antaranya, maka akan sangat fatal pada akhirnya.
“Aku hanya ingin masa sekarang, menjalaninya dan berhenti disaat aku benar – benar harus berhenti” tutur Nania.
“Aku mau tidur, persiapan camp_ku sudah kelar, bisakah kau keluar dari kamar & berhenti mengganggu_ku ?”
Rahel meringis sinis.
“Baiklah baiklah, Aku keluar… dasar YoungLady !!” tereknya gahar. Nania menutup pintu kamarnya.
menyisakan banyak pemikiran tentang seseorang disana, arah jendela terbuka gorden kerangnya, angin danau sesekali meniupnya sampai bergemerisik, hal yang disebutnya berseni dan jadi kebiasaan, setiap perpindahan maka akan selalu diikuti oleh Gorden kerangnya.
Rahel sudah pergi ke kamarnya, LittleLady Dad itu sudah lebih merasa dewasa ketimbang umur sebenarnya, itu cukup mengkhawatirkan, pergaulan Rahel yang sangat Handal sepak terjang_nya membuatnya cepat tanggap akan hal seperti ini.
Dia terlalu banyak tumbuh dan itu akan sangat menyulitkan nantinya, saat Ia harusnya menyadari, itu nggak termasuk kategori umurnya. hal yang nggak harus dibahasnya dalam usia sedini mungkin.
“Aduuh” keluh Nania, kerikil kecil dari arah jendela mengenai kepala_nya. Nania menoleh ke bawah dan Dicky berada di sana, dibawah jendela kamarnya.
Ia membagi kode unik, meminta Nania menemuinya di Danau Hijau.
Nania mengangguk.
~~~
“Maaf”
“Untuk ?”
“Untuk melemparmu dengan kerikil” ujar Dicky tersenyum, senyuman yang sama hangatnya dengan dekapannya.
udara malam sebelum penyambutan musim panas sangat dingin, terlebih desiran angin di atas danau hijau.
Nania duduk di tangga papan, menghadap Danau.
“Kenapa tiba – tiba ingin ke Danau ?” tatapnya.
Dicky duduk disampingnya, menyilahkan rambut liar diwajah Nania ke belakang telinga.
“Bukan ingin ke Danau, Tapi ingin bertemu denganmu”
“Dengan ku ? kenapa ?”
“Kenapa bertanya kenapa ? bukankah wajar, bagaimana jika Aku bilang Aku merindukanmu ?” Dicky meliriknya sepintas.
“Eih, Kau merayu_ku” Nania tertawa ringan.
Dicky menarik lehernya, agar wajah itu tepat dihadapannya.
ia mengecup Bibir Nania, gadis itu menggeser arah duduknya, mencoba melepaskan diri.
dan hanya akan membuang waktu jika itu terus dilakukannya, seberapa kuat Nania dan seberapa tangguh Dicky, nggak akan bisa di imbanginya.
selain membiarkan Dicky mengecupnya berulang kali.
Nania berhasil melepaskan diri dari dekapannya.
“Kenapa ?” Dicky menatapnya tanpa spasi.
Dia pikir Nania menikmatinya. namun, yang terlihat malah sebaliknya.
“Kenapa kau menghindariku ?” Dicky parau menetralizir suara di antara rasa khawatirnya.
atau pun di antara degup laju detak jantungnya.
“Nggak, hanya ..”
“Apa ?” tadah Dicky. Nania bungkam, Ia nggak punya alasan yang cukup kuat kenapa bersikap menghindari seperti itu.
Dicky mendekat kan wajahnya,
“Jika nggak, kenapa melarangku mencium_mu ?”
“Bu bukand,..” Nania nggak berhasil melanjutkan kalimatnya.
mengetahui Dicky menciumnya kini.
Nania diam, entah kenapa sederet pertanyaan tentang rasa suka tiba – tiba ingin merobohkannya.
Ia memejamkan matanya, tak tahu ini termasuk pendifinisian rasa yang mana, Membiarkan Ia menghabiskan malam di Danau dengan Dicky, dalam dekapan hangat & kecupan mesranya.
“Nania, AKu pikir karna sangat menyukaimu, Aku akan mati” ujar Dicky, Ia memainkan ujung pirang rambut Nania dengan seksama.
“Kenapa ?”
“Entahlah.. Aku ingin denganmu, sekarang, besok & Nanti, Aku bisa memikirkanmu 1000 x dalam sehari, Aku bisa gila”
Dicky tersenyum sampai deretan gigi putihnya Nampak.
“Apa Kau mencintaiku ?” Nania menenggelamkan kepalanya dalam dekapan Dicky, menyisakan sedikit wajah untuk mengadah ke arah dagunya.
“Sangat”
“Sampai kapan ?”
“Selamanya…” jawab Dicky penuh keyakinan. Nania menelaah rasa dihatinya untuk kemungkinan kata Selamanya.
“Apa Kau sadar ? selamanya itu waktu yang cukup lama”
“Tidak beibh,bukan hanya cukup lama, bahkan sangat lama & bahkan setelah kematian” Dicky mengayun tangannya, memegang dagu Nania untuk bisa menatapnya.
“Bagaimana Kau bisa seyakin itu ?”
“Aku belum pernah seyakin ini, jangan mengecewakanku. janji ??” tawar Dicky, Nania nggak ingin memberi janji apapun sebelum Ia yakin akan rasa.
Ia hanya tersenyum, membuat Dicky ikut tersenyum.
Desiran angin membuat aroma pinus tercium di Danau hijau, menyisakan deburan – deburan kecil di penghujung tangga papan.
“Nania,…”
“Ya ?”
“Nania ,..”
“Ya ?”
“Nania ,..”
“Kau ingin menyebut namaku sampai berapa kali ?”
tadah Nania keheranan, Dicky tertawa ringan.
“sebanyak – banyaknya, setiap Aku memanggil, berusahalah untuk menjawabku, jika Tidak, itu akan sangat menyakitkan”
pinta Dicky.
“Kecuali jika Aku tidak mendengarnya”
“Can You Hear My Heart ?” ujar Dicky, Nania tertawa kini.
“Aku akan memberi perumpamaan” ujar Nania
“Apa ?” Dicky mengecup jidat_nya, beberapa isyarat kadang bisa turut mampu membuat seseorang menilai rasa dihatinya.
“Jika di camp, akan ada panjat tebing, Aku dan Kamu ikut. lalu tali kekang akan putus, Kau akan memberikan tali mu untukku atau tidak ? jika Tidak maka Aku akan jatuh dan mati, jika kau berikan padaku, Kau yang akan mati. pilih yang mana ?”
Dicky mengeryitkan keningnya, entah heran ataupun berpikir.
“Andai Camp menyediakan panjat tebing, Aku tak akan mengikuti, karna Aku takut ketinggian, jadi kita tak perlu membagi tali atau tidak kan” jawabnya.
“Dicky, ini kan perumpamaan” tadah Nania geram.
Dicky tertawa, sesaat Dia menatap dan Nania memasang wajah anti Virus, yang semakin menambah tawa_nya.
“Nggak lucu !” Nania merajuk.
“Baiklah_” Dicky menghentikan tawanya.
“Lalu ?” tadah Nania meminta jawaban
“Ganti perumpamaan Beibh” Dicky meluruskan kakinya di tangga papan di atas Danau.
“Jika aku hilang, apa kau akan mencariku ?” Nania Nampak antusias. beberapa pertanyaan muncul begitu saja.
“Aku akan memastikan Kau taakkan hilang” jawab Dicky.
Nania meneduhkan rasa dihatinya, memang bukan ini kalimat yang diharapkan tapi, rasanya kalimat ini yang lebih baik baginya.
“Ini kan perumpamaan ?”
“Nania, Kau tidak tahu apa yang orang rasakan saat menyukai orang lain ? mereka bahkan lebih memperhatikan orang itu ketimbang dirinya sendiri, mengorbankan segala yang setidaknya terbaik darinya, hanya demi satu orang…”
Dicky memulai beberapa definisinya untuk meyakinkan Nania, karna terlalu Nampak jelas apa yang menjadi ke_khawatiran.
“… Karna terlalu memperhatikan orang yang disukai, Seseorang akan mengabaikan hidupnya, Aku bisa menjagamu sampai Kau tidak ingin menghilang, dan andaikan Kau hilang pun.. Aku bisa menemukanmu, ada yang namanya perasaan satu arah, Kau tak bersuara tapi, Kau memanggilku..” lanjut Dicky, angin malam membuai kenangan manis yang berharap menjadi selamanya.
Nania termangu dungu, seseorang yang menyukainya ialah Dicky dan orang yang disukai adalah Dirinya.
yang menjadi pertanyaan, apakah cinta itu adalah perasaan berbalik ?
saat seseorang yang menyukainya, berkorban demi menjaga rasa dihati. apakah orang yang disukai juga harus melakukan hal yang sama ? lalu apa yang bisa dikorbankan jika orang yang disukai bahkan tidak menyadari rasa apa di dalam hatinya,..
“Jika Aku memintamu untuk tidak pergi ? Jika Aku lebih menyukaimu daripada Kau menyukaiku ? dan Jika Aku ternyata tidak bisa melewati semuanya tanpamu, Aku harus bagaimana ?” tanya Nania
“Aku mungkin akan menjadi orang paling bahagia di dunia, sampai ingin meledak jika semua itu bisa terjadi. Kau tidak harus melakukan apapun, Kau tidak harus Bagaimana. Aku bisa melakukan segalanya untukmu” Dicky mendekapnya erat. Nania tersenyum, ada desiran halus dalam benaknya, beberapa kalimat mampu meyakinkan hatinya.
ada keinginan untuk tidak mau terluka, menjadi alasan seseorang menyimpan rasa cinta dihatinya untuk tetap terkurung di tempat yang sama.
“Kau lihat itu ?” tunjuk Dicky di atas danau hijau.
gemerlap kilau Kunang – kunang mendekat,
malam semakin larut dan waktu bagi kunang – kunang untuk keluar dari persembunyiannya.
“Wah,..” decak kagum Nania.
Dicky meremas jemarinya.
“Kau menyukainya ?”
“Tentu, Aku pikir kunang – kunang tinggal mitos” Nania tidak bisa membendung kekaguman dalam benaknya.
“Kau bisa melihatnya setiap jam 10 malam, ini membuat Danau hijau Nampak lebih memukau kan ?” tatap Dicky, Ia mengayun lengannya, membantu Nania berdiri, lalu keduanya berjalan sampai di ujung tangga papan, di bibir Danau hijau.
kerlipan itu bukannya makin menjauh, mereka malah terbang semakin mendekat dan semakin banyak.
Nania tersenyum bangga di sekelilingnya banyak cahaya.
“I Still in a Shine” ucapnya.
Dicky tertawa.
“Aku rasa, kunang – kunang sadar jika mereka sangat memukau, mengambil banyak perhatian” lanjut Nania.
“satu – satunya Shine yang tidak sadar Ia memukau hanyalah Kau, mengambil banyak perhatianku, Apa kau tidak menyadari itu ?” Dicky membisik halus di telinganya.
Nania menoleh, memandangi wajah itu lebih dekat, merasakan hangat dekapannya dan berharap bisa mati disana.
“Tetap seperti ini Nania, 15 Menit, jika tidak bisa,.. 10 menit atau 5 menit saja.. tetaplah seperti ini” Dicky mendekapnya.
“Kau mencintaiku dengan begitu banyak, tidakkah akan menyakitkan jika kesalahan terjadi antara kita ?” Nania menenggelamkan wajahnya di pelukkan Dicky.
“Apapun yang terjadi, Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, dalam kesalahan apapun, Aku akan tetap bersamamu..”
jawaban Dicky makin merobohkan segenap rasa tak percaya itu, Nania membuang nafas, seakan hal itu akan menjadi beban nantinya.
rasa yang seseorang tak mampu mendefinisikannya,
rasa yang tak dapat di ukur,
apa itu yang sebenarnya di katakan Cinta ??



The Person I Will Love
***
 ¯ It's a damn cold night
 
¯ ¯ Trying to figure out this life
¯¯¯Won't you take me by the hand?
 
¯ Take me somewhere new
I don't know who you are
¯¯
But I... I'm with you
¯

Avril berkonser di Type dalam kamar Nania, Ia mengepak spesifik barang bawaannya untuk ke Camp. membawanya turun ke lantai dasar dan menunggu Bus Sekolah yang datang menjemput di depan rumah.
“Sista, Kau siap ?”
“Yeah !!” Nania meregangkan kedua lengannya sampai bergemeretak.
“Aku bisa mendengar tulangmu patah semua” kecam Rahel dari balkon.
Nania tertawa, salah satu kebiasaan buruk untuk tulang adalah terlalu sering membunyikan retakannya seakan itu Delicious.
“Seniorku akan menjemputku ke hutan perbatasan, memilih tempat memanah, jika kau melihatnya panggil Aku, ya?” pesan Rahel sebelum akhirnya menghilang dari balkon kamarnya.
senior Rahel di group busur memanah adalah Guru Les Piano, masih Senior High Schools, di Rock Street. kelas dua belas katanya, seharian sebelum hari ini Rahel sangat sibuk membahas Seniornya yang tak tahu siapa namanya itu.
Nania mengeryit bingung, kenapa tiba – tiba Rahel menjadi sangat sibuk di kamar, padahal Ia juga bisa menunggu di luar bersama Nania yang menunggu Bus sekolah kan.
Nania menendang kerikil di ujung sepatu cats nya, udara pagi agak mengusik kulit, rasanya kering dan menyebalkan. itu adalah perasaan musim panas, angin menghampirimu namun sama sekali tak meneduhkan rasa panas.
Sebuah motor berornamen Purple Kecoklatan berhenti di ujung jalan, penghuninya memarkir disana membuka helm_nya dan berjalan menghampiri latar rumah Nania.
Dia menatap Nania dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Nania ingat pesan Rahel jika seniornya akan datang menjemput, Pantesan Rahel se_semangat itu, Seniornya  di Group memanah tampak sangat Boylicious.
Kaos tanpa kerah yang menjuntai bebas itu membuat dada bidangnya terlihat, celana pendek ber_jeans yang jelas – jelas sangat biasa itu, malah Nampak sebaliknya.
aura_nya kental, lingkar matanya yang besar agak orange mendung, Dia memperhatikan Nania seksama, memaksa Nania ikut memperhatikan.
mereka hanya saling menatap tanpa suara untuk beberapa detik, Nania adalah orang yang paling malas menegur pada orang Asing ( I don’t speak with a stanger ) kecamnya dalam hati.
“Rahel_ nya ada ?” ucapnya memulai, uhg,.. akhirnya Ia bicara juga dan bukan Nania yang menegur pertama.
“Ada didalam, sebentar,..” Jawab Nania lalu memasang ancang – ancang untuk berteriak.
“RaAHeLaaa !!!” jerit Nania.
cowok itu mengeryit kaget saat Nania spontan berteriak.
Rahel berlari tergopoh – gopoh dari dalam rumah sambil membopong Camera Digital Cannon_nya.
“Oh Hay Senior ? maaf, Aku mencari optic_nya dan nggak ketemu, maaf sudah membuat Senior Menunggu” Rahel tertawa, ternyata itu hal yang disibukkannya dalam kamar.
Dasar ceroboh !” gumam Nania dalam hati.
“Bus_nya datang, Aku pergi LittleLady ..” ujar Nania saat lirikan matanya dapat mengenali arah bus menghampiri.
dari dalam kaca Ashela berteriak teriak
“Nania … ?!! Ayooo ,…” Ashela Nampak semerbak, Ia sangat bahagia, pasalnya Dia baru sekali ini bisa mengikuti camp tahunan, acara musim panas sekolah. berhubung sebelumnya Ia nggak punya teman satu pun dan memilih menetap dalam rumah sampai liburan musim panas berakhir.
“Jaga Mom & Dad, baik – baik” Nania melambaikan tangannya dari kaca mobil. Rahel mengangguk
“Aku tahu, Kau jagalah dirimu baik – baik Sista” pesan Rahel.
Nania tertawa.
bus membawanya pergi ke Camp, lumayan jauh dari Duce Town, perjalanan sekitar 2-3 Jam, jika tanpa halangan tentunya.
ini termasuk ekspedisi terbaik selama akhir tahun ajaran.
Rahel memeluk Camera Digitalnya,
“Senior ?” tegur Rahel, berhubung Kevin terdiam sejak tadi.
Kevin menoleh.
“Dia kakak mu ?” tanya_nya
“Iya Senior, kenapa ?” Rahel balik menanyai.
Kevin tersenyum lalu menggeleng.
“Nggak mirip”
Rahel mendengus kesal.
“Baiklah, Dia cantik, putih, baik & memiliki bentuk tubuh yang indah serta postur badan yang tinggi, sementara aku segala kebalikannya, begitu ?”
Kevin tertawa mendengar ocehan Rahel.
“Aku tak bilang begitu”
“Oh berhentilah ketawa senior,  walau tak dibilang pun, Aku sangat menyadarinya” tadah Rahel. Kevin  tertawa lagi. Rahel meringis.
“Kita pergi sekarang, anak kecil ?” tatap Kevin antusias.
Rahel tertawa.
“Tentu saja, senior”
Kevin menstarter motornya, membiarkan Rahel naik di boncengan lalu menarik gas motornya menuju hutan perbatasan, untuk referensi tempat memanah.

~~~

Dicky memegangi bingkai foto di kamarnya.
Hari ini peringatan kematian kedua orang tuanya, Ia menghela nafas panjang seakan takut kehabisan udara.
“Mom,.. Dad,.. Aku pikir setelah 11 Tahun, Aku takkan menangis lagi saat peringatan hari dimana kalian meninggalkanku”
beberapa bunga Daisy putih melingkari meja, Ia akan ke pemakaman sore ini dengan seseorang.
“karna, Aku bahagia saat ini, Aku bersama orang yang Aku sukai, The Person I will Love,.. eih” Dicky tersenyum lirih.
“Menceritakan hal seperti ini pada kalian, Aku sangat malu. tapi, karna Aku sangat menyukainya. Aku tidak bisa untuk tidak mengenalkannya pada kalian”  angin melewati fentilasi dan jendela yang dibiarkan Dicky terbuka, menghinggapi dirinya dan halusinasi itu merobohkan badannya ke tempat tidur sambil terus memeluk bingkai foto kedua orang tuanya.

~~~

“Anak kelas Dua Belas Williams, akan tiba di Camp saat senja” ujar Ashela, siapa lagi tujuan pembahasannya kali ini jika bukan Dicky. Nania tertawa.
“Kau cepat sekali mendapatkan informasi”
“Tentu saja, ini semua untuk kelancaran hubungan Prince Dicky and Princess Nania” lanjut Ashela. bus berjalan sangat
cepat, entah ada bunyi bunyian apa di antara knalpotnya yang ingin membuat mual, dalam perjalanan jauh saat ini.
“Nania” tegur Lee dari jok belakang kursinya.
Lee adalah Classmate_nya di Elisabeth Dua Belas. Dia keturunan Chinesse, kulitnya nyaris berwarna pink jika terkena kilau matahari.
Dia cukup tampan atau bahkan Dia satu – satunya yang berwajah terbaik versi cowok di kelas Nania.
salah satu kelebihannya Dia sangat pintar menggitar.
kalo di perhatikan seksama, Lee sangat mirip dengan Sungha Jung, pengitar acoustic yang go international, bahkan sampai di Paris.
Cassete Debutnya yang Perfect Blue dan New Album Irony, adalah kumpulan terbaik dari Sungha Jung.
Lee seharusnya perlu 1000x bersyukur karna sangat mirip dengannya.
Nania menoleh.
“I’m so lonely dari 2 ne 1, bisa ?” tawarnya, Ia memegang gitarnya lalu memetik senar satu per_satu dihadapan Nania.
Nania mengangguk.
Ia meminta Nania menyanyikan lirick dan Ia yang mengikuti dengan gitarnya. Ashela bersorak.
“Na nia,.. NA_ Nia,..” ujarnya, meminta perhatian dan penghuni bus ikut menyebut namanya.
nggak akan ada yang bisa dilakukannya lagi kini, selain menerima ajakan Lee untuk menyanyi dalam perjalanan.
Lee tersenyum puas
Nania berdiri dari kursinya
¯
Jigeum naega haneun yaegi
Neol apeuge halji molla
Ama nal jukdorok miwohage doel kkeoya
¯
Ashela menepuk tangan sembari diikuti penghuni Bus lainnya.
Lee tersenyum memaikan senar gitarnya.
¯
Naega yejeon gatji antadeon ne mal
Modu teullin mareun aniya
Nado byeonhaebeorin naega nat seolgimanhae
¯¯
Neomu chakhan neonde neon geudaeroinde Oh
I don’t know I don’t know Naega wae ireoneunji…
Geutorok saranghaenneunde neon yeogi inneunde Oh
I don’t know Ije nal chatgo sipeo ..
¯
Baby I’m sorry neowa isseodo nan lonely
Saranghagin naega bujokhanga bwa
Ireon motnan nal yongseohae
¯¯
I’m sorry ige neowa naui story
Sarangiran naegen gwabunhanga bwa
Ne gyeote isseodo….
¯
Nania menepuk tangannya mengikuti irama gitar Lee dan semua penghuni Bus ikut menyanyi.
¯¯
Baby I’m so lonely lonely lonely lonely lonely
Baby I’m so lonely lonely lonely lonely lonely
Baby I’m so lonely lonely lonely lonely lonely
Baby I’m so lonely lonely lonely lonely lonely
…. ¯¯ …. ¯

Bus mendadak jadi memiliki konser  2 ne 1.
perjalanan jauh tak akan terasa jauh kini, beberapa meter lagi pemandu arah bilang mereka akan segera tiba.
semuanya bergemuruh riuh dalam bus. Ashela tertawa.
“Aku suka Kau membuat semuanya jadi akur”
“Maksudmu ?” Nania duduk
“Kau sadar kan bagaimana mereka yang dulu sangat membencimu karna kau dekat dengan Dicky, lihat sepertinya sekarang mereka sudah ikhlas” terang Ashela.
Nania tertawa.
“Thanks Nania” ketuk Lee di belakang kursi.
Nania menoleh. Lee memasang senyuman terbaiknya.

~~~

Aroma hutan memang sangat kental di deteksi, Rahel melepaskan karet di lengannya untuk mengikat uraian rambut sebahu_nya yang menganggu.
“Baiklah Rahel, minggu ini kita mulai, tempatnya soft dan tenang. group harus melihat ini, Cameramu siap mereferensi tempat ?” tegur Kevin di ujung sana.
Rahel segera mengangguk
“Iya senior” Dia menjepret berbagai macam tempat yang sekiranya dapat dipertimbangkan pada Group.
Memanah adalah kegiatan yang butuh perhatian dan konsentrasi, Hutan perbatasan adalah tempat paling cocok untuk jadi landasan group latihan.
Kevin duduk di batang kayu di bawah pohon Pinus Tua.
Rahel memainkan Camera sejengkal dari tempat Ia berada.
“Kakak mu SHS kan ?”
Rahel menoleh “iya, Dia Senior High Schools”
“Dimana ?”
“Di Alexander” jawab Rahel
“Owh” Kevin tersenyum lirih
“Kenapa ?” tatap Rahel penasaran, Ia memikirkan segala macam kemungkinan jika senior_nya di Class memanah ini mempunyai pendaman rasa pada Nania.
“Cuma bertanya” ujar Kevin  berlagak nggak peduli.
Rahel tertawa menggoda.
“Aishh, Senior, Aku memang anak kecil. tapi, Aku tahu kalo ada udang di balik batu”
“Mana ?” tatap Kevin
“apanya ?” Rahel bingung kini melihat tingkah senior_nya.
“Udangnya, mana dia ?” terang Kevin. Rahel tertawa.
“mana bisa begitu, ini istilah”
Kevin ikut tertawa.
Rahel berhenti memotret lalu duduk disampingnya.
“Haruskah aku mengenalkannya pada senior ?” tatap Rahel
Kevin tersenyum,
“Kenapa Harus dan kenapa Tidak Harus ?”
Rahel meringis. “Awas saja kalo akhirnya akan menyesal”
“Ini tawaran khusus” Lanjut Rahel.
Rambut liar berputar – putar di dahinya, memaksa Rahel mengulangi ikatan rambutnya yang memberontak.
“Jadi, kapan Kau akan mengenalkan kakak mu secara resmi padaku ?” tadah Kevin
“Bisa kapan saja. tapi, Dia sedang mengikuti camp musim panas, jadi Aku rasa setelah Dia pulang saja, bagaimana ?”
Kevin tersenyum
“Hei, Aku hanya bercanda”
“Jangan bercanda senior, perasaan nggak bisa ikut bercanda kan, jujur  saja padaku, Aku bisa menyimpan rahasia, Aku handal di bagian yang itu” terang Rahel menggodanya.
Kevin cukup tersenyum.
“Kau memanggilnya sista ?”
Rahel mengangguk
“Jadi, apa itu namanya ?” kejar Kevin
“Tentu saja bukan, Eih.. tunggu Kau mencoba mengorek – ngorek informasi tentangnya, Senior, Kau tertarik pada kakak_ku ?” tatap Rahel
Kevin tertawa.
“Salahkah hanya bertanya”
“Ini pertanyaan menjebak, sabarlah.. saat Dia pulang akan
ku kenalkan padamu, disitu baru kau boleh mengetahui siapa namanya” kecam Rahel.
“Hahg dassar anak kecil bermodus”
“Ini agar kau penasaran, senior” tambah Rahel.
lagi – lagi Kevin tertawa.
Ia berdiri diikuti Rahel
“Mau kemana, Senior ?” kejarnya
Kevin menoleh, Memetik daun lalu merobek – robeknya satu – persatu.
“Pulang_lah, massa mau menginap disini, lihat.. matahari sudah turun” tunjuknya.
Rahel meringis, Ia membopong Cameranya segera
“Kau akan langsung pulang, Senior ?”
“Aku harus ke pemakaman”
“Siapa yang meninggal ?”
“Ohg, bukan.. hanya peringatan kematian saja, tak dirasa ini sudah 11 tahun sejak hari itu” lanjut Kevin.
“Sejak hari apa ?” Rahel antusias, ada sesuatu dalam Senior Kevin yang ingin dikorek - koreknya.
“Bolehkah aku ikut ?” tawar Rahel
“Kau tidak takut pergi ke pemakaman ?” Kevin menoleh
“Hehe sedikit sih”
“hanya akan merepotkan ku saja. Akan ku antar kau pulang, cuci lah segera hasil photomu untuk rapat Group minggu ini, mengerti ?” Kevin menstarter motornya.
Rahel naik diboncengan.
“Yups Senior !!”
Motor melaju lurus ke Duce Town, membawa Rahel pulang ke sana, dan menyimpan banyak cerita yang akan di sampaikan pada Nania darinya, jika Nania pulang nanti.
Rahel akan menyampaikannya, mungkin dikurang dan dilebih – lebihkan sedikit untuk informasi.
siapa tahu Nania tertarik, mengetahui jika Rahel tidak terlalu suka Nania berada dengan Dicky, rasanya ketimbang Senior. seniorlah yang lebih baik.
tapi, yeah !!!
itu sih terserah daripada yang menjalani.
sudah semestinya seorang gadis menentukan dimana Ia akan berhenti. pada hati mana Ia akan setia, agar kesetiaan itu tidak akan menyakiti nantinya.



I’m With You
***
Dicky duduk di depan makam kedua orang tuanya, rumbaian Daisy putih terselip diantara bingkai foto. sesekali wajahnya menengok kebelakang, menunggu seseorang yang mungkin akan datang, atau juga mungkin tidak.
Dicky menyiramkan air mineral di batu pusara, Lalu duduk lagi di pinggir makam yang ditehel.
seseorang menaburkan bunga di atas makam orang tuanya, spontan membuat Dicky menoleh.
“Sudah lama menunggu ku ?” tanyanya.
Dicky tersenyum
“Kenapa Kau sangat lama, Apa menjadi Guru prifat sangat menyibukkan ?” cowok itu tersenyum.
“Bukan, hanya saja cukup melelahkan” ujarnya.
Dicky tertawa ringan.
Cowok itu duduk disampingnya.
“Hari ini tepat 11 Tahun setelah kecelakaan itu”
Dicky menoleh saat cowok itu mulai menelaah kejadian lalu.
“Kevin, Aku pikir jika bukan karna Kau, Aku sudah mati” keluh Dicky. Kevin memandangnya geram.
“Kau pikir Karna Aku ? itu Karna Tuhan, bodoh !” Kevin memukul kepalanya dengan kepa’lan.
Dicky meringis.
“Karna Darahmu mengalir dalam Tubuhku”
Kevin tersenyum hangat.
“Dicky, Kau perlu merasakan jatuh cinta, sebelum mati, jika tidak maka sia-sia kau dilahirkan. makanya, Aku tidak membiarkanmu mati saat kecelakaan itu”
Dicky tertawa mendengarnya. Kevin meletakkan se_bucket mawar putih di atas makam lalu membelai foto Paman & Bibinya, yakni kedua orang Tua Dicky.
“Bagaimana SHS_mu di Alexander ?”
Dicky mengangguk “All Right”
“Aku dengar kau memenangkan gelar photograp terbaik musim semi kemarin, Kau semakin handal dibagian memotret” puji Kevin.
“Aku hanya menikmati bakat alam”
“Aku punya Junior di group memanah, Dia lumayan mahir memotret, mungkin Kau kenal ? Dia juga tinggal di Duce Town” Kevin meregangkan tangannya.
“Siapa ?”
“Namanya Rahel, anak kelas 7 JHS”
Dicky menggeleng.
“Kau tahu kan, Aku sangat jarang bersosialisasi”
“Yeah, Karna Kau terlalu terkenal, siapa yang bisa menandingi keren_nya keluarga Smith ? Dicky Smith & Kevin Smith ?” Kevin membagi lelucon dengan menyebutkan marga_nya.
Dicky tertawa untuk beberapa kalimat terakhir dari Kevin.
“Apa kau sekarang menyukai anak kelas 7 ?” tatap Dicky khawatir.
“Jangan menyebutku seperti itu, dengar. Aku senior ter_tampan di Rock Street. banyak yang mengejarku dari kelas 7 sampai 12. Namun, Aku tidak mempedulikan mereka, Pria tampan perlu sesuatu yang lain, Dicky” Kevin mengoceh, ocehan yang membuat Dicky muak.
“Kau sangat arogan terhadap diri sendiri” kecamnya
Kevin tertawa.
“Bagaimana liburan musim panas mu ini ?”
“Aku ke camp, kau ?”
Dicky menoleh.
“Aku punya group busur memanah, minggu ini kami mulai di hutan perbatasan” ujar Kevin.
“Tidak tertarik” kecam Dicky.
“Aku tak menawarkan” tadahnya
Dicky tertawa.
Burung – burung gereja melintas dan mampir di atas batu pusara. hening disini dan banyak hal dapat diperhatikan dalam sekejap.
“Camp akan menyenangkan, Kau tak berniat gabung ? ahk, kenapa juga kau memilih untuk menetap Rock Street, padahal Kau bisa hidup seatap denganku di  Rover” keluh Dicky, Kevin menggambar semu di atas tanah dengan ranting pohon yang di temuinya.
“Aku sudah dari kecil denganmu, massa harus hidup denganmu lagi” tadah Kevin.
“Kau tahu, apa yang menjadi mukjizat di Rover ? Aku bertemu gadis yang sama dari Noe Town, Dia menetap disana. dan Camp tahunan akan jadi kado hidup terindah, Dia juga di Alexander SHS kelas 12, lalu kami akan melewati Camp musim panas bersama”
Kevin mendengarkan antusias lalu tertawa.
“Kenapa kau tertawa ?” Dicky memanyunkan bibirnya
“Kau bisa jatuh cinta juga ?” tatap Kevin.
Dicky memukul pundaknya lalu tertawa.
“Meremehkan ku ?”
Kevin menggeleng.
“Tidak, itulah alasan ku membiarkanmu hidup, untuk jatuh cinta sebelum mati” letuknya lalu tertawa merendahkan.
membuat Dicky meringis geram.
“Aish, Dassaar !!” kecamnya.

~~~

Semua hal tidak berjalan lancar bagi Rahel, saat dirumah, beberapa pekerjaan rumah milik Nania, spontan menjadi tanggung jawabnya.
mulai dari menyiram sayuran di pekarangan, membagi wortel irisan untuk tiga ekor kelinci milik Mom dikandang, belum lagi membereskan poster poster bantuan di ruang kerja Dad.
berhubung Dad memiliki peran penting sebagai pemegang dana di sebuah panti asuhan di Noe Town.
“Rahelaa” tegur Mom
sesaat pancuran air di kran dimatikan oleh Rahel di pekarangan, Rahel menoleh menatap Mom di belakangnya.
“whats going on ?”
Mom tersenyum.
“Apa kau lihat apa yang dipersiapkan oleh Dad akhir – akhir ini ?”
Rahel menggeleng.
“BarbaeQu taman, untuk merayakan perpindahan terakhir kita” terang Mom.
Rahel terkejut, spontan ekspresinya merubah tampang menjadi senyuman.
“Benarkah ?” tatapnya. Mom mengangguk, Rahel datang terhuyung – huyung lalu memeluk Mom-nya.
“Dad the best” pujinya
“Terus Mom ?” Mom melirik lirih. Rahel tertawa
“My Beloved Mom” Rahel mengecup_nya.
Mom memasang wajah terjijik – jijik yang makin memancing tawa Rahel.
Dad muncul ke pekarangan. wajahnya bingung melihat anak istrinya begitu rangkul-rangkulan.
“Dad” Rahel berteriak datang menghapiri dan memeluknya.
“Wow, something wrong Little Lady ?” tatap Dad keheranan.
“nggak usah di sembunyikan padaku Dad, Aku tahu apa yang Dad rencanakan, Dad mempersiapkan tempat ini sebagai perpindahan terakhir kita_kan ?” kecam Rahel.
Dad tertawa
“iya Little Lady” aku_nya. Rahel jingkrak – jingkrak kesenangan.
kenapa tidak ? mereka adalah keluarga yang terlalu sering move on tempat tinggal dan jika ini perpindahan terakhir baginya, Rahel & Nania harus seribu kali bersyukur untuk itu.
“Nania akan sangat senang mendengarnya, jadikan ini sebagai sebuah kejutan bagi Nania saat dia pulang dari Camp nanti” ujar Dad.
Mom tersenyum
“Baiklah Dad” Rahel tertawa, membayangkan bagaimana akhirnya Ia bisa mengecat kamarnya sendiri sebagai asset pribadi, yang tak akan ditinggalkannya untuk pindah lagi.
dan bagaimana Nania yang tak harus selalu kesusahan saat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru di tempat tinggal baru untuk kesekian kalinya.
Dad menyayangi Nania lebih dari Ia menyayangi dirinya sendiri, berhubung Nania lain dari Rahel, saat Nania lahir dan tumbuh sampai umur 2 bulan, Dad tak ada bersamanya.
Dad bekerja kontrak pada sebuah pekerjaan di luar kota, dan Mom menetap di keluarganya.
berbeda dengan Rahel yang saat lahir pun sudah bisa ditatap oleh Dad, itu sebabnya Dad sangat memperhatikan segala kebutuhan Nania, Ia merasa perlu karna Nania berbeda.

~~~

“Kau mempersiapkan perlengkapan camp_mu sendiri ?”
tatap Ashela, mereka berada di satu kamar yang sama, karna mereka juga semeja saat di kelas dua belas.
Nania mengangguk.
“Termasuk mengangkatnya dari balkon ?” Ashela masih penasaran segala isi tas Nania yang sangat menggubrak.
“Dad yang melakukan beberapa pekerjaan seperti itu  -
untukku” jawab Nania.
Ashela tersenyum miris.
“wah, Dad_mu sangat carefully” ujarnya, Nania meringis tawa di sudut lips_nya.
“Kau pernah mengikuti Camp sebelumnya ?”
“yeah, terakhir kali di Australia saat JHS” Nania meregangkan tangannya, berdiri lalu memperhatikan kamar camp_nya yang tidak terlalu luas.
“Kau di Australia ?” tatap Ashela
Nania mengangguk sembari membuka jendela kamar_nya, udara masuk ke arah balkon, beberapa kejenuhan setelah perjalanan jauh sedikit berkurang karenanya.
“keluarga_ku sering berpindah tempat tinggal, Aku juga pernah di L.A untuk beberapa periode, lalu Sidney di Australia sangat memukau” terangnya.
Ashela mengangguk antusias.
“Asik sekali” pujinya
Nania mendengus kesal
“Apanya yang asik ? itu sangat menyebalkan, Kau harus menyesuaikan diri dengan sangat sering, karna setiap daerah memiliki budaya_nya masing-masing, itu nggak menggembirakan untuk Rasi Aries seperti_ku”
Ashela mengangguk lagi tanda mengerti.
“Yeah, itu benar juga.. Tapi, menurutku itu menyenangkan, Kau bisa memiliki banyak pengalaman & banyak kenalan”
“itu menurutmu, Ashela” kecamnya
“Baiklah, lalu menurutmu, bagian mana yang terbaik ?”
“Apanya ?” tatap Nania
“ya, maksudku Namja_nya, cowok – cowok di bagian dunia mana, yang pernah kau tinggali yang memiliki tampang terbaik ?” Ashela mendekat memasang wajah genit, membuat sebuah bantal di tangan Nania tepat melayang dan mendarat di kepalanya. “Dassar genit” gerutu Nania.
“Nggak genit, hanya kewajaran belia, ko” tambahnya.
Nania tertawa.
“Lee yang terbaik”
Ashela terkejut mendengarnya.
“Kau ini, Aku serius” Ashela menadah.
“Baiklah, setiap daerah memiliki cerita terbaiknya sendiri, seperti yang kau maksudkan, cowok cowok di L.A kebanyakan memiliki dada bidang yang membentuk, lengan yang membentuk dan bentuk-bentuk lainnya, hanya saja akan sangat sulit membedakan mereka masih menyukai cewek atau sudah belok. kalau di Australia, bagi pendatang sepertiku yang nggak punya teman dekat, Kau hanya jadi penonton kisah cinta orang lain saja dan yang terakhir di Thailand, keramahannya membuatmu tenang sebagai sahabat  & mafia” terang Nania.
“Mafia ?” tatap Ashela tak percaya.
“yeah, Kau pernah menonton film City Hunter_kan ? bagaimana akhirnya Lee Min Hoo yang memiliki banyak musuh mafia”
“itu kan film”
“benar, siapa bilang itu nyata ?” Nania balik menatap.
“Kau” judge Ashela bingung.
“Aku tidak membenarkan ucapanku” kecam Nania serius.
“Naniiiaaaa !!!” Ashela geram, Ia sadar bagaimana jika ternyata info yang serius didengarnya adalah busyet semata.
Ashela melempar bantal ke Nania yang tadi dilemparkan padanya. Nania tertawa terpingkal – pingkal terlebih, Saat lemparan Ashela melampaui sasaran.
Ashela di buat manyun dalam kamar Camp, panitia sekolah memberi waktu istirahat untuk hari ini, malamnya akan ada perapian taman di latar belakang filla, jadi sampai senja nanti, Nania dan Ashela hanya akan menghabiskan waktu dikamar untuk mengusir kelelahan yang terdera.
“Kau sendiri ? pernah ke Camp ?” Nania datang menghampiri Ashela di ujung SpringBed.
“it’s the first time” jawab Ashela, Nania mengambrukkan badannya seakan tanpa nyawa.
“Really ?” tadahnya.
Seakan cewek seceria Ashela seharusnya memiliki banyak kesempatan untuk hal-hal seperti ini, terlebih ada banyak acara musiman, perkumpulan remaja Saat Musim Dingin, Festival buah tahunan dan banyak hal lainnya yang mestinya jadi jadwal para Belia setiap tahunnya.
“Believe or not, but it’s The first time for me” jawab Ashela, sembari membanting dirinya disamping Nania, mengguncang SpringBed untuk beberapa second.
“yeah, itulah hidup kawan” Nania menenangkan
Kadang hidup nggak seindah yang kita perkirakan, dan nggak ada kesempatan untuk menyalahkan hidup, karna diberi kesempatan untuk hidup adalah pilihan sejak awal.
“Believe or Not, Dicky is my first boy friend” ucap Nania.
Ashela bangun, mendongakkan kepalanya, agar tegap. menatap penuh expresi tak percaya kepada wajah lugu disampingnya.
“Really ?” tadahnya
Nania mengangguk, itu menjawab berbagai macam kemungkinan antara kisah cinta sweet seventeen.
“wah, beruntungnya memiliki pacar pertama layaknya pangeran” kecam Ashela lemas.
“Apa kau pernah pacaran sebelumnya ?”
“Aku ?”
Nania mengangguk.
“untuk gadis berkaca mata cembung, dengan berbagai macam bintik-bintik diwajah dan rambut tipis sepertiku ? apa aku terlihat bisa memikat untuk dapat berpacaran dengan seseorang sebelumnya ?” tatap Ashela. 
Nania diam mendengar berbagai macam pengeluhan Ashela yang sedikit memilukan.
“Change it” kejarnya, Ashela melirik sadis
“Apanya yang mau diganti ?”
Nania tersenyum manis mendengar nada putus asa Ashela, Ia bangun lalu menarik – narik jemari Ashela untuk bangun.
“Kita tak bisa merubah, kita hanya perlu membuat perbedaan dari sebelumnya” Kecam Nania dengan nada penyayang yang dibuat – buat.
Ia menggiring Ashela ke meja bercermin.
Ashela duduk disana, perlahan Nania membuka kaca matanya dari wajah mungil itu.
“Kau bisa lihat ?” tanyanya, Ashela mengucek – kucek matanya lalu menatap penuh ke cermin.
“Sedikit” keluhnya.
Nania merunduk membantunya memasang contact lens, berwarna agak purple di kelopak, Ashela memundur – mudurkan wajahnya, membuat geram Nania.
“Calm down” gertaknya.
Ashela tersenyum lirih dengan pasrah, menyerah untuk tetap membiarkan Nania memperkosa lentik matanya demi contact lens pada akhirnya.
Beberapa perlengkapan miliknya dalam bag pribadi pun keluar untuk memberi sedikit perbedaan pada sahabat barunya itu.
meleburkan krim sebagai dasar powder ke tulang pipi Ashela yang agak lonjong, gadis itu menghindari sebisa mungkin.
makin membuat geram rasa hati Nania
“It’s ok girls, stand calm” gertaknya, membuat Ashela nyengir.
“Fine” jawabnya kaku, Nania Nampak antusias pada wajah mungil itu, Ashela mengedip kedipkan matanya, penglihatan nya jelas karna lensa mata yang tepat dengan mins matanya.
“Kau bisa lihat ?” tatap Nania,
Ashela diam, menatap cermin dihadapannya lalu tersenyum- dalam, sampai lesung pipitnya Nampak.
“yeah, jelas sekali”
“Great !!” Nania girang mendengarnya.
Ia kembali pada perlengkapan dihadapannya, mengoles pemerah bening di lekuk wajah Ashela sebagai perona dengan tipisnya.
beberapa mini dress untuk perapian malam nanti akan menjadi suatu kelengkapan yang menarik untuk dikenakan.
Nania fokuS pada eyebrow_nya yang dilengkungkan.
Ashela mengeryit kesakitan, lentik bulu matanya terjepit Finny. memancing tawa Nania.
“Maaf maaf”
“Hiks ,.. tegaaa” keluhnya dibarengi tawa Nania yang tak bisa dibendungnya.
hari semakin menunjukan senjanya dengan pasti, menyisakan rasa istimewa yang mendadak datang mendesir, menghapus perih dengan lirih.
yang pada akhirnya tawa – tawa kecil itu lah yang akan meneguhkan mimpi.
“You know what Ashela ?”
“apa ?” tatapnya
“Yang aku tahu, sekarang Aku sangat bahagia” Nania tersenyum, menatap dirinya sendiri dengan penuh, di depan cermin lalu kembali mengoperasikan kemampuan make-over nya pada wajah mungil Ashela.



Better from You
***
Nania berjalan ke arah dimana grup kelasnya berada, perapian terasa hangat di daerah yang lumayan tropis, camp adalah tempat yang dekat dengan hutan tropis, segala hal panas yang cukup membosankan, dapat kau lalui dengan bijak disana.
“Siapa dia ?” tatap beberapa pasang mata, saat Ashela berjalan di samping Nania.
“Cantik”
“Dia kelas apa ?”
“Aku rasa Aku pernah melihatnya disebuah tempat”
“Bukankan itu Anak 12 Elisabeth ?”
“Kurasa bukan”
Ashela tersenyum mendengar beberapa kalimat anak – anak cowok sepanjang Ia berjalan di taman Camp.
“Mereka itu tidak mengenaliku atau apa ?” Ashela menahan lengan Nania, untuk sekiranya ikut memperhatikan.
Nania melirik sepintas
“Mana ada yang tahu jika Itik buruk rupa, bisa disulap menjadi Angsa putih yang cantik, tanpa operasi” jawabnya.
Ashela tersenyum, itu kalimat pujian.
walau terdengar rada anneh. Tapi, intinya sangatlah manis.
Ashela malam ini, bukanlah Ashela yang selama 2 tahun belajar di Alexander SHS.
Dia Nampak sangat_ berbeda dari Ia yang dulu.
tanpa kucir kepang di rambut, tanpa kaca mata berlensa tebal dan tanpa kemeja berkancing leher.
Ashela dengan bangga menyamakan langkah secara spontan dengan beberapa gadis yang selama ini, menurutnya tercantik.
Nania hanya bisa tersenyum melihat Ashela menikmati -
perubahannya.
Nania menawarkan secangkir Tea pada Ashela,
“Kau siapa ?” tatap seorang gadis sok tenar di Elishabet 12.
“Rey, ini Aku Ashela, Kau tidak mengenalku ?” tatap Ashela sembari menerima secangkir Tea dari Nania.
gadis itu tampak tertegun, Ia menatap Ashela selama yang Ia mampu.
Aku tak percaya ini” bisiknya lirih.
“Kau sangat berbeda” pujinya serendah mungkin, untuk menghindarkan rasa malu.
tentu saja. Rey adalah gadis sok tenar yang suka merendahkan tampilan orang lain disekitarnya dan Ashela pernah menjadi topik penghinaan_nya selama beberapa periode sejak kelas 10.
“Apa itu berpengaruh bagimu ?” tatap Nania tajam.
Rey menoleh, lalu menggeleng dan memilih untuk meninggalkan taman Camp, karna merasa tersisihkan.
Malam hari di Camp sangatlah ramai,
semua kelas 10 sampai 12 berada disana.
Nania mendongakkan kepalanya berharap dapat menemukan seseorang di antara beberapa kelompok ngobrol.
Tapi tak sekalipun Ia bisa menemukannya.
“Dicky ?” tanya Ashela.
Nania mengangguk.
“Williams 12 masih di hunian, mereka baru saja tiba, ku rasa mereka melewatkan Acara taman karna kelelahan” terang Ashela. Nania meringis mengerti maksudnya.
Lee mendekat dengan denting-dentingan gitar yang dipeluknya, Lee berada di kelompok ngobrol dengan beberapa pengajar senior untuk membakar jagung.
Namun, entah kenapa Dia mendadak pindah haluan, untuk nimbrung di antara pembuat Tea layaknya Nania dan Ashela.
Lee tersenyum dangkal.
Ia meneguk salah satu Tea buatan Nania.
Nania menoleh
“Apa manisnya cukup ?”
Lee tersenyum lagi setelah menyeruput ujung cangkirnya.
“karna melihat kalian berdua, Tea_nya berubah menjadi Terlalu manis” rayu_nya. Nania menggeleng.
Ashela tertawa.
beberapa anak cowok mengikuti Game yang Pengajar muda sediakan. Feel in The Dark katanya.
catatan = hanya untuk yang berpasangan.
itu persyaratannya, sebenarnya walau nggak berpasangan nggak apa – apa sih. Tapi, tetap saja harus mencari teman pasangan biar bisa mengikuti game_nya, kalau nggak begitu, nanti siapa yang bisa di temui dalam gelap, coba ?
“Mau main dengan_ku ?” tawar Lee, Nania menoleh.
menatap uluran jemari Lee memintanya.
“Aku pikir Aku harus kesuatu tempat dalam rangka menyediakan Tea di Acara Taman ini” tolak Nania sehalus mungkin. Lee terlalu menarik.
dan akan selalu tampak menarik bagi siapapun.
Hanya untuk bermain Game Feel In The Dark, bisa membuat Nania mengira memberinya peluang masuk.
itu nggak Nania, Ia berstatus resmi dengan Dicky, banyak boomerang baginya jika berbagi kelaziman dengan lainnya.
“Kau bisa bermain dengan Ashela, Ia Free tugas” tawar Nania.  Pengajar senior memang memberinya tugas untuk menjadi kelompok dalam menyediakan Tea di acara taman ini, beberapa kelompok yang lain membakar jagung, mempersiapkan taman dan bahkan ada yang nggak bisa mengikuti acara karna punya tugas untuk mengamankan segala hal.
Ashela melongo saat mendengar namanya disebut Nania.
Lee tahu akan kalimat penolakan, Ia melirik Ashela. gadis itu tersenyum, Ia tahu Ia tak ada pilihan daripada stand by.
Lee menyodorkan tangannya, beberapa perasaan berkecamuk menjadi satu.
Ashela menjamah jemarinya. ini pertama kalinya Ashela menggenggam jemari cowok, bisa diterka apa yang didera olehnya kini.
Lee membawanya ke Game di tengah taman. beberapa anak juga mengikutinya, lampu taman di matikan, semuanya menjadi gelap dalam sekejap.
Nania terkejut, Ia sangat benci yang namanya gelap, Ia tak dapat melihat apapun karna Game yang di buat pengajar senior.
peserta Game diharuskan untuk dapat menemukan pasangannya dengan benar.
Nania berdiri beku di depan meja Tea, Ia memang nggak ikut namun, taman mendadak gelap dan tak ada pilihan baginya.
Ia terpaksa diam ditempat, sambil menunggu Game selesai dan lampu bisa dinyalakan kembali.
Lengannya merinding menanggapi dingin, Ia jauh dari perapian. seseorang membisik ditelinganya.
My Girl, My Angel
Nania tertegun.
Ia menoleh dan tak ada siapapun, Ia sedikit ketakutan karnanya. Nania menutup matanya sekejap untuk menetralkan perasaan takut itu.
My Lovely, My Princess
dengarnya lagi, nafasnya dipundak Nania, Ia memeluk Nania dari punggung. Nania memukulnya secara rerfleks, lalu menampar seseorang itu tepat diwajahnya.
“Siapa kau !!” tukasnya, Ia khawatir jika itu adalah seseorang peserta Game yang tersesat sampai dimejanya.
“Nania tenanglah, ini Aku” cowok itu mendekap lengannya.
untuk menghindari beberapa pukulan maut Nania lagi.
Nania mengerem tangannya.
“Dicky ?” Ia menoleh. Dicky memonyongkan mimiknya pertanda marah, Ia memeluk pacarnya sendiri namun mendapatkan perlakuan tak menyenangkan.
“Lupakan” Dicky berhenti menggenggam Nania.
Gadis itu menggigit bibirnya sendiri pertanda menyesal.
“Maaf, Aku pikir peserta Game tersesat padaku, jadi aku memukulmu, apa itu sakit ?” Nania mengelus elus bekas tamparannya. Dicky memurungkan expresi_nya.
Nania sadar pacarnya itu ngambek, Ia spontan memeluk Dicky.
“Maafkan Aku” bujuknya, Dicky tidak akan bisa menghentikan keinginannya untuk terus memasang tampang tak enak. berhubung Nania berada dalam dekapannya.
Ia melirik wajah di dada tegapnya itu, Nania tersenyum.
“Tidak ko’ Aku hanya bercanda, Aku tidak marah, Kau khawatir ?” tatapnya. Nania mengangguk.
memancing tawa ringannya.
Dicky mendongakkan dagu kecil Nania, Lalu mengecupnya di sana berulang kali selama lampu taman masih di matikan.
Nania merekatkan jemarinya sampai desus dingin yang selama ini di anutnya, melebur entah kemana.
“Kau akan benar – benar membuatku gila” keluhnya.
Nania menatap kelu “Aku, kenapa ?”
Dicky tertawa, “Aku sangat bahagia denganmu sampai ingin mati” jawabnya.
Nania mengeryit bingung.
“Kenapa disaat bahagia memiliki keinginan seperti itu ?”
“Nania, Aku tidak pernah bahagia selama kematian kedua orang tuaku. Tapi, semuanya berubah sejak bertemu denganmu, Aku ingin mati disaat Aku bahagia, bukan disaat Aku kesusahan, itu adalah anugrah”
Nania masih tak paham apa yang di katakan kekasihnya, sampai akhirnya lampu taman menyala dan Game Feel In the dark yang diikuti Ashela dengan Lee selesai.
mereka pasangan terbaik, mereka yang pertama kali saling menemukan.
Nania memutuskan untuk meninggalkan taman dan mengikuti Dicky mengarungi jalan setapak.
“Apa kau kedinginan ?” tatapnya.
Nania tersenyum, membuat Dicky segera meletakan Jacket_nya dipundak Nania, helaian angin kering memang nggak menyenangkan.
jalanan setapak di iringi lampu temaram yang teduh, berasa ada di paris, kota yang memiliki segala unsur keromantisan.
“Nania, apa Kau pernah berpikir tentang ku ?” Dicky berjalan dua langkah lebih di depan dari padanya.
Nania hanya mengikuti dari belakang dengan alun-alun kerindangan.
“Kenapa ?” Nania mengerem beberapa pertanyaan dan jawaban yang tak ingin di ungkapnya.
“Kau sadar atau tidak ? Aku selalu berpikir bagaimana jika apa yang kurasakan, tidak sama seperti yang kau rasakan” jawab Dicky, Ia berhenti di bawah lampu temaram, masih membelakangi Nania.
gadis itu hanya bisa memandangi punggungnya yang tegap.
“Kau tidak harus merasakan hal sebesar rasa yang Aku tanggung, pada akhirnya Aku berpikir begitu, Kau tahu kanapa ?” Dicky merunduk halus. Nania masih diam di belakangnya.
“Karena Aku menyukaimu dengan begitu banyaknya” lanjut Dicky. Nania membisu di sana.
Dicky menoleh, Ia tersenyum menatap Nania yang tak tahu harus mengatakan apa.
“Kau lihat itu ?” tunjuk Dicky dilangit.
Nania mengadahkan kepalanya ke atas.
“Bintang” ucap Nania, Dicky tersenyum,  senyumannya adalah hal paling menenangkan yang pernah ada.
Ia terlihat memukau dari sudut seperti itu, ketika helaian rambut liarnya mulai jatuh ke telinga dan di tiup desah desus angin malam.
“Mereka banyak di sana, mereka terang dengan cahayanya sendiri. sayangnya, mereka sangatlah jauh, tidak ada yang bisa menggapainya” ucap Dicky.
Nania menikmati tatapan nya di langit, Dicky benar.
bintang adalah hal di luar angkasa yang sangat sulit terjangkau, cahayanya layaknya seribu bulan yang membuat reuni dari kejauhan.
“Aku harap untuk memantau mu nanti, Aku menjadi salah satu dari mereka” Lanjut Dicky.
“Memantau ku dari jauh ? kita kan tetangga, Kau bisa mendekat disaat Kau ingin” tutur Nania realistis, Ia nggak akan paham dengan maksud terselubung seseorang dari balik kalimat.
“Maksudku Nanti, Nania” Dicky tersenyum.
menunjukan sederet gigi putihnya yang rapi, menunjukan senyuman terindah yang Nania sukai.
malam ini berakhir disaat Dicky menemani gadis_nya berjalan ke peristirahatan di Camp.
mereka satu lorong, namun berbeda saat di perempatan, kelas 12 Elisabeth berada diujung lorong dan kelas 12 Williams berada di sampingnya.
“’ve Nice Dream, bebh” Dicky mengelus rambutnya di depan pintu kamar. Ia mengecup pelipis lalu melambaikan tangannya pada Nania, Ia menuju kamarnya.
Nania masuk di Springbed_nya lalu menatap ke arah dimana Ashela telah terlelap. Nania tak harus tahu apa saja yang dilakukan oleh Gadis itu tanpanya.
jadi, tak ada alasan bagi Nania untuk membangunkannya.
1 New Messages Received
getar heandphone mengganggunya, memaksa Nania untuk melirik. Dicky Nania tersenyum membacanya.
cowok itu memang bisa membuat berbagai kejutan.

From   : Dicky
Inbox  : “Aku baru bertemu denganmu, anehnya.. saat
               Aku ___
               dikamar, rasanya seperti belum melihatmu
               seharian, kumohon.. berhentilah berlari dalam
               pikiranku


 kalimat merayu, adalah milik cowok – cowok pada umumnya. Namun, saat seseorang yang kau pikir menyukaimu, mengatakannya.
rasanya Fly On, beberapa keluh kesahmu entah kemana, Terasa pergi, menghilang dengan sendirinya.
Nania tersenyum.
“Aku tahu seberapa bahagia Aku, menjadi orang yang tersayangi dengan seseorang sepertimu. Aku tahu seberapa beruntung Aku. Ahkkk,… jangan berakhir hal ini untukku Tuhan
Nania tersipu malu sebelum akhirnya memutuskan untuk memejamkan matanya di penghujung malam.

And if I open my heart to you,
I'm hoping you'll show me what to do.
And if I open my heart again,
I guess I'm hoping you'll be there for me in the end


Dicky sibuk merapikan beberapa kaos nya dari dalam tas ransel ke Hanger, Ia mencucinya sore tadi dan Ia yakin tidak akan kering. satu satunya cara untuk membuatnya kering pada malam hari pada musim panas, ialah dengan membiarkannya terus terhanger di ge_gantungan balkon kamar camp.
setelahnya Ia kembali duduk menikmati penghujung malam dari atas atap.
“Aku percaya dengan yang rasi bintang ku katakan, Aku mencintai_mu dan jika suatu saat ternyata rasi_ku salah, Aku pikir aku akan terus mencintai_mu”
Dicky menghela nafas panjang.
ada sebuah rasa yang tak terpikirkan tiba – tiba jadi suatu hal yang selalu mengusiknya.
Ia benci Love Story, namun saat akhirnya itu bisa teraplikasikan dalam kehidupannya sendiri.
beberapa rasa gengsi itu berkurang, lebih memperhatikan orang lain ketimbang dirinya sendiri adalah sebuah mukjizat.
Bagaimana mungkin, seseorang yang bahkan tak sedarah denganmu, seseorang yang pada awalnya adalah orang lain, seseorang yang tidak pernah kau bayangkan. kini, menjadi seseorang yang lebih kau pedulikan ketimbang dirimu sendiri.
Jika, ini hanya disebut sebuah pembuktian akan ketulusan seseorang atau sebuah peristiwa dimana kau pikir sedang terjebak rasa.
Dicky yakin benar atas apa yang dialaminya sekarang.
“Bagaimana jika akhirnya Dia membiarkanku ?”
beberapa rasa khawatir itu akan membuat seseorang terbebani.
tentang rasa, tentang semua yang orang bilang bahwa cinta itu omong kosong.
itu ternyata lebih mengerikan,
karna ternyata seseorang bahkan bisa mati karna cinta,
omong kosong itulah yang bisa mematikan, atau bahkan memberimu hidup.
Dicky tersandar lemas di tembok.
“Aku pikir Kevin benar, Aku perlu untuk merasakan jatuh cinta sebelum mati”
Dicky tersenyum.
benar ! jika bukan karna Kevin saat 11 Tahun yang lalu, mungkin Dicky sudah mati, dan untuk memikirkan seseorang seperti Nania, Impossible.



For a reasons
***
“Lee yang menemukanku dalam Feel In The Dark” kenang Ashela, Nania tertawa.
“Baiklah, kedengarannya itu bagus”
“Apanya ? kenapa Kau menatapku seperti itu ?” Ashela Nampak khawatir akan tatapan Nania yang mengandung maksud terselubung.
“Bisa saja kan”
“Apa ?” kecam Ashela
“Yeah, Kau dengan Lee ber_K-E-N-C-A-N ,..” Nania kemudian melanjutkan tawanya.
Ashela merengut malu, rona wajahnya kentara di mungil lesung pipit_nya.
“nah, Kau merona dan ayolah mengaku padaku saja, Kau menyukai Lee _kan ?” tatap Nania seolah ingin menelanjangi temannya. Ashela merinding.
“Kau ini ,..” kilahnya, sembari mencubit pipi Nania dengan gemasnya. Nania tertawa tak henti melihat rona merah Ashela.
mereka duduk di bawah pohon palem di belakang Camp setelah mengikuti sosialisasi penghijau_an.
Nania berdiri melanjutkan cangkulan tanahnya,
mereka mereboisasi, menanam kembali pohon.
Ia memiliki Akasia kecil, itulah yang ingin ditanamnya. kata mereka = Akasia adalah pohon yang bisa hidup disegala musim dan bertahan meski telah di robohkan, makanya seringkali dijadikan bentuk cinta, se_enggaknya seseorang kadang ingin menjadi seperti pohon, berdiri di satu tempat yang sama, selama-lamanya.
Nania mengayun cangkul_nya,
“Wah, my Super Women” puji Dicky, Ia lewat di sampingnya.
Nania menoleh.
“iiissstt” keluhnya, membuat Dicky segera mampir.
seharusnya Dicky segera menyelesaikan pembuatan tenda perkemahan, bukannya mampir untuk ikut mereboisasi dengan Nania.
“Berikan padaku cangkulnya, Biar Aku saja” pintanya.
“Nggak ! Aku yang ingin menanamnya” Nania merengut.
KITA yang akan menanamnya” pinta Dicky lagi.
Nania tersenyum, saat nada suara Dicky menekan kalimat KITA di antaranya.
Ia menyerahkan cangkulnya.
“Baiklah, KITA yang akan menanamnya bersama” Nania mengulang intonasi KITA seperti yang di ucapkan Dicky, membuatnya meringis tawa.
Dicky menggapai cangkulnya dan mematoknya ke tanah, secara berulang – ulang sampai dalam.
Nania menaruh Akasia kecil didalamnya.
“Ku Harap Akasia kecil ini, bisa hidup dan menjadi Pohon Akasia sesungguhnya” ucap Nania.
“Kau tahu Akasia ? Dia tetap akan tumbuh apapun yang terjadi, Dia kuat, jika badai pun merobohkannya, asalkan masih menyentuh tanah, Ia akan kembali berdiri. apa kau bisa seperti itu ?” Dicky menyendu di kalimat terakhirnya, bagian yang mungkin sulit terjawab oleh bibir mungil di sampingnya.
Nania mendorong tanah di sekitarnya untuk mengubur akar Akasia kecil yang ditanamnya.
“Aku bisa, Aku tidak selemah yang Kau pikirkan” Nania tertawa ringan, namun Dicky terlihat sebaliknya, Ia sangat serius.
“Benar Nania, tersenyumlah seperti itu, itu menjadikanmu terlihat sangat cantik” Dicky terus menatap, matanya tak sedang bercanda. entah apa yang ada dalam pikirannya.
“Kau harus bisa sekuat Akasia seseungguhnya atau bahkan lebih dari itu, karna badai yang datang nanti mungkin juga akan segera berlalu, dan jika badai itu pada akhirnya meninggalkan bekas, jangan terlalu lama untuk roboh, bangunlah dan lihat bagaimana hidup membawa_mu, Kau paham itu, Nania ?” lanjut Dicky.
Nania tak mengerti alur. Tapi, Ia memilih untuk mengangguk dan tersenyum seolah paham.
“Aku tahu kau tidak mengerti, jadi jangan bersikap seakan kau paham, karna apa yang aku ucapkan akan kau pahami suatu hari Nanti” ucap Dicky membalas senyumnya, lalu Ia meninggalkan Nania disitu, di depan Akasia kecil yang mereka tanam bersama.
“Apa Aku harus bertanya apa maksudnya ? atau Aku hanya harus menunggu seperti apa Nanti yang Ia maksudkan ?” keluh Nania sendiri, Ia menyentuh lengan kecil Akasia.
“Tumbuhlah Akasia dan perlihatkan padaku bagaimana Kau menghadapi badai” ucap Nania.
khayalan semu_nya melayang jauh ke batas mimpi, memenuhi kalimat seandainya yang biasa di katakan para pencinta pada umumnya, di garis mimpi dan khayal tak bertepi.

~~~

Ashela dengan gelang karet yang dicurinya dari Lengan Nania, Nampak sangat sibuk.
“Ini cocok untukku” pujinya.
“Baiklah, ambil saja untukmu” Nania pasrah
“Makasih Dear, Love you so much” ucapnya diselingi senyum yang mengembang.
Nania menatap Dicky yang sibuk dengan tenda perkemahan dari atas balkon kamar camp_nya.
sadar di perhatikan, membuatnya mendongak ke lantai dua, menemukan wajah Nania disana.
Ia melambaikan tangannya, Nania berbalas, Ia senyum kerindangan karnanya.
Dicky mengirim kecupan jauhnya lewat angin, Nania menangkapnya segera lalu meremas erat ke jantungnya.
Dicky tertawa melihat tingkah aneh gadisnya.
Nania tersenyum.
membuat Ashela keheranan.
“Kau aneh sekali” ujarnya, Ashela berdiri lalu menatap ke bawah, kini Ia paham kenapa temannya senyum senyum sendiri.
“Hmmp, bisakah kalian tidak berlebihan seperti itu ? membuatku iri saja, Hallow Nania, bisakan tidak begitu, ingatlah betapa temanmu ini tidak punya pacar bahkan belum pernah ber_kencan sekali_pun, pahamilah” keluhan Ashela terdengar bertubi – tubi.
Nania menoleh.
“Lee itu sekarang pacarmu kan ? kalian nge_Game semalam” tudingnya. Ashela spontan memanyunkan bibir mungilnya.
“Dia nggak nge-bahas Aku, Dia malah nanya_in Kamu”
Nania mengerang “Hemmp ?!”
“Yeah, apa kau masih bersama Dicky ? apa kamu sudah lama kenal dengan Dicky ? bagaimana bisa kalian jadian ? anneh banget kan” ujar Ashela sembari memperagakan suara khas Lee. Nania tertawa.
“Itu hanya alur supaya kalian nyambung, mencari topik pembahasan, agar kalian akrab dan yeah,.. aku dan Dicky lah cerita perantara-nya”
Ashela Nampak sanksi
“Begitu kah para cowok mencari perhatian ? apa Dicky juga pernah seperti itu padamu ?” tatapnya.
Nania tertawa, Ia tahu jika maybe Ashela beneran menyukai
cowok Chinesse itu.
“Ashela, nggak semua cowok sama kan, jadi yah.. pendekatan mereka untuk mencari perhatian juga berbeda” Nania takut menyakiti. Jadi, Ia mengatur nada suara dan penekanan maksud agar, Gadis dihadapannya ini mengerti.
Ashela manggut – manggut, entahlah Dia paham atau tidak. Tapi, setidaknya Ia menerima itu, semoga saja ada keajaiban dimana akhirnya Lee dan Ashela bisa menemui satu titik untuk berbicara.

~~~

Tenda kemah yang dibangun Dicky tepat di depan balkon kamar Camp Nania, di dapatkannya susah payah karna Ia harus berantem dulu dengan Jay, teman sekelasnya di Williams 12.
tempatnya pertama kali di temukan oleh Jay, lalu Dicky datang dan menyerobot. tapi, akhirnya Jay mengalah juga.
Demi Cinta katanya.
That’s Friends are for  menurut Jay, karna Dicky memohon dan terkabulkan olehnya.
Dicky duduk tenang di tenda kemahnya, Sunset tenggelam di sana dan kilaunya mengusik mata.
Nania datang dan duduk disamping Dicky secara spontan, tentu saja itu membuat Dicky tertegun.
“Kau ini ,..” keluhnya, dan gadis itu hanya tertawa.
“Aku rindu Danau Hijau” ujar Nania
Dicky menoleh, Ia memegangi lembaran pamphlet tentang daerah kunjungan di Hutan Tropis.
“Aku rasa disekitar sini juga ada danau”
“Benarkah ? tahu dari mana ?” Nania mengeryit.
“Kertas Pamphlet” Ujar Dicky sembari melayangkan kertas ke arah Nania. gadis itu Nampak antusias.
“Bisakah kita ke danau ?” Nania sedikit memohon.
“Kenapa tidak bisa, ayo kita cari dimana danau dari kertas phamplet ini” Dicky berdiri sembari menarik lengan Nania. Ia membawanya berlari ke selatan.
ada peta kecil di balik kertas Phamplet itu, cukup membantu.
Dicky memimpin arah, Nania mengikuti saja dari belakang, semak – semak belukar makin mengusik kaki-nya.
mereka berjalan sedikit berlari, dan sudah sangat jauh dari camp atau tenda kemah belakang.
Namun, tetap saja Dicky optimis bisa menemukan Danau-nya walau.. mungkin saja mereka sudah tersesat.
“Apa Kau yakin ini jalan_nya ?” Nania sibuk menggaruk lengan-nya, nyamuk nyamuk hutan sedang menikmati darahnya. anneh karna nyamuk di hutan tropis terlihat seperti memiliki mesin turbo, mereka memiliki banyak teman untuk menyerbu gadis berkaos lengan pendek.
“Kau kenapa ?” Dicky menoleh, Ia sadar gadisnya jenuh, mereka berjalan sejauh ini namun, yang terlihat hanyalah hutan dan semak belukar.
tanpa ada tanda tanda Danau sama sekali.
“Nyamuk menggigitku dan aku tidak melihat apapun, hanya ada hamparan semak belukar, Aku takut Kita tersesat” keluh Nania, Dicky menghampiri, senyuman nya terlihat menenangkan.
“Takut apa ? ada Aku, jangan takut” Dicky mendekapnya.
Nania diam, Ia sadar telah membuat keduanya masuk ke dalam hutan karna keinginan_nya sendiri.
ingin melihat danau _lah, dan akhirnya jadi seperti ini kan.
“Apa Kau tidak percaya padaku, Nania ?”
Gadis itu menghirup nafas_nya, dalam pelukan hangat yang akan menetralkan hatinya dari rasa takut.
“Aku tidak bilang begitu” keluhnya.
Dicky tersenyum hangat, Nania mendongak-kan kepalanya
untuk menatap wajah utuh yang memeluknya.
“Percayalah, Kita akan menemukan danau_nya” ujar Dicky, Nania diam, Ia melepaskan pelukannya. Dicky kembali berkutat dengan peta kecil dibalik phamplet yang di genggamnya.
Nania agak tenang saat telinganya mendeteksi suara air berdebur. Ia menoleh di mana Dicky berdiri di atas kayu tumbang.
“Disana Danaunya, Nania” tunjuk Dicky
Nania tersenyum
“Benar ! Kita menemukannya” teriak Dicky lagi, keduanya berlari tak sabar ke arah di mana Danau berada.
Air yang jernih dengan 3 buah tangga papan yang melintang, di atasnya ada panggung kecil.
Dicky berlari ke tengah danau di mana panggung kecil itu berada. Nania berteriak teriak kesenangan.
“Aku di Danau ! Danau ! Danau !” ujar nya.
Dicky tertawa, kelelahan mendera, keduanya langsung tumbang, duduk di atas panggung, membiarkan kedua kakinya menyelam di dalam air.
“ahkk,.. Aku lelah sekali”
“Aku ingin mengatakan hal yang sama. Tapi, Kau sudah deluan mengatakannya” keluh Nania, Dicky mengobrak abrik rambut gadisnya.
Nania mengerang “Arrgggffhh” Ia harus menyilahkan beberapa rambut liar yang melintang di wajahnya ke balik telinga, karna ulah Dicky.
“Lebih indah dari pada yang di Phamplet”
“that’s right !” Dicky berkomentar.
kilau sunset berpijar cahayanya, orange semu di musim panas terlihat mengaggumkan. menikmati dari Danau seperti ini adalah pilihan yang terbaik.
karna cahayanya terpantul – pantul ke berbagai sisi.
Nania berbaring di atas panggung, kakinya masih dibiarkan menjelajahi air dibawahnya.
“Aku suka Danau”
Dicky menoleh, meregangkan lengannya lalu berbaring di samping Nania.
“Aku suka semua hal yang kau sukai” ujarnya
“Kau merayu ku ?” Nania mengeryit.
Dicky tertawa ringan, tawa dengan senyuman yang memukau, senyuman yang menenangkan dan senyuman yang memikat Nania.
“Apa Kau pernah berpikir untuk menyukai seseorang sebelumnya ?” tanya Nania
Dicky menoleh ke arahnya, Nania menerawang kosong di antara awan awan yang terbias sinar Sunset.
perfect scenary.
“Nggak, it’s first time denganmu Nania” jawabnya.
Gadis itu spontan menoleh.
“Kau sama denganku, Aku juga nggak pernah berpikir untuk menjalin hubungan dengan seseorang sebelumnya, it’s first time dengan mu Dicky”
“menjalin hubungan ? kau mengubah kalimatnya” potong Dicky. Nania mengeryit.
“Kenapa tidak bilang menyukai ? jadi, Apa kau tidak menyukai_ku, Nania ?” Dicky menatap dengan sinar matanya yang Nampak meredup.
“Aku harus jawab apa ?” Nania balik menanyai.
“Untuk apa jika Aku yang akhirnya mendengar kalimat yang ingin ku dengarkan. namun bukan kalimat yang ingin kau ucapkan ? itu kan hal bodoh” tukas Dicky.
Nania membuyarkan lamunannya, karna sadar jika seseorang di antaranya terluka.
“Aku bukannya tidak menyukaimu, hanya saja Aku tidak mengerti. kenapa Aku tidak ingin mengatakannya” ujar Nania
Dicky membuang nafas kesal.
“Aku pikir Kau telah menyukai_ku, layaknya Aku menyukaimu”
Nania tak berkomentar.
beberapa menit keduanya bungkam, satwa liar melintas di udara, angin Danau sangat sejuk di ujung Sunset.
“Andai kau bisa berjanji ?” tanya Nania,
Dicky menoleh, “Tentang apa ?”
“Tentang Kita” aku- Nania.
Dicky diam.
“Bisakah Kau terus bersamaku, selamanya ?” tanya Nania lagi. cowok itu menghirup udara senja sebanyak yang Ia mampu seakan Ia nggak punya waktu untuk menghirup udara senja lagi.
“Selamanya untuk menyukaimu aku bisa. Tapi, untuk terus bersamamu, itu di luar kemampuanku” Ujar Dicky.
Nania spontan menoleh, batinnya mendadak sesak mendengar kalimat yang Dicky sodorkan.
“Kenapa ?” Nania Nampak khawatir.
“kematian ? bagaimana jika dipisahkan dengan kematian ?” tawar Dicky, Nania menggeleng.
“Jangan menyebut kematian sebagai faktor” kecamnya
Dicky tertawa ringan.
“Semua orang akan kesana kan ?”
Nania menggeleng lagi
“Bagaimana jika Aku minta Kau nggak boleh mati, apa kau bisa berjanji untuk nggak mati ?” tatapnya.
Dicky tersenyum dalam, Ia memegangi wajah gadisnya lalu memperhatikannya dengan seksama.
“Dalam mencintai, nggak ada perjanjian untuk hidup lebih lama, Nania. nggak ada perjanjian seperti itu” ujar Dicky, masih melekat senyuman hangatnya yang menengkan untuk di tatap.
Nania membawa khayalannya terbang.
“Begitu kah ? takdir sangatlah kejam” Nania mengeluh.
“Tidak ada takdir yang kejam, Nania sayangku. hidup itu adalah pilihan, sebanyak kita mampu memilih yang terindah. tapi, takdir yang menentukan mana yang akhirnya terbaik. Kau paham ?” ujar Dicky lagi.
Nania mengangguk.
kakinya mulai dingin, sebelum malam mulai menghilangkan cahaya, sebelum gelap dapat menghapus jejak pulang ke perkemahan dan sebelum terlalu banyak nyamuk datang memegang turbo, keduanya memilih pulang. Nania menggenggam erat jemari tangan orang itu, orang yang sangat menyayanginya. orang yang akan selalu berada untuknya. Gadis itu tersenyum, memandangi rerumputan yang ditumbangkan Dicky menggunakan kayu, untuk jalan lewat Nania.
handphone di kantong celananya bergetar.

Dad
     Calling

“Yeah Dad ? I’m Fine,… sure, Miss you too. disini sangatlah menyenangkan Dad, I know, ok, Call You Later, See you bye” tutup Nania, Ia tahu betapa Dad mencintainya dengan begitu banyak, adalah hal yang wajar jika Dad lah yang pada akhirnya menelpon, bukan nya Mom.
Dicky terbiasa dengan pikirannya sendiri, membagi senyuman layaknya  ia tahu itu adalah hal terbaik dari dirinya.



And This Story begin
***
Rahel beralih ke kamar mandi, sesaat Mom memarahinya karna menemukan Rahel belum juga mandi, bahkan disaat jam sore sudah nyaris ke jam malam.
“Baru pulang memanah, ya ?” tegur Nania di belakangnya, Rahel terkesibak, Ia paham betul suara sista_nya.
Rahel tertegun mendapati wajah Nania yang ternyata telah benar – benar selesai mengikuti Camp.
“Kapan sista pulang ? bagaimana dengan Camp ?” beribu rentetan pertanyaan lain sudah siap menunggu untuk menyerbu, setelah Nania akan menjawab pertanyaan awal seperti ini.
“Beberapa menit yang lalu, Camp berjalan lancar dalam 2 minggu kemarin. jadi, disinilah Aku sekarang” ujarnya.
“Aku sangat merindukanmu” peluk Rahel, membuat Nania kesulitan bernafas karna terlalu erat.
Nania terbatuk batuk menahan nafas.
“Aku nggak bisa nafas, Rahela” keluhnya.
Rahel mendadak sadar jika, Nania tergolong orang berfisik lemah, berbeda sekali dengan dirinya yang macho. begitu Rahel menyebut dirinya.
“Maaf” Rahel melepas pelukannya.
“Apa kau sudah selesai mandi Rahel ?” teriak Mom dari dapur, tempat favoritnya dirumah.
Rahel meringis.
“Sista, Kita bicaranya nanti saja ya ? Aku harus mandi” Ia berlalu ke arah kamar mandi. Nania tertawa melihat tingkah adiknya yang setengah waras itu.
Camp musim panas berakhir hari minggu kemarin, semua hal berjalan lancar bagi Nania, Ia bisa menghabiskan sedikit - sedikit waktu lebih sering, untuk bersama Dicky.
Nania merebahkan badannya ke bagian yang paling di sukainya, Springbed dengan bedcover yang tebal.
rasa lelah yang menyerbu mendadak membuatnya terlelap. Nania melewatkan makan malam, Ia ketiduran.
Dan saat Mom hendak memanggilnya untuk makan malam, hanyalah Nania yang sedang larut dalam mimpi, yang Mom temui.
Mom kembali menutup pintu kamarnya, Rahel menyerbu.
“Nania kenapa Mom ?” tatapnya
“Jangan dulu kau ganggu Dia, kakakmu itu tertidur, Sepertinya Ia kelelahan. biarkan Dia tidur Rahel” pinta Mom. Rahel memanyunkan bibirnya.
“Siapa juga yang mau ganggu, Mom terlalu berpikir jahat mengenaiku, Aku hanya ingin ngobrol saja” gerutu Rahel yang kemudian membuka pintu kamar Nania untuk masuk ke dalamnya, Mom menggeret Rahel keluar.
“Rahel, Mom bilang biarkan sista_mu tidur Ia kelelahan, Kalian bisa ngobrol besok setelah Ia bangun, mengerti ?” kecam Mom, dengan bulir mata yang di tinggi tinggikan.
Rahel kesal.
“hu hu hu … baiklah baiklah Mom” ujarnya merendah.
keduanya ke bawah, menemui Dad untuk makan malam.
Dad sibuk dengan wine_nya yang berumur 50 tahun. Ia mendapatkannya dari GrandPha beberapa tempo yang lalu sebelum musim panas. dari pada meminumnya, Dad lebih memilih untuk mengelus – elus botolnya saja, berhubung wine berumur seperti itu, sangatlah sulit di temui di belahan dunia ini.
“Mana Nania ? Dia tidak makan malam ?” tatap Dad, Ia melepas botol wine-nya ke lemari pajang pemisah dapur dengan ruang makan.
“Ia tertidur, sepertinya Ia kelelahan Dad” Mom duduk didepannya.
“Iya, biarkan saja Dia beristirahat, Dia pasti sangat lelah, dengan semua kegiatan Camp dan perjalanan pulang yang jauh” ujar Dad dan akhirnya makan malam dimulai tanpa Nania.
gadis itu terbaring lemas di kamarnya, selama Camp, Nania memang tidak bisa tidur nyenyak.
saat bangun pagi Dia harus menyiapkan sarapan peserta dan panitia, karna itu tugas kelas 12 Elishabet.
saat siang maka pasti selalu di isi oleh kegiatan, mengenali hutan, mereboisasi atau apapun yang lain.
saat malam pun acara taman, Game dari panitia, tugas membuat Tea dan berakhir saat jam 12 malam.
besoknya seperti itu lagi, Ia sangat menikmatinya namun, ternyata fisiknya tidak terima diperlakukan seenaknya oleh Nania, sehingga disinilah Ia sekarang.
Dikamar tidurnya, terbaring dengan begitu lelapnya.

~~~

“jam berapa ini ?” keluh Nania, Ia tertidur dari jam 5 sore, dan terbangun di jam 2 malam. selanjutnya yang dirasakan olehnya hanyalah lapar yang tiba – tiba melanda.
berhubung Nania tidak makan malam, Ia bangun mencuci wajahnya di kran kamar mandi.
langkah gontainya membawa Nania ke ruang makan, membuka lemari dan kulkas.
jemarinya menjamah susu kotak dingin, Ia meneguknya sampai nyaris tak bersisa, lalu mengembalikannya ke dalam kulkas kembali.
suara usuk bising meminta perhatiannya di ruang tengah, Nania berlalu mendapati Dad yang masih menonton FootBall di sana, bersama denga popcorn_nya yang sudah dingin.
“Dad ?” tegur Nania, Ia memilih untuk menghampirinya.
Dad menoleh.
“Ya ? Kau sudah bangun ?” tatap Dad.
Nania mengangguk, Ia duduk di sofa samping Dad, sembari memarkir kepalanya di lengan.
“Masih suka menonton bola kaki juga ?” tanyanya.
“Hanya karna Dad nggak bisa main bola kaki, bukan berarti Dad nggak suka menontonnya kan ?” ujar Dad, diselingi tawa Nania.
“Dad hanya bisa main tennis, karna itu permainan favorit Mom” ujarnya lagi. Nania tersenyum
“Apa karna Dad terlalu menyukai Mom, sampai Dad akhirnya hanya menyukai yang Mom sukai ?” tatap Nania penasaran, beberapa kalimat Dicky memang agak sulit di kenali maksudnya, jadi Nania mencoba untuk mendapatkan referensi dari Dad.
“Bisa jadi karna itu, rasanya terhipnotis” jawab Dad tertawa.
“Hey, kenapa anak Dad yang manja ini, bertanya hal – hal seperti itu ?” lanjutnya. Nania malu, Ia merundukan kepalanya, lampu di rumah mati, ruangan agak gelap dan hanya ada lampu dari Televisi yang Dad nyalakan.
berhubung betapa pihak lingkungan hidup sangat menggebor – geborkan untuk menghemat listrik demi kelangsungan hidup bumi.
“Dad dan Mom sangat erat, kalian tidak pernah terlihat berantem, beda dengan orang tua teman – temanku” kilah Nania memindahkan topik.
“Dad dan Mom bukan nggak pernah berantem, kami bahkan berantem tiap hari”
Nania terkesibak “Benarkah ? kenapa bisa ?” tatapnya khawatir, kalimat Dad terdengar lebih dasyat dari pada bom atom, mendengungkan isi otak Nania.
“beberapa kesalah pahaman, namun tak ada perkelahian yang cukup berarti , jadi itu hanya proses pendewasaan saja”
jawab Dad santai.
“Proses pendewasaan ?” ulang Nania
Dad mengangguk
“untuk lebih senyawa dengan  orang itu, maka berantem itu lumayan perlu, agar dikenali pribadinya, sosok seperti apa dia sebenarnya”
gantian Nania yang mengangguk mendengar penuturan Dad.
Football mencetak angka.
Dad mengacungkan kepalan tangannya.
“Goooolll !!” ujarnya gemas, ternyata walaupun sibuk melayangkan jawaban ke Nania, Dad masih sempat sempatnya menikmati football dengan seksama.
Nania tertegun lalu memandangi televisi.
“iya ! Gol Dad, apa itu tim pilihanmu ?” tatap Nania
“mereka hebatkan ? Dad nggak salah pilih tim” jawabnya dengan tawa yang bangga.
Nania menggeleng gelengkan kepalanya.
Dad memang terkadang bisa terlihat seperti anak kecil dan juga bisa menjadi seseorang yang sangat di panuti, yeah.. itulah Dad, Dad yang begitu perhatian.
“ini perlu perayaan Nania” tawarnya yang kemudian berlalu ke dapur, menjamah sebotol wine, wine yang berumur 50 tahun, wine yang sangat disayangnya, wine pemberian GranPha.
Nania menggeserkan arah duduknya, memperhatikan Dad yang membuka tutup Wine.
“Kau berniat ?” tatap Dad, Nania menggeleng.
“Itukan Wine berharga milik Dad dari Grandpha” tolak Nania, namun, Dad tetap menuangkannya setengah gelas kaca, lalu menawarkannya pada Nania.
gadis itu tertegun.
“It’s okay my Young Lady” Dad tersenyum
“Tanpa perayaan apapun ? rugi sekali Dad” keluh Nania
“Siapa bilang tanpa perayaan apapun ?” tatap Dad, wajahnya Nampak serius, Ia menyimpan rona bahagia, Nania mulai menyadarinya.
“Jadi ?” Nania mulai curiga
“Yeah, anggap saja ini perayaan kita karna akan menetap dirumah ini selamanya” Dad datar.
“Oh” tutup Nania,
Lalu Ia tersadar jika apa yang di ucapkan oleh Dad adalah sebuah berita besar, Nania spontan tertegun.
“Apa ? apa yang Dad baru katakan ?” Nania menatap penuh, Ia merasa mendengar trompet kemerdekaan dari preappare dan introduce.
“ha ha, benar Nania Young Lady_ Dad, ini rumah kita untuk selamanya, ini terakhir kali Dad moving proyek” ujar Dad meyakinkan.
Nania tak dapat menjelaskan perasaan apa yang ada dalam hatinya, Ia benar – benar syok, Ia sangat bahagia, betapa selama ini hidup terasa sangat menyiksa karna pekerjaan Dad yang berpindah – pindah.
Thanks Dad, Nania Love Dad so much” Ia mendekap erat, Dad tertawa melihat anaknya se semangat itu.
Nania meraih gelas kaca wine _nya,
Toch ?” pintanya
Dad mengangguk, mereka bersulang dengan wine kesayangan Dad yang nyaris terpikir, akan di museum_kan.
Nania tertawa.
“Akhirnya, Nania bisa juga hidup tenang, tanpa perpindahan lagi” Ia melirik Dad, Dad sibuk dengan remote control televisi.
Nania bersyukur seribu kali mengingat jika Ia maybe akan terus bisa dekat dengan Dicky di Duce Town, selama mereka bisa menjalin hubungan yang baik.
“Kita akan merayakannya dengan BarbaeQu taman, untuk merayakan perpindahan terakhir kita” terang Dad.
“Benarkah ?” tatap Nania, Ia merasa hidupnya Nampak begitu sempurna di umur 17 ini, segalanya mendadak memberi pengecualian untuk berbahagia.
Dad mengangguk.
“Bolehkah Aku mengundang teman ku ?” tanya Nania.
“Tentu saja, lebih ramai, maka akan jauh lebih menyenangkan”
Nania mengangguk setuju.
“Tunggu, teman ? Young lady punya teman ?” Dad antusias. Ia mengikuti pertumbuhan kedua putrinya, dan Nania adalah seseorang yang sangat sulit bergaul.
Nania memandang sinis ke wajah Dad yang penasaran.
“Why not ? memangnya Aku bukan seseorang yang bisa mendapatkan teman ? jangan bilang Dad berpikir begitu mengenaiku !?” Ia sedikit sensitive bila kepribadiannya disalahkan.
“Ahk, Tidak.. hanya ingin tahu saja kalau teman Nania itu yang mana, undang saja mereka, akan lebih baik jika ramai” Dad mencari letak alasannya, Nania memasang senyuman lebar, Ia mengayun gelas kaca wine_nya.
Toch ?” tawar Dad
Nania tertawa, lalu keduanya bersulang.
“Nania sayang Dad” ujarnya,
Dad beralih
“Dad juga Young Lady. jadi, berjanjilah untuk menjadi anak yang patuh pada Dad”
Nania mengangguk
“Jika di dunia ini ada dua pilihan hati dalam benak Nania, dengarkan apa yang Dad katakan, Nania paham ?” lanjut Dad lagi, Nania mengangguk.
“Nania tahu, Dad” Ia merangkul lengan Dad_nya, menyandarkan keluh anak kecil pada Dad, membiarkan lamunan masa kecil kembali terurai olehnya.
saat Dad memutuskan untuk tetap menikmati tontonan bola di televisi yang di ON kan olehnya, Nania memilih kembali ke dapur mengorek – ngorek Cereals di lemari pendingin, menyiramkannya dengan coolMilk , kemudian memakannya di jendela kamarnya.
“Bintang, Aku suka apa yang dikatakan mengenai rasi _ku. tentangku, tentang Dicky dan tentang Kita. bisakah Aku membuat permohonan ? untuk berbahagia seperti ini dalam waktu yang lama” Nania mendesis lirih, menyeruput susu dari mangkok Cereals_nya.
Dering handphone_ mengganggu pendengaran, Ia meletakannya di ayunan di balkon kamar.
Nania bergegas menjamahnya.

+0221 71 21
calling

Nania tak mengenal phone number yang memanggil, Ia tak berniat mengangkat. Namun, nada dering ternyata cukup mengganggu pendengaran, sangat nggak menyenangkan.
jadi, nggak ada pilihan baginya selain menjawab telp_ tersebut.
 “Hallo …?” ujar Nania.
tak ada suara dari seberang sana,
memaksa Nania mengulang kalimatnya “Hallo ?” tegas Nania, terdengar seseorang terisak dari seberang sana, seseorang yang menelpon Nania namun tak bersuara.
“Jika, tidak menyahut, Aku akan menutup telpon_mu” tadah Nania geram, beberapa detik setelahnya ada suara cowok yang menyahut perlahan, Ia terdengar menyembunyikan tangisnya dari nada suara.
“Aku ..” ujar suara seseorang dari telpon, suaranya agak parau.
Nania antusias pada handphone_nya.
“Kamu sia_” Nania tak berhasil melanjutkan kalimatnya
“Aku ! meskipun Kau tak menganggapku, Aku masih berdiri dijalan yang sama, dimana Kau meninggalkanku..” isak cowok itu lirih, nada suaranya sangat sedih. Nania terdiam, Ia jadi ikut sedih.
cowok itu menangis.
“Aku tak pernah menuntut kalian, kenapa kalian meninggalkan aku sendirian ? apa Aku pernah minta untuk dilahirkan dari kalian ? Aku tak pernah memintanya,…” Ia termenung memegang handphone_nya.
Nania sadar benar jika cowok itu salah menelpon, salah nomor dan nyasar padanya.
beberapa menit terlewat dan cowok itu diam, yang terdengar hanyalah uraian tangisnya yang sangat sedih.
Nania ikut menangis, air matanya keluar begitu saja.
“Dengar, aku tahu kau salah nomor. Tapi, Aku tak akan memarahimu, Aku tak biasa bicara pada orang asing. Tapi, kedengarannya kau sangat sedih. Jadi, teruslah bicara padaku, Aku akan mendengarkanmu, mengeluarkan beban dengan keluhan, kadang bisa membuat mu lebih baik” bisik Nania, Ia menghapus air matanya.
cowok itu menghela nafas panjang lalu, menghembuskannya dengan sangat sedih, seakan bebannya sangatlah berat.
“jangan salahkan aku jika, akhirnya aku tak akan menganggap kalian lagi, Kalian yang mengajarkan kebencian padaku, maafkan aku, karna aku harus membenci kalian…” isak cowok itu lagi, Ia mengulang kata Kalian, dengan intonasi yang sangat menyakitkan.
Nania termenung, menghapus air matanya dan beberapa menit kemudian telponnya mati diseberang sana.
Nania memperhatikan Handphone di genggamannya, disaat Ia berpikir jika Ia sangat bahagia, ternyata itu sangatlah egois.
ada seseorang disana yang menderita, yang tersesak dan nyasar padanya, seseorang yang tangisnya sangatlah sedih.
seseorang yang menyimpan luka dihatinya untuk dirinya sendiri, sampai entah kenapa malah meluapkannya pada Nania.
Nania terdiam beku di penghujung malam, lamunannya mendadak jadi sangat menyendu.
suara cowok nyasar itu terngiang ngiang di telinganya, dengan sangat jelas, jelas – jelas sakit, jelas – jelas menderita dan kejelasan yang ingin di ungkap menjadikannya begitu mistery.



Cry to you
***
Kevin terlalu banyak minum alcohol di sebuah caffe di Rock Street dekat tempat tinggalnya, dimana Ia menetap. Alkohol berbeda dengan wine, sama – sama minuman. Namun, yang namanya SHS tidak seharusnya diperbolehkan berada di Caffe, apalagi meneguk Alcohol sepuasnya.
Kevin depresi berat mengahadapi hidupnya, Ia berjalan dari kediaman orang tuanya, orang tua aslinya yang membuangnya di panti asuhan.
Ia hanya menatap dan mereka sama sekali tak mengenalinya. kehidupan mereka yang makmur.
kehidupan yang tak beralasan, untuk menepikannya dari keluarga asli sampai harus keluarga Dicky yang mengangkatnya menjadi anak.
dan keluarga yang baru seumur 7 tahun disadari hanyalah orang tua angkat saja.
Kevin meneguk gelas nya lagi, Ia tak dapat mendeteksi siapapun di sana, Ia meneguk gelasnya berulang kali.
Ia hanya tahu jika kini kesedihan sedang menerpanya.
hidup sangatlah berat. ketika ternyata orang tua angkatnya, orang tua Dicky juga harus meninggal dikecelakaan itu.
Kevin membuang nafas penuh sesak, nafas yang ditahannya di dalam hati, nafas yang seharusnya sudah berhembus namun kembali ke rongga dada, hal itu adalah sangat menyakitkan.
Air matanya berurai, Ia menekan nomor di handphone_nya,  nomor yang dipikirnya sudah terhafal dengan benar, untuk bisa mendengar suara ibu kandungnya, Kevin kendati menyimpan nomor telp rumah_nya, mendengar suara Ibu kandungnya yang mengangkat dan berhalo – halo sampai bosan dan menutup telp dengan kasar, karna Kevin tak sanggup bersuara.
Kevin meremas handphone_nya berniat melakukan itu lagi. dan telponnya masuk di seberang sana.
“Hallo …?”
suara seseorang dari seberang sana, Kevin menangis, Ia telah benar – benar mabuk sampai tidak sadar jika nomor yang di hubunginya bukan nomor telp rumah milik Ibu kandungnya.
Ia tak bisa mendeteksi apapun, Ia bahkan tak dapat menetralizir air matanya.
“Hallo …?”
suara perempuan itu terdengar menadah dengan kasar, Kevin kembali meneguk gelasnya, Ia pusing. Namun, Ia tahu jika Ia masih bisa berbicara.
“Jika, tidak menyahut, Aku akan menutup telpon_mu” Kevin menghentikan suara tangisnya sebisa mungkin untuk dapat menyahut.
“Aku ..” jawab Kevin parau, Ia tak dapat mengendalikan pikirannya untuk sadar, dalam keadaan mabuk dengan tegukan alcohol yang entah sudah berapa gelas di teguknya.
“Kamu sia_” Kevin segera memotong saat mendengar suara dari seberang sana, rasa perih di hatinya yang mendorong keinginan itu.
“Aku ! meskipun Kau tak menganggapku, Aku masih berdiri dijalan yang sama, dimana Kau meninggalkanku..” tadah Kevin, Ia terisak pilu di dalam caffe yang sunyi, di jam dua malam seperti saat ini, Ia yakin tangisnya dapat terdengar.
“Aku tak pernah menuntut kalian, kenapa kalian meninggalkan aku sendirian ? apa Aku pernah minta untuk dilahirkan dari kalian ? Aku tak pernah memintanya,…” lanjut Kevin lagi, Ia tak mendengar apapun dari telponnya, Ia meneguk segelas alcohol lagi, Ia tak sadar dengan segala hal yang di ucapkannya.
Kevin menangis, sampai apa pun yang dikatakan perempuan itu di telpon juga tak dapat di dengarnya.
Kevin mengangkat wajahnya yang lemas dari atas meja dalam caffe, Ia mabuk berat dengan sekian gelas teguk alcohol sendirian.
“jangan salahkan aku jika, akhirnya aku tak akan menganggap kalian lagi, Kalian yang mengajarkan kebencian padaku, maafkan aku, karna aku harus membenci kalian…” isaknya lirih, Kevin selesai berujar karna pulsa handphone_nya telah habis, Ia tak dapat menahan pusing kepalanya yang terasa melayang, Kevin tumbang di atas meja, Ia tertidur lemas di dalam Caffe.
Kevin menyimpan perih hatinya untuknya sendiri, dipikirnya Ia telah mengeluh pada Ibu kandungnya yang telah tega membuangnya, karna begitu sering Ia mencoba menelpon, dan telah menghafal benar nomor telpon rumahnya.
Kevin tak pernah berpikir jika dalam keadaan mabuk Ia akan melakukan hal itu, sampai akhirnya bukan Ibu kandungnya yang telah di telpon.
Kevin tertidur tak berdaya  akibat alcohol yang diteguknya, membiarkan mimpi menelanjangi halusinasi yang teranut, dalam – dalam, gelap, sunyi & sepi, seakan  itu akan menjadi wajar nantinya.

~~~

“Nania, kenapa Kau tak beranjak ? Dicky sudah sedari tadi menunggumu di atap sekolah” tegur Ashela, membuyarkan khayalan Nania.
Ia berada dalam kelas, membayangkan suara cowok semalam yang nyasar menelponnya.
Nania tertegun begitu ingat janjinya di atap sekolah dengan Dicky saat jam istirahat.
Nania bergegas, Ia berlari sampai menabrak Ashela di pintu. Ashela terhuyung – huyung mengendalikan diri.
“Hahg, dassar Nania, Dia kenapa sih ?” gerutu Ashela tak mengerti.
ujung kaki Nania tak terlihat lagi, Ia tergesa – gesa dengan nafas yang memburu, menapaki tangga ke lantai tiga, tepat di atap sekolah.
Nania tersenyum, masih mendapati Dicky menunggunya disana. Ia terdiam di ujung tangga, Dicky menatap ke sekelilingnya, menunggu adalah hal paling membosankan. dan jika telat 15 menit Ia masih disana itu artinya Ia sedang berkorban. Nania menetralisir letihnya berlari, Ia terdiam menatap Dicky.
 “Dicky” tegurnya
Dicky menoleh, menatapnya heran tanpa ekspresi.
Nania mendekat, “maaf Aku lupa menemuimu”
“Kau lupa telah berjanji padaku, untuk bertemu di sini, maksudmu begitu, Nania ?” tadah Dicky tanpa ekspresi yang spesifik.
“Bu.. Bukand begitu, Aku kan sudah minta maaf, apa kau marah ?” Nania mendekat, Ia berdiri tepat di hadapannya.
Dicky diam.
“Cium aku” ujarnya dingin.
Nania tertegun “Ha ?”
Dicky melirik sadis, “Aku tidak minta Ha, Aku minta di cium” kecamnya, Nania merunduk seolah Ia takut dengan segala kesalahan tersengaja untuk melupakan janji .
Dicky melirik sepintas lalu, memasang wajahnya di hadapan Nania, Gadis itu meringis tawa ringan.
“Dicky .. ini disekolah, Aku tak bisa” tolak Nania.
Dicky memundurkan wajahnya dengan gahar,
Nania tersenyum lalu Dicky mengecup bibirnya spontan.
Nania terdiam di atap sekolah, Dicky menatapnya lalu tersenyum puas.
“Karna kau tidak bisa, jadi aku yang mewakili, ya sudah.. bel sudah berbunyi, pelajaran kedua akan segera di isi pengajar muda, AKu pergi dulu ya ? dah..” Dicky berlalu meninggalkan Nania di atap sekolah. Ia mengayunkan tangannya pada Nania. Gadis itu tertegun.
Ia memegang bibirnya yang di kecup Dicky. sembari memperhatikan sekitar, berharap kelakuan Dicky tadi tak di lihat pihak sekolah, karna di sekolah mereka terlalu banyak reporter, apalagi Dicky peraih gelar photograp terbaik musim kemarin.
itu cukup menkhawatirkan untuk jadi gossip sekolah,
cukup memalukan, ketahuan pacaran di sekolah.
Disini banyak Paparazi, mereka terselubung layaknya dementor. Nania mengejar dari belakang.
“Dicky tunggu ! jangan tinggalkan Aku sendirian” Nania berlari, Dicky berbalik lalu tersenyum.
Nania merekatkan jemarinya sampai keduanya bergenggaman, menautkan kedua tangan seperti gurita yang tak bisa lepas.
“Kerumahku nanti malam” tawar Nania
“Begitu kau merindukanku ?” tatap Dicky, Ia memainkan matanya, bergantian lalu tersenyum polos.
“Eih, bukan begitu, Dad akan merayakan perpindahan terakhir kita di Duce Town dengan BarbQue” Nania menjelaskan.
Dicky meringis “Oh..”
“Jadi, benarkah kalian nggak akan pindah lagi nantinya ?” lanjut Dicky, Nania mengangguk.
“Apa kau mengkhawatirkan hal itu ?” tatap Nania dramatis.
“Nggak, hanya ingin bertanya saja” kilahnya sok cuek, Nania mencubit lengannya.
Dicky meringkik kesakitan.
“Mengaku saja padaku, Kau khawatir Aku meninggalkanmu kan ?” tegas Nania, Dicky tertawa.
“Kau memaksa ku mengaku, baiklah jika itu maumu Nania, Iya Aku sedikit mengkhawatirkan hal itu” Jawabnya.
Nania tersenyum puas.
“Kau ini sangat arogan !” ketus Dicky, Nania spontan menoleh. “Apa katamu ?” Nania melirik sadis.
“Eih, Bukan apa – apa, Kau ini sangat lembut” kilah Dicky, Nania mencubit kedua belah pipi Dicky dengan gemasnya.
“Kau pikir aku bisa di bohongi, anak nakal ? aku mendengarmu” tukas Nania, Dicky bingung menghadapi kedua tangan Nania yang menjadikan wajahnya sebagai adonan. Nania meremas wajahnya segemas – gemasnya.
dan yang dilakukan Dicky hanyalah pasrah dengan wajah memelas yang di mainkan Nania.
“Nania, tolong..” pintanya, Nania melepas kedua tangannya dari wajah Dicky lalu tersenyum semanis – manis nya tanpa merasa bersalah.
“AKu di depan Elishabet 12, masuklah ke Williams 12 ka’ Dicky ujar Nania sedikit menyindir, dengan memberikan penekanan dikalimat terakhir. karna di sekolah ini anak gadis kelas 7 sampai 11 selalu menyebut Dicky begitu dengan mesranya. Ka’ Dicky . kadang itu sedikit banyak membuat makan hati.
“Nania, jangan mengusikku begitu, apa begitu caramu cemburu padaku ?” ujar Dicky di barengi senyuman penuhnya.
Nania melirik sadis.
“Aku tidak cemburu ! Aku hanya menyesuaikan diri saja, karna sepertinya kau sangat menikmati ketenaran mu dimata para gadis – gadis” kenang Nania. Dicky meliriknya penuh tawa.
Nania mengeryit heran
“Kenapa memandangku seperti itu ?” tadahnya
“Aku hanya menyesuaikan diri saja, karna sepertinya aku sangat menikmati kecemburuanmu tentangku di antara pasang mata para gadis – gadis” aku Dicky, ia menggunakan kalimat yang kurang lebihnya, hampir sesuai dengan kalimat Nania.
Nania tersenyum, Ia sadar jika Dicky hanya sednag memenangkan hatinya sendiri.
“Pergilah, Kau sudah lambat di kelas kedua” ujar Nania, Ia mundur perlahan dengan wajah ceria.
“Aku ingin melihatmu masuk kelas” kejar Dicky
“Aku sudah di depan kelasku, aku pasti akan masuk, Dicky”
Dicky tetap diam, Ia menggeleng.
“Hanya untuk memastikanmu nggak sedang berniat kabur dari kelas kedua saja” ujar Dicky lagi.
Nania tertawa ringan
“Yang benar saja, baiklah.. Aku akan masuk, kau begitu repotnya” keluh Nania. Dicky menggangguk membenarkan.
“Benar, begitu repotnya menyukaimu” tutup Dicky, kemudian berlari mundur, meninggalkan Nania di ambang pintu Elishabet 12.
Nania mengembangkan uraian senyumnya yang makin bermekaran.
Dia yang pertama dan Ia akan selalu yang terindah, kecamnya dalam hati.

~~~

Beberapa perlengkapan yang Dad sediakan untuk BarbQue malam nanti sebenarnya sudah lengkap, hanya saja Mom adalah orang paling sibuk yang tanpa alasan.
Ia harus memilih satu botol saus tomat yang paling baik di pasar traditional, dengan menanyai seluruh pedagang sepasar terlebih dahulu.
Rahel yang mengantar dan Ia paling benci yang namanya ke pasar dengan Mom, karna Mom ngggak akan pernah mau belanja di Supermarket, dengan segala penjelasan panjang lebar tentang tengkulak yang menyebabkan Rahel menyerah, dan membiarkan Mom ke pasar traditional, dengan konsekwensi yang tersebut diatas.
yakni menjelajahi seluruh pasar hanya untuk mendapatkan saus tomat rumahan dengan kualitas paling baik.
oh my god, killing me inside.. keluh Rahel dalam hati.
Mom terlihat sebaliknya,
Ia sangat bersemangat.
“Bawa ini Rahel” Mom menyerahkan sebuah kiwi ke arahnya
Namun, Mom sama sekali tak dapat menemukan anaknya di belakang.
Mom terkesibak, Ia berpikir Rahel hilang di pasar Traditional, berhubung yang namanya pasar, semuanya rata – rata nggak sepi, banyak lorong dan orang asing berlalu lalang.
“Apa Rahel di culik ?” pikir Mom histeris.
Anak gadis seperti Rahel yang macho itu, mana ada yang mau menculiknya. kecuali untuk perayaan surprise hidup tentunya.
Rahel duduk di bangku penjual es limun. Ia menggunakan topinya untuk mengipas diri, meminta angin untuk meneduhkan kelelahan yang di deranya selama di pasar traditional dengan Mom.
“woy, Es satu !!” tadahnya.
“Iya, tunggu sebentar ya”
“Cepat ! sebelum saya mati kehausan”
“Iya iya” penjual es limun Nampak ngeri di gertak gertak Rahel. Mom datang membawa kiwi lalu membantingnya di pangkuan Rahel.
Ia terkejut.
“Ha ?” tatapnya
“Ha ? apa ?! kau benar – benar ingin membunuh Mom ya ?”
“Aku kenapa ?” tatap Rahel tanpa dosa.
“Mom mencarimu, anak nakal” keluh Mom menjewer telinganya, Rahel meringkik kesakitan.
“Aw, Mom hentikan.. ini tempat umum” Rahel mengerang.
Mom tetap menjewernya.
“Aku haus, memangnya Mom mau jika Aku mati di pasar traditional karna kehausan ? itukan memalukan !!” lanjut Rahel. Ia menahan pedisnya jeweran Mom yang melegenda itu. Hoah ! layaknya matahari nggak mau berkonsekwensi.
“Biarkan saja, daripada Kau mati karna diculik” keluh Mom menekan kalimat khawatirnya.
“Rahel ? itu kau ?” tatap cowok yang melintas di depannya, Rahel yang sementara menanggung jeweran Mom seketika lagsung menoleh.
“Senior Kevin ?” Rahel terkesibak. Kevin tersenyum.
“Kau sedang apa ?” tatapnya tertawa.
“Mom, lepaskan !” tadah Rahel lalu tersenyum malu, malu jika Ia masih sering di jewer Mom, di tempat umum lagi.
“Aku ? biasa.. Mom dan Aku suka bercanda” kilah Rahel tertawa – tawa basi. Mom menahan muak tawa di perutnya mendengar Rahel menutupi malu.
“Senior sedang apa ?”
“Oh, Aku sedang mencari kepiting segar, untuk Pasta” terangnya, Rahel terpikir beberapa kalimatnya yang belum tersampaikan pada Nania mengenai Kevin.
“Sebentar malam ke rumah ya ? Kita ada BarbQue dibelakang rumah, bawa saja sekalian kepiting yang Senior beli, untuk sekalian Dinner dirumahku, kan.. he he” tawar Rahel, meski bahasa mengajaknya rada anneh.
mana ada tuan rumah mengajak makan malam tapi, tamu_nya disuruh bawa perlengkapan masak.
yang benar saja, Mom tertawa.
“yah, nak Kevin, Mom tunggu di rumah untuk BarbQue malam nanti” tawar Mom jauh lebih sopan ketimbang Rahel.
“Wah, kedengarannya menyenangkan. Jika aku sempat, pasti akan kesana tante” Ujar Kevin tersenyum.
Rahel sudah membayangkan bagaimana pertemuan Antara sistanya Nania dengan senior Kevin.
angan – angan untuk menjembatani keduanya, mudah – mudahan saja Nania bisa memberi kesempatan, berhubung betapa burunknya menyia – nyiakan kebaikan orang baik setampan senior Kevin.
Rahel tersenyum menatap Mom_nya.



Which one ?
***
Malam mulai menampakan sisi gelapnya, Ashela telah berada di rumah Nania membantu menyiapkan Cola di atas meja, mereka di belakang rumah,di depan Danau Hijau.
Mom memutar Romance versi Guitar Endless Love di type, suara merdunya terpantul di permukaan air Danau, Ia mendapati Dad di dekat pembakaran Steak. lalu menggeretnya untuk berdansa layaknya Romeo &  Juliet.
Nania tersenyum melihat tingkah kedua orang tuanya yang super makmur. Ashela mengeryit bingung.
“Apa orang Tuamu selalu semesra itu ?” liriknya.
Nania mengangguk
“Yeah, harap dimaklumi saja Shel” Nania tersenyum mengiringi kalimatnya.
Ashela Nampak antusias.
“Wah, sangat menyenangkan berada di tengah tengah keluargamu, sayangnya keluarga ku sangat jarang berkomunikasi”
“Kenapa bisa ?” Nania menatap
“Kami termasuk keluarga yang sangat kaku” terang Ashela
“maaf, Aku nggak bermaksud menanyai agar kau mengurai”
“it’s okay beibh, Aku hanya harus menjalaninya saja” ujar Ashela menenangkan hatinya.
“Baiklah, Jadi bagaimana Lee ?”
“Aku mengundangnya kemari, apa tidak masalah, Nania ?”
“Bagus, semakin ramai maka, lebih baik” ujar Nania.
Ashela mengangguk senang,
Maybe, Ashela sudah selesai dengan pengenalan dan memulai tur cinta pertamanya dengan sungHa Jung ala Duce Town, yakni Lee.
Nania berlalu, “Aku akan mengambil pisau makan” pamitnya
Ashela mengangguk, Ia terima di tinggal sendirian namun, kemudian Rahel menghampirinya.
“Kau teman Kakak ku ? Namamu siapa ?” tatap Rahel
“Aku Ashela, kamu adiknya ya?” Ashela tertawa
Rahel mengangguk.
“Kenalin, namaku Rahel” ujarnya. Ashela mengangguk.
lalu keduanya mulai membereskan meja.
“Kau kenal Dicky ?” tatap Rahel memulai.
“Yeah, Dia pacar kakak mu”
“Menurutmu apa Dicky pantas dengan kakak ku ?”
Ashela meringis mendengar kalimat Rahel yang Judge itu.
“Menurutku Dicky baik, Dia lumayan tenar di sekolah karna prestasi photograp” Ashela memberi definisinya.
Rahel Nampak antusias mendengarkan.
“Apa Dia pernah masuk black list ?”
“Sepertinya sih nggak, kenapa memangnya ?”
“Hanya ingin mencari Referensi saja” ujar Rahel
Ashela manggut – manggut, Ia mengerti dan tunduk – tunduk saja di tanyai Rahel.
Rahel memberi perbandingan_nya dengan senior Kevin, selayaknya Dicky dan Nania dapat di gantikan menjadi, Kevin dan Nania, itu pastinya jauh lebih baik.
but, You know what ? basicly it’s up to her_ kenang Rahel dalam hati, hanya perbandingan saja, jika hasil akhir harus tereleminasi, itu terserah daripada Nania yang menjalani.

~~~

                Nania memasuki rumah dari pintu depan, Ia memutari halaman samping untuk bisa ke dapur, seseorang menghentikan motornya di halaman depan, Nania menoleh.
“Sepertinya Aku pernah melihat cowok itu. Tapi, dimana ?” bisik Nania, Ia Nampak memperhatikan.
Kevin memarkir motornya di halaman depan rumah Nania, lalu masuk ke dalam latar, mendapati Nania menggunakan celemek merah jambu.
mereka saling memperhatikan, Kevin tak bersuara.
“Ahk, aku ingat.. Kau Senior Rahel di kelas Memanah kan ?” tatap Nania. Kevin tersenyum datar.
“Kau mengingatku rupanya ?” ujar Kevin.
Nania mengerem senyumnya, Ia menghindari definisi ramah-tamah maniak.
“Aku hanya berpikir pernah melihatmu saja, bukannya mengingatmu” keluh Nania.
“Apa bedanya ?” tatap Kevin.
“Beda saja” tadah Nania gahar.
“Lagipula, kau tak harus menjelaskan hal seperti itu padaku” aku Kevin, Ia tersenyum singkat.
perbedaan antara Dicky dan Kevin adalah, saat mereka tersenyum. Dicky adalah seseorang yang sangat ramah, Ia memiliki senyuman yang indah dan tatapan mata yang tulus. sementara Kevin adalah seseorang yang sangat misterius, Ia tidak suka menjelaskan, jika Ia tersenyum maka kesan yang di dapat dari senyuman nya adalah ketidak ikhlasan, Ia berlogat Datar dan benar – benar terlihat cool.
“Ada perlu apa Kau kemari ?” tadah Nania heran.
“Aku tamu BarbQue_mu”
“Siapa yang mengundang mu ?”
Your Mom & Your Sister” terang Kevin.
Nania mengeryitkan keningnya.
“Aku Nania, Kau ? Siapa namamu sebenarnya ?” tatap Nania, Ia menjulurkan tangannya, Kevin melirik sepintas. kemudian berlalu meninggalkan Nania, Ia pergi ke arah Rahel di belakang rumah. Nania bertampang gahar, uluran tangannya tak dianggap.
“Hahg ?” keluh Nania kesal.
“Kau tak menggubrisku ? hey !!” teriak Nania,
Kevin menghentikan langkahnya, Lalu menoleh.
“Apa kau sangat penasaran dengan ku ?” tatap Kevin dramatis. Nania menggigit bibirnya antara malu dan kesal.
“Bu.. bukand seperti itu, Kau sangat..”
“Apa Aku ?” lirik Kevin
“Kaku !” tukas Nania.
Kevin tersenyum simpul, Ia berjalan ke tangga papan Danau.
“Danau nya sangat indah, beruntungnya Kau tinggal disini” pujinya, Nania termenung, Ia sangat heran dengan senior Rahel dari kelas memanah ini, Ia sangat anneh dan sebelumnya Nania tak pernah bisa terpikir jika, ada cowok di dunia ini yang bersikap seperti itu padanya.
“BarbQue_nya di sebelah sana” tunjuk Nania.
Kevin mengeryit.
“Aku tahu” ujarnya singkat.
Nania terdiam lagi, Ia kesal dengan cowok itu, Nania memutuskan untuk berlalu.
“Ahk a stranger ! terserah dirimu saja lah..” keluh Nania gahar, Kevin tersenyum mendengarnya.
“Hey !” teriaknya
Nania menoleh, berharap bisa mendengar permintaan maaf cowok itu, karna telah membuat tensi_nya naik.
“Kau tidak tahu ?” tatap Kevin
Nania keheranan “Apa ?”
“Perhatikanlah, celemek yang kau gunakan terbalik” jawab Kevin, Ia kemudian meninggalkan Nania di tangga papan, Nania spontan memperhatikan celemek_nya.
“hahg ? bagaimana bisa Aku sebodoh ini ?” gerutu Nania menahan malu, Ia melepaskan celemeknya lalu menggaetkan kebaju lagi. Ia memandangi langkah Kevin yang berlalu meninggalkannya. Nania menggigit bibirnya antara kesal dan rona malu.
 Kevin menahan tawanya di ujung Lips, Nania masih membodoh bodohi dirinya sendiri karna telah salah menggunakan celemek.
Rahel menoleh,
“Senior sudah sampai ?” tegurnya, Kevin mengangguk, melirik Ashela, Ashela  melambaikan tangannya.
Kevin senyum.
“Sudah bertemu Sista_ku ?” tatap Rahel cemas.
“Sudah !!” teriak Nania dari belakang badan Kevin.
Nania memanyunkan bibirnya, masih kesal Dia rupanya.
Kevin dan Rahel menoleh,
“Ahk, Senior.. Kenalin, Ini Sista_ku namanya_..” tawar Rahel, Kevin mendekatkan wajahnya pada Nania.
“Nania, kan ?” tukas Kevin.
Rahel tertegun.
“Kalian sudah saling kenal ?” tatapnya
“Tidak, Baru saja dan Nania sedang memakai celemek terbalik tadinya” ujar Kevin. Nania bertampang gahar.
“Aku memang sengaja menggunakan celemek terbalik” Nania mencari – cari alasan. Kevin diam, Ia membiarkan Nania berbohong.
“Karna ini celemek de.. dengan 2 model tim.. bal balik” ujarnya, Rahel mengeryit heran, sejak kapan kakak_nya berubah menjadi gagap saat berbicara ? itu anneh sekali.
Kevin mengangguk, Ia tahu Nania hanya mencoba menutupi rasa malu. Tapi, dengan berbohong ? jelas saja Nania langsung gagap.
“Senior, cobalah daging yang ini” tawar Rahel.
“inikan mentah” tolak Kevin, Rahel tertawa.
“ha ha benar juga, kalau begitu bakarlah di panggangan, pegang ini Nania” Rahel spontan memberi piring irisan daging yang masih mentah kepada Nania, lalu medorongnya untuk mengikuti Kevin di panggangan.
“ya ? kenapa Aku ?” liriknya sadis.
Rahel langsung pura – pura sibuk, Ia mengajak Ashela masuk mengambil piringan plastik.
Nania menoleh, Kevin membakar bara di panggangan.
“Mana daging_nya ?” tatap Kevin.
Nania terkesibak, Ia menyerahkan piring ke Kevin.
Kevin menghela nafas panjang lalu menoleh dengan kesal ke Nania.
“Apa kau tidak bisa membedakan irisan Daging dengan irisan Selada ?” tadah Kevin gemas.
Nania melirik isi piring yang disodorkannya pada Kevin, jelas – jelas itu selada, bukan daging.
Nania meringis tawa.
“Maaf” ujarnya sangsi, lalu memberikan Piring berisi daging mentah pada Kevin, Kevin meraihnya lalu memanggangnya satu per satu di bara kecil.
“Apa kau segugup itu padaku ? sampai salah memberikan piring ?” keluh Kevin.
Nania tertegun mendengar Kevin bisa mendefinisikannya seperti itu, Nania harus mulai dengan oposisi untuk meredakan pengertian yang salah.
“Bu_ Bukan begitu, enak saja. kau sangat arogan, Aku hanya salah memberikan piring dan Kau sudah menilaiku seperti itu” kecam Nania dengan nada suara yang di tinggi – tinggikan.
“Biasa sajalah, nggak usah seheboh itu, Aku hanya bercanda” Kevin menoleh lalu tersenyum manis, seakan apa yang di ucapkannya tadi tak mengandung kesalah pahaman, seperti halnya yang dianut Nania.
sama sekali nggak lucu, masa dibilang becanda keluh Nania dalam hati. Kevin meminta piring bersih setelah Steak nya jadi, Ia membolak balikkan irisan baru di panggangan.
“sejak kapan Kau memanah ? apa itu menyenangkan ?” Nania mencari topik, Kevin membawa piringnya ke meja kayu dekat danau, Nania mengikuti dari belakang.
“Sejak kapan ? Aku tidak ingat. yang jelas memanah itu bukannya menyenangkan”
Kevin duduk lalu menyilahkan seirisan ke piring Nania.
“Memanah itu menenangkan, kau bisa paham kan perbedaan antara menyenangkan dengan menenangkan ?” tatapnya
Nania mendesis lirih.
dipikirnya Aku sebodoh itu apa ? keluhnya dalam hati,
baru beberapa menit dengan Kevin, rasanya hati Nania mau meledak.
“Tentu saja Aku paham” tadah Nania kesal
“Baguslah” tutup Kevin.
udara Danau di hari tanpa matahari sangat menyenangkan, ada kiasan mendung di awan, seakan hujan akan menyambar Duce Town dengan hebatnya.
Rahel berlarian membawa sebotol Cola, diikuti langkah mellow Ashela dari belakang.
“Apa ini enak ?” Ashela mengorek – ngorek irisan steak yang di panggang Kevin.
“Jangan berani mencobanya !” tatap Kevin, Ashela berhenti mengutak atik Steak dengan pisau.
“Kenapa ?”
“Hanya takut jika Kau ketagihan, Aku tak ingin memanggang untukmu lagi” ujar Kevin, Ashela tertawa mendengarnya.
Nania heran
menurutnya itu aneh, bahasa seperti itu kenapa bisa membuat Ashela tertawa, bukannya kalimat Kevin rada anneh.
Rahel mengunyah irisan steak yang di potongkan Ashela sampai begitu kecilnya.
“Apa Dia akan datang ?” bisik Ashela pada Nania
“Entahlah” Nania menjawab putus asa, tak ada tanda – tanda Dicky akan datang ke rumahnya.
saat bertemu Kevin, Nania tak kepikiran Dicky sama sekali. Nanti di ingatkan oleh Ashela, baru Nania ingat jika seharusnya Dicky sudah disini.
“Bagaimana anak – anak ? apa itu enak ? Mom memilih Daging terbaik” ujar Dad yang ikutan nimbrung di meja kayu.
Kevin tertawa.
“Iya Om, Aku bertemu Tante di Pasar siang tadi” terang_nya
“Oh begitukah ? Kamu siapa ?” tatap Dad
“Dia senior Rahel di kelas memanah Dad” jawab Rahel agak teriak, Dad mengangguk angguk.
“Iya, Mom tadi bertemu Dia di pasar tradisional” tambah Mom, Nania mengeryit heran, anggota keluarganya Nampak akrab dengan Kevin.
andai saja mereka juga bisa akrab dengan Dicky suatu saat nanti, itu akan mempermudah segalanya.
Nania memandangi Kevin tanpa spasi.
seakan wajah misterius itu sangat Soft jadi tatapan sandar.
sadar akan di perhatikan, Kevin melirik Nania lalu memainkan sebelah matanya.
Nania gelagapan, Ia menyembunyikan wajahnya dengan rambut, Kevin tertawa ringan melihat ekspresinya.
menurutnya Nania itu lucu.
“Apa Dagingnya enak ? Mom memilih daging terbaik” ujar Mom, Rahel mengeluhkan nafas.
“Tentu saja, Mom memutari pasar tradisional denganku, sampai nyaris mati aku memutari se_pasar karna ulah Mom” Rahel nimbrung curhat mendadak.
“Rahel” bisik Mom kesal.
Ashela dan Kevin tertawa mendengarnya. Namun, Nania masih terdiam, Ia melirik wajah Kevin dari sudut kiri.
“Dia sangat aneh” pikir  Nania.
Kevin kembali menikmati irisan dagingnya, Ashela menghampiri Lee yang baru datang di rumah Nania, Lee nimbrung di samping Nania.
“Hay Nania” tegurnya,
Nania menoleh “Hay Lee.. why You So Late ?” tatapnya
“Ada banyak tugas akhir pekan, maaf” Lee tersenyum, Kevin melirik cowok disamping Nania, Ia meneguk Cola_nya lalu ngobrol serius dengan Dad, entah apa saja.
Nania memberi irisan steak panggang lalu membiarkan Lee
untuk ke panggangan bersama Ashela.
Rahel datang, menyenggol pundaknya.
“Senior ku menyenangkan, menurutmu ?” tatap Rahel
“Tidak sama sekali” tukas Nania
“Kenapa bisa ?”
“Entahlah, Dia terlihat anneh”
“Sista lah yang anneh, buktinya Ashela saja senang mendengar tuturan Senior_ku, coba lihat itu, Dia juga sangat akrab dengan Mom & Dad” tunjuk Rahel.
Nania menoleh.
benar, Kevin sangat cepat akrab dengan mereka, entah Dia pakai formula apa pada kedua orang tuanya, sesekali Ia terlihat tertawa, tawa_nya yang ringan dan setelahnya Ia kembali memasang wajah penuh misteri pada Nania.
“Aku sangat ingin memiliki hunian dekat Danau seperti ini, Nania” tegur Lee, Nania terkesibak, Ia baru sadar jika Lee di sampingnya.
atau Ia juga baru sadar jika sedari tadi Ia terus menatap tanpa spasi ke arah Kevin berada.
“Yeah” jawab Nania dibarengi tawa.
“Asalkan nggak ada Dementor yang keluar dari dalam danau” tambah Lee, Ashela tertawa.
“Dassar tukang nonton Harry Potter, yang di takuti selalu Dementor” tukas Ashela, Lee tertawa.
Ashela menyerahkan secangkir Cola ke arah Nania,
“Hey, Kau kenapa ?” tegurnya, Nania tertegun oleh Ashela.
“Ha ? ohg,.. tidak, dan terima kasih sudah menuangkan Cola untukku, Shel” Nania segera memindah topik penglihatannya ke arah Ashela, Ia takut Ashela curiga padanya, pada Nania yang entah kenapa jadi sering melirik ke arah Kevin berada.
“Sure” balas Ashela, Rahel tertawa.
rasanya hanya Ia yang tahu apa yang tengah di dera Nania, dari semua orang disini, saat ini.



You cant take my breath away
***
Hujan memaksa Kevin memarkir motornya ke Garasi, dimana motor Nania biasa parkir, Lee membawa AShela pulang dengan mobil_nya.
Dad meminta Kevin tetap tinggal sampai hujan mereda, Dia menerima karna tak punya banyak pilihan, malam semakin larut dan hujan tak mau berhenti.
“Kau bisa tidur disini malam ini, nak” tawar Mom
“Aku bisa menunggu hujan nya reda, tante”
“Hujan sederas ini akan bertahan sampai subuh, menginaplah disini, kau bisa tidur dikamar Rahel, nanti Rahel menginap di kamar Nania” Dad menambahkan.
Kevin tak bisa menolak, Rock street lumayan jauh dari Duce Town tengah. Ia mengangguk lemas tanda menerima.
“Okay, my Senior menginap dirumahku, kita bisa main Uno Card sampai pagi” sorak Rahel.
“Rahel, time to sleep now” tegur Mom, semangat Rahel langsung luntur.
“Uhg, Mom” keluhnya mellow, Mom meninggikan matanya untuk membiarkan Kevin sendirian tanpa gangguan Rahel yang lumayan sport itu.
Rahel ngambek, Ia memonyongkan bibir atasnya,
“Biar Aku tidur di Soffa tante” pinta Kevin.
“Kau bisa tidur dikamar, Diluar dingin” bujuk Mom
“Aku rasa akan lebih baik jika di sofa saja” Kevin tersenyum, Mom luluh. Ia membiarkan Kevin tidur di ruang tengah dekat perapian.
semua orang masuk ke dalam kamar masing – masing, Nania mengambil selimut tebal dari dalam lemari bucket_nya, untuk diserahkan pada Kevin.
Nania turun dari lantai atas, menjamah selimut tebal. berjalan mellow menemui Kevin yang terbaring di sofa.
Kevin sudah terlelap.
“Cepat sekali Ia sudah tidur” keluh Nania,
Ia memandangi wajah Kevin keseluruhan, dari kelopak matanya yang tertutup, hidungnya, bibir tipisnya, sampai ke dagu nya yang mencuat.
Nania diam, Kevin meringkik dingin, badannya membentuk lipatan untuk menghalau dingin. Nania melirik selimut di tangannya, ada rasa kasihan di ufuk hatinya, memaksa Nania memakaikan Kevin dengan selimut, selimut yang sedari tadi digenggamnya.
Nania selesai lalu berdiri hendak berlalu.
Namun, Kevin meraih lengannya, Nania tertegun.
“Jangan Pergi, Jangan tinggalkan Aku lagi” ujar Kevin.
Nania terkejut, Ia menoleh.  memandangi wajah Kevin, cowok itu jelas – jelas tertidur dengan lelapnya.
Nania diam, perasaan Dug-Dag berkecamuk dalam pikirannya, Ia duduk di depan sofa.
diperhatikannya wajah Kevin baik-baik, kelopak mata yang tertutup itu menangis. Kevin berurai air mata.
entah apa yang berada dalam mimpinya.
Nania menghapus bulir air mata di wajah Kevin. Namun, beberapa tetes air matanya ikut mengalir.
“Apa yang menjadikanmu sangat sedih ?” bisik Nania, Kevin masih terlelap dengan mimpi sesaknya.

~~~

                Matahari menelusik kilaunya, memasuki etalase kamar Nania, Gadis itu membuka kelopak matanya, pagi telah hadir, untuk kesekian kalinya dalam Hidup, menikmati pagi adalah hal terbaik di Duce Town.
jendela kamar terbuka, udara Danau menelusik masuk ke dalam ruang, ada Kevin di tangga papan atas Danau, Nania menemukannya sebagai orang pertama yang bangun saat pagi.
Nania segera membasuh wajah lalu menggunakan sweaterz nya untuk turun keluar, menemui Kevin di Danau Hijau.
Kevin menoleh sesaat tangga papan berbunyi karna pijakan Nania.
“Kau baru bangun ?” tegurnya, Nania mengangguk.
Ia berdiri disampingnya untuk menyamakan posisi.
“Kau sejak kapan di Danau ?” Nania menatap
“Lumayan Lama, tempat tinggalmu indah, tetaplah disini” ujar Kevin, Nania tersenyum.
“Kau tidak tahu ? BarbQue semalam adalah perayaan perpindahan terakhirku, itu artinya Aku dan keluargaku akan menetap disini selama – lamanya” terang Nania.
Kevin mengangguk mengerti.
“Keluarga mu selain Mom & Dad dimana ?”
“Australia, Kamu sendiri ? keluargamu dimana ?” tatap Nania. Kevin merunduk.
“Aku Lupa” jawabnya singkat.
“Eih, Aku bertanya serius. Tapi, Kau malah begitu” keluh Nania, Kevin tertawa ringan.
“Untuk apa bertanya ? memangnya itu penting untukmu ?” tadah Kevin, Nania merengutkan bibirnya.
“Kau sendiri tadi bertanya padaku, memangnya itu penting untuk mu juga ?” Nania balik menadah. Kevin tertawa lagi.
“Anggap saja Aku berusaha mengenalimu sebagai teman”
“Lalu aku juga” sanggah Nania
“Eih, Kau pengecualian” tangkap Kevin, Nania tertawa.
“Mencoba menjadi seseorang yang misterius ?” tatapnya
Kevin tersenyum “Aku nggak mencoba. Tapi, itu memang pribadiku, mau di apakan lagi ?” tutup Kevin.

Nania memandangnya, merasa dekat dengannya karna sebuah hal. Namun, entah apa. Kevin sadar diperhatikan,
“Apa Kau selalu begini ?” ujar Kevin
“Aku ? Apa ?”
“Menatap seseorang dengan tatapan lugu, untuk apa ? meminta kasihan atau sumbangan ?” Kevin menoleh.
Nania mengeryit heran.
“Aku hanya bingung saja, Kau itu seseorang yang seperti apa”
“Kau penasaran padaku ?” tatap Kevin
Nania tersenyum. “Aku bahkan tak tahu namamu”
“Kau bisa memanggilku senior, seperti cara Rahel memanggilku” tawar Kevin.
“Jangan macam – macam, Kita ini seumur !” tadah Nania.
Kevin tertawa
“Jangan menjadi perhatian jika tidak berniat peduli” tukasnya, Nania merunduk.
“Kau tidak ingin dikenali sebagai teman ?” tawar Nania
Kevin menoleh.
“Kau menjadikan teman sebagai alasan untuk mendekatiku, begitu ?” tatap Kevin, Nania mengeryit.
“Bu_bukan begitu..” Nania melarikan tatapannya ke hamparan Danau dingin. dingin karna kabut putihnya masih tersisa di atas genangan air Danau Hijau.
“Jangan terlalu dipikirkan, Nanti kau bisa jatuh cinta padaku, Aku tak ingin bertanggung jawab padamu, jika itu terjadi. Kau paham ?” tuding Kevin.
Nania tertawa.
“Kau sangat berlebihan, Aku sampai tak mengerti apa yang Kau bicarakan, ditanya apa dan alurnya kemana ? semuanya nyasar, dasar orang anneh” keluh Nania.
Kevin merekatkan jacket kainnya ke wajah, ada helaian berupa syal yang menutupi bibir dan lehernya, berguna untuk mengkuatkan diri melawan dingin.
“Aku pernah tinggal disini” kenang Kevin.
Nania menoleh
“Benarkah ?”
Kevin mengangguk, Ia membagi senyuman lalu pergi, berjalan ke dalam rumah, menemui Mom di dapur, Nania belum sempat bertanya mengenai_nya, namanya, siapa dan dimana dirinya saat disini, serta apa mimpinya semalam, mimpi yang membuat Kevin bisa menangis dengan mata terpejam.
Mom menyediakan breakfast. Namun, Kevin telah mengundurkan diri, minggu pagi ini Ia ada kegiatan sendiri, tak ada pilihan bagi Mom selain membiarkan Kevin pulang.
Rahel berlarian ke ruang makan.
“Mana Senior ? Dia sudah bangun, Mom ?” liriknya
“Yang benar itu, Dia sudah pulang” kecam Nania, sembari menggigit ujung Apel di tangannya. Rahel tertegun.
“Ya ampun, Dia benar – benar telah pulang rupanya” ujar Rahel saat mendapati garasi dan motor Kevin telah lenyap.
~~~
                Selepas Kevin pulang, Nania berjalan di perkebunan Berry, memandangi rumah Dicky yang sunyi, entah kemana Dia. dari kemarin malam Dicky tak Nampak.
Ia juga tidak menepati janjinya untuk ke BarbQue rumah Nania, itu sangat keterlaluan.
Nania masuk kedalam perkebunan, memetik purple Berry yang paling mempesona, mengusapnya dan menikmatinya perlahan, agak asam dan asam sekali, entah kenapa Nania mulai geram dengan pencariannya. seakan jenis Berry asam mulai mengelilinginya.
“Nania ?” tegur Dicky
Nania menoleh “Dicky ?” ulangnya tak percaya.
“Apa yang kau lakukan disini ?”
“Kau sendiri ? apa yang kau lakukan disini ? Kau bahkan tak memberiku kabar untuk semalam, Kau tak datang ke rumahku” tegas Nania
“Aku datang, siapa bilang Aku tak datang ?”
“Aku tak melihatmu”
“Bagaimana mungkin Kau melihatku ? Kau sangat sibuk dengan seseorang di tangga papan, Aku tak melihat wajahnya, karna gelapnya malam. Tapi, Aku yakin Dia seorang cowok” tadah Dicky
“Kenapa Kau tak menghampiri untuk sebuah kejelasan ?” tatap Nania, Dicky membuang wajahnya.
“Aku tak ingin terluka”
“Bukan tak ingin terluka. Tapi, tak ingin bersosialisasi dengan keluargaku, tak ingin dikenali oleh orang rumahku kan ? Kau sering menolak menemuiku saat orang rumah berada diseputarku, Kau kira itu tak terpikirkan olehku ?” Nania mengurai beberapa kejenuhan dihatinya selama Ia berpacaran dengan Dicky.
Dicky memang tak pernah secara resmi diketahui dekat dengan Nania, itu yang membuat Rahel adiknya sering menanyai kapan Nania bisa mengenalkan Dicky pada keluarga mereka sebagai teman dekat.
“Kau memarahiku ?” tatap Dicky
“Entahlah, beberapa kalimat keluar begitu saja”
Dicky merunduk, Nania lewat disampingnya, hendak meninggalkan Dicky sendirian di Perkebunan Berry.
Namun, Dicky menahan lengannya.
“Bersama orang lain, memarahiku dan kini ingin meninggalkan ku di sini sendirian ?” sergah Dicky,
“Tak menepati janji, tak pernah menemuiku di tengah keluargaku lalu kini apa lagi ?” balas Nania,
Dicky bungkam, Ia memeluk Nania dari belakang.
“Jangan pergi, Nania” dekapnya.
Nania diam dengan beribu pikirannya. Ia yakin belum pernah mendefinisikan rasa selama mereka dekat. dan kini saat pasangan itu berantem, Nania makin membingungkan rasa dihatinya.
Dad keluar rumah hendak membuang sampah, Ia meletakan kaos tangan kotornya sekalian masuk kedalam tong sampah.
memutuskan untuk berjalan pagi disekitar Duce Town,
Dad terkesibak mendapati Nania dipeluk Dicky diperkebunan Berry. Dad memasang wajah antivirus.
“Nania !!” teriak Dad dari pagar perkebunan, Nania menoleh.
Ia tertegun, Dicky melepaskan pelukannya.
Dad datang menemui mereka di perkebunan Berry.
“Apa yang KAU lakukan ?” tunjuk Dad pada Dicky.
“Kau siapa ?” tatap Dicky gahar.
Nania terhenyak mendengar Dicky menyahuti Ayahnya.
“Dicky, Dia Dad_ku” terang Nania.
Siapa ??! dassar tidak sopan, NANIA ! apa yang Kau lihat ? Ayo pulang !!” teriak Dad dari pagar perkebunan.
Nania tak punya pilihan selain menuruti Dad_nya, Nania melepaskan genggaman Dicky, untuk berjalan kebelakang badan Ayahnya.
Dad masih syok mendengar Dicky menanyai statusnya.
“Kau ? Anak bodoh ! jangan pernah dekati anak ku lagi, Kau paham ?” teriak Dad emosi.
Dicky diam di tengah – tengah perkebunan, Nania tak tahu perasaan apa yang berkecamuk menjadi satu dalam pikirannya, Ia memutuskan untuk berlari ke rumah, masuk ke dalam kamar dan membanting pintu kamarnya dengan keras, hingga berdentum.
“Nania, Kau kenapa ?” ketuk Mom, Dad pulang dengan mengomel, Ia sangat kesal melihat Nania di peluk Dicky, mungkin tak akan sekesal ini andai Nania mengenalkan Dicky pada kedua orang tuanya, sebelum insiden pelukan ini terjadi.
apalagi Dicky yang tak mengenal Dad, malah menanyai siapa ke Dad, itu sama halnya dengan menguliti, menyukai anaknya namun tak tahu anaknya siapa.
Dad terus mengomel pada Mom
“Dasar anak bodoh ! Ia malah menanyai_ku dengan gahar, itu namanya meremehkan ..” dan bla bla bla.
sangat panjang, Nania menutup telinganya dengan bantal, berharap tak mendengar ocehan Dad.
Rahel masuk kamar Nania lewat balkon.
“Kan sudah pernah ku peringatkan, kenalkan Dia pada kami, andai dulu kau mendengarkanku, pasti tak akan seperti ini, kan sista” kecam Rahel.
“Bisakah Kau meninggalkanku sendirian ? sebelum Aku membunuhmu !” teriak Nania, Rahel meringis, Ia mundur perlahan. keluar lewat balkon kamarnya, Ia memanjat di dinding layaknya spiderman.
Nania mendesus lirih. “Andai tadi Dicky tak menanyai siapa Dad, Pasti tak akan separah ini” keluhnya.

~~~

Dicky merungkuk di depan makam Ibunya,
“Aku baru selesai berselisih paham dengan calon Ayah mertua ku, Mom” keluh Dicky parau.
“Beberapa kejadian membuat hubungan ku dengan Nania tak berjalan dengan baik, Dia nampak menghindariku saat disekolah, Aku tak mungkin menemuinya di rumah, kan ? Ayahnya akan membunuhku jika Aku memunculkan wajahku” lanjut Dicky.
beberapa hari disekolah, Nania memang menghindari Dicky, Ashela mulai merasakan itu.
“Ada apa antara Kau dengan Dicky, Nania ?”
Nania menggeleng “Nothing”
“Kau pikir aku orang buta ? Aku bisa dengan cepat merasakan atmosfer buruk sedang beterbangan” lanjut Ashela.
Nania diam, Ia memikirkan banyak hal mengenai Dad yang tak menyukai Dicky.
“Dad tidak menyukai Dicky, Shel” ujarnya mellow.
“kenapa bisa ?” Ashela antusias, Nania merunduk, membanting wajahnya di atas meja.
“banyak hal terjadi, Aku bingung hendak mulai darimana” keluh Nania, saat semua orang terlihat baik baik saja di sekitar sekolah, kenapa kini malah gantian orang rumah yang tak terlihat baik – baik saja.
Nania pulang dirumahnya, Ia mendapati Dad dimeja makan, Nania berlalu di anak tangga,
“Nania !” tegur Dad, Nania berhenti.
“Percayalah, jika yang Dad lakukan adalah untuk kebaikanmu, karna Dad sangat menyayangimu, kau paham itu kan ?”
Nania mengangguk.
Ia berlalu, sedikit berlari ke arah kamarnya.
jendela kamar terbuka, membuat udara Danau menenangkan masuk ke dalam kamar.
hari ini, semuanya serba kacau, Nania terbayang apa yang dibisikkan Ashela di sekolah dan ternyata benar.
“Dicky di lapangan Basket bersama seorang cheerleader
Nania ke lapangan basket dan ternyata memang benar, sebelum pertandingan, Dicky selalu berlatih disana dan group Cheer begitu gentar melakukan pendekatan pada Dicky, Ia mengipasi Dicky dan memperhatikan botol air mineral_nya.
Nania membuang nafas kesal, Dicky hanya meliriknya.
“Nania ?” teriak Dicky, Nania berlalu diikuti Ashela dari belakang, tiada kalimat pengejaran untuknya, Dicky kembali asik ke latihan basketnya.
gadis Cheers itu tersenyum lirih ke arah Nania, seakan Dia menang telah merebut care_on Dicky dari Nania.
itulah yang membuat Nania begitu kesalnya pulang sekolah siang ini, ditambah Dad malah menegurnya seakan Nania tak ingin Dad menegurnya, entahlah…
“AKu benci !!! benci ! benci !!” Nania membanting boneka yang bertengger di springbed_nya ke lantai.
semua hal tak berjalan mulus sejak adegan pelukan di perkebunan Berry.



Cause Live
***
Nania melirik Kevin yang datang bertamu di rumahnya, untuk meminjam Camera milik Rahel, sadar akan diperhatikan memaksa Kevin untuk berpaling.
“Kenapa dengan wajahmu ?” tanyanya
Nania menggeleng “Tidak kenapa – kenapa, apa ada yang salah dengan ini ?”
“Kau sangat jelek saat murung” kecam Kevin
Nania mengeryit kesal.
“Kau selalu sekasar ini denganku, tidak bisakah kau bersikap sopan se_kali saja ?” tatapnya reflexs.
Kevin tersenyum simpul.
“Kau ikut dengan ku ?”
“Kemana ?” Kevin mengguncang tangan kanannya,
“Aku akan memotret dengan Camera Rahel”
Nania yang sedang boring berat, memilih untuk ikut, Ia naik diboncengan motor Kevin, sesaat Purpple coklate itu membawanya berlalu ke padang, di puncak yang penuh dengan hamparan alang – alang berbunga putih.
Nania turun, Kevin mencari pijakan datar untuk memarkir motornya. Ia berjalan memutari sekeliling, menikmati pemandangan dari puncak seperti ini adalah bentuk Scenery paling nyaman.
Kevin mengutak atik Camera di genggamannya, Nania berdiri di atas batu datar, Kevin mengambil beberapa potret pemandangan puncak.
“Mau ku potret ?” tawarnya, Nania tersenyum, memasang wajah se_manis mungkin, dengan kaki yang di lekukkan, sebagian dari gaya andalannya.
Kevin memotret_ Clickerzz   .. Nania duduk di atas batu dan
Kevin memotret Nania dengan gaya sok acuh_nya.
Nania tertawa lagi, Kevin duduk disampingnya.
“Nania ?”
Nania menoleh ke arahnya “Ya” jawabnya ringan.
“Apa Kau punya seorang pacar ?” tanya Kevin sembari memotret dengan Camera milik Rahel yang di pinjamnya.
Nania terkesibak mendengarnya.
“Kenapa tiba – tiba bertanya seperti itu ?”
Kevin tersenyum simple sembari meletakan Camera ke pangkuannya, “Wajahmu semurung ini, apa karna pacarmu ? Kau bisa menceritakan masalahmu padaku” tawar Kevin.
Nania merunduk, Ia tak sadar jika Ia adalah orang yang gampang terbaca, bahkan oleh Kevin.
“Itu pun jika Kau tak keberatan” lanjut Kevin, Ia merapikan rambut  dari jidatnya.
“Bukan juga karna itu, hanya Dad sedang menaruh jarak padaku” terang Nania, sebelum Ia mengikuti Kevin di puncak, Nania telah menerima sidang dadakan dari Dad.
karna Dicky mengejarnya di depan rumah, meminta waktu untuk bicara dan Dad datang menengahi, membuat Dicky mundur teratur.
“Nania, Dia tak baik untukmu, Dad sangat menyayangimu, dari kecil memberikan yang terbaik untukmu, bukan untuk bisa bersama orang yang seperti Dia, Kau tahu kan, bagaimana Dad bisa mengorbankan segalanya untukmu. Tapi, tidak dengan Dia, tidak dengan Dia Nania. jadi, Demi Dad, tinggalkan Dia Nania, tinggalkan Dia”
Nania bisa mengingat dengan jelas bagaimana kalimat susunan Dad terucap untuknya.
“Dengarkan kata hati_mu dan Aku pikir setiap orang tua tak ingin menjerumuskan anaknya, Kau tahu itu” Kevin menengahi, Nania membuyarkan lamunannya, Ia menoleh mencoba tersenyum.
“Aku menjalin hubungan dengan orang yang tak disukai oleh Dad” keluh Nania di barengi senyuman_nya.
Kevin merunduk, “Akan sangat sulit seperti itu”
“Yeah, kurasa” kejar Nania, Kevin meliriknya ada pecahan bunga alang – alang hinggap di belahan rambut Nania, memaksanya untuk meraih dari jidat Nania, Ia memajukan wajahnya tepat di jidat Nania.
Nania berpikir jika Kevin akan mengecupnya, lalu Kevin mundur teratur memegangi pecahan bunga alang putih. Ia tersenyum.
“Aku menemukannya hinggap di rambutmu” terang Kevin.
Nania membuyarkan pikirannya tentang Kevin barusan, Ia tersenyum haru. “Thanks” Kevin mengangguk.
“Apa yang kalian lakukan ?” tegur Dicky di ujung sana, entah apa yang bisa membawanya ke mari, di puncak, mendapati Nania sementara dengan Kevin, dan jelas Dicky sudah salah mengartikan.
“Dicky ?” tatap Kevin, Dicky menoleh.
“Kevin ? Apa itu kau ? bagaimana bisa kau dengan_nya ?” keluh Dicky bertubi – tubi, perasaan kacau berkecamuk menjadi satu memenuhi rongga dada_nya karna Nania orang yang Ia sayangi malah bersama Saudara_nya sendiri, disini, di puncak padang, bermesraan.
Dicky memandang keduanya dengan kecut.
“Kenapa Kau memarahi ku dengan Nania ?” tatap Kevin heran, Nania maju selangkah.
“Percayalah, ini tak seperti yang Kau bayangkan, Aku bahkan tak tahu siapa namanya” ujar Nania pada Dicky.
“jangan berbohong padaku, Nania” kecam Dicky.
“Apa kau tidak sadar, Vin ? Nania adalah gadis yang pernah ku ceritakan padamu, gadis yang aku sukai” keluhnya lagi.
Kevin melirik Nania, “Jadi, seseorang yang tak disukai Dad_mu adalah Dicky ?”
“Kau mengenal Dicky ?” Nania memandangi keduanya.
“Dia saudara ku, Kau pacaran dengannya ?” tatap Kevin tak percaya, Dicky maju selangkah ke arahnya.
“Pulanglah bersama ku, Nania” tawar Dicky. Nania diam, Ia mundur selangkah di balik badan Kevin.
“Aku akan pulang dengan Kevin” tolaknya.
Dicky memandangi Kevin tak percaya.
“Kau melakukan ini padaku ?” tatapnya.
Kevin menggeleng, Ia sadar betapa Dicky sangat salah paham. ini bisa membuatnya bertabiat jelek.
“Aku tak tahu Kau pacarnya, lagian Aku dan Nania tak berhubungan sedekat itu, Dia bahkan tak tahu namaku” terang Kevin.
Dicky mundur teratur, “Teruslah berbohong, disaat Aku melihat segalanya” kecam Dicky gahar.

“Apa yang membuatmu berpikir Aku berbohong ? Aku satu satunya saudara_mu, apa Kau tak mempercayaiku sama sekali ?” tatap Kevin, Ia tak terima jika Dicky berpikir seperti itu padanya.
“yeah, satu satunya saudara yang melakukan hal ini padaku” kecam Dicky gahar.
“Dicky ! Kau salah mengartikan, percayalah !” teriak Kevin sama gaharnya, Ia merasa tak melakukan kesalahan apapun dan Entah kenapa kini Ia tiba – tiba disalahkan.
“Mereka bilang pertemanan kita sangat menyenangkan, aku hidup karna darahmu mengalir dalam ragaku, sejak kecelakaan itu. tapi bagaimana dengan pertengkaran kecil nanti? proses pendewasaan diri yang nyaris merenggut nyawaku lalu. ini akan sangat membebaniku Kevin ! haruskah aku mati saja karna kecelakan 11 tahun yang lalu. untuk waktu itu, daripada begini diwaktu yang sekarang” teriak Dicky sama kuatnya.
“Kau mengurai kejadian ini lagi” Kevin Nampak emosi mendengarnya. Nania terkesibak, Ia tak mengerti apa yang Dicky perbincangkan.
“Hentikan Dicky ! Kevin ! Aku mohon” Nania berteriak menengahi keduanya, Dicky memandangi Nania dengan wajah hampa.
“Dicky, jangan terus – terusan menyalahkan orang lain, Kau tidak lebih buruk dari padaku” Nania mengeryit.
“Aku apa ?” tatap Dicky antusias.
“Menikmati kedekatanmu dengan gadis – gadis Cheers, Aku tahu itu, jadi berhentilah” teriak Nania.
Dicky menggeleng, “Itu tak seperti yang kau bayangkan”
“Ini sama halnya, ini juga tak seperti yang kau pikirkan” tambah Kevin menengahi Nania dan Dicky, agar setidaknya Dicky tahu, Jika Ia sama sekali tak ingin terlibat dalam pertengkaran mereka.
“Dicky ..” Nania melemas.
“…dengar, Dad memintaku untuk mengakhiri hubungan ini, Dia sangat menyayangiku, tak ada pilihan bagiku selain meninggalkanmu, kita putus saja, kita akhiri saja, Aku tak bisa melanjutkannya jika Dad terus menentang ku, Aku anaknya yang paling Ia sayangi, Aku tak akan mungkin melawannya” suara Nania melemah di kalimat terakhirnya.
“Aku tak memintamu, untuk menentang Ayahmu, Aku hanya memintamu mencintaiku” terang Dicky.
Nania menggeleng dengan putus asa
“Maafkan Aku, Dicky.. kita sudahi saja semuanya” Nania merundukan kepalanya, Dicky terdiam tak percaya.
Ia mundur teratur dari pijakan kakinya.
“Aku nggak cukup berarti untukmu, Nania ?” tatapnya, Nania diam, Dicky merunduk lemas, Ia membuang tatapannya dengan perasaan yang tak terdefinisi.
Dicky pergi, mendengar Nania memutuskannya secara sepihak adalah perasaan yang tak ingin dijelaskan.
Nania terunduk bak padi di belakang pundak Kevin.

~~~

“Kau baik – baik saja ?”
Kevin menatap gadis dihadapannya, Nania mengangguk dengan lemas, Ia terduduk kasar di atas batu datar.
Kevin hanya mengelus pundak Nania, berharap gadis itu bisa merasa lebih baik nantinya.
“Apa maksud Dicky dengan pernyataannya tadi ?” tatap Nania antusias.
“Jangan terlalu dipikirkan”
“Bisa kan Kau mengatakannya padaku” pinta Nania, Ia terus menatap, membuat Kevin luluh.
“Baiklah” Kevin setuju, dengan penuh perhatian Nania menjadikannya sebagai objek.
“Aku dan Dicky adalah saudara, Aku anak angkat di keluarganya, 11 tahun yang lalu, Aku dan Dicky mengalami kecelakaan di perjalanan pulang dari Noe Town, saat itu cuaca musim dingin dengan perayaan festival sama sekali nggak bersahabat. mobil kami tak dapat menembus kabut, hingga akhirnya masuk ke jurang, Mom & Dad meninggal karna kecelakaan itu, tersisa Aku dan Dicky. Namun, Dicky tak terlihat baik, Ia butuh donor, keadaanku tidak pulih sepenuhnya. Tapi, Aku bisa mendonorkan darahku padanya, DNA kami 98% cocok, dan Dicky selamat setelah proses Donor darah itu terealisasi” kenang Kevin, Ia meluruskan kakinya, Nania sadar, jika ternyata Kevin dan Dicky yang tadinya hanya saudara angkat, akhirnya malah bisa sedarah.
itulah kenapa Ia sangat syok mendapati Nania bisa bersama Kevin, Ia tahu sebagaimana Dicky ingin meledak.
“Aku sangat akrab dengannya sejak kejadian itu, karna tersisa kami yang hidup dan menjadi saudara, Aku tinggal dengannya dari bayi. tapi, sekarang Aku pindah ke Rock street, karna pekerjaan dan sekolah, itu bisa meluaskan pergaulan. tapi, entah kenapa kita akhirnya bisa berselisih karna satu gadis yang sama” lanjut Kevin.
Nania merunduk, Ia teringat bagaimana Dicky pernah bercerita dengan sedihnya mengenai kematian orang tuanya. Tapi, entah kenapa kini Nania lebih prihatin pada Kevin.
ini juga alasan Kevin tak ingin menceritakan bagaimana Ia dan keluarganya kemarin pagi saat di depan Danau Hijau.
mereka sangat berbeda.
“Kau sendiri ?” tatap Nania. “Aku ? apa ?” Kevin menoleh
“Aku melihatmu menangis saat tidur” terang Nania, Kevin spontan meliriknya sinis.
“Kau memperhatikan ku tidur ? Kau sadar tidak jika itu, adalah sebuah pelanggaran ? kau tidak melakukan sesuatu padaku, kan ?” Kevin memeluk dadanya sendiri.
Nania tertawa.
“Aku tak melakukan apapun padamu, Aku tak menyentuhmu” ujar Nania di barengi tawanya, Kevin tersenyum menatapnya tertawa.
“merasa lebih baik ?” tatap Kevin.
Nania merunduk, kembali memasang wajah sedih. lalu menggeleng dengan putus asa, helaian rambutnya yang ditiup angin berhamburan ke wajahnya.
Nania kembali bermurung.
“Aku tak pernah bilang jika Aku mencintai Dicky selama Aku dengannya” ujar Nania lemas, Ia bahkan tak mampu untuk mengangkat wajahnya.
“Tapi, saat kau memutuskannya hari ini, Kau mulai berpikir tentangnya kan ?” tanya Kevin, Nania mengangguk dengan putus asa. Ia tak sadar atas apa yang Ia rasakan mengenai Dicky selama ini.
“Aku pikir itu lah cinta, Nania” lanjut Kevin.
“Kau berpikir jika Aku sesedih ini karna kehilangannya, maka itulah bagaimana Aku mencintainya ?” Nania menatap antusias. Kevin tersenyum, membantu gadis itu menyilahkan rambutnya yang memberontak ke wajah.
Nania tak memasang ekspresi.
“Kau mengira ini hanya terjebak perasaan saja ? Aku bantu meluruskan perasaan mu, Apa kau deg-deg’an saat dengan Dicky ?”
Nania diam beberapa menit. Ia memikirkan beberapa perasaannya. Namun, yang membuatnya merasa deg-deg’an terakhir kali adalah saat Kevin menahan lengannya malam kemarin, saat Ia menginap di rumah.
“Aku pikir begitu” jawab Nania bimbang.
Kevin memainkan potongan alang – alang putih di tangannya.
“Tapi, Aku sangat menyayangi Dad, sebagaimana Dad menyayangiku” lanjut Nania.
Kevin menatap ke arahnya,
“Kau bisa menyandarkan kepalamu di pundakku, jika kau mau” tawarnya, Nania tersenyum.
“Thanks” ujarnya terharu.
Kevin tersenyum, senyuman tulus yang selama ini sembunyi dari wajahnya, Nania menghela nafas panjang.
“Kau tak harus melawan Dad, Kau hanya harus memberi seseorang kesempatan untuk mencintaimu” terang Kevin, berada dengannya disini, itu cukup membantu Nania meluruskan penat hatinya.
Ia membayangkan beberapa ekspresi wajah orang – orang yang berlalu lalang di hidupnya.
“Terserahlah, Aku pikir telah gila, menyukai gadis se arogan kau saat di mini market. Tapi, itu pertama kalinya Aku menyentuh jemari seorang gadis dan berbicara dengannya, ku pikir itu akan menjadi referensi hidupku. Tapi, takdir mempertemukanku di Duce Town, di depan Danau hijau, dan kau memberi permohonan, I wiss Too”
untuk kalimat Dicky saat pertama kali mengatakan suka padanya, di perkebunan Berry.
“Jika di dunia ini ada dua pilihan hati dalam benak Nania, dengarkan apa yang Dad katakan, Nania paham ?”
juga untuk kalimat yang dilontarkan Dad, saat keduanya menikmati wine tengah malam dengan menonton pertandingan bola, tak ada yang lebih membingungkan dari seseorang.
terlebih saat Ia harus memilih untuk mendengarkan kata hatinya atau mendengarkan kata orang tua yang selama ini menyayanginya.
Nania menyandarkan kepalanya di pundak Kevin, entah kenapa keduanya merasa memiliki kedekatan, kedekatan yang mengikat, sehingga pada akhirnya membuat Dicky salah paham.
seseorang yang penuh misteri seperti Kevin, berubah menjadi seseorang yang sangat nyaman, ketika Nania memiliki beberapa persoalan.
Dicky duduk lemas di bawah pohon akasia di depan rumahnya, Air matanya menetes di ujung pelupuk.
Ia menelan perihnya tersakiti cinta pertama.
“Aku,.. harus bagaimana Aku, Nania ? Aku tak tahu jika Aku menyukaimu sebanyak ini dan tak tahu jika menyukaimu itu sangatlah menyakitkan” keluhnya.
dedaunan kuning menjatuhi latar, menyentuh helaian rambutnya. 
“Aku seperti rontokan daun akasia, gugur entah kemana dan berharap bisa  jatuh ke tempat yang sekiranya baik, juga tak yakin jika tempat yang baik apakah akan menyakiti lagi nantinya” Dicky merunduk sepi, membiarkan dedaunan akasia yang rontok menyentuh setengah raga_nya.




Don’t let me go
***
Beberapa gadis mencurigai perangai Nania saat disekolah, mereka berharap keajaiban dimana Love in The place antara Prince idaman dan Princess kumal berakhir tragis.
Ashela berjalan di belakangnya sedikit memburu,
Nania berhenti di ujung koridor, mendapati Dicky bersandar di tembok, depan ruang Dewan siswa.
Dicky menoleh, memandanginya sepintas lalu pergi, pergi meninggalkan Nania yang tercekat langkah, dengan hening.
“Kau tidak apa – apa, Nania ?” tegur Ashela, Nania mengangguk dengan lemas.
“Apa yang sebenarnya terjadi ? antara Kau dengan Dicky ? bisakan se_kali aja jelasin lebih rinci” lanjut Ashela.
“Nggak se_simple apa yang kamu bayangkan” tatap Nania, Ia berlalu ke arah 12 Elishabet.
Membuat Ashela geleng – geleng kepala menikmati decap langkah Nania yang menjauh.
Dicky duduk lemas di ujung kayu tua belakang rumahnya, menghambur Pelet untuk Koi – Koi mungil berwarna, yang hidup  dalam kolam kecil.
Ia pulang sekolah dan menelantarkan Uniform di atas pembaringan.
“Kau masih tak ingin berbicara dengan, Nania ?” tegur Kevin dari balik tiang kayu. rumah Dicky lebih ke ornament kayu luar dalam, membuat sejuk di tiap sisinya.
 “Sejak kapan kau disitu ?” Dicky menoleh sepintas, Kevin memunculkan senyuman singkat di ujung Lips_nya.
“Kenapa terkejut seperti itu ? ini kan juga rumahku” terangnya, kemudian duduk di seberang kolam, bersandar lemas ke dinding pemisah.
“Kau ingin membahas Nania ? Aku belum pernah melihatmu dekat dengan Gadis. jadi, jika sekarang itu adalah Nania, Aku pikir Kau menyukainya” tanggap Dicky, Ia meremas bungkus makanan Ikan di tangannya, memendam asa jika rasa_nya akan melebur karna menyukai satu gadis yang sama.
“Aku menyerahkan aliran darahku, di ragamu. untuk membiarkan kau hidup dan jatuh cinta sebelum mati. bukan untuk menjadikannya bebanmu. aku tak suka kau mengumbarnya sebagai beban, bahkan dihadapan Nania” kecam Kevin.
Dicky menoleh, matanya menelusuk tajam.
“Kau tidak menjawab pertanyaanku” Ia membuang nafas kesal. “Apa kau menyukai Nania ?” lanjut Dicky lagi.
Kevin diam, Ia menyusuri rasa dihatinya.
“Iya, Aku menyukainya” ujar Kevin, Ia merunduk lemas.
Dicky tercekat nafas mendengarnya.
“Bodohnya ! Kau membiarkanku hidup untuk menyukai satu gadis yang sama denganmu ? begitu !” tadah Dicky.
Kevin balik menatap, nafasnya lirih memendam emosi.
“Tapi, Nania menyukaimu” tutupnya, Dicky terdiam.
“Ia mengakuinya padaku, Ia menyukaimu Dan Aku tak akan mempunyai kesempatan untuk memilikinya” lanjut Kevin.
“Aku tahu selama ini Ia tak pernah bilang Ia menyukaimu. Tapi, kebenarannya adalah Ia menyukaimu, Kau bisa menemuinya di puncak, Ia menunggumu disana” ujar Kevin lagi, Dicky kehilangan bahasanya.
Ia spontan menatap lirih ke arah Kevin berada.
“Pergilah, Temui Dia.. Dia menunggumu, Dia memintaku mengatakan ini” Kevin mengangkat dagunya, mereka saling memandang, dengan rasa tak percaya jika ternyata akhirnya pergaulan yang meluas, menemukan mereka pada satu titik.
Dicky meraih jacket dan kunci motornya, hendak menemui Nania seperti yang dituturkan Kevin.
dipuncak kemarin saat mereka bisa saling berkecampung dalam masalah yang sama.
“Dan percayalah Dicky, Nania bahkan tak tahu namaku, sampai akhirnya kemarin, saat Kau menyebut namaku dihadapannya” terang Kevin.
Dicky terdiam, Ia berlari ke arah motornya terparkir, untuk menemui Nania. Kevin terdiam lemas di depan kolam ikan, memandangi mungilnya Koi berwarna menelan makanannya.
“Bagaimana bisa aku melakukan ini ? Aku menyerahkan gadis pertama yang Aku sukai pada Saudaraku sendiri, Aku membuat ku membenci diriku sendiri” Kevin mengeluh dalam hati, Ia tak mau menatap decap langkah Dicky yang menjauh, menjauh untuk pergi menemui Nania di puncak.
“Aku tahu Kau menyukai_ku” ujar Dicky dengan tergesa – gesa, Ia menarik gas motornya ke arah pegunungan, melewati hutan perbatasan dan licinnya jalan berkelok.
Nania memejamkan matanya di atas batu yang dipijaknya.
“Dia datang ? Dia tak datang ? Dia datang ? Dia tak datang ?” Nania menghitung pecahan Alang – alang putih di jemarinya, angin menelusik kulitnya, bekas musim panas masih terasa llirihnya.
“Datanglah Dicky, Aku akan menyatakan rasa dihatiku” pikir Nania, Ia tersenyum sendiri menyadari rasa dihatinya, selama ini Ia tak pernah mau mengungkapkan. tapi, saat ini, Ia sendiri yang menantikan saat – saat itu.
Nania memejamkan matanya, sesekali angin mengibarkan keluh kesahnya.
                Dicky melintasi jalanan licin dengan lajunya, berharap Nania masih di puncak untuk menunggunya, Ia tak bisa meredam asa, Ia menarik laju gas tanpa konsentrasi, Bus di perbelokan mengambil setengah dari jalannya, Dicky nyaris kehilangan kendali, Ia spontan membanting stir motornya, jalanan licin menuju puncak, menarik ban motornya,
dari arah sebaliknya, motor ingin mengungguli truck di hadapan Dicky, remnya tak mau menghentikan ban motornya yang bergas penuh, Dicky tak bisa mengendalikan motornya, Ia bertabrakan dengan setengah badan Truck, Ia terpental dan Motor dihadapannya, Menungging lalu jatuh tersambar sayap kiri motor.
Dicky terkapar dijalan raya.
tabrakan beruntun itu membuatnya menemukan cahaya, mulutnya mengeluarkan banyak darah.
“Aku menyukaimu, Nania” Dicky tak sadarkan diri.
kecelakaan itu merenggut semua nyawa, Truck terbalik dan penghuni motor lain terpental, ketiganya tak berkutik.

~~~

                Robekan bunga alang – alang di genggaman Nania, terlihat seperti kapas yang berterbangan, Nania mengulai sendi – sendi lututnya.
seakan penantian itu tak akan berakhir.
Ia memutuskan untuk pulang, Nania berjalan kaki, berharap di sore hari, bus yang melintas dapat menghampirinya.
Ada tiga orang, mereka tak sadarkan diri suara usik membuatnya berjalan setengah berlari, Nania menghampiri orang – orang yang berkerumun di tengah jalan, ada Police Line di sepanjang  trotoar.
“Ada apa ini ?” tatap Nania pada seorang wanita paruh baya yang berdiri jauh dari lokasi kecelakaan.
“Kecelakaan beruntun, sangat mengenaskan, mereka menabrak truck” tegasnya histeris. Nania bergidik ngeri.
Ia hendak berlalu ke arah halte bus.
orang – orang yang berkerumun menelpon ambulance, mereka tak tahu harus memberikan bantuan sebagaimana lagi, hanya itu satu – satunya cara, yakni rumah sakit.
Nania menoleh sesaat ke arah  dimana korban tergeletak.
matanya tak berkedip mendapati wajah Dicky adalah salah satu diantaranya, Nania tercekat nafas, Ia berlari ke arah Dicky terkapar.
“Dicky ?!” teriaknya histeris.
wanita paruh baya itu meliriknya kaget, Nania memeluk Dicky dengan eratnya, darah segar mengucur deras dari kepala Dicky, Nania mengerang ketakutan.
“Sadarlah, buka matamu ! Dicky, kumohon sadarlah” teriak Nania, mendapati Dicky yang tak membuka mata sama sekali. Nania tak mampu menampung emosi di kepalanya.
air mata itu mengurai khawatir.
“Dicky !! ku mohon bangunlah ! jangan menakutiku seperti ini, ku mohon Dicky bangunlah !!” Nania tak bisa menetralisir rasa dihatinya, mendapati Dicky dalam keadaan sekarat, seperti mengulitinya perlahan.
di balik darah yang mengairi setengah wajah, Dicky membuka matanya sedikit di ujung sana.
“Na nia ?” tatapnya risau.
“Bertahanlah, Dicky ! ambulance akan segera datang, kita akan ke rumah sakit” Nania gemetar.
“Teruslah buka matamu seperti itu” ujarnya,
Dicky tersenyum. menahan sakit dan perih yang mengusiknya.
“Apa kau menyukaiku ?” tatap Dicky
“Iya, Aku menyukaimu, Aku seharusnya mengatakan ini dari dulu, maafkan Aku” Nania menangis.
“Ja .. jangan, menangis” kecamnya
“Jangan min.. ta maaf Na nii..a” Dicky menutup matanya. Nania tak kuasa, Ia menggoncang – goncang tubuh penuh lebam itu di pangkuannya.
“Dicky bertahanlah, ku mohon” isak Nania tak terkendali.
“Tidak Nania, Aku hanya dibiarkan hidup sam ..pai Aku jatuh cinta, dan berkat Kau, itu ter ..capai” Ujarnya.
Nania menggeleng.
“Nggak Dicky ! bertahanlah, Kau nggak boleh berkata seperti itu, jangan menakutiku” kecam Nania, Dicky menutup matanya, darah terus mengalir dari balik kepalanya, menyisakan percikan penuh di tubuh Nania.
ambulance datang dengan begitu terlambatnya, membawa beberapa raga yang terkapar itu ke arah, dimana rumah sakit berada.
Nania menggenggam erat jemarinya bahkan sampai di Unit Gawat Darurat.
“Tunggulah di luar” seorang suster menghalau langkahnya, Nania tercekat nafas, merelakan Dicky masuk ke dalam ruang yang serba putih.
Kevin datang menghampiri, riak khawatir jelas terpampang di wajahnya, Ia tak mengira semuanya akan jadi seperti ini.
“Dicky !!!” teriak Nania histeris.
“Tenanglah. Nania,.. ku mohon” Kevin menggenggam erat raganya, Nania menjerit tak bisa menguasai diri.
Ia terduduk lemas di tehel rumah sakit.
berharap jika, Dicky bisa keluar dari ruangan itu dengan keadaan yang baik – baik saja.

~~~

“Nania, AKu pikir karna sangat menyukaimu, Aku akan mati”
“Aku sangat bahagia denganmu sampai ingin mati”
“Nania, Aku tidak pernah bahagia selama kematian kedua orang tuaku. Tapi, semuanya berubah sejak bertemu denganmu, Aku ingin mati disaat Aku bahagia, bukan disaat Aku kesusahan, itu adalah anugrah”
Nania terbayang bayang kalimat yang Dicky katakan, kalimat
yang sangat menakutinya,
kenapa disaat Ia bisa mengakui rasa di hatinya, seseorang itu, seseorang itu malah akan meninggalkannya sendirian selamanya. Nania tak dapat menghentikan rasa khawatir dalam benaknya.
Kevin duduk tak bergerak sedikitpun dari ruang tunggu, Ia tak bersuara sepatah katapun. Ia termenung dungu, Ia berpikir jika sesuatu terjadi maka itu adalah kesalahannya.
Dokter membuka pintu ruang Yang tadi di masuki Dicky, Membuat Kevin dan Nania spontan berdiri.
“Maaf, Kami telah berusaha. Tapi, Keluarga kalian tak terselamatkan” ujarnya putus asa.
Ia kemudian berlalu, meninggalkan ruangan, membiarkan keluarga masuk, membiarkan Nania menjerit dan menjadi lilin mati dalam sekejap.
“Nggak !!” teriaknya, Nania berlalu kedalam, suster disitu menutup wajah Dicky dengan selimut.
Nania datang menarik selimutnya dengan kasar,
“Apa yang kau lakukan, Dia belum mati, Kau tak boleh memperlakukannya seperti ini” kecam Nania dengan amarahnya, Suster itu terunduk.
“Tenanglah, relakan dia” ujar Suster, Nania menarik kerah baju dinasnya.
“Apa yang baru saja kau katakan ? Kau ingin mati ?!!!” teriak Nania, Ia melempar suster itu ke dinding, lalu menghampiri Dicky yang tak bernyawa.
Nania mengelus pipi_nya dengan lembut, lalu tersenyum.
“Dicky, bangunlah sayang, Kita harus ke danau hijau” tatapnya lugu, Kevin terdiam di ujung pintu, menahan sesak nafas dan air matanya.
“Hentikkan Nania” ujarnya lemas. Kevin tak sanggup menahan air matanya yang berurai sendu, Ia terduduk lemas mengerang perih di depan pintu.
“Dicky, Aku bilang bangun, apa kau tak mendengarkan ucapan orang yang menyukaimu ?” tatap Nania, senyumnya memudar, menyadari Dicky tak berada di raganya lagi.
air matanya menetes lirih.
Nania diam, Ia menarik kerah baju Dicky lalu menciumnya.
“Aku bilang bangun sayang, Aku bilang bangun !!!” jerit Nania, “AAAKKKKKhhhRrRRRRRRrRRRRrrrr !!!!!!!”
Kevin datang menahan lengan Nania yang nyaris memberontak.
“Aku bilang bangun Dicky !!”
“Nania tenanglah..” Kevin memegangi badannya
“Kau bahkan tak mendengarkan ucapan orang yang menyukai mu ?!!! bangun DICKY !!!” Teriak Nania menjadi – jadi. Kevin menahannya sekuat tenaga.
“Nania, tenanglah kumohon..” ujarnya.
Nania melemas “Dicky,…”
Kevin melerai lengannya dengan selimut yang Nania remas, Nania pingsan.
Ia tak sadarkan diri.

~~~

                Udara di atas gedung yang Nania tapaki sangat kuat berhembus, Ia diam memandangi sekitar.
beberapa menit setelah Ia sadar, Ia bangun dan berlari ke sini, di atas gedung Rumah sakit.
Kevin tertidur di lengan Nania, saat Ia sadar Nania bahkan tak ada disampingnya, Ia bergegas mencarinya.
Nania berdiri di ujung tembok,
kakinya setengah tak menapak, Air matanya mengalir tak ingin berspasi.
“Jika Dicky mati, Aku juga akan mati” kecam nya.
Kevin tergopoh gopoh menemuinya.
“Nania, apa yang kau lakukan ? Nania jangan ! jangan pernah mencoba itu, Nania !!!” teriaknya,
Nania menapakan kakinya makin di pinggir batas pemisah.
Kevin maju selangkah.
“Jangan mendekat, Kevin !!” jeritnya, Ia Nampak begitu lusuh dengan bercak darah Dicky yang masih menempel di bajunya.
“Aku akan menyusul Dicky” tambahnya,
Nania berniat melompat dari pijakannya, Ia telah berada dibatas pemisah. Kevin tertegun tak menyangka Nania bisa senekat itu.
“Jangan Nania”
“Aku menyukainya, Kevin. Tapi, Tuhan merebutnya dariku, sudah ku bilangkan ? takdir itu kejam, Aku juga akan mati” Nania meliriknya sepintas.
air matanya mengalir deras tak bisa terhenti.
Kevin menggeleng.
“Jangan lakukan itu, Nania” ucapan itu tak berpengaruh sama sekali di pendengarannya, yang terbesit di otak sekarang hanyalah satu nama, satu nama untuk selamanya.
Nania melirik Kevin sepintas lalu menoleh ke bawah, yang terlihat olehnya dimalam ini hanyalah latar belakang rumah sakit yang temaram.
hujan turun, membasahi seluruh tubuhnya, Ia mendongak ke langit lalu melompat, Nania terjun ke bawah.
Ia tak terlihat dengan cepat.
“NA NI A …. !!!!!!” teriak Kevin,
Nania berlebam darah di bawah sana, Kevin segera berlari ke arahnya, melewati dua tangga dari atas bangunan bertingkat.
Nania tak bersuara,
Ia bisa saja dipastikan tak bernyawa karna melompat dari lantai tiga, Kevin dengan tergopoh gopoh berlari ke bawah, menggapai Nania yang menutup kedua matanya.

                derasnya hujan membawa darahnya hanyut di telan malam, Nania tak berdaya.
 “Nania, bangunlah..” ujar Kevin menangisi gadis di pelukannya, Ia memandangnya dengan segenap penyesalan.
“Ku mohon, bukan hanya kau yang terluka karna, Dicky meninggal. Tapi, jangan tambah dukaku dengan kepergianmu lagi, kumohon Nania bangunlah” isak Kevin.
Nania tak membuka matanya.
Kevin membopongnya kedalam ruang unit gawat darurat, para dokter membantunya untuk menangani Nania.
Kevin dengan seluruh raganya yang basah kuyup, makin tak dapat berbuat apa – apa di antara kedua orang yang Ia sayangi.


Can you Hear My Heart ??
***
“Benar, begitu repotnya menyukaimu” Suara Dicky saat menjaganya agar tak kabur dari kelas kedua.
“Apa Kau tidak percaya padaku, Nania ?” ketika keduanya tersesat di hutan camp, saat ingin menemukan danau di musim panas.
“Bintang.. Mereka banyak di sana, mereka terang dengan cahayanya sendiri. sayangnya, mereka sangatlah jauh, tidak ada yang bisa menggapainya, Aku harap untuk memantau mu nanti, Aku menjadi salah satu dari mereka” tunjuknya di jejaringan bintang, untuk menemukkan salah satu rasi_nya.
“Entahlah.. Aku ingin denganmu, sekarang, besok & Nanti, Aku bisa memikirkanmu 1000 x dalam sehari, Aku bisa gila. Aku mencintaimu selamanya… Tidak beibh, bukan hanya cukup lama, bahkan sangat lama & bahkan setelah kematian. Nania, setiap Aku memanggil, berusahalah untuk menjawabku, jika Tidak, itu akan sangat menyakitkan.  Can You Hear My Heart ?” untuk kerikil yang dilemparnya lewat jendela. juga untuk beberapa perumpamaan yang Dicky jawab di Danau Hijau.
“Nania, Kau tidak tahu apa yang orang rasakan saat menyukai orang lain ? mereka bahkan lebih memperhatikan orang itu ketimbang dirinya sendiri, mengorbankan segala yang setidaknya terbaik darinya, hanya demi satu orang… Karna terlalu memperhatikan orang yang disukai, Seseorang akan mengabaikan hidupnya, Aku bisa menjagamu sampai Kau tidak ingin menghilang, dan andaikan Kau hilang pun.. Aku bisa menemukanmu, ada yang namanya perasaan satu arah, Kau tak bersuara tapi, Kau memanggilku” beberapa kalimat yang terus membuat banyak pertanyaan baru.
Nania mendengar semua percakapan itu lagi.
seakan kini hidupnya berjalan mundur, dalam mimpi dengan mata yang terpejam itu, suara Dicky saat bersamanya terus terdengar, senyuman tulusnya, tawanya & wajahnya yang serius. bisa dengan jelas terlihat kembali.
“Kau tidak harus Bagaimana. Aku bisa melakukan segalanya untukmu, Kau lihat itu ? kunang – kunang. Kau bisa melihatnya setiap jam 10 malam, ini membuat Danau hijau Nampak lebih memukau kan ? satu – satunya Shine yang tidak sadar Ia memukau hanyalah Kau, mengambil banyak perhatianku, Apa kau tidak menyadari itu ?” suara lantangnya yang menandakan ketegasannya. kunang – kunang yang menghinggapi jacket tipisnya, semua itu, kenangan itu, terekam dengan nyata.
Nania belum sadar dari koma_nya. Tapi, ingatannya masih terngiang dengan jelas akan Dicky dan bahkan tidak bisa berhenti.
Dad & Mom menatap khawatir kondisi Nania yang tak bergerak dengan beribu perlengkapan medis di tubuhnya.
“Dia akan sadar, Dia tidak apa – apa” ulang Dokter untuk kedua kalinya, saat Dad mendatangi ruang khusus pemeriksaan.
“Katakan saja padaku dengan jelas Dokter, apa Dia akan baik – baik saja ketika sadar ?” Dad Nampak ketakutan.
“Dia akan baik – baik saja. Tapi, itu butuh waktu dan retina matanya rusak. jadi, kemungkinan besar saat Ia bangun nanti, Ia tak bisa melihat lagi” Dokter menutup pembicaraan.
“Maksud Dokter, Dia akan buta ?” tatap Mom, Dokter itu mengangguk lemas. memancing resah Tak bertepi bagi kedua orang tua Nania.
Kevin mengintip di pintu yang setengah terbuka, Ia lemas mendengar  vonis yang menurutnya tak layak untuk Nania.
Ia masuk ke dalam, membuat semua yang berada di ruang pemeriksaan terkejut.
“Nak Kevin ?” tegur Mom,
Kevin menoleh.
“Apa Dia benar – benar akan buta ?” tatapnya, Dokter mengangguk.
“pergilah Nak, ini bukan urusanmu” ujar Dad menyendu.
“Aku ..” Kevin bersikeras menetap.
“.. ikhlas untuk mendonorkan mata saudaraku untuk Nania” lanjut Kevin, Dad & Mom saling pandang tak percaya.
“Apa katamu ?” Dad mendekat ke arah Kevin berada.
“Saudaraku satu – satunya meninggal hari ini, Aku bersedia merelakan matanya untuk donor Nania” terang Kevin.
“Baiklah, kita akan melakukan_nya, Kau harus menandatangani surat persetujuan keluarga pasien terlebih dahulu, Aku akan mengurus sisanya secepat mungkin, operasi akan segera berlangsung setelah suratnya kami terima kembali” Dokter menunjukkan Kevin arah dimana Ia harus menandatangani surat persetujuan.
“Makasih Nak Kevin.. Terima kasih banyak” Dad menjamah lengannya kemudian bersimpuh di bawah kaki Kevin. Ia menangis. Kevin membantunya berdiri.
“Jangan berterima kasih padaku, Om” kecamnya.
“Apa keluargamu yang lain tak keberatan soal ini ?” Mom mendekat. Kevin menggeleng.
“Kami tinggal berdua didunia ini sejak 11 Tahun yang lalu. Jadi, tidak akan ada yang bisa meng_klaim kepemilikan mata saudara_ku, Ia pasti berbahagia disana, mengetahui Aku melakukan ini, pada gadis yang dicintainya” Kevin menjelaskan, Dad spontan memandangnya.
“Gadis yang dicintainya ??” ulang Dad tak percaya.
Kevin mengangguk, Ia membawa Dad & Mom ke kamar dimana Dicky terbaring, dimana Raga itu tak lagi bernyawa.
“Berterima kasihlah padanya, Om” tunjuk Kevin, Dad mendekat, membuka selimut di wajah nya.
“Ia pacar Nania, namanya Dicky.. cowok yang Om tidak suka selama ini, anak cowok yang selama ini Om benci karna dekat dengan Nania” Kevin berdiri tanpa ekspresi di depan pintu, Dad menangis, Ia Nampak menyesal.
“Maafkan Om, Nak Dicky.. Om tahu jika telah melakukan kesalahan, Tanpa alasan Om telah membencimu untuk mendekati Nania, padahal Om belum sempat mengenalmu, maafkan.. maafkan Om,.. Maaf Dicky” Dad terunduk bak padi dengan rentetan gerutuannya sendiri, Ia menangis penuh penyesalan.
Hujan diluar sana terdengar kerasnya, mengundang halilintar, mendekam dingin dan seakan turut bersedih, menangisi kepergian Dicky ke sana, ke tempat yang disebut sebagai bagian dari selamanya.

~~~

                Dua hari sejak kematian Dicky, Nania belum bangun dari komanya, Kevin berada di kuburan, di temani Rahel. beberapa Daisy mengalung di batu.
Dicky berdampingan dengan kedua orang tuanya, sebotol air mineral di tuangkan Kevin dimakam dimana Dicky terbaring selamanya. Rahel menjamah pundaknya.
“Kami turut berbela sungkawa, Senior”
Kevin mengangguk, Ia diam saja sejak pertama kali datang ke makam Dicky, Ia pernah kemari sebelumnya dan itu dengan Dicky. Tapi, Kini Ia malah kesini untuk kesekian kalinya demi menjenguk Dicky.
kehidupan itu tragis.
“Kevin, Aku pikir jika bukan karna Kau, Aku sudah mati” wajahnya terbayang jelas, saat Ia disampingnya, memberi pengeluhan bertubi – tubi.
siraman air mineral yang dituang Kevin merembes ke tanah.
“Kau tahu, apa yang menjadi mukjizat di Rover ? Aku bertemu gadis yang sama dari Noe Town, Dia menetap disana. dan Camp tahunan akan jadi kado hidup terindah, Dia juga di Alexander SHS kelas 12, lalu kami akan melewati Camp musim panas bersama”
Kevin merunduk bingung, menyadari jika Dicky sangat menyukai Nania dan akhirnya gadis itu akan menderita dengan kepergian Dicky  yang mendadak ini.
Ia bangun, lalu berjalan ke luar area pemakaman di temani Rahel, kakinya terasa berat untuk melangkah, meninggalkan saudara satu – satunya disana.
Ayah Dicky dengan Ibu Kevin yang sebenarnya adalah saudara seibu. Tapi, sejak Ayah Dicky memisakan diri dari keluarga, Nenek menikah lagi.
dan Ibu Kevin tinggal bersamanya,
Namun, Ayah Dicky pergi tinggal sendirian.
saat Ibu Kevin, hamil akan Kevin tanpa seorang Ayah, Kevin di buang ke panti asuhan begitu saja.
dan saat itu Ayah Dicky belum memiliki Dicky kecil.
jadi, mereka mengambil Kevin sebagai pancingan, dengan menganggapnya anak.
beberapa bulan saat kehamilan, Dicky lahir. Tapi, mereka tetap menganggap Kevin sebagai anak.
mungkin awalnya, Kevin tidak menyadari jika Ia hanya anak angkat dari adik Ayah Dicky, kecuali saat Nenek mengunjungi dan mengatakan kebenarannya di hadapan Kevin.
saat Ia berumur 7 tahun, sebelum akhirnya di tahun yang sama, Kedua orang Tua Dicky meninggal.
“Senior,..” Rahel membuyarkan segala lamunan itu,
Kevin menghentikan langkahnya.
“Hari ini, operasi Nania berhasil, Ia sadar..” ujarnya lagi.
Kevin menoleh.
“Bukankah itu berita baik ?” Kevin tersenyum.
Rahel merunduk lemas lalu menggeleng.
“kenapa ?” Kevin menanyai.
“Dia, bahkan tak berbicara satu kata pun, Dia hanya mengeluarkan air mata tanpa henti” keluh Rahel.
Ia berdiri dihadapan Kevin lalu bersimpuh di bawah kakinya.
Kevin tertegun.
“Apa yang kau lakukan ?” Kevin melihatnya tak berkedip.
Rahel menangis, Ia memegangi lutut Kevin.
“Aku mohon, bantu kakak_ku untuk kembali seperti dulu lagi, Aku mohon padamu untuk membuatnya seperti Nania yang dulu ku kenal, Aku tak bisa melihatnya seperti itu, Aku merasa Ia sangat kesakitan. Tapi, Ia tak mengatakannya, Aku tahu Dia mencintai Dicky dengan begitu banyak penyesalan, Aku mohon, Bantu Kakak_ku untuk kembali seperti Nania yang ku kenal, Aku mohon..” Rahel terisak.
Kevin mengangkat pundaknya.
Ia memandagi tangis lugu adik Nania itu.
Kevin diam, Rahel menghapus air matanya.
“Tolong, senior” pintanya lirih.
Kevin menatapnya dalam, ada bagian yang sulit dari Nania antara Ia dan Dicky, Kevin mengangguk.

~~~

                kiasan angin mengeringkan air matanya yang tak ingin berhenti, Nania diam. Ia duduk di depan jendela kamarnya tanpa suara.
pecahan bibirnya yang kering semakin menegaskan perih hatinya, tirai kain menyentuh jemarinya, udara balkon terasa sangat menyiksa.
“untuk mu saja, ambillah” kenangan itu membumming otaknya, saat Ia pertama kali bertemu Dicky di Noe Town.
rebutan Lemon Water di MiniMarket.
“maaf kalo begitu, tapi apa kita tidak bisa kenalan?”
“lalu, kenapa tidak mau kenalan ? aku akan berhenti mengikutimu saat aku bisa mengenal namamu, Namaku Dicky”
                Nania merundukan pandangannya, Air matanya mengalir tanpa spasi, Ia tak berniat menghentikan tangisannya, Ia bahkan tak melihat pemakaman Dicky, karna Ia baru sadar dari komanya 2 hari yang lalu.
kupu-kupu kecil masuk ke kamarnya, hinggap tepat di lentik jemari, Nania menatapnya tanpa ekspresi.
Rahel datang, Ia duduk didepan Nania.
Butterfly, Sista ? Cantiknya Dia” puji Rahel, Nania tak bersuara. Rahel menatap prihatin.
“Kau harus makan, Sista. Jika tidak kau akan sakit” bujuk Rahel, Ia menyuapi Nania sesendok bubur di tangannya.
Nania menghentakkan tangannya, sendok yang digenggam Rahel terpental ke lantai, Ia membuang mangkuknya.
kamar Nania penuh dengan bubur yang tumpah, Rahel merunduk lirih, memandangi kakaknya.
Ia kembali membawa kain pel, Ia membersihkan lantai kamar Nania, air matanya jatuh setetes di ujung pelupuk.
Nania diam, memandangi papan tangga menuju Danau Hijau.
“Umm, Nothing_ oh iya Nona Lemon Water, sesekali mampirlah ke rumahku, aku satu satunya tetangga yang menyenangkan disini”
air mata Nania jatuh, semua yang terjadi antara Dicky dan Ia, seakan tak bisa diredam oleh ingatan.
membuatnya selalu diam dan tak bisa menghentikan tangis.
“Kau Kelas Dua Belas Elizabeth ?” tegur Dicky saat Nania pertama kali di kelas Alexander Senior High Schools, ketika Nania belum memiliki teman satu pun.
“Mau mati ya ? Atau memang suka mencium tanah air ?” saat Nania tumbang di koridor kelas, menangkap telur
pemberian Ashela sebelum ke ruangan Ibu Med, mengambil seragam. Nania menutup matanya, angin menelusik dingin, menyentuh hingga ke rusuk.
Beberapa bulir air mata membuatnya kelu.
“Apapun yang terjadi, Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, dalam kesalahan apapun, Aku akan tetap bersamamu..” Nania terisak, Ia terunduk pilu.
Jeritan hati tak mampu membuatnya menjerit, Ia kelelahan.
Rahel mendekapnya erat.
“Tenanglah, Sista..” ujar Rahel memeluknya.
Nania merintih perih tanpa kalimat.
Ia sesenggukan menahan asa untuk mengerang.
Nania mengangkat bahu_ menyamakan dadanya untuk tegap, memaksa air mata terhenyak lirih di ujung pelupuk.
Rahel masih mendekapnya erat.
“Tenanglah, semuanya akan baik – baik saja, Aku akan menemanimu, Sista” peluk Rahel semampu hatinya memberi peryataan untuk kakak tak bernyawa itu, Nania menikmati desahan pilunya dengan rambut terurai yang di lusuhkan angin di balkon kamarnya,
Tirai jendela terhanyut desiran tanpa suara , berharap angin yang teduh tak menambah lirihnya nafas untuk berhembus lagi.

~~~

                Kevin berdiri di depan rumah Ibu Kandungnya, seorang wanita paruh baya, turun dari taxi. Ia berjalan memasuki pagar rumah itu.
“Apa yang Kau lakukan disini ?” tatapnya sangsi, Kevin tak menyahut, Ia tak bersuara sepatah kalimat pun.
wanita itu menatapnya heran, Ia meraih pintu pagar, hendak menutupnya. Kevin maju selangkah ke arahnya.
“Ada perlu apa, Anak muda ?” tatap Wanita itu bingung, Ia melirik penampilan Kevin dari ujung kakinya.
“Apa …” ujar Kevin lirih, Wanita itu tak berpaling.
“Menurutmu, Aku memiliki mata yang sama, bukan ?” lanjut Kevin lagi. Wanita itu memindahkan keranjang belanjanya ke tangan kanan, Ia tak mengerti apa yang dibicarakan disini. Ia memilih mendengarkan.
“Dagu yang sama, Bibir yang sama, denganmu..” Kevin menghela nafas panjang.
“Aku memimpikan bahkan disaat Aku sadar telah dibuang, Aku mengingatmu, bagaimana mungkin.. Kau tak mengenaliku ? Aku pikir, seorang Ibu yang akhirnya mengenali anaknya terlebih dahulu, Bagaimana Aku ? menganggap seseorang yang membuangku, datang menjemput kembali. dan ternyata tidak…” Air mata Kevin jatuh, Wanita itu terhenyak, Keranjang belanja yang di genggamnya tumpah ke tanah.
“Kau ? apakah Kau anakku ?” tatapnya tak percaya.
Kevin menggeleng.
“Tidak, Aku tak ingin menjadi anakmu, Aku berusaha membencimu karna telah melahirkan ku. Tapi, rasanya seperti menyakiti diriku sendiri, Aku pikir hal yang Kau sakiti tak akan berpengaruh bagimu juga, maafkan Aku .. Jika pada akhirnya Aku memutuskan untuk membencimu, membencimu karna telah membuangku..” Tutup Kevin, Ia menghapus air matanya, meninggalkan wanita itu didalam pagar rumah.
Elish menjerit.
“Jangan pergi ! anakku,.. Aku tak pernah membuangmu, Aku pikir Kau telah mati sejak ku lahirkan, Aku tak pernah membuangmu, Kumohon kembalilah..” Ibu Kevin terduduk di tanah saat mengejar Kevin yang berlalu dengan Motornya.
Ia menjerit lirih, menahan sesak batinnya.
Kevin menarik gas motornya dengan sangat laju, Ia berhenti di bawah pohon di trotoar jalan yang sunyi.
terduduk lemas, menanggapi rontokkan daun menghampirinya dengan desiran angin.
Ia menoleh, sesaat sadar ada seseorang yang mendatanginya dari belakang.
“Nania .. ?” tatapnya heran, Gadis itu meliriknya sepintas.
lalu duduk, disampingnya.
Wajahnya pucat, tanpa rona dan tanpa ekspresi.
Kevin diam, Nania diam.
keduanya disana tanpa suara.






Sarang Ah Nae Ge Oh Gi Man Hae
***
“Bagaimana perasaanmu ?” Kevin memulai,
Nania menoleh lesu, tatapan kosong itu menyimpulkan  jawabannya sendiri.
“Nania, Bisakah Kau merelakannya ?” Kevin merunduk.
“Dia nggak mati, Kevin” ujar Nania lirih.
Ia menoleh, perasaan kehilangan selalu menjadi alasan utama seseorang merasa tak ingin melanjutkan hidup.
“Relakan Dia, itu membantunya untuk tak mengkhawatirkan _mu, Dia pasti tak ingin meninggalkanmu dalam keadaan yang seperti ini. Jadi, relakan saja Dia”
Nania merunduk lemas.
“Aku tak pernah mengerti arti kehilangan, sampai akhirnya membuka hati untuknya, dan semuanya berakhir bagiku, Apa kau tahu perasaan seperti apa itu ?” urai Nania.
Kevin tersenyum.
“Apa Kau mengkasihani dirimu sendiri padaku ? Apa kau tidak menyadari jika Dicky adalah keluargaku satu – satunya ? atau bahkan kau tidak tahu apa yang terjadi di sekelilingmu ? Aku bahkan sudah mengerti arti kehilangan sejak aku dilahirkan, bagaimana bisa, kau menyalahkan kehidupan, Nania ?” Ia memandangi gadis itu tepat dibulir matanya.
Nania terdiam, mengerem kesedihannya.
“Ku pikir karna Aku tak menghabiskan waktu dengan baik dengannya dan hanya menyimpulkan kalimat yang ingin di dengarnya disaat Ia sudah sekarat”
“Nania, berjanjilah padaku” Kevin meraih jemarinya.
“Untuk ?”
“Untuk tak berlari, untuk tak menyiksa dirimu lagi, untuk tak mencoba membunuh diri, Demi Dicky” pinta Kevin.
“Demi Dicky ?” ulang Nania bingung.
“iYa, Demi Dicky yang berada di pandanganmu” terang Kevin.
“Aku tak mengerti” Nania menggeleng.
“Dengar, saat malam dimana Ia meninggal..”
“Jangan sebut Ia meninggal !” jerit Nania
“.. Juga malam dimana Kau mencoba untuk bunuh diri, Dokter mengvonismu buta, karna retinamu rusak. jadi, berhentilah menyiksa dirimu lagi” lanjut Kevin.
“Buktinya Aku masih bisa melihat !” Nania menadah lengannya. Kevin merunduk pilu.
“Benar, Kau melihat dengan matanya, dengan mata yang di donorkan Dicky padamu. Jadi, kumohon, berhentilah menyiksa matanya dengan terus menangis, Nania” pinta Kevin, gadis itu tercekat nafas, Ia melirik sadis ke arah Kevin berada, lalu menggeleng tak percaya.
“Apa katamu ?” Nania menoleh ragu.
“Mata yang aku gunakan ini, milik Dicky ?!” tadahnya, Kevin diam, sampai tak berani menoleh ke arahnya.
“Jangan katakan kebohongan padaku ! jangan mencoba untuk membodohi” teriak Nania geram.
“Maaf Nania. Jadi, kumohon berhentilah menangisinya, demi Dicky” pinta Kevin, Ia menjamah jemarinya.
Nania menggeleng, Ia berlari, meninggalkan Kevin di trotoar.
“Na ni a !!” teriak Kevin. Namun, gadis itu tak menghiraukan, memaksa Kevin mengejarnya.
sebelum gadis itu melakukan hal nekat lagi.
Matahari tertutup awan gelap, air mata langit menetes satu per satu, percikannya membut debu bergelimang.
Hujan bersatu dengan gunturnya yang menjadi.
Nania berhenti di depan makan Dicky, dimana Dicky terbaring selamanya. Kevin terhenyak dibelakangnya.
Nania menjerit.
“Kenapa KAU Lakukan ini padaku ? Ke Na Pa  !!!!” Ia terbanting lemas memeluk gumpalan tanah.
“Apa ini satu – satunya cara untuk menghentikan tangisku ?” Nania mengerang perih.
Hujan membasahi seluruh tubuhnya, Kevin terdiam di belakang, membiarkan deras hujan mengguyur badannya.
“Dicky, kenapa Kau melakukan ini padaku ?!” jeritnya,
Kevin menghampiri, Ia memeluk erat gadis itu.
Nania menjerit tak tentu.
Kevin menangis tertahan.
“Dicky..” ulang Nania lemas. Ia pingsan.

~~~

                Rahel duduk di teras dengan khawatir, melihat sekeliling dengan gelisah, akan Nania kakak_nya yang belum dirumah, bahkan disaat hujan mendesir dengan lebatnya.
Kevin tergopoh gopoh membopong Nania dalam peluknya, menghampiri rumah Dicky.
Ia meletakan Nania di kamar tamu.
meminta Ausy, pembantu wanita paruh baya di rumah itu, untuk menggantikan pakaian basahnya.
Rumah Dicky juga rumah Kevin sejak kecil. dan mereka terbiasa dengan Ausy sejak masih kanak – kanak.
Kevin menyalakan penghangat ruangan otomatis.
Ausy selesai dengan pekerjaan tambahannya lalu meninggalkan Nania di dalam kamar.
Kevin masuk, Ia membelai lembut pelipis Nania yang terakit Rambut liar.
 “Dicky, Aku akan mengambil alih tugasmu mulai sekarang, Aku akan menjaga Gadismu” bisiknya lirih.
Kevin merungkuk di lengan Nania, tertidur dengan lemas di kursi, menadah lengan Nania sebagai bantalnya.
Nania membuka matanya perlahan, melihat Kevin yang tertidur pulas di lengannya.
“Bagaimana Bisa, Kau ? orang yang bahkan tak pernah ku tahu namanya dulu, kini menjadi orang pertama yang hadir saat alarm minta tolong dihatiku berbunyi” keluh Nania.
Ia tak berniat mengurai air mata lagi, saat mengetahui jika mata yang membuatnya melihat adalah pemberian Dicky.
bagian dari tubuh Dicky yang kini melekat dalam dirinya.
“Kau tahu Akasia ? Dia tetap akan tumbuh apapun yang terjadi, Dia kuat, jika badai pun merobohkannya, asalkan masih menyentuh tanah, Ia akan kembali berdiri. apa kau bisa seperti itu?” Dicky dengan ucapan yang dulu, kini dapat dimengerti maksudnya.
Nania merunduk lirih.
“Kau harus bisa sekuat Akasia seseungguhnya atau bahkan lebih dari itu, karna badai yang datang nanti mungkin juga akan segera berlalu, dan jika badai itu pada akhirnya meninggalkan bekas, jangan terlalu lama untuk roboh, bangunlah dan lihat bagaimana hidup membawa_mu, Kau paham itu, Nania ?”
beberapa kalimat membuatnya terlelap, kalimat yang memberi pertanda sejak awal.
jeritan hati membuatnya membuang nafas penuh beban.
Nania menutup matanya lagi, Ia tertidur, hujan diluar sana masih menelusik dingin, seakan menyambut irisan hati yang terkeping tanpa sisa.
berharap saat bangun nanti, semuanya akan bisa dengan jelas terlihat, melihat bagaimana hidup membawanya.

~~~

“Dia sedang tidur” ujar Kevin di telpon.
Ia melirik Nania yang terlelap, membuatnya menelpon Rahel, Ia sadar betul bagaimana khawatir adiknya itu.
“Aku akan mengantarnya pulang Nanti saat Ia bangun”
kemudian Kevin menaruh kembali telponnya, Ia berlalu ke dapur, di samping kolam ikan, Air terjun kecil mendesah suara air, riak riak dingin akibat sisa hujan berhenti, masih terasa.
Ia meraih teko, menuangkan secangkir teh lalu meneguknya, melempar makanan ikan di kolam, Koi koi kecil itu tak sadar jika pemiliknya telah menginggalkan mereka selamanya.
Kevi mengiris pecahan Wortel lebih kecil lagi, memasukkannya pada air kaldu yang mendidih di perapian kompor, wangi lauknya menggugah mimpi Nania.
Ia bangun, melirik jam di dinding, malangkah turun ke dapur yang agak lengser tanahnya.
Kevin menoleh, Ia tersenyum hangat.
“Kau sudah bangun” tegur Kevin.
Nania mengangguk tanpa ekspresi, memperhatikan sekelilingnya, ini pertama kalinya Ia masuk ke rumah Dicky.
Kevin meletakan sup nya ke mangkok kecil dengan nasi di sebuah muk untuk Nania.
“Makanlah” pintanya,
Nania menjamahnya pelan, Lalu mencicipi panasnya sup buatan Kevin, Ia melirik sadis, merasa lidahnya terbakar.
Kevin tersenyum simpul.
“Panas ? mau ku dinginkan untukmu ?” tatapnya, Nania diam. Kevin meraih magkuk sup Nania, Ia meniupinya dengan mengulai sendoknya ke beberapa sisi sekian menit.
Lalu meletakannya lagi dihadapan Nania.
“Cobalah, itu sudah tidak sepanas yang tadi” ujarnya, Nania menghirup sesendok, lalu meraih semuanya.
Ia memakan nasi yang disediakan Dicky dengan lahap.
Ia memakannya semua tanpa sisa.
Ia bahkan tak sempat melihat wajah Kevin lagi.
saat selesai, Ia melirik dengan takut ke arah Kevin yang memajang senyum hangat. Kevin mengengkat keningnya.
“Masih mau lagi ?” tawarnya.
Nania menggeleng.
“Aku mau pulang” desahnya. Kevin mengangguk.
“Biar ku antar” kilahnya, Ia menjamah jemari Nania, menggandengnya ke luar rumah.
memboncengnya ke beberapa meter di seberang jalan, rumah yang sangat berdekatan satu sama lainnya.
Sista ? Kau baik – baik saja ?” tegur Rahel dari teras. Nania berjalan ke arahnya, Ia langsung menggandeng Nania.
“Jagalah Ia, Aku harus pulang” Kevin mengundurkan diri.
“Makasih, Senior” Rahel tersenyum haru, terharu melihat Senornya akhirnya mau menepati janjinya, atas permintaan nya beberapa hari lalu saat Dicky di makamkan.
Kevin pergi.
Sista, mau makan ?”
“Aku sudah selesai makan dengan Kevin” Nania berlalu ke kamar. Mom & Dad menatapnya khawatir.
Dad mengetuk pintu kamar Nania, Gadis itu tertegun saat mendapati Dad masuk.
“Nania” tegur Dad.
Nania menoleh, lalu menatap danau hijau dari balkon kamarnya, Dad mendekat.
“Merasa lebih baik ?” Dad Nampak khawatir.
“Dad,..” keluh Nania.
“Ya sayang ?” Dad duduk di hadapannya.
“Apa kau menyayangiku ?”
“Sangat Nania, Demi apapun. Dad sangat menyayangi Nania”
“Dad,.. bisakah” Nania menarik nafasnya kelu.
“.. bisakah Kita pindah tempat tinggal ?” lanjutnya.
Dad terhenyak, Nania adalah orang yang paling bahagia saat keluarganya memutuskan untuk nggak pindah – pindah tempat tinggal lagi. Tapi, kini malah gadis itu yang memintanya.
“Aku tak bisa melanjutkan hidupku disini, terlalu banyak Dicky disini Dad, karna terlalu banyak, Aku sampai tak bisa bernapas” ujar Nania.
Dad diam.
“Aku ingin melihat hal baru dengan mata yang Dicky berikan padaku” lanjutnya, Dad terhenyak.
“Kau tahu matamu ?”
Nania mengangguk, Ia mengerti jika berita itu disembunyikan darinya oleh semua penghuni rumah.
“Baiklah, Nania” Dad meyerah
“Kita akan pindah” tutup Dad.

~~~

                Ashela mengendarai motor barunya dengan Lee sampai ke Rock street. Kevin mengenalnya saat pesta BarbQue dirumah Nania beberapa waktu yang lalu.
“Kau teman Nania kan ?” tegurnya.
“Iya, Hay Kevin.. Apa kau tinggal disini ?” Ashela tersenyum.
“yeah, begitulah. Apa itu pacarmu ?”
“Hay, Kau melupakanku ? Aku juga hadir saat pesta BarbQue di rumah Nania” ujar Lee menyeringai.
Kevin tersenyum simpul.
“Begitukah ? maaf jika Aku menyinggungmu”
Lee menggeleng.
“Andai Nania bisa tersenyum seperti itu lagi, bukankah itu sangat menyenangkan” keluh Ashela. Ia mengurai memorinya sejak pertama kali bertemu Nania, bahkan Nania lah orang pertama yang menjadi temannya, dan juga mengubahnya secantik sekarang.
“Kau menjenguknya ?” tanya Kevin,
Ashela tersenyum, Lalu mengangguk.
“Iya, Aku dan Lee kerumahnya, beberapa tempo yang lalu”
Kevin mengangguk, Ia merasa lega jika teman – teman Nania masih mempedulikannya seperti itu.
“sebelum Nania pindah ke Australia” lanjut Lee, Ia menggulung lengan bajunya sampai ke siku.
Kevin tertegun, Ia spontan melirik Lee.
“Apa katamu ? Nania pindah ke Australia ?” tatapnya tak percaya. Lee mengangguk.
“Iya, mereka sekeluarga pindah, mungkin kenangan Nania tentang Dicky terlalu menyesakkan di sini. Jadi, mereka memutuskan untuk pindah tempat tinggal lagi” terang Ashela, Ia sadar bagaiman Nania bercerita padanya jika mereka sering move on life, meski sekarang tanpa alasan moving proyek Dad, mereka telah melakukan perpindahan.
“Mereka pindah ? Rahel bahkan tak memberi tahu ku” keluh Kevin lirih.
“Apa Kau punya alamat nya ?” tadah Kevin lagi.
Ashela menggeleng.
“Kami tak punya” ujar Lee.
Kevin merunduk sedih, Ia terduduk lemas di depan teras rumahnya, bahkan ketika Lee & Ashela telah berlalu ke Rover Street, meninggalkannya tanpa kalimat.
“Kau benar – benar hilang Nania ?” keluh Kevin, air matanya menetes lirih di ujung kelopak.
Nania telah pergi ke tempat yang jauh tanpa alamat untuknya, tanpa kesempatan untuk mungkin bertemu dengannya, tanpa ada cara untuk mencarinya.
Kevin tak bergeser se_inci pun dari duduknya, Ia terdiam dungu disana.
“Ahk, aku ingat.. Kau Senior Rahel di kelas Memanah kan ? Aku hanya berpikir pernah melihatmu saja, bukannya mengingatmu” suara Nania mengurai kenangan mereka saat barbQue di depan danau hijau.
Kevin merungkuk perih. “Nania..” bisiknya.
“Karna ini celemek de.. dengan 2 model tim.. bal balik” kegugupan Nania yang membuat Nania gagap di hadapan Kevin. uraian rambutnya yang memikat, tatapan tulusnya yang sangat jaim, warna matanya yang agak orange semu, cara bicaranya yang sok dan special Nania.
“Kau tidak tahu ? BarbQue semalam adalah perayaan perpindahan terakhirku, itu artinya Aku dan keluargaku akan menetap disini selama – lamanya” yang ternyata Nania pun tak selamanya menetap di Rover.
“Mencoba menjadi seseorang yang misterius ? Aku hanya bingung saja, Kau itu seseorang yang seperti apa, Kau tidak ingin dikenali sebagai teman ?” saat Ia memaksa Kevin untuk mengatakan namanya.
juga ekspresinya yang marah – marah itu, ekspresi yang merindukan saat Ia menggantinya dengan tangis akan Dicky setiap harinya.
“Bu_bukan begitu.. Kau sangat berlebihan, Aku sampai tak mengerti apa yang Kau bicarakan, ditanya apa dan alurnya kemana ? semuanya nyasar, dasar orang anneh” pengeluhan bertubi tubi ciri khas Nania yang terbuka.
“Kau selalu sekasar ini denganku, tidak bisakah kau bersikap sopan se_kali saja ?” ketika Kevin datang meminjam camera Rahel. dan Nania sedang memasang wajah tak lurus.
“Aku menjalin hubungan dengan orang yang tak disukai oleh Dad” pengeluhan Nania ketika mereka memotret puncak.
Kevin tak mengerti kenapa semua kenangan itu menghampirinya, Ia terunduk perih melempar kerikil kecil di tangannya ke jalan setapak.
“Kau berpikir jika Aku sesedih ini karna kehilangannya, maka itulah bagaimana Aku mencintainya ?” tadah Nania saat Dicky pergi dari puncak, menemukannya bersama Kevin untuk tak pulang bersama.
“Benar Nania, Aku juga sesedih ini karna kehilanganmu, maka itulah bagaimana Aku mencintaimu..” keluh Kevin di depan teras rumahnya, angin mendesir de daunan di pohon, membuat helaian daun keguguran dan menghampirinya yang penuh dengan keresahan.
“.. Benar, Itulah Bagaimana Aku mencintaimu..” bisik Lirih Kevin, Ia memejamkan matanya, menghirup segala angin musiman yang merebahkan panas menjadi dingin.
dingin disini, sedingin dinding hatinya yang membeku.


Can You Smile ?
***
Nania tak menganggap beberapa kenangan di Rover akan menghantuinya bahkan ketika Ia telah berada di Australy, Rahel melanjutkan study_nya di Junior High Schools terdekat, sangat berdekatan dengan tempat Les Nania.
Nania les Piano di samping JHS tempat Rahel menimba ilmu, kelulusan Senior High Schools ini, tak membuatnya gencar untuk mengikuti tes perguruan tinggi.
beberapa Nada yang dikutipnya mengalun indah, ada sesuatu tentang musik selain iramanya yang merdu, piano terasa menyembunyikan misteri, nada – nada yang tersusun apik terdengar menenangkan.
kekhawatiran Nania tak terjawab oleh orang terdekatnya. Namun, oleh dirinya sendiri.
“Bisakah Kau terus bersamaku, selamanya ?” pertanyaan Nania itu bukankah telah mendapatkan jawaban sebelumnya.
“Selamanya untuk menyukaimu aku bisa. Tapi, untuk terus bersamamu, itu di luar kemampuanku” Ujar Dicky.
“Kenapa ?” Nania Nampak khawatir.
“kematian ? bagaimana jika dipisahkan dengan kematian ?” tawar Dicky, Nania menggeleng.
“Jangan menyebut kematian sebagai faktor” kecamnya
Dicky tertawa ringan.
“Semua orang akan kesana kan ?”
Nania menggeleng lagi
“Bagaimana jika Aku minta Kau nggak boleh mati, apa kau bisa berjanji untuk nggak mati ?” tatapnya.
Dicky tersenyum dalam, Ia memegangi wajah gadisnya lalu memperhatikannya dengan seksama.
“Dalam mencintai, nggak ada perjanjian untuk hidup lebih lama, Nania. nggak ada perjanjian seperti itu” ujar Dicky
“Begitu kah ? takdir sangatlah kejam” Nania mengeluh.
“Tidak ada takdir yang kejam, Nania sayangku. hidup itu adalah pilihan, sebanyak kita mampu memilih yang terindah. tapi, takdir yang menentukan mana yang akhirnya terbaik. Kau paham ?” ujar Dicky lagi.
Nania mengangguk.
                kenangan di Danau hutan, saat Camp musim panas, mengingatkannya, Nania melirik tuts-tuts nada dihadapannya. Ia masih memainkan music sebagaimana music bisa menenangkannya.

~~~

“Kau akan mengikuti prifat ?”
“Yeah, Ausy” Kevin mengangguk.
Ia pergi dengan motornya yang purple kecoklatan, ke arah dimana Ia mengikuti kelas prifat untuk persiapan memasuki Universitas Impian.
kelulusan Senior High Schools terasa sangat melegakan, ada dunia baru disana, tempat seseorang bisa disebut dewasa kebanding remaja.
Kevin berhenti dari Group memanah dan berhenti menjadi guru les piano untuk sementara waktu, sampai akhirnya kini Ia disibukkan dengan prifat University.
“Aku tak melihat yang lain” keluh Ashela, Ia mencari – cari wajah Lee di antara teman – temannya.
Kevin menghampiri.
“Merasa kehilangan pacar ?” tegurnya, Ashela tertegun.
“Kenapa tidak memanggilnya di ruang speaker ? Atau memasang wajagnya di pamphlet, dengan tulisan Lee yang malang” tawar Kevin, Ashela menepuk bahunya.
Kevin meringkik kesakitan, memancing tawa Ashela.
“Jangan menghina Sung Ha jung_ ala Duce Town seperti itu”
kecamnya, Kevin tertawa reflex saat Ashela masih mempercayai jika Lee mirip Sungha.
“Baiklah, aku pikir setelah setahun lamanya, Lee sudah berganti kemiripan, akankah Dia mirip dengan John Hoon ?” tanya Kevin. Ashela meringis.
“Aku tahu, yang di Love in The Place kan ? Aku rasa Kim Jeong Hoon’s lebih mirip denganmu” tatap Ashela dramatis.
“Aku  tahu, Aku bahkan lebih tampan daripadanya” kecam Kevin, lalu Ia tertawa sepuasnya.
Ashela pasrah saja di perlakukan joke seperti itu, Kevin sudah lebih baik setahun terakhir ini.
                Meski, kenangan itu tak juga bisa terhapus segampang membalikkan telapak tangan, Kevin meninggalkan Ashela saat Lee datang.
Ia memilih pergi ke perpustakaan, mencari referensi.
“Bisa minta tolong ambilkan buku itu, kak ?” tegur seorang Gadis, Kevin menoleh, agak tinggi dan Ia tahu para gadis tak akan sampai menggapai buku di rak atas.
Kevin mengangguk, Ia menarik satu literature dan meraih buku itu, Ia membacanya.
“Secret Story ?” Kevin melirik gadis itu.
Ia mengangguk.
“Cerita Rahasia ?” ulang Kevin, Gadis itu meraihnya lalu tersenyum dangkal.
“Jika ceritanya rahasia, kenapa harus diceritakan dalam sebuah buku” keluh Kevin.
“Ku pikir, karna semua orang memiliki cerita rahasianya sendiri, tentang masa lalu, yang mungkin tak ingin terulang lagi Namun, tak segampang melupakannya” jawab Gadis itu.
Kevin mengangguk lirih.
“Kau juga punya rahasia ?” tatapnya
“Aku ? ku pikir JHS belum saatnya mendapatkan magic secret story” kilah Gadis dihadapannya. Kevin tersenyum.
“.. Aku harus pergi, terima kasih kak’ sudah mengambilkannya untukku” lanjut nya.
Ia berlalu di ujung lorong – lorong buku.
Benar, itulah beberapa rahasia yang akhirnya Ia tela’ah dalam hidup. Tentang Dicky, tentang pertemuannya dengan Nania dan ketika keduanya hilang dari dunia_nya sekaligus.
Kevin kembali berkutat dengan buku – buku tentang Sosiolog, Ia tak biasa belajar sebanyak itu. Jadi, salah satu efek samping akibat belajar adalah, Ia selalu mendapat mimisan.
merasa kepalanya penuh dengan catatan sampai terasa panas, mampu membuat hidungnya mengeluarkan banyak darah.
Ia harus mempersiapkan banyak tisu sebelum akhirnya pergi membaca banyak literature di perpustakaan.

~~~

                Hal yang dipersiapkan Dad dibelakang rumah Ialah salah satu cara, untuk membuat kedua putrinya betah.
jadi, Ia rela menyibukkan dirinya dengan sangat repot. menyusun beberapa balok kayu menjadi sebuah tempat duduk yang nyaman.
Udara belakang rumah tak terlalu panas, mereka menetap dirumah yang di warisi Grand Pha padanya.
“Nania ? kemari” panggil Dad, Nania baru membuka pintu belakang, Ia selalu pulang jalan kaki dengan memilih melewati pintu belakang sebagai jalan pintas.
dan orang yang pertama kali ditemuianya saat pulang les adalah Dad. Nania tertegun mendapati Dad sangatlah sibuk dengan beberapa balok kayu.
“Dad sedang apa ?” tatapnya
“Baiklah, Dad sedang membuat beberapa balok menjadi kursi belakang yang nyaman, Kau bisa berjemur dibelakang rumah dengan kursi yang Dad ciptakan” terang Dad dengan semangatnya.
“Aku tak ingin menjadi coklat lagi”
“kalau begitu, Dad saja yang akan menjadi coklat untuk menggantikanmu” tawar Dad lalu tertawa.
Nania meringis di ujung lipsnya.
Rahel datang.
Sista, bagaimana pianomu ? apa kini jauh lebih baik ?” Rahel berlarian ke arahnya.
“Ku pikir Kini Aku siap untuk pentas saat penerimaan mahasiswa baru” terang Nania.
Ia harus kerja keras untuk bisa mahir Piano dari yang tidak tahu sama sekali. Nania pernah belajar piano saat kecil dan jika ditanya waktu remaja, Ia telah melupakan semua balok not di tuts hitam putih bernada.
Namun, sejak Ia mendaftarkan diri ke Universitas impian, Ia diminta memainkan Piano di penerimaan mahasiswa baru nanti.
itulah sebabnya Nania memilih untuk mengikuti les piano kembali saat ini, dengan harapan Ia tak akan memalukan dirinya sendiri saat pentas penerimaan mahasiswa baru.
“Yeah, tinggal 1 minggu waktu latihan mu” ujar Rahel, Ia memeluk Nania erat. Ia sangat menyayangi Nania sejak Nania nyaris tak bernyawa dalam keadaan hidup.
Nania mengangguk lemas.
“Mau istirahat ?” tawar Rahel.
“Aku pikir, daripada istirahat, membantu Dad terasa lebih menyenangkan” jawabnya. Rahel meringis, Dad tertawa.
“Pintar sekali, kalau begitu, Nania pegang balok kayu_nya dari ujung sana, Kau Rahel pergilah mengambil paku”
Dad Nampak sebegitu semangat_nya. Rahel tertawa.
“Dad, sangat niat membuat belakang rumah menjadi tempat berjemur” kecamnya.
Dad tertawa mendengar Rahel men_joke padanya.

~~~

“Kau akan mendaftar ke mana ?” tanya Ashela,
Lee menoleh, merapikan daftar literature di atas meja perpustakaan.
“Aku akan ke Hardvard” tegasnya, Ia tersenyum.
“Baiklah, Kau pintar, sementara Aku ?” Ashela mengeryit.
“Kau berniat memasuki Hardvard denganku ?” tatapnya.
Ashela mengangguk.
“Mengambil bagian hukum sangat menyenangkan” puji Ashela. “Lalu akan menjadi Jaksa wilayah ?” Kevin meletakan bukunya di meja duduk depan Ashela dan Lee.
mereka spontan menoleh.
“Kau sendiri mau mengambil dimana ?” Ashela menanyai.
“Aku akan ke Australy” tegas Kevin.
“Benarkah ?”
“Yup”
Ashela mengangguk yakin.
“Berniat mempelajari dunia ? sebagai para pakar sosiolog ?” Lee menggoda, Ia mengorek – ngorek literature yang di kutat Kevin sepanjang hari.
“Sepertinya begitu” angguk Kevin.
“Great ! Aku juga ingin ke Australia, disana ada Nania” Ashela tertawa ringan.
“Katanya mau mengambil hukum di Hardvard denganku ?” Lee spontan menadah.
“Fine, Jika kau memaksa” Ashela nyengir.
“Lagian, Australy nggak sesempit daun semanggi..”
Lee memberi komentarnya.
“.. Bagaimana akan bertemu Nania, jika Kita bahkan nggak tahu Dia dibagian yang mana” lanjut Lee.
“Baiklah, baiklah, Aku akan mengikutimu ke Hardvard” kecam Ashela, Lee tersenyum garing.
“Benar, bagaimana akan bertemu dengan Nania di Australy, jika Aku bahkan nggak punya alamat lengkapnya” Kevin mengeluh, Ia Nampak setengah putus asa.
“Dengar apa yang dikatakan, Lee ? Australy nggak selebar daun semanggi. Tapi, coba saja Kau bayangkan, jika Ternyata kejaiban semanggi empat daun, kadang terlihat meyakinkan” Ashela menepuk bahunya.
“Kau percaya Dewa semanggi empat daun ?” tatap Kevin.
“Aku hanya berpikir, keajaiban kadang terjadi” terang Ashela. Kevin mengangguk, Ia mengerti.
“Baiklah, Aku akan segera mencari_nya” Kevin terdengar begitu bersemangat.
“Kau benar – benar, ke Australy untuk bertemu Nania ?” Lee menoleh, Ia Nampak curiga.
“Aku tak bisa bilang tidak, Lee” Angguk Kevin.
“Sepertinya, Aku melewatkan satu hal, apa kau menyukai Nania ?” tatap Ashela ragu.
“Aku tak bisa bilang tidak, Ashela” jawab Kevin lagi.
Keduanya saling pandang.
“Wah, Kau benar – benar menyukainya, Kevin” Ashela bisa menjadi pendefinisi yang baik.
Kevin bahkan belum pernah mengatakan ketertarikan kepada Nania secara langsung. Tapi, Ashela dapat segera menebaknya.
“Yeah, semoga saja Kau beruntung dan bertemu dengannya disana” kecam Lee dingin.
“Hey ! Aku pikir mata hati lebih tajam dibanding mata sesungguhnya, mereka pasti akan bertemu”
Ashela mengangguk yakin, Ia dengan sikapnya yang spesifik menenangkan memang sangat berpengaruh bagi orang lain.
“Terima kasih untuk kata – katanya. Shel, cukup membantu” Kevin tersenyum simpul, Ia berdiri dari duduknya.
Kemudian berlari keluar perpustakaan.
“Dia sangat bersemangat”
“Dia memang seharusnya seperti itu, Dia selalu seperti itu sejak kita mengenalnya di Rover tempat tinggal, Nania” terang Ashela, Lee mengangguk.
kembali menjadikan beberapa buku tebal sebagai obyek yang sangat memikat untuk di selidik.
persyaratan memasuki universitas impian di tentukan dari hasil tes penerimaan mahasiswa baru, Jika itu tergapai. Maka, semua gelar sarjana yang ingin di sandang dalam Collage Student akan teraih dengan mudahnya.
Kevin berlari sepanjang trotoar pejalan kaki, menyisakan riak kelelahan di dagunya.
Ia berhenti dibawah pohon berdaun lebat, Lalu menghapus butiran peluh di wajah tanpa seksama.
Kevin duduk ditanah, mencari semanggi berdaun empat. riak letihnya tak membuat semangatnya luntur, Ia berusaha untuk focus.
“Dimana Kau Semanggi empat daun ? berilah keajaiban untukku dimasa itu, Aku ingin melihatnya, melihat senyumnya” Kevin kelelahan, Ia bersandar di bawah pohon, semanggi biasanya berdaun tiga helai dan jika mukjizat memberi keleluasaan. Maka, itu adalah kesempatan terbaik.
Ia menatap dedaunan semanggi yang menjalar di bawah pohon lebat.
Kevin terkesijap.
Ia menemukan semanggi berhelai empat diantara jemarinya yang menangkuh.
“Kumohon, Berikan aku kesempatan untuk bertemu dengannya, dengan satu keajaiban untuk dapat melihat senyumnya. Dengar.. Aku mohon berilah keajaiban padaku untuk dapat bertemu dengannya tanpa tangisan, Kumohon..” Teriak Kevin, Ia berlutut di hadapan empat helai daun semanggi yang bermekar.
Air mata Kevin jatuh dipelupuk.
“Aku sangat merindukanmu, Nania” keluhnya lirih.
Hujan turun dengan derasnya secara tiba – tiba, seluruh tubuhnya tertimpa, Ia basah kuyup.
Kevin tertawa mendapati badannya utuh kehujanan.
“Aku suka Hujan, saat Aku harus tertahan menginap semalam dirumahnya, Aku suka hujan saat Ia menangis dipelukku, Aku suka hujan saat Ia tertidur  dipangkuanku” kenang Kevin.
Ia tersenyum haru.

***
“Nania ?” tegur Mom,
Nania menoleh, Ia berdiri di ujung balkon menatap pijaran bintang dilangit.
menela’ah arti Aries pada Sweet SevenTeen setahun yang lalu, Rasinya berkata benar, Ia telah melewati kisah cinta yang sangat rumit.
“Kau mengenangnya lagi ?” tatap Mom,
Nania menggeleng.
“Mom, Lihat itu ?” tunjuknya dilangit.
Mom mengadahkan kepalanya ke angkasa, titik – titik bersinar itu Nampak berkilau.
“Aku tak harus mengenangnya, Ia telah menjadi satu dari sekian banyak mereka” terang Nania.
“Dicky ?” tanya Mom ragu,
Nania mengangguk.
Ia ingat apa yang Dicky janjikan saat camp musim panas.
“Mereka banyak di sana, mereka terang dengan cahayanya sendiri. sayangnya, mereka sangatlah jauh, tidak ada yang bisa menggapainya. Aku harap untuk memantau mu nanti, Aku menjadi salah satu dari mereka..”
Nania terdiam, Ia menikmati tatapan matanya dilangit. menemukan satu yang terang cahayanya, berharap itulah Dicky.
Mom berlalu, meninggalkan Nania di balkon kamarnya.
“Begitu caramu menjagaku ? Dicky, Aku menggunakan mata yang kau titipkan padaku, dengan melihat banyak tawa, Apa Kau suka ? Aku telah menerima terlalu banyak cinta darimu, yang Aku tangisi, mungkin karna Aku tak memberi yang sebanding denganmu, untuk itu.. maafkan Aku. Tapi, saat Kau tak disini, Aku merasa ingin mati, Aku tahu itu salah. Karna Cinta ternyata lebih mengerikan dari hal apapun. Dicky.. Aku tak mengerti dengan hatiku. Tapi, Aku merasa sangat merindukan saudaramu, Apa Kevin memikirkanku ? Aku pergi tanpa mengatakan apapun padanya, Apa ada yang salah denganku ? Dicky.. ku pikir karna Aku menyukaimu, Aku akan melanjutkan hidupku yang baik dengan matamu, melihat dengan caramu melihat, Dicky.. tenanglah, Aku sudah jauh lebih baik, Aku tak akan membuatmu khawatir lagi, percayalah, Aku berjanji..” Nania menutup matanya,
desiran angin menerpa rambut tipis itu untuk ikut terbuai.


4 komentar:

  1. salam, bagus, cuman kalo boleh ku kasih saran, buat CerBer (Cerita Bersambung) aja, jadi jangan sekali posting, terlalu panjang.

    cuman itu komentar ku. Salam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. salam kenal, TCC..
      bisa jadi pertimbangan, next edition ntar..
      makasih dah mampir ^_^

      Hapus
  2. Betul Itu Sob ... Apa Yang Dikatakan Sampit Itu Benar .. Jadi Kita Juga Gak Akan Bosen Ngebacanya Kalo Dijadiin Cerita Bersambung :)

    Btw ... Mantab Ceritanya :) Seru Banget !

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pusyakiz : iya, ntar di bikin, deh..
      makasih yah dah mampir. ^_^ slam kenal..

      Hapus